Pagi ini meja makan terasa lengkap dengan kehadiran Varen, tidak biasanya dia ikut bergabung untuk menikmati sarapan pagi. Selain karna kesibukannya juga karna Varen enggan untuk berkumpul dengan keluarganya.
Dia lebih memilih untuk menjalani hari-harinya di luar rumah atau datang ke apartemen Bayu, tidak peduli jika itu pagi, siang atau malam rasanya tidak lengkap pula hidup sang CEO Revorma Group jika tidak bisa mengganggu sahabatnya itu.
Meja makan berukuran sedang dengan kapasitas 10 orang itu kini hanya ada 4 orang yang sarapan di sana, makanan pun dihidangkan satu per satu oleh pelayan mulai dari makanan kesukaan Papa Rama yang rendah kolesterol, sandwich untuk Mama Ellina, omlet kesukaan Varen dan tidak lupa nasi goreng favorit Aerin. Tidak ada pembicaraan yang serius ditengah sarapan mereka, hanya sesekali Varen melirik Aerin.
“Jadi kamu mau pindah hari ini, Ren?” tanya papa Rama disela suapan terakhirnya
“Jadi, Pa! Oya, Aerin, papa mau …” Rasanya sulit buat Varen untuk mengungkapkan keinginannya lantaran hubungan mereka bisa dibilang tidak dekat.
Tapi Ellina berusaha meyakinkan Varen dengan tatapannya seolah mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja.
“Aerin mau ikut papa kerumah papa yang baru?”
Seolah tidak percaya akan ucapan papanya, Aerin berusaha meyakinkan diri dan ditatapnya opa dan omanya bergantian.
“Aerin mau bersama papa setiap hari, Sayang?” ucap sang oma karna dia menangkap keraguan di mata Aerin.
“Tapi Bi Minah dan Boneka Barbie ikut kan, Oma?” Alih-alih menjawab pertanyaan papanya, Aerin justru lebih memilih menjawab pertanyaan oma Ellina.
“Ya Tuhan, sebegitu pentingkah Minah dan barbienya di mata Aerin? Padahal jika dia mau papanya bisa membelikan Barbie sekaligus dengan perusahaannya.” gumam Varen di dalam hati.
“Tentu donk, Sayang. Papa kan kerja, jadi nanti ada Bi Minah yang setiap hari nemenin Aerin di rumah. Ada Pak Parto juga yang akan antar jemput Aerin ke sekolah, jadi Aerin mau kan tinggal sama papa?” bujuk sang oma kepada cucu kesayangannya.
Akhirnya dengan segala pertimbangan versi anak kecil tentunya, Aerin mengiyakan ajakan papanya.
***
Kepindahan kali ini disertai dengan isak tangis nenek dan cucunya, bagai tidak pernah dipertemukan lagi sungguh sangat erat sang oma memeluk Aerin. Aerin yang belum paham sepenuhnya dengan situasi ini hanya bisa menuruti kemua keinginan orang dewasa.
“Sungguh aneh menjadi besar dan dewasa seperti Oma,” bathin Aerin.
Bayu yang sedari siang sudah berada di apartemen sahabatnya tersentak dan kaget melihat kedatangan Varen dan anaknya, tidak pernah Bayu sadari jika perkataannya bisa mempengaruhi Varen.
Tidak hanya Bayu, bahkan Bella sekretarisnya. Bella yang selalu berharap jika hubungan Varen dengan anaknya tidak pernah baik-baik saja, karna Bella berpikir jika suatu hari nanti dia bisa naik ke ranjang Varen dan menikah dengannya. Tentu saja Bella tidak mau ada Aerin dalam kehidupan rumah tangganya.
Namun angan-angan hanya tinggal angan-angan, karena sampai saat ini Bella tidak berani mengutarakan maksud hatinya, alih-alih akan diterima oleh Varen justru rasa takut lebih mendominasi.
Tapi sementara, tentu Bella akan mengawasi atasannya ini dari jauh, tidak akan membiarkan ada wanita manapun yang mendekati sang pujaan hati, jangankan wanita dewasa bahkan anaknya pun tidak akan dibiarkannya dekat dengan papanya.
Bayu yang memang memiliki insting kuat, melihat gelagat aneh dari Bella kala Bella menatap Aerin. Tapi Bayu berusaha menetralkan perasannya untuk tidak mencurigai Bella karena tidak ada alasan juga dia curiga.
Tiba-tiba Varen memanggil Bella, “Oya, Bel. Tolong kosongkan semua jadwal saya besok karna saya mau ambil cuti sehari lagi!”
“Tapi, Pak! Kita besok ada rapat penting dengan Pak Dimas.” Bella tidak mau jika Varen tidak datang ke kantor besok.
“Kamu bisa atur jadwal meetingnya di lain waktu kan, Bel!” Tentu saja Varen yang memang memiliki sifat tidak mau diatur oleh orang lain, karna dia tidak mau kesalahannya di masa lalu terulang lagi karna kecerobohannya.
“Baik, Pak! Kalau begitu saya pamit pulang jika sudah tidak ada yang Bapak perlukan dari saya. Jika ada sesuatu, Bapak bisa hubungi saya kembali.” Dengan satu tarikan nafas Bella lantas pergi meninggalkam apartemen Varen tanpa menunggu jawaban Varen tentu saja.
“Lo ngeliat ada yang aneh gak, Ren, dari Bella?” Bayu memulai pembicaraan sambil sesekali menenggak bir yang disuguhkan Varen.
“Perasaan lo aja yang berlebihan, Bay!”
“Lo kayaknya perlu hati-hati sama Bella, wanita seperti dia sulit ditebak. Jangan sampai lo melihara ular yang kapanpun bisa gigit lo sampe mampus!”
“Udah dramatis aja bahasa lo!” sanggah varen sambil tangannya masih memegang tablet untuk melihat email yang dikirimkan Bella.
“Ngomong-ngomong, kok lo bisa bawa Aerin ke sini? Maksud gue dia ikut tinggal di sini kan? Jangan bilang lo udah berubah jadi Single Daddy yang Hot kayak di film-film korea yang biasa adik gue tonton.” Dengan senyum mengejek Bayu melontarkan pertanyaan yang tidak mudah untuk Varen jawab.
“Lama-lama lo udah kayak cewek aja, Bay, cerewet plus tontonan lo drama Korea. Gue mesti nyari kandidat baru buat gantiin posisi lo kalau lo gak kompeten lagi.”
Kini Bayu kalah telak dengan ucapan Varen, jangan panggil Varen CEO yang punya posisi tinggi jika dia tidak bisa memutar balikan fakta.
“Serah lo deh, Ren, gue kan cuma nanya aja.”
“Aerin masih tetap anak gue, kalo lo lupa!” ucap Varen
Sementara, Bi Minah tidak lagi menetap di apartemen Varen, dia akan pulang jika Varen sudah datang dari kantor dan menginap jika Varen harus keluar kota bertemu dengan kliennya.
Apartemen Varen terletak di kawasan elite pusat kota Jakarta, ada hutan dan danau buatan di sekelilingnya. Jangan lupakan di sana juga ada taman bermain untuk anak-anak dan tempat olahraga.
Ada kolam renang di lantai paling atas apartemen, dan apartemen yang dia tinggali tepatnya ada di lantai 4, ada 2 kamar, 1 dapur dan setiap kamar ada balkon kecil yang menghadap ke danau buatan jadi tidak akan pernah bosan jika berlama-lama di rumah.
Mulai malam ini dia akan melalui hari-harinya bersama Aerin, hanya dengan cara ini dia bisa mencoba melawan rasa sakit dan ketakutannya. Terlepas dari apakah dia mampu atau tidak, tapi dia harus tetap mencoba dan tidak mau berhenti.
“Everything gonna be okay!” bathinnya.
Di tengah lamunannya, sayup-sayup Varen mendengar suara anak kecil, berteriak dan menangis memanggil mama juga papa. Varen melangkah dan mencari arah suara itu, suara anak kecil itu keluar dari kamar Aerin. Varen bergegas masuk ke dalam, dia sudah melihat Aerin dalam keadaan berantakan dan menangis memanggil mama dan papa.
“Mama, Aerin rindu Mama. Aerin mau lihat Mama, Aerin kangen Papa juga. Ma, Pa, peluk aerin. Aerin gak mau sendiri” bisik aerin di tengah mimpi buruknya.
Varen lantas memeluk anaknya dengan erat, menenangkannya seperti kemarin hingga nafas Aerin kembali teratur, barulah dia menidurkan aerin di kasur dan menyelimutinya kembali.
“Ya Tuhan, sejak kapan Aerin suka bermimpi buruk? Kenapa dia tidak tahu selama ini, kenapa mama gak pernah memberitahuku perihal Aerin? Atau jangan-jangan mama juga tidak pernah tahu karena selama ini Aerin memang tidur sendiri. Dengan siapa selama ini Aerin melewati rasa takut akan mimpi-mimpinya?”
Hari ini adalah hari yang sangat penting bagi Aerin, karena hari ini adalah hari di mana dia akan mewakili sekolahnya dalam perlombaan piano.Sejak malam itu, Aerin memang tidak terlalu berharap jika papanya akan menepati janji untuk datang ke acara dekolahnya, lantaran Aerin tahu sesibuk apa papanya.Pagi-pagi sekali Aerin sudah tiba di sekolah, melewatkan sarapan pagi karena papanya masih tidur. Semalam setelah Aerin terlelap, Varen pergi ke kamarnya untuk beristirahat.Jam sudah menunjukkan angka 8 pagi, munkin Varen tidak akan bangun jika handphonenya tidak berbunyi.“Ren, astaga kamu belum bangun?! Kamu lupa lagi kalau anak kamu hari ini mengikuti lomba piano? Kalau kamu belum bisa jadi ayah yang baik biar mama bawa Aerin untuk tinggal dengan mama lagi!” Tanpa jeda dan tarikan nafas Ellina memarahi anaknya layaknya anak kecil.Varen paham dengan sifat mamanya yang sangat menyayangi Aerin, dan Varen sangat bersyukur akan hal itu. Di tengah sifatnya yang dingin terhadap Aerin ada O
“Ren, masih inget sama gue?” sapa seorang perempuan dengan seragam juri.“Hai, lo Gladis kan? Cewek cupu di SMA Taruna Jaya, gila ya lo banyak berubah sekarang. Maksud gue ya … lo udah gak cupu lagi,” canda Varen membalas sapaan Gladis.“Ren, lo masih inget aja siapa gue, padahal udah lama banget gue lupa dengan tingkah aneh gue pada jamannya itu.” Gladis membalas ucapan Varen dengan tawa yang renyah.Gladis adalah teman Varen di masa SMA, Gladis juga pernah jatuh cinta dengan Varen, namun Varen lebih memilih Kinan. Ya, tentu karena Kinan juga gadis populer di sekolahnya, sangat cocok jika berdampingan dengan Varen.Saat itu bahkan Varen tidak pernah sekalipun menoleh perempuan-perempuan di sekolahnya, meski siapapun pasti berharap bisa dekat dengan pria tampan bernama Varen.“Hhhmmm … kayaknya kita mesti cari tempat yang enak buat ngobrol ya, Ren. Lo nggak sibuk, kan?”“Boleh, Dis! Tapi gue mau nyamperin nyokap sama bokap dulu. Lo tunggu bentar, ya!”Varen lantas bergegas menghampiri
Alexa menggelengkan kepala, “Tidak perlu, tidak ada orang yang tidak akan peduli ketika kita bertemu situasi seperti ini, kamu harus jaga anakmu baik-baik kelak.” Setelah Alexa selesai berkata, dia melirik ke arah Aerin.Aerin memeluk leher Varen, dia memiringkan kepalanya dan memanggilnya dengan manis, “Kakak cantik!”“Hhhmm, panggil tante Alexa aja ya, Sayang!” Alexa menjawabnya, tanpa sadar suaranya menjadi lembut, “Aerin jangan pergi sembarangan lain kali ya?”“Tante Alexa, jangan lupa nama papaku Varen, papa orang yang sangat kaya dan hebat!”Alexa hanya tersenyum menanggapi perkataan Aerin. Dia hanya bisa mengganti topik pembicaraan dan bertanya, “Tuan Varen, sebelumnya di dalam telepon, kenapa kamu tahu bahwa Aerin akan mencari seorang kakak untuk membantunya?”Varen menyipitkan matanya, dia menatap wajah Alexa dan nada bicaranya datar, “Perempuan yang lebih tinggi darinya akan dipanggil kakak olehnya.” Sebenarnya Aerin hanya melihat perempuan yang dia rasa cantik, dia tidak pe
Malam yang sunyi di Villa Dhananjaya, suara teriakan menggema dari lantai dua. Suara itu diyakini oleh para pelayan terdengar dari kamar sang tuan muda, Varen dan istrinya Kinan.Varen Dhananjaya adalah putra dan pewaris tunggal Revorma Group, sedangkan istrinya adalah Dewi Kinantri seorang model dengan paras yang ayu dan tinggi semampai. Jika dilihat dari wajah dan penampilannya, Kinan adalah wanita idaman setiap pria yang memandangnya.“Ren, aku harus pergi sekarang!” teriak Kinan pada Varen.Varen masih mencerna apa yang kini terjadi dalam keluarganya, perusahaan yang sedang diambang kehancuran dan juga wanita yang sangat dia cintai justru lebih memilih untuk pergi, ketimbang berada di sampingnya, menguatkan dan juga memberikannya dukungan.Bukan hanya meninggalkan dirinya, tapi Kinan bahkan tega meninggalkan putrinya yang baru berumur satu tahun. Dimanakah letak hati nuraninya sebagai seorang ibu?“Ren, kamu gak denger aku ngomong apa?” Lagi-lagi Kinan berucap dengan nada tinggi s
“Gimana, Yu, apartemen yang mau gue tinggalin. Apa sudah siap?” tanya Varen kepada sahabatnya, sambil tangannya masih di atas keyboard untuk menyelesaikan laporan.“Lo yakin mau pindah ke apartemen, Ren? sendirian?”“Maksud lo?” Varen mengerutkan kening tidak paham akan maksud pertanyaan Bayu.“Maksud gue gimana dengan Aerin, apa lo juga akan bawa Aerin pindah ke apartemen?” Sejujurnya juga Bayu hanya ingin tahu seberapa kuat perasaan Varen untuk anaknya.Varen memencet tombol intercom untuk terhubung dengan sekretarisnya, Bella.“Bel, tolong buatkan 2 cangkir kopi untuk saya dan Bayu!”“Baik, Pak!” jawab Bella dari balik pintu ruangan Varen, karna memang meja Bella berada tepat di seberang pintu ruangan sang CEO.Butuh jeda waktu untuk Varen bisa menjawab pertanyaan Bayu.“A …“ Ucapan Varen terhenti lantaran suara pintu kembali berbunyi.Tok ... tok …Bella masuk dengan 2 cangkir kopi yang masih harum dengan asap yang masih mengepul.“Gue pikir Aerin akan lebih bahagia jika tinggal d
Alexa menggelengkan kepala, “Tidak perlu, tidak ada orang yang tidak akan peduli ketika kita bertemu situasi seperti ini, kamu harus jaga anakmu baik-baik kelak.” Setelah Alexa selesai berkata, dia melirik ke arah Aerin.Aerin memeluk leher Varen, dia memiringkan kepalanya dan memanggilnya dengan manis, “Kakak cantik!”“Hhhmm, panggil tante Alexa aja ya, Sayang!” Alexa menjawabnya, tanpa sadar suaranya menjadi lembut, “Aerin jangan pergi sembarangan lain kali ya?”“Tante Alexa, jangan lupa nama papaku Varen, papa orang yang sangat kaya dan hebat!”Alexa hanya tersenyum menanggapi perkataan Aerin. Dia hanya bisa mengganti topik pembicaraan dan bertanya, “Tuan Varen, sebelumnya di dalam telepon, kenapa kamu tahu bahwa Aerin akan mencari seorang kakak untuk membantunya?”Varen menyipitkan matanya, dia menatap wajah Alexa dan nada bicaranya datar, “Perempuan yang lebih tinggi darinya akan dipanggil kakak olehnya.” Sebenarnya Aerin hanya melihat perempuan yang dia rasa cantik, dia tidak pe
“Ren, masih inget sama gue?” sapa seorang perempuan dengan seragam juri.“Hai, lo Gladis kan? Cewek cupu di SMA Taruna Jaya, gila ya lo banyak berubah sekarang. Maksud gue ya … lo udah gak cupu lagi,” canda Varen membalas sapaan Gladis.“Ren, lo masih inget aja siapa gue, padahal udah lama banget gue lupa dengan tingkah aneh gue pada jamannya itu.” Gladis membalas ucapan Varen dengan tawa yang renyah.Gladis adalah teman Varen di masa SMA, Gladis juga pernah jatuh cinta dengan Varen, namun Varen lebih memilih Kinan. Ya, tentu karena Kinan juga gadis populer di sekolahnya, sangat cocok jika berdampingan dengan Varen.Saat itu bahkan Varen tidak pernah sekalipun menoleh perempuan-perempuan di sekolahnya, meski siapapun pasti berharap bisa dekat dengan pria tampan bernama Varen.“Hhhmmm … kayaknya kita mesti cari tempat yang enak buat ngobrol ya, Ren. Lo nggak sibuk, kan?”“Boleh, Dis! Tapi gue mau nyamperin nyokap sama bokap dulu. Lo tunggu bentar, ya!”Varen lantas bergegas menghampiri
Hari ini adalah hari yang sangat penting bagi Aerin, karena hari ini adalah hari di mana dia akan mewakili sekolahnya dalam perlombaan piano.Sejak malam itu, Aerin memang tidak terlalu berharap jika papanya akan menepati janji untuk datang ke acara dekolahnya, lantaran Aerin tahu sesibuk apa papanya.Pagi-pagi sekali Aerin sudah tiba di sekolah, melewatkan sarapan pagi karena papanya masih tidur. Semalam setelah Aerin terlelap, Varen pergi ke kamarnya untuk beristirahat.Jam sudah menunjukkan angka 8 pagi, munkin Varen tidak akan bangun jika handphonenya tidak berbunyi.“Ren, astaga kamu belum bangun?! Kamu lupa lagi kalau anak kamu hari ini mengikuti lomba piano? Kalau kamu belum bisa jadi ayah yang baik biar mama bawa Aerin untuk tinggal dengan mama lagi!” Tanpa jeda dan tarikan nafas Ellina memarahi anaknya layaknya anak kecil.Varen paham dengan sifat mamanya yang sangat menyayangi Aerin, dan Varen sangat bersyukur akan hal itu. Di tengah sifatnya yang dingin terhadap Aerin ada O
Pagi ini meja makan terasa lengkap dengan kehadiran Varen, tidak biasanya dia ikut bergabung untuk menikmati sarapan pagi. Selain karna kesibukannya juga karna Varen enggan untuk berkumpul dengan keluarganya.Dia lebih memilih untuk menjalani hari-harinya di luar rumah atau datang ke apartemen Bayu, tidak peduli jika itu pagi, siang atau malam rasanya tidak lengkap pula hidup sang CEO Revorma Group jika tidak bisa mengganggu sahabatnya itu.Meja makan berukuran sedang dengan kapasitas 10 orang itu kini hanya ada 4 orang yang sarapan di sana, makanan pun dihidangkan satu per satu oleh pelayan mulai dari makanan kesukaan Papa Rama yang rendah kolesterol, sandwich untuk Mama Ellina, omlet kesukaan Varen dan tidak lupa nasi goreng favorit Aerin. Tidak ada pembicaraan yang serius ditengah sarapan mereka, hanya sesekali Varen melirik Aerin.“Jadi kamu mau pindah hari ini, Ren?” tanya papa Rama disela suapan terakhirnya“Jadi, Pa! Oya, Aerin, papa mau …” Rasanya sulit buat Varen untuk mengun
“Gimana, Yu, apartemen yang mau gue tinggalin. Apa sudah siap?” tanya Varen kepada sahabatnya, sambil tangannya masih di atas keyboard untuk menyelesaikan laporan.“Lo yakin mau pindah ke apartemen, Ren? sendirian?”“Maksud lo?” Varen mengerutkan kening tidak paham akan maksud pertanyaan Bayu.“Maksud gue gimana dengan Aerin, apa lo juga akan bawa Aerin pindah ke apartemen?” Sejujurnya juga Bayu hanya ingin tahu seberapa kuat perasaan Varen untuk anaknya.Varen memencet tombol intercom untuk terhubung dengan sekretarisnya, Bella.“Bel, tolong buatkan 2 cangkir kopi untuk saya dan Bayu!”“Baik, Pak!” jawab Bella dari balik pintu ruangan Varen, karna memang meja Bella berada tepat di seberang pintu ruangan sang CEO.Butuh jeda waktu untuk Varen bisa menjawab pertanyaan Bayu.“A …“ Ucapan Varen terhenti lantaran suara pintu kembali berbunyi.Tok ... tok …Bella masuk dengan 2 cangkir kopi yang masih harum dengan asap yang masih mengepul.“Gue pikir Aerin akan lebih bahagia jika tinggal d
Malam yang sunyi di Villa Dhananjaya, suara teriakan menggema dari lantai dua. Suara itu diyakini oleh para pelayan terdengar dari kamar sang tuan muda, Varen dan istrinya Kinan.Varen Dhananjaya adalah putra dan pewaris tunggal Revorma Group, sedangkan istrinya adalah Dewi Kinantri seorang model dengan paras yang ayu dan tinggi semampai. Jika dilihat dari wajah dan penampilannya, Kinan adalah wanita idaman setiap pria yang memandangnya.“Ren, aku harus pergi sekarang!” teriak Kinan pada Varen.Varen masih mencerna apa yang kini terjadi dalam keluarganya, perusahaan yang sedang diambang kehancuran dan juga wanita yang sangat dia cintai justru lebih memilih untuk pergi, ketimbang berada di sampingnya, menguatkan dan juga memberikannya dukungan.Bukan hanya meninggalkan dirinya, tapi Kinan bahkan tega meninggalkan putrinya yang baru berumur satu tahun. Dimanakah letak hati nuraninya sebagai seorang ibu?“Ren, kamu gak denger aku ngomong apa?” Lagi-lagi Kinan berucap dengan nada tinggi s