“Suster itu ... Kenapa menyusui bayi orang lain?” tanyanya ingin mengomentari hal tak wajar. Bahkan di depannya ada Affan yang melihat, tapi tanpa risih membuka pakaian dan berjongkok untuk memberikan ASI pada bayi di inkubator itu.Dia sampai sempat berpikir, apakah bayi itu memang anaknya sang suster? Tapi ketika anaknya di inkubator, artinya ada yang bermasalah dengan kelahirannya. Karena tak mungkin si ibu langsung sesehat itu.Mata pria itu memicing. Suster apa yang Maya maksud? Dia tak melihat siapa pun di sana. Selain bayi –bayi dalam kotak itu dan mereka berdua.“Apa maksudmu?” tanya Affan menoleh untuk memperjelas apa yang Maya katakan.Wanita yang kini mengenakan pakaian lebih santai itu pun menunjuk box di mana bayi Affan dirawat dan mantannya itu kembali menoleh untuk melihat. Mata pria itu melebar kala yang ditunjuk adalah box bayi anaknya.“Tidak ada apa –apa di sana,” tegas Affan.“Hah?” Mata lentik Maya semakin melebar. Ia tak mengerti padahal wanita di dalam sana jela
Namun, baru beberapa langkah, Alif yang dipapah ibunya tak lagi bisa menahan tubuhnya sendiri hingga ambruk ke lantai. Saat itulah, ibunya histeris.“Alif! Kamu kenapa?! Tolong!” teriak umi.Meski dia ibunya, wanita tua itu tak mampu menggendong tubuh sang putra yang memiliki tinggi dan berat badan jauh melampui dirinya sendiri, sehingga butuh pertolongan orang lain. “Tolong!” Di teriakan ke dua permintaan tolongnya, tak juga ada yang mendengar. Begitu juga yang ke tiga. Umi Alif sadar, memang tak mungkin anak –anak Alif yang masih kecil akan bangun dari tidur dan menolong mereka. Dan para tetangga yang rumah mereka berada dekat dengan rumhanya, belum tentu mendengar. Apalagi larut malam begini di saat semua orang seharusnya sudah terlelap di atas pembaringan. Belum lagi rumor buruk yang muncul tentang hantu di keluarga ini, bisa –bisa mereka menganggap suara permintaan tolongnya hanya dianggap angin lalu yang menakutkan untuk mereka. Bisa jadi setelah mendengar suara ibu tua itu m
“Apa dia istrimu, Mas? Ini suster yang tadi menyusui anak kamu!” ucapnya dengan mata melotot. Seketika Maya merinding. Belum apa –apa, tapi almarhumah istri dari pria yang dicintainya sudah menampakkan wujud padanya seolah –olah ingin memberinya peringatan. “Apa?” Affan terkejut. Dugaannya benar. Bahwa Sarah yang tadi muncul di ruang inkubator. Tapi, kenapa cuma Maya yang melihatnya?“Dia siapa, Mas?” tanya Tomy yang mulai tertarik begitu Maya menanyakan tentang kakaknya Sarah, yang tak lain adalah istri dari Affan. “Teman, Tom.” Affan menyahut singkat. Tak ingin Tomy berpikir macam –macam mengenai hubungan Affan dengan wanita dari masa lalu itu. Ia kemudian kembali fokus ke Maya. “Pergilah, May. Sekarang kamu tahu kan, bahwa tak seharusnya kamu tak dekat –dekat dengan kehidupanku lagi. Hubungan kita sudah berakhir.”“Hah?” Tomy melebarkan mata saat menyimak ucapan Affan yang ditujukan ke pada wanita cantik dan asing baginya itu. Katanya hanya teman, tapi kenapa cara bicara kakak ip
“Petugas sudah datang, Tom?” tanya Affan yang mempertanyakan kelanjutannya meminta jenazah dibawa pulang malam ini juga.“Ah, ya, Mas. Makanya tadi aku nyari, Mas Affan,” sahut Tomy.Dia diminta bapaknya mencari keberadaan suami Sarah. Saat itulah ia berjalan sambil melihat –lihat untuk melihat hasil jepretannya. Dan menemukan foto –foto aneh yang mirip penampakan seorang wanita tengah berjalan menjauh meninggalkan ranjang Kakaknya. Itu sebabnya ia pun terkejut dan ingin menunjukkannya pada Affan.Siapa sangka niatnya mengejutkan malah dikejutkan oleh keberadaan seorang wanita cantik bersama Affan. Padahal dia belum sehari ditinggal mati istrinya –Sarah yang tak lain adalah kakak Tomy sendiri. Lebih dari itu, obrolan mereka yang mengatakan telah melihat Sarah menyusui anaknya di inkubator. Membayangkannya saja Tomy ngeri. Ia terus dibuat merinding hari ini.Kini langkah mereka sudah sejajar, karena Tomy sengaja mempercepat langkah untuk mengejar Affan.Begitu sampai di ruang mayat, Af
Maya lega, akhirnya Angel kembali tidur dalam pelukan sang nenek. Diperhatikan wajah kecil putrinya yang terlihat tenang, juga wajah tua yang dipenuhi keriput milik ibunya. Wanita yang terlihat begitu lelah, karena seluruh waktunya dicurahkan untuk mengurus anak berusia empat tahun itu.Kalau saja ibunya adalah wanita egois yang memikirkan kesenangan sendiri dan tak peduli pada Maya apa lagi cucunya, Maya pasti tidak akan mendengarkan ucapannya sejak lama. Juga ucapn –ucapan toxic tentang Affan hingga pikiran buruk mengenai pria itu terus bertumbuh dalam otak yang kemudian mempengaruhi hatinya.Jika waktu bisa diputar, mungkin ... Maya akan menjelaskan baik –baik pada ibunya bahwa ia sangat mencintai Affan, bahkan setelah ia membenci kemiskinan pemuda itu dan mencampakkannya dengan kejam. Namun, apa daya ... ucapan ibunya seperti racun dan obat yang membius. Pandangan kebahagiaan Maya telah berubah, mengubah cinta menjadi keserakahan untuk hidup dalam kemewahan.Dan pada akhirnya ia m
“Sarah ... tunggulah, sebentar. Aku akan menyusulmu nanti.” Suara itu terdengar parau. Dan pelan sekali, karena bahkan dia tak ingin dianggap gila karena bicara dengan mayat oleh dua petugas yang duduk di depan.‘Aku tidak tahu bagaimana menjalani hari hariku nanti tanpamu Sarah. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ke anak kita, bahwa aku adalah suami yang bodoh dan membiarkanmu pergi sendiri dalam keadaan marah pula. Aku bahkan tak sempat minta maaf, Sarah.’Pria itu menyesali setiap moment di akhir kisah mereka. Kenapa harus moment menyedihkan dan menyesakkan dada yang menjadi akhir dari semuanya. Affan tak ingin berpisah dengan cara seperti ini. Meski ia dibangunkan oleh penampakan Sarah, dan meminta maaf tetap saja itu tak cukup. Dia bahkan tak 100 persen yakin kalau memang itu adalah istrinya. Ini adalah perpisahan terberat di hari yang paling berat di dalam hidup Affan, bahkan kejadian buruk di masa lalu saat diusir keluarganya atau pun perpisahannya dengan Maya tak seujung k
Joko menatap tubuh yang kini sudah mandikan dan dikafani dengan rapi. Hanya tiggal beberapa menit, setelah ambulan siap jenazah Sarah akan disholatkan dulu di Masjid. Ia melihat bagaimana sedihnya ekspresi suami almarhumah. Meski wajah itu tersenyum, kentara bahwa hati Affan tengah dipenuhi beratnya beban duka.Ia merasa lega, akhirnya Affan mengambil uang yang dititipkannya lewar ustaz Alif, itu kenapa jenazah Sarah bisa ada di hadapan mereka sekarang. ‘Tak salah aku memilih ustaz Alif, pria itu pandai beretorika dan mempengaruhi lawan bicaranya. Semua akan berjalan lancar seperti harapan.’Saat Affan celingukan mencari sosok seseorang, Pak Joko pun sama. Pria itu mengikuti apa yang dilakukan Affan, mencari tahu siapa sebenarnya yang pemuda itu cari.‘Siapa yang tidak ada di sini?’ batin pria paling kaya di kampung itu.Saat melihat Abah Bisri, barulah Pak Joko sadar, kalau keponakan orang alim itu tidak ada di sana. Awalnya Joko tidak begitu mempedulikan. Mungkin ustaz Alif sedang m
“Ini bukan tanda baik,” ucap seorang pria tua, yang membuat Ucup dan Hasan yang mendengarnya bergidik.Pria sepuh itu menghela napas berat. Dia sudah lama hidup, setiap kali hujan turun saat mayat dikuburkan, liang menjadi banjir dan dipenuhi air. Bumi seolah menolak memeluk tubuh manusia yang telah mati hari itu. Entah karena dosanya atau suatu tanda belum waktunya dia meninggal.“Apa yang Bapak katakan?” Suara Abah Bisri menyela ucapan menakutkan orang tua itu. Mendengar ada yang nyeletuk di sampingnya, pria tua itu pun menoleh. Begitu juga Hasan dan Ucup di sampingnya.“Abah?” ceplos Ucup.“Hem, bahkan ketika para ulama meninggal, hujan gerimis turun. Seolah langit yang biasa bertasbih ke pada Allah tengah berduka karena kematiannya.” Abah Bisri menepuk bahu pemuda itu, lalu mendongak menatap langit yang muram. Seperti wajah kesedihan yang meneteskan air matanya dalam diam. Tanpa raungan dan gemuruh petir menyambar –nyambar dan menakutkan.Mendengar ucapan pria yang dikenal bijak i
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
“Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t