Sisil menekan tombol pemanggil perawat supaya ada orang yang membantu Aldin karena ia tidak bisa membantu sang bunda untuk mengangkat tubuh tegap suaminya.
Tidak lama kemudian seorang perawat datang ke kamar perawatan Sisil.
"Suster, tolong suami saya," kata Sisil dengan cepat setelah sang perawat masuk.
Perawat cantik itu bergegas mencari bantuan karena tidak mungkin ia mengangkat tubuh Aldin sendiri.
Perawat cantik itu datang lagi dengan beberapa perawat lainnya dan dua orang penjaga keamanan. Mereka mengangkat tubuh Aldin dan membaringkannya di brangkar rumah sakit. Aldin segera di bawa ke IGD untuk mendapatkan penanganan.
Sang bunda hanya berdiri saja melihat anaknya dibawa. Ia merasa bimbang, kalau ia pergi sang menantu sendiri tidak ada yang menemani, tapi di sisi lain, ibu dua anak itu sangat mengkhawatirkan keadaan putranya.
"Bunda, tolong temani suamiku!" pinta Sisil sembari terisak. Ia mengerti kalau sang bunda pasti in
"Sudahlah, jangan menangis lagi! Dia akan baik-baik saja," ucap laki-laki tua yang duduk di kursi dekat ranjang Sisil. "Kamu fokus pada kesehatanmu saja!" Ayah Rey tidak mau menantunya sakit lagi karena memikirkan kesehatan suami yang telah menyakitinya. "Iya, Yah," jawab Sisil dengan pelan sembari menyeka air matanya. Ia merasa bersalah kepada sang mertua karena Aldin sakit karenanya. Ayah Rey memberikan paper bag berwarna biru terang kepada menantunya. "Ini hape baru buat kamu, sudah dipasang kartu sim yang baru. Ayah nggak akan memberikan nomor ini kepada Aldin kalau kamu tidak mengizinkannya." Sesuai permintaan sang istri supaya ia membelikan ponsel baru untuk menantunya. Laki-laki yang usianya sudah kepala lima merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi. "Sil, maafkan Ayah ya," kata sang ayah sembari mengusap-usap lengan menantunya. "Maafkan anak juga anak kami. Ayah nggak menyangka kenapa putra kebanggaanku membuat kecewa semua
“Kalau aku dan Aldin cerai, Ayah dan Bunda pasti merasa sangat sedih. Mereka begitu baik, apa aku tega menyakitinya,” gumam Sisil sembari memandang sang mertua yang sedang terbaring di tempat tidur penunggu pasien.Sisil membaringkan tubuhnya, lalu memejamkan mata. Ia berharap dengan tertidur bisa melupakan masalahnya walau hanya sesaat. ‘Semoga keputusanku jalan yang terbaik untuk aku dan Al,’ ucap Sisil dalam hatinya sebelum terlelap.Setelah menunggu lama di depan ruangan IGD akhirnya sang bunda bisa bernapas lega setelah mendapat kabar dari sang dokter kalau Aldin sudah sadar.“Syukurlah,” ucap Bunda Anin sembari mengusap dadanya.Hati ibu mana yang tidak sakit melihat anak dan menantunya terbaring di ranjang rumah sakit. Walau ia membenci sikap Aldin terhadap Sisil, tapi hatinya tidak bisa berbohong kalau ia begitu menyayangi anak-anaknya.“Aku harus memberi kabar kepada Sisil, ia juga pasti merasa kha
“Siapa yang menelpon, Yah? Kenapa nggak dija wab?” tanya sang bunda kepada sang suami yang duduk di sampingnya sambil mengusap-usap punggungnya untuk sekedar memberi kekuatan.“Ayah sampai lupa.” Laki-laki yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu bangun dari duduknya mengambil ponsel yang ia tinggal di tempat tidur.Kemudian ia kembali menghampiri sang istri setelah mengambil ponselnya sembari menggulir layar benda pipih itu. “Andin yang menelpon,” ucapnya.Saat ia ingin menghubungi sang anak, ponselnya kembali berdering. Ia menggeser layar ponsel bergambar gagang telepon yang berwarna hijau. Lalu, menempelkannya pada daun telinga.“Halo, Nak? Gimana kabarmu dan anak-anak?” tanya sang ayah saat sambungan teleponnya tersambung.“Aku sehat, anak-anak juga sehat,” jawab Andin, “Aku lagi di jalan menuju rumah sakit bareng Kak Ais. Bang Al sama Sisil gimana kabarnya?”
Mama muda dengan dua anak itu menghampiri Ayah Rey dan Bunda Anin yang sedang duduk di sofa. Ia duduk di depan kedua orang tuanya."Bunda sama Ayah pulang aja! Aku sama Kak Ais yang jagain Sisil sama Abang," titah Andin pada kedua orang tuanya."Bunda nggak mau pulang," balasnya, "Di rumah juga nggak bakal bisa tenang. Kamu temani Sisil dulu di sini biar Bunda dan Ayah yang jagain Abang."Sang bunda tetap tidak mau pulang. Hatinya tidak akan tenang meninggalkan anak dan menantunya yang terbaring di ranjang rumah sakit."Tapi, Bunda dan Ayah harus istirahat!" Andin sangat khawatir dengan kesehatan Ayah dan bundanya jika terlalu banyak berpikir. "Aku nggak mau kalau Ayah dan Bunda kelelahan.""Bunda mau ke kamar abangmu dulu." Bunda Anin bangun dan berdiri. "Temani Sisil! Dia butuh kamu, Nak, kalau di depan Bunda dia bilang baik-baik saja, tapi Bunda bisa merasakan kalau hatinya sedang hancur," ucap wanita paruh baya itu dengan pelan sembari me
Ayah Rey menceritakan apa yang dibicarakan oleh Aldin. Ia percaya dengan ucapan anaknya karena Aldin adalah putra kebanggaannya yang tidak akan berani berbohong padanya.Namun, Ayah Rey mempunyai firasat buruk tentang sekretaris Aldin yang berpose mesra dengannya. Ia yakin kalau wanita itu bukan orang baik-baik."Sepertinya dia bukan wanita baik-baik," ucap Bunda Anin sembari memperhatikan wanita yang berfoto mesra dengan anaknya. "Lihat saja pakaiannya! Kalau hanya untuk membuat cemburu, tidak perlu memakai baju murahan seperti itu."Ya, sekretaris anaknya itu memakai pakaian yang sangat terbuka, memperlihatkan hampir seluruh bukit kembarnya, bahkan sangat terlihat jelas kalau Jenar tidak memakai pembungkus bukit kembar itu."Ayah akan membicarakan ini semua kalau Al sudah sehat," ucap sang Ayah kepada istrinya. "Bunda istirahat saja dulu! Ayah akan menyuruh orang untuk menyelidiki wanita itu.Ayah Rey merogoh ponselnya dan menghubungi orang
Andin dan Aisyah membantu Aldin untuk kembali ke kamarnya. "Abang istirahat dulu ya! Setelah semuanya membaik kita bicarakan lagi."Aldin mengangguk pelan sembari terus menatap sedih wanita yang sangat dicintainya itu karena tidak mau melihat wajahnya.Akhirnya mereka membawa Aldin ke ruang perawatan yang ada di sebelah ruangan Sisil. Meninggalkan Sisil sendirian di ruang perawatannya.Aisyah kesulitan membuka pintu sehingga ia membukanya dengan paksa yang membuat sang bunda dan Ayah Rey terbangun.Mereka membuka mata, lalu bangun dan menoleh ke arah pintu yang terbuka."Aldin!" teriak sang bunda dan Ayah Rey bersamaan ketika melihat Aldin dipapah oleh Andin dan Aisyah.Mereka menghampiri anak-anaknya lalu membantu membaringkan Aldin di tempat tidur. "Kamu dari mana?" tanya sang bunda sembari menyeka air matanya yang tidak terasa menetes begitu saja.Ayah Rey segera memencet tombol darurat untuk memanggil suster. Melihat Aldin i
Setelah satu minggu dirawat di rumah sakit, Aldin sudah di perbolehkan pulang. Sementara Sisil sudah pulang beberapa hari sebelumnya. Sesuai rencana awal, Sisil pulang ke rumah mertuanya untuk sementara waktu.Aldin duduk di pinggiran tempat tidur sambil menatap foto pernikahannya yang terpajang di kamarnya. “Cinta ini benar-benar membunuhku,” gumam Sisil samnbil mengembuskan napasnya dengan kasar.Kemudian, laki-laki itu bangkit dari duduknya dan segera berangkat kerja. Sudah satu minggu dia menyerahkan semua tanggung jawabnya kepada sang asisten yang tak lain sahabatnya sendiri.Aldin langsung pergi ke kantor tanpa sarapan terlebih dulu. Seorang pengawal yang berdiri di samping pintu mobil yang sudah terbuka itu membungkukkan badannya untuk memberi hormat kepada Tuan muda keluarga Pradipta.Pengawal setia keluarga Pradipta itu diutus untuk selalu mengikuti Aldin ke mana pun ia pergi. Setelah Aldin masuk ke dalam mobil, pengawal itu berjalan
Jenar merapikan penampilannya terlebih dulu sebelum masuk ke dalam ruangan sang CEO. Bukan merapikan tapi malah membuka satu kancing kemejanya supaya gunung kembarnya menyembul keluar.Wanita cantik dengan riasan yang natural itu mempunyai tubuh yang sintal. Tidak ada yang bisa menolak pesonanya.Siapa sangka wanita yang belum pernah menikah itu begitu haus belaian seorang pejantan tangguh. Jika laki-laki yang bercinta dengannya tidak kuat melayaninya, ia akan membuangnya jauh-jauh.Jenar membuka pintu ruangan sang CEO dengan perlahan, mendorongnya dengan pelan, lalu menutup rapat pintu itu.Ia melenggok mendekati Aldin yang sedang duduk di kursi kebesarannya. "Ada apa Al kamu manggil aku?" tanyanya dengan suara yang manja. Semenjak menandatangani perjanjian kontrak sebagai pacar bayaran, Jenar semakin berani menggoda Aldin.Aldin meletakkan setumpuk uang di hadapan Jenar. "Ini bayaran kamu sebagai pacar saya. Kontrak kita selesai sampai di s
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te