"Kamu ngapain aja?" tanya Sisil sambil menutupi dadanya dengan selimut. Walaupun kain penutup itu tidak lepas dari tubuhnya, tapi penutup bukit kembarnya sudah tidak menutupi gundukan kenyal itu.
"Ya melakukan apa yang seharusnya seorang suami lakukan terhadap istrinya. Memangnya apalagi," sahut Aldin yang masih meringkuk di tempat tidur dengan mata yang masih terpejam.
"Kamu udah melanggar kesepakatan itu. Kamu yang akan bersih-bersih rumah selama satu bulan ke depan," ucap Sisil dengan sedikit emosi. Ia tidak mau melakukan hubungan itu dengan paksaan, apalagi dengan kondisi rumah tangga mereka yang entah bagaimana akhirnya nanti.
Aldin membuka matanya, lalu bangun dan terduduk. "Itu tidak masalah My lovely," sahut Aldin sambil menjawil dagu istrinya. "Seharusnya kamu nggak kerja yang berat-berat, supaya benih cinta kita cepat tumbuh di sini," imbuhnya sambil meraba perut rata sang istri.
Sisil menepis tangan suaminya. Ia sangat kecewa dengan laki-laki y
Sisil mendesah saat tangan sang suami meremas pelan bukit kembarnya."Bagaimana, Sayang? Nikmat bukan?" bisik Aldin di telinga Sisil. Bibirnya menempel pada daun telinga sang istri yang membuat bulu tengkuk istrinya meremang."Al ...." Sisil menggeliatkan tubuhnya. "Lepasin, Al!"Bibirnya berucap penolakan, tapi tidak dengan tubuhnya. Tidak dipungkiri ia menikmati sentuhan suaminya.Aldin tidak mendengarkan ucapan istrinya, ia yakin walaupun Sisil mengucapkan penolakan tapi tubuhnya merespon lain.Tangan Aldin semakin nakal, menelusuri paha istrinya sampai dengan pangkal paha, diusapnya milik Sisil yang paling berharga itu yang sudah tidak tertutup apa-apa.Jarinya bermain di dalam lubang inti sang istri yang membuat Sisil mendesah manja. Menggelinjangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri saat tangan suaminya menari-nari di dalam sana.
Terdengar suara sirine dari mobil kebakaran. Suaranya terdengar sangat nyaring sehingga Aldin dan Sisil beserta Bu Lastri dan Mbak Tati bergegas keluar rumah.“Bu, apa di rumah Bu Ina ada orang?” tanya Bu Lastri pada tetangganya yang baru saja dari tempat kejadian.“Tidak ada, Bu. Rumahnya kosong,” jawab tetangga Bu Lastri.Bu Lastri mengusap dadanya, ia merasa lega, setidaknya tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kebakaran itu. “Syukurlah.”Terlihat kepulan asap yang menghitam di langit gelap. Dengan cepat para petugas pemadam kebakaran itu mematikan api di rumah Bu Ina. Untung saja jarak rumah mereka tidak terlalu berdekatan sehingga tidak merembet ke rumah warga yang lain. “Untung saja Pak Imam yang baru pulang dari pasar melihat api yang belum membesar, beliau beserta warga yang lain segera melapor dan berusaha memadamkannya s
Sisil terkejut melihat isi dalam boxer berwarna hitam itu yang terlihat sudah berdiri tegak. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. “Kenapa jadi seperti itu?” tanyanya.Aldin tampak menahan senyumnya melihat kepolosan sang istri. “Ya ini gara-gara kamu, makanya jadi seperti ini,” balas Aldin dengan cepat. “Kamu harus tanggung jawab! Kamu harus menjinakkan pusaka berharga milikku!” titah Aldin yang selalu memanfaatkan kesempatan yang ada.“Gimana caranya?” Sisil membuka telapak tangannya, tapi ia masih menundukkan kepala, menutupi rona pada wajahnya. Ini adalah pertama kalinya ia melihat milik seorang laki-laki dengan mata kepalanya sendiri.“Kamu elus-elus, biar dia tidur lagi!” titahnya pada sang istri. Tanpa menunggu jawaban dari istrinya, ia langsung melorotkan boxer. Kini ia berbaring terlentang di hadapan Sisil tanpa sehelai benang pun yang menutu
“Astaga!” Mbak Tati menutup matanya dengan telapak tangan“Kalau mau bermesraan yo ditutup dulu kaca mobilnya,” sindir Mbak Tati yang kebetuan lewat samping mobil Aldin setelah membuang sampah. Ia melihat adik sepupu suaminya sedang berciuman dengan sang suami di dalam mobil. Ia tidak sengaja melihatnya. Niatnya ingin menyapa Sisil dan suaminya sebelum mereka pulang. Aldin langsung melepas ciumannya, lalu mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya, mengabaikan Mbak Tati yang sedang berdiri di samping mobil. “Kalian mau pulang ya?” tanya Mbak Tati tanpa membuka tangannya yang menutupi mata. “Maaf, Mbak,” ucap Aldin sembari tersenyum malu. “Sisil suka marah kalau pagi nggak dikasih vitamin,” imbuhnya sembari tertawa geli. Sisil langsung memukul lengan suaminya dengan keras. “Fitnah aja!” “Ya sudah, Mbak masuk dulu, kalian hati-hati di jalan!” ucap
“My lovely kita sudah sampai,” ujar Aldin setelah mobilnya berhenti di pekarangan rumah mereka tanpa menoleh pada sang istri. “Sayang!” Aldin menoleh pada istrinya yang duduk di kursi samping kemudi, ternyata Sisil tertidur lelap.Aldin membuka sabuk pengamannya, lalu ia keluar dari mobil dan berjalan memutar mendekati Sisil. Ia membuka pintu mobil dengan hati-hati, khawatir sang istri terbangun. Aldin membopong istrinya dengan sangat hati-hati.“Aku tahu, kesalahanku begitu besar karena sudah menyakitimu dan meragukan cintamu, tapi aku akan tetap berusaha mendapatkan cinta itu kembali,” gumam Aldin. Ia membopong Sisil sembari menatap wajah cantik istrinya. Aldin membawa Sisil ke kamar utama, dan merebahkan tubuh mungil itu di tempat tidurnya. Sementara ia langsung masuk kamar mandi untk membersihkan diri. Tubuhnya terasa sangat lengket karena ia tidak terbiasa tidur tanpa
Aldin keluar dari kamar dan bergegas menghampiri istrinya. Ia duduk di depan Sisil yang sedang sarapan nasi goreng buatannya.Sisil menatap laki-laki yang duduk di hadapannya. “Kamu udah makan?” tanya Sisil pada sang suami yang sedang memperhatikannya makan.“Udah, tadi aku sarapan duluan karena mau bersih-bersih rumah biar kuat,” ucapnya sembari tersenyum. Aldin merasa senang kalau istrinya mau menyapa lebih dulu. Itu artinya Sisil sudah memaafkannya.Sisil mengabsen setiap sudut ruangan yang terlihat lebih rapi. Ia hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa pun. Kemudian melanjutkan makannya. Sisil menyapa suaminya hanya sebagai ucapan terima kasih karena sudah membuatkannya sarapan. Tapi, bagi Aldin itu merupakan sebuah harapan untuknya mendapat kembali cinta sang istri.“My lovely!” panggil Aldin pada sang istri setelah istrinya itu selesai makan.
Sisil bangun dari duduknya. “Kita nggak akan bercerai sampai enam bulan ke depan. Selama itu pun aku nggak tahu bisa memaafkanmu atau nggak? Anggap aja itu kesempatan terakhir untuk kamu.”‘Sekarang aku merasakan apa yang dia rasakan dulu sebelum aku tahu kalau dia mencintaiku. Ternyata hati ini sangat sakit saat mendengar orang yang kita cintai berkata kasar dan mendiamkan kita,’ gumam Aldin dalam hatinya.Dulu waktu Aldin belum mengetahui kalau Sisil mencintainya, ia selalu bersikap kasar pada Sisil, tidak pernah berbicara ramah dengan gadis mungil itu. Bahkan ia pernah mengatai Sisil sebagai gadis sinting. Sekarang justru dia yang mengejar-ngejar gadis sinting itu.Setelah mengatakan itu Sisil bergegas keluar dari kamar dan masuk ke kamar pribadinya. Walau semua barang-barangnya sudah dipindahkan ke kamar utama, ia lebih nyaman tidur di kamar yang sudah beberapa hari ia tinggali itu.&nb
Sisil berlalu dari hadapan suaminya, ia menutup pintu kamar dengan sangat kencang sehingga menimbulkan dentuman suara yang memekakkan telinga. Sehingga Aldin terlonjak karenanya.“Astaga!” Aldin mengusap dadanya. “Ternyata kalau istri sedang marah lebih mengerikan dari pada kalah tender,” gumamnya sembari menggelengkan kepalanya.Ia segera bangun dari duduknya dan menyusul istri mungilnya. “Sil, maafkan aku! Maksudku bukan seperti itu,” ucap Aldin saat langkahnya sudah sejajar dengan Sisil. Kaki panjangya dengan mudah menyusul langkah sang istri yang mungil.Sisil menghentikan langkah kakinya begitu pun dengan Aldin. Lalu memiringkan tubuh menghadap suaminya. “Minta maaf lagi, nanti diulang lagi kesalahan yang sama, begitu aja seterusnya. Kamu pikir semua masalah bisa selesai hanya dengan minta maaf.”Sisil sudah sangat geram dengan suaminya. Sela
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te