"Verlyn, selama dua minggu terakhir ini. Setelah kau menyelesaikan pekerjaanmu, kau selalu langsung pergi meninggalkan, perusahaan," ujar Kaze. Verlyn mengangguk sembari mengecek laporan dan dokumen di meja kerjanya. "Iya Ayah, aku tidak membuat masalah, kok." "Ayah ingin tahu, apa alasanmu melakukan, itu?" "Aku pergi keluar hanya untuk berjumpa dengan Kayn di perusahaannya." Kaze sedikit terkejut mendengar jawaban Verlyn tadi. 'Apa sudah ada perkembangan di dalam hubungan, mereka?' "Tapi, sebagai seorang ahli waris, kau harus bertanggung jawab dan menjaga kedisiplinanmu. Ingat, banyak yang mengincar kelemahan kita, Verlyn." Verlyn merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Kaze dan menghentikan pekerjaannya lalu menoleh ke arah Kaze. "Aku sangat tahu tentang itu, ayah. Aku bukan anak kecil lagi!" Kaze terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Verlyn. "Ayah hanya–" "Aku juga selalu menyelesaikan beberapa hal yang seharusnya ayah sendiri yang melakukannya! Tapi ayah selalu s
"Kita pergi sekarang, Kayn?" tanya Verlyn sembari tersenyum. Kayn terdiam dan menoleh ke arah Sellina. "Sellina, aku ..." Sellina menyentuh pipi Kayn. "Tidak apa-apa, Kayn. Aku bisa pulang sendiri, kok!" Kayn menggenggam tangan Sellina. "Tidak, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Aku akan mengantarmu, dulu." Kayn menarik Sellina melangkah keluar dari ruangan bersama. "Tunggu aku, Kayn!" teriak Verlyn segera mengikuti Kayn dari belakang. Kayn dan Sellina melangkah masuk ke dalam lift dan Verlyn juga ikut masuk ke dalam. "Kenapa kau, mengikutiku?!" tanya Kayn kesal. "Kau tidak membaca pesannya dengan teliti, ya? Ibumu bilang bahwa kita harus pergi bersama!" "Merepotkan saja!" Pintu lift tertutup dan mulai bergerak turun, membawa mereka ke lantai satu. Kayn terus menggenggam tangan Sellina, sedangkan Verlyn hanya menggenggam ponselnya saja. "Kayn, aku pulang sendiri saja, ya," ujar Sellina di sebelah kiri Kayn. "Tidak, Sellina. Aku akan mengantarmu," balas Ka
Kayn melangkah keluar dari rumah menggunakan hoodie berwarna abu-abu dan celana jogger berwarna hitam. Verlyn menoleh ke arah Kayn dan tersenyum. "Kau sudah siap, Kayn?" tanya Verlyn. Kayn mengangguk dan Verlyn menoleh kembali ke arah Villian. "Kami berangkat dulu, Ibu!" "Iya, nak. Hati-hati, ya," balas Villian. Verlyn mengangguk dan melangkah pergi bersama Kayn. "Aku yang akan mengemudi, sekarang!" ujar Verlyn bersemangat. "Tidak, aku saja," balas Kayn dingin. "Ga mau!" Verlyn langsung berlari ke arah mobil dan masuk ke dalam, membuat Kayn merasa kesal dan tidak bisa berbuat apa-apa. "Memangnya kau sudah mahir mengendarai mobil?" Verlyn melipat tangannya dan tersenyum. "Tentu saja! Aku sudah mahir mengendarai mobil sejak berusia enam belas tahun!" jawab Verlyn pamer. Kayn memutar bola matanya. "Lakukan sesukamu saja." Kayn membuka pintu mobil bagian belakang. "Hei, kenapa kau duduk di, belakang?" tanya Verlyn heran. Kayn melangkah masuk ke dalam dan menutup pintu mobil. "Ka
Verlyn melangkah keluar dari toko dan terkejut melihat Kayn duduk di kursi depan sebelah pengemudi. "Loh? Ada yang aneh ..." Verlyn segera menghampiri Kayn yang sudah berada di dalam mobil. "Kau tidak duduk di belakang lagi, Kayn?" "Tidak," jawab Kayn singkat. Verlyn tersenyum senang. "Baiklah! Tapi, kau mau aku yang mengemudi?" tanya Verlyn lagi. "Jangan banyak bertanya, kita pulang saja sekarang." Verlyn menghela napas lalu segera masuk ke dalam mobil dan menyakan mesin. "Apa kau, yakin?" tanya Verlyn memastikan sambil melajukan mobilnya untuk masuk ke area jalan raya. Kayn tidak menjawab dan sibuk memainkan ponselnya. "Baiklah, jangan menyesal, ya!" Lima belas menit kemudian. "Ibu, kami pulang!" Verlyn melangkah keluar dari mobil. Kayn ikut keluar dari mobil sembari memegangi kepalanya yang kembali pusing. "Seharusnya aku tidak membiarkanmu mengemudi lagi!" ujar Kayn menyesal. Verlyn menoleh ke arah Kayn dan tersenyum. "Kau sendiri yang mau aku mengemudi, kan?" "Tapi j
Verlyn merasa bingung ketika memilih gaun yang akan dikenakannya nanti untuk menghadiri acara pesta minum teh di rumah Villian hari ini. "Aku tanya Kayn saja, deh!" Verlyn segera mengambil ponselnya yang berada di kasur dan menelepon Kayn. Beberapa detik kemudian, panggilan di terima. "Kayn? Apa aku, mengganggu?" "Kau sedang mengganggu waktuku tahu!" "Kalau begitu tolong aku, sebentar!" Verlyn menyalakan kamera di ponselnya untuk mengajak Kayn melakukan panggilan video. "Kenapa tiba-tiba panggilan video?!" Kayn langsung mematikan kamera ponselnya. "Kau malu, ya? Haha!" "Jika tidak ada hal penting, akan aku matikan sekarang." "Oke-oke, maaf ..." Verlyn mengarahkan kameranya ke empat gaun panjang yang berwarna krem, coklat, hijau dan putih yang ada di kasurnya. "Bantu aku memilih gaun mana yang cocok untuk datang ke acara pesta minum teh ibumu!" "Kenapa harus aku yang memilih?" "Karena pilihanmu selalu tepat!" "Alasan yang tidak logis." "Masuk akal saja, bagiku. Cepat bantu a
"Villian, kursi yang kosong di sebelahmu itu, untuk siapa?" "Apa dia seseorang yang dekat denganmu?" "Apa jangan-jangan dia itu.." Villian menghela napas dan tersenyum mendapat banyak pertanyaan dari teman-temannya. "Dia adalah orang yang sangat spesial! Karena dia juga, aku membuatkan pesta ini untuk memperkenalkan dirinya kepada kalian!" jawab Villian dengan raut wajah senang. "Seharusnya dia sudah, dat–" "Ibu! Maaf aku terlambat!" Verlyn melangkah menghampiri Villian, di temani oleh Kayn di sebelahnya. Villian beranjak dari kursinya dan melangkah mendekat lalu berpelukan dengan Verlyn. "Bagaimana perjalananmu kemari, nak?" "Sangat baik, ibu!" "Syukurlah ..." Villian menoleh ke arah Kayn yang masih berada di belakang Verlyn dan mengedipkan kedua matanya lebih lama. "Aku akan kembali ke perusahaan, sekarang." Kayn membalikkan badannya dan hendak melangkah pergi, tapi Verlyn tiba-tiba menahannya. "Kayn, terima kasih untuk yang tadi, ya!" ucap Verlyn. Kayn mengangguk dan mem
"Hati-hati ya, nak!" Villian melambaikan tangannya ke arah Verlyn dan Kayn. "Kami pergi, dulu!" Verlyn membalas lambaian tangannya. Mobil mulai melaju perlahan keluar gerbang dan pergi ke rumah Verlyn. "Kenapa kau iya kan permintaan, ibu?!" tanya Kayn. Verlyn melipat tangannya dan menoleh ke arah Kayn. "Memangnya tidak boleh aku menginap di, rumahmu?" Kayn tidak menjawab pertanyaan Verlyn dan terus fokus melihat ke arah jalan. "Keluarga kita juga sudah dekat sejak aku belum lahir ke dunia, ini. Wajar kan jika Ibu mengajakku menginap untuk pertama kalinya?" lanjut Verlyn. Kayn memutar bola matanya dan tidak membalas kembali perkataannya. Di tengah perjalanan, Verlyn tiba-tiba merasa kedinginan dan menoleh ke arah Kayn. "Kayn, kau sudah matikan ACnya, kan?" tanya Verlyn memastikan. "Setiap malam aku tidak pernah menyalakannya." "Oke ..." Verlyn kembali menoleh ke arah jendela dan memeluk dirinya sendiri. 'Kenapa masih dingin, ya? Jendela juga sudah di, tutup.' Perlahan, rasa
'A–aku bisa gila kalau begini, terus!' batin Verlyn panik. "Kayn.. Kita–terlalu–dekat.." ujar Verlyn pelan sembari berusaha sedikit menjauh dari Kayn perlahan. "Jangan bergerak, Verlyn," balas Kayn. Verlyn langsung berhenti menjauh dari Kayn. "Me–memangnya kenapa, Kayn?" tanya Verlyn. "Tanganku berada tepat di gagang pintu, mobil. Jika aku bergerak sedikit saja, pintu ini bisa akan langsung terbuka dan kau akan terjatuh, keluar," jawab Kayn. "Masa kita akan di posisi seperti ini, terus? Jika Ayah dan Ibu lihat.." "Diamlah, Verlyn!" ujar Kayn lalu semakin mendekat ke arah Verlyn dan memeluknya dengan erat. 'Secepat, ini?' batin Verlyn. Verlyn langsung memejamkan matanya. "A–aku belum siap, Kayn!" teriak Verlyn lalu tiba-tiba pintu mobil sebelah Verlyn terbuka. "Ah!" Kayn menarik tubuh Verlyn dengan cepat ke pelukannya sebelum hampir terjatuh keluar lalu menutup kembali pintu mobil. 'Apa aku, terjatuh?! Tapi aku merasa hangat dan nyaman di pelukan seseorang..' batin Verlyn sem