Ayah Rey menceritakan apa yang dibicarakan oleh Aldin. Ia percaya dengan ucapan anaknya karena Aldin adalah putra kebanggaannya yang tidak akan berani berbohong padanya.
Namun, Ayah Rey mempunyai firasat buruk tentang sekretaris Aldin yang berpose mesra dengannya. Ia yakin kalau wanita itu bukan orang baik-baik.
"Sepertinya dia bukan wanita baik-baik," ucap Bunda Anin sembari memperhatikan wanita yang berfoto mesra dengan anaknya. "Lihat saja pakaiannya! Kalau hanya untuk membuat cemburu, tidak perlu memakai baju murahan seperti itu."
Ya, sekretaris anaknya itu memakai pakaian yang sangat terbuka, memperlihatkan hampir seluruh bukit kembarnya, bahkan sangat terlihat jelas kalau Jenar tidak memakai pembungkus bukit kembar itu.
"Ayah akan membicarakan ini semua kalau Al sudah sehat," ucap sang Ayah kepada istrinya. "Bunda istirahat saja dulu! Ayah akan menyuruh orang untuk menyelidiki wanita itu.
Ayah Rey merogoh ponselnya dan menghubungi orang
Andin dan Aisyah membantu Aldin untuk kembali ke kamarnya. "Abang istirahat dulu ya! Setelah semuanya membaik kita bicarakan lagi."Aldin mengangguk pelan sembari terus menatap sedih wanita yang sangat dicintainya itu karena tidak mau melihat wajahnya.Akhirnya mereka membawa Aldin ke ruang perawatan yang ada di sebelah ruangan Sisil. Meninggalkan Sisil sendirian di ruang perawatannya.Aisyah kesulitan membuka pintu sehingga ia membukanya dengan paksa yang membuat sang bunda dan Ayah Rey terbangun.Mereka membuka mata, lalu bangun dan menoleh ke arah pintu yang terbuka."Aldin!" teriak sang bunda dan Ayah Rey bersamaan ketika melihat Aldin dipapah oleh Andin dan Aisyah.Mereka menghampiri anak-anaknya lalu membantu membaringkan Aldin di tempat tidur. "Kamu dari mana?" tanya sang bunda sembari menyeka air matanya yang tidak terasa menetes begitu saja.Ayah Rey segera memencet tombol darurat untuk memanggil suster. Melihat Aldin i
Setelah satu minggu dirawat di rumah sakit, Aldin sudah di perbolehkan pulang. Sementara Sisil sudah pulang beberapa hari sebelumnya. Sesuai rencana awal, Sisil pulang ke rumah mertuanya untuk sementara waktu.Aldin duduk di pinggiran tempat tidur sambil menatap foto pernikahannya yang terpajang di kamarnya. “Cinta ini benar-benar membunuhku,” gumam Sisil samnbil mengembuskan napasnya dengan kasar.Kemudian, laki-laki itu bangkit dari duduknya dan segera berangkat kerja. Sudah satu minggu dia menyerahkan semua tanggung jawabnya kepada sang asisten yang tak lain sahabatnya sendiri.Aldin langsung pergi ke kantor tanpa sarapan terlebih dulu. Seorang pengawal yang berdiri di samping pintu mobil yang sudah terbuka itu membungkukkan badannya untuk memberi hormat kepada Tuan muda keluarga Pradipta.Pengawal setia keluarga Pradipta itu diutus untuk selalu mengikuti Aldin ke mana pun ia pergi. Setelah Aldin masuk ke dalam mobil, pengawal itu berjalan
Jenar merapikan penampilannya terlebih dulu sebelum masuk ke dalam ruangan sang CEO. Bukan merapikan tapi malah membuka satu kancing kemejanya supaya gunung kembarnya menyembul keluar.Wanita cantik dengan riasan yang natural itu mempunyai tubuh yang sintal. Tidak ada yang bisa menolak pesonanya.Siapa sangka wanita yang belum pernah menikah itu begitu haus belaian seorang pejantan tangguh. Jika laki-laki yang bercinta dengannya tidak kuat melayaninya, ia akan membuangnya jauh-jauh.Jenar membuka pintu ruangan sang CEO dengan perlahan, mendorongnya dengan pelan, lalu menutup rapat pintu itu.Ia melenggok mendekati Aldin yang sedang duduk di kursi kebesarannya. "Ada apa Al kamu manggil aku?" tanyanya dengan suara yang manja. Semenjak menandatangani perjanjian kontrak sebagai pacar bayaran, Jenar semakin berani menggoda Aldin.Aldin meletakkan setumpuk uang di hadapan Jenar. "Ini bayaran kamu sebagai pacar saya. Kontrak kita selesai sampai di s
Rudi melepaskan tangan Jenar setelah keluar dari ruang kerja CEO. "Bereskan barang-barang kamu!" titahnya dengan tegas.Kemudian Rudi menelpon petugas keamanan kantor untuk menyeret wanita sundel itu keluar dari kantor.Beberapa menit kemudian dua orang petugas keamanan kantor itu datang menghampiri Rudi."Ada apa, Bos?" tanya salah satu petugas keamanan yang berkulit lebih gelap dari temannya."Seret dia keluar! Jangan biarkan dia masuk ke kantor ini lagi! Dia bukan lagi pegawai RPP Group!" tegas Rudi kepada penjaga keamanan itu, "Dan peringatkan kepada yang lainnya juga!""Siap, Bos!" jawab kedua petugas itu serentak."Ayo, keluar!" Kedua petugas itu mencekal pergelangan tangan Jenar.Namun, wanita itu memberontak, "Lepaskan! Aku bisa jalan sendiri!"Kedua petugas itu melepaskan tangan Jenar. "Silakan, Nona!"Akhirnya kedua petugas yang berbadan tegap mengawal dari sisi kanan dan kiri mantan sekretaris CEO itu.
Rudi bangun dari duduknya, lalu mengambil surat perjanjian kontrak kekasih bayaran antara Jenar dan bos-nya."Mau dibawa ke mana itu kontrak?" tanya Aldin pada Rudi."Mau gue simpen," jawab Rudi.Rudi berharap dengan surat perjanjian ini, ia bisa membantu menjelaskan tentang semuanya kepada Sisil."Ya sudah simpan saja! Siapa tahu bisa berguna nantinya," balas Aldin sambil mengibaskan tangannya. "Sana pergi!""Baik, Bos!" jawab Rudi dengan tegas.Sang asisten CEO itu melangkah keluar dari ruang kerja bos-nya. 'Gue tahu lo pasti lagi nggak baik-baik aja, Al. Gue janji, akan membantu lo sebisa mungkin,' batin Rudi.Rudi kembali ke ruangannya, ia menyimpan surat perjanjian itu dalam laci meja kerjanya. Ia berniat membawa pulang berkas itu. Suatu saat ia akan menunjukkan semuanya kepada Sisil.Setiap saat Rudi selalu memeriksa rekaman CCTV di ruangan sang CEO. Ia khawatir kalau Aldin berbuat sesuatu di luar akal sehat.
Satu bulan sudah Sisil pergi dari rumah. Sejak itu pula, Aldin tidak bisa menghubunginya. Ia tidak berani menemui sang istri secara langsung karena takut Sisil semakin membencinya."Al, lo beneran mau melepas Sisil begitu aja? Nggak mau memperjuangkannya?" tanya Rudi sambil makan kacang garing yang ada di hadapannya.Kini Aldin sedang berada di rumah Rudi, ia jarang sekali ada di rumah sejak istrinya pindah ke rumah orang tuanya."Ya nggak lah," jawab Aldin dengan tegas, "Bukannya gue nggak mau memperjuangkan Sisil, tapi gue nggak mau membuat dia semakin membenci suaminya.""Maksud lo?" tanya Rudi sambil mengunyah makanannya."Gue nggak akan banyak bicara untuk membela diri. Gue akan membuktikan kalau gue masih layak untuk menjadi suaminya," jawab Aldin, "Gue selalu memantaunya, saat ini dia sudah bisa tersenyum lagi, gue senang melihatnya. Senyumnya kekuatan gue untuk mempertahankan pernikahan ini."Rudi menganggukkan kepalany
"Al, sebaiknya lo bicarakan semuanya baik-baik dengan Sisil! Kalau sampai berlarut-larut kayak gini, Sisil bakal mengira kalau lo benar-benar selingkuh karena nggak ada sedikit pun usaha lo untuk menemui dia."Rudi sudah geregetan melihat sahabat yang sekaligus bos-nya di kantor itu tidak mau menemui istrinya."Gue takut," sahut Aldin, "Gue takut dia akan menolak, gue nggak sanggup kalau dia kembali menitikkan air matanya karena gue."Sebenarnya Aldin ingin sekali menemui sang istri, tapi terakhir kali dia bertemu, Sisil menangis, dan meminta cerai. Ia tidak sanggup mendengar kata itu dari mulut wanita yang sangat dicintainya."Berapa tahun Sisil memperjuangkan cintanya untuk lo? Apa dia lemah kayak lo gini? ... Nggak!" ujar Rudi, yang juga merupakan teman satu sekolah dengan Sisil sejak SMA. "Lo payah, Al!"Aldin hanya terdiam tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. Memang benar apa yang dikatakan sahabatnya.Tapi, sungguh, ia tidak mempuny
Aldin tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan sahabatnya. "Jangan lama-lama tertawanya, gue jadi tambah takut ngelihat lo kayak gini," cibir Rudi sambil menggeser menjauh dari Aldin. "Gue masih waras," Aldin menendang Rudi hingga laki-laki itu hampir terjatuh. "Sial lo! Kalau aja lo bukan Bos gue, udah gue gantung lo di pohon toge," kata Rudi sambil mengusap-usap pantatnya yang ditendang Aldin. "Udah lah, kita tidur, capek banget gue," kata Aldin yang berjalan lebih dulu masuk ke kamar asistennya. "Gue juga capek direpotkan terus sama lo," gumam Rudi dengan sangat pelan sambil menutup pintu kamar. "Telinga gue masih normal," sahut Aldin saat mendengar gumaman sahabatnya. "Tapi hati lo udah nggak normal," cibir Rudi setelah naik ke tempat tidur. Aldin pun menyusul Rudi, ia tidur tanpa mengganti bajunya. Laki-laki itu tidur membelakangi sahabatnya, sedangkan Rudi tidur menghadap Aldin. Ia khawatir kalau bos-nya itu
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te