Setelah satu minggu di rawat di rumah sakit, kini sang bunda sudah pulang ke rumahnya. Ayah Rey melarang Aldin untuk membawa Bunda Anin pulang ke rumahnya.
Laki-laki tua itu khawatir Aldin mengulangi perbuatannya yang akan membuat kesehatan istrinya kembali menurun.
"Ayah akan mengajak Bunda tinggal di Bandung untuk sementara waktu. Di sana suasananya lebih tenang dan udaranya lebih bersih," tutur Ayah Rey kepada anak dan menantunya yang sedang berkumpul di ruang tamu.
"Terserah Ayah aja, kami akan mendukungnya walau pastinya aku akan sangat merindukan Bunda karena nggak bisa ketemu setiap hari," ucap Aldin yang merasa sangat sedih.
"Akhir pekan kalian 'kan bisa berlibur di sana," ujar sang ayah kepada anak-anaknya.
"Iya, Ayah, kalau itu yang terbaik buat Bunda, kita akan mendukungnya."
Setelah semua setuju dan mengizinkan sang bunda tinggal jauh dari anak dan cucunya, sang ayah bangun dari duduknya lalu melangkah meninggalkan anak dan menan
Hari-hari pun berlalu dengan cepatnya. Sejak sang bunda jatuh sakit, Aldin dan Sisil kembali berbaikan. Mereka kembali tidur dalam satu kamar.Kini, setiap mereka ada masalah tidak ada seorang pun yang tahu. Aldin dan Sisil berusaha menutupi semua permasalahan rumah tangganya supaya tidak terdengar orang luar.Pasangan suami istri itu jarang sekali hidup damai, mereka masih sering bertengkar seperti biasanya, tapi kali ini mereka tidak mengumbarnya di depan keluarga.Permasalahan kecil dalam rumah tangga mereka selalu berakhir dalam pertengkaran karena kedua anak manusia itu sama-sama egois.Selama ini Sisil yang selalu mengalah. Namun, kali ini Sisil tidak mau mengalah lagi. Ia sudah benar-benar lelah menjalani rumah tangga dengan laki-laki yang sangat ia cintai.Ternyata cinta saja tidak cukup untuk membangun sebuah rumah tangga. Tidak adanya rasa saling percaya dan kurangnya komunikasi membuat hubungan Sisil dan Aldin menjadi tidak sehat.
Sisil tertidur karena terlalu lama menunggu suaminya. Hati dan pikirannya terasa sangat lelah. Andai saja Ibu dan bundanya tidak sedang sakit, mungkin ia akan menggugat cerai suaminya.Aldin baru keluar dari kamar mandi setengah jam kemudian. Laki-laki itu terus memandangi istrinya yang tidak berganti posisi sejak ia masuk ke kamar mandi."Apa dia tidur?" gumam Aldin.Aldin segera berganti pakaian dan menghampiri Sisil. Ia membalikkan tubuh istrinya supaya wanita yang sangat ia cintai itu tidur dengan nyaman."Aku ingin kita bercerai, Al," gumam Sisil saat Aldin membenarkan posisi tidurnya."Aku tidak akan menceraikanmu," balas Aldin yang kemudian pergi keluar. Laki-laki itu berpakaian rapi karena hendak bertemu dengan wanita yang akan membantu menjalankan rencananya untuk membuat Sisil cemburu.Setengah jam kemudian ia sampai di tempat yang ditentukan. Aldin bertemu dengan wanita muda yang cantik dan seksi. Dia adalah sekretaris di pe
Akhirnya Aldin menyetujui usul sang sekretaris. Mobil sport berwarna putih itu melaju dengan kencang, hingga tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan rumah dua lantai dengan dekorasi yang minimalis karena jarak kafe ke rumahnya tidak jauh. Mereka pun keluar dari mobil bersamaan."Silakan masuk, Mas!" Jenar membuka pintu rumahnya dan mempersilakan laki-laki tampan itu untuk masuk ke dalam."Kenapa sepi sekali?" tanya Aldin sembari mengedarkan pandangannya melihat rumah yang terlihat sangat rapi itu."Aku tinggal sendiri, Mas. Aku hanya sewa tukang bersih-bersih aja, dia akan datang dua hari sekali ke rumah ini," jawab Jenar yang langsung mengajak Aldin untuk masuk ke kamarnya.Jenar hanya tinggal sendiri di rumah karena orang tuanya berada di luar kota, di tempat kelahirannya."Mau ke mana kita?" Aldin kebingungan saat wanita seksi itu menariknya ke dalam kamar."Kita 'kan mau foto, kalau di dalam kamar pasti istri Mas Aldin akan s
"Aku boleh numpang tidur sebentar nggak? Aku sangat mengant-"Sebelum Aldin menyelesaikan ucapannya, tubuh laki-laki tegap itu sudah terkulai lemas di kasur empuk milik sekretarisnya akibat efek dari obat tidur yang Jenar bubuhkan di minuman Aldin.Jenar segera melucuti pakaiannya, hingga tidak ada sehelai benang pun di tubuh seksi wanita itu. Kini ia membuka kemeja Aldin, menyandarkan tubuh tegap yang telanjang dada itu di tumpukan bantal.Wanita seksi itu menyiapkan kamera ponselnya untuk merekam ia dan Aldin. Jenar menggeser nakas untuk menaruh ponselnya supaya kamera itu merekam seluruh tubuhnya dan Aldin.Setelah ponselnya siap merekam, Jenar segera naik ke tempat tidur dan duduk di atas si gundul yang masih ditutupi celana jeans.Jenar menutupi kaki Aldin dengan selimut hingga celananya tidak terlihat. Yang terlihat hanya bemper jenar yang tidak tertutup apa-apa. Wanita itu menaruh tangan Aldin di bembernya. Kemudi
Laki-laki itu merasakan kenikmatan akibat serangan Jenar, tapi ia sangat sulit membuka matanya.Jenar buru-buru memasukkan kembali si gundul ke dalam sarangnya. Ia pergi meninggalkan laki-laki yang sedang tertidur di kamarnya.Ia memasuki kamar yang berada di sebelah kamarnya. Entah apa yang sedang ia lakukan di dalam sana. Lama ia baru keluar dari dalam ruangan itu dengan keringat yang bercucuran di keningnya.Wanita itu masuk lagi ke kamarnya dan langsung menuju kamar mandi. Tidak lama kemudian ia keluar sudah memakai baju tidur, gaun tipis berwarna ungu. Kain yang menerawang sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sintal.Gunung kembarnya tidak terbungkus apa pun hanya gaun tipis menerawang yang menutupinya sehingga, pucuk gunung itu terlihat sangat jelas.Ketika Jenar berjalan ke arah laki-laki yang sedang tertidur itu, Aldin membuka matanya perlahan. Ia menyipitkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Gunung kembar milik
Aldin menepis jari jemari lentik yang sedang merayap masuk ke dalam celana dalam. "Hentikan Jenar!"Akhirnya Aldin tersadar dari kebodohannya, hampir saja melakukan zina yang akan membuatnya menyesal seumur hidup.Wanita cantik itu segera bangun dari tubuh Aldin. Lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal berwarna putih hingga leher."Maafkan aku, Mas. Aku sering nggak bisa mengontrol diriku," ucap Jenar sembari menitikkan air mata. "Inilah alasannya kenapa aku nggak punya kekasih, aku takut seperti ini. Aku selalu bergairah jika berada dalam satu ruangan dengan lawan jenis."Ucapan Jenar yang diiringi dengan air mata membuat emosi Aldin mereda. Ia merasa kasihan dengan sekretarisnya."Baiklah kali ini aku maafkan," sahut Aldin, "Terima kasih sudah membantuku. Aku pulang dulu."Aldin bergegas keluar dari kamar wanita seksi itu. Ia berjalan sangat terburu-buru. Laki-laki itu merasa bersalah pada istrinya karena sudah ber
Hai semuanya! Maaf ya, saya slow update dulu karena adik dan orang tua saya positif cobid 19, jadi waktu menulis saya berkurang karena harus memenuhi kebutuhan mereka selama isolasi mandiri. Saya mohon doanya semoga musibah ini cepat berlalu. Semoga yang sakit segera pulih kembali. Semoga kita semua sehat selalu ya, aamiin. Besok saya usahakan update. Terima kasih semuanya atas dukungannya selama ini. Untuk tiga pembaca yang ngasih gems terbanyak di tiga novelku, penilaiannya ditutup tanggal 15 ya. Untuk yang mau gabung di grup wa, silakan klik tautan yang ada di laman ig @nyi.ratu_gesrek. Terima kasih semuanya. Aku menyayangi kalian. Maaf selalu mengecewakan.
"Istri saya kenapa, Bi?" tanya Aldin pada pelayan di rumahnya."Tadi, Nyonya mengeluh perutnya sakit. Lalu, kami bawa ke rumah sakit," jawab Bi Neni yang baru pulang dari rumah sakit bersama ayahnya yang juga bekerja di rumah itu, "Sekarang Nyonya Anin yang menunggu di di sana.""Apa mertua saya dikasih tahu?" tanya Aldin lagi.Ia khawatir kalau ibu mertuanya syok mendengar anaknya sakit. Kondisi Bu Lastri tidak sesehat dulu, ia sering sakit-sakitan."Nggak, Tuan," jawab Bi Neni, "Tadi saya menelepon Nyonya Anin terlebih dulu, kata beliau jangan dikasih tahu sekarang, besok Nyonya sendiri yang akan memberitahukan kabar tentang Nyonya muda," jelas Bi Neni pada majikannya.Wajah kedua pelayannya itu terlihat sangat kelelahan. Aldin menjadi merasa sangat bersalah atas segala perbuatannya yang telah menyusahkan semua orang."Kalian istirahat saja! Biar saya yang menemani Bunda di rumah sakit. Terima kasih sudah membantu istri saya," ucap A
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te