Home / Fantasi / Tanah Makamku masih Basah, Mas / Kematian di Rumah Mertua

Share

Kematian di Rumah Mertua

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2023-04-03 05:26:35

“Mas, Mas, bangun Mas.” Sarah menggoyang tubuhku perlahan.

Saking lelahnya, suara riak hujan berbenturan dengan genteng, tak mampu membangunkanku dari tidur. Aku mengerjap, melihat ke arah jendela, rupanya hari sudah gelap.

“Kamu sudah pulang? Lelap sekali aku tidur, Sarah. Aku sangat lelah, maaf, ya,” ucapku padanya.

Namun, saat mata ini sudah membuka sempurna, aku terkejut. Gamis yang Sarah kenakan basah kuyup dan dipenuhi lumpur.

“Loh, kamu kenapa seperti ini? Jatuh, ya?” tanyaku khawatir. Apa lagi dia sedang mengandung anakku.

Sarah tersenyum miris. “Nggak papa, Mas. Tadi cuma kecipratan orang lewat. Oya, Mas. Cepat ke rumah Bapak. Tadi kayaknya ada yang kecelakaan dan meninggal.” Suaranya bergetar. Dia pasti takut juga terkejut sekaligus.

“Kecelakaan? Meninggal? Siapa?”

“Sudah. Mas ke sana saja, lihat duluan. Aku mau membersihkan badan ini!” ucap Sarah bergerak ke arah kamar mandi di belakang.

Aku masih bingung. Dan merasa aneh sekaligus. Bukannya dia bilang akan beli martabak, kenapa tidak bawa martabak. Lalu pintu depan tadi kukunci, kenapa Sarah bisa masuk?

Kugelengkan kepala menepis pikiran tidak –tidak itu. Sekarang bukan saatnya berpikir yang aneh –aneh. Dia pasti akan menjelaskannya nanti.

Tanpa mau mikir panjang lagi, kuraih jaket yang sempat kulepas tadi dan pergi ke rumah mertua. Melihat siapa yang kecelakaan dan meninggal. Apa Bapak? Tidak mungkin. Beliau bahkan sudah berhenti naik motor karena katanya matanya gak lihat jalan. Apa Tomy adik iparku kebut –kebutan? Bisa jadi. Anak SMA itu lagi labil –labilnya. Aku dan Sarah saja angkat tangan.

Ya, hanya Tomy yang ada dalam pikiranku sekarang. Saat membuka pintu, motor yang tadi dipakai Sarah tidak ada. Loh, ditinggal di mana motornya.

Lagi –lagi, aku merasa bukan itu yang penting. Aku pun bergegas. Menerjang hujan dengan berlari. Toh, rumah mertua tidak terlalu jauh, hanya sekitar 800 meter dari rumah yang kami tempati. Ini tentang meninggalnya seseorang yang tak lain adalah keluarga Sarah yang juga adalah keluargaku.

Jujur, aku tak membedakan antara keluarganya dan keluargaku. Aku memperlakukan mereka sama.

Sampai di sana, benar saja sudah ada beberapa orang yang terlihat. Langkahku sempat terhenti saat melihat motorku terparkir di halaman rumah mertua dengan kondisi ringsak.

Apa yang terjadi? Apa Tomy tadi meminjam motor ke Sarah karena motornya kenapa –napa? Pantas saja motor itu tidak ada di rumah. Dengan kondisi rusak parah begitu, jelas saja yang mengalami kecelakaan tak akan bisa selamat.

Namun, apa pentingnya sedih karena motor itu? Aku bisa membelinya lagi nanti, walau mungkin dengan cara harus meminjam uang dulu atau menyicilnya. Hal yang menyedihkan adalah pengemudi motor meninggal. Tak ada yang bisa menggantikan posisinya apa lagi menghidupkannya kembali.

“Ya Allah, kepalanya sampai pecah.”

“Ya, gimana enggak, dia tabrakan sama truk dan terseret jauh di aspal.”

“Iya, mana jalanan licin. Gak bisa menghindar, ya. Qodarullah.”

“Hem, sepertinya tergelincir dan oleng. Truk gak bisa rem cepat.”

“Jadi dia jalan sendiri?”

Suara –suara sayup itu terdengar. Aku bisa membayangkan betapa mengerikan yang terjadi. Mata ini bahkan ikut memanas ketika bayangan demi bayangan saat nyawa Tomy terenggut. Pasti sangat menyakitkan.

Semakin dekat langkahku ke arah rumah, semakin bisa kulihat wajah –wajah sedih orang yang berada di sana. Semua orang tampak murung, terutama Bapak. Dia pasti sangat terpukul.

Aku pun lantas pertama kali mendekati pria itu dan ingin menguatkannya. Mengatakan bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati, meski ini bukan hal mudah menerima hal itu, sebab Tomy adalah anak laki –laki yang di pundaknya telah diletakkan harapan besar keluarga.

Namun, lagi –lagi, begitu telah dekat dan terlihat orang yang berada dalam ruangan, aku dikejutkan dengan sosok Tomy yang berada di samping Bapak.

“To –tomy?”

Lalu siapa mayat yang terbujur kaku di tengaj ruangan itu? Ibu mertuaku? Benarkah? Tapi sejak kapan wanita tua itu bisa naik motor?

“Mas Affan yang sabar, ya,” ucap seorang pria yang baru datang dan langsung menepuk bahuku perlahan.

Aku? Kenapa aku? Bukan Bapak atau Tomy yang diminta bersabar lebih dulu.

“Kamu ini bagai mana, sih, Fan? Kenapa kamu biarkan dia naik motor sendiri?” Lirih, Bapak mertua mengucap menyalahkanku.

“Kalau Mas Affan sibuk, harusnya bisa manggil aku.” Tomy menimpali.

Hei, ada apa, sih ini? Kenapa jadi aku?

Kutolehkan kepala ke arah sekujur tubuh yang tertutupi itu dan memperhatikannya agak lama. Mataku melebar. Setelah dilihat –lihat, mayatnya besar. Seperti orang yang mengandung. Apa mungkin?

Tanpa komando, aku pun bergerak mendekati jenazah itu dan membuka penutup untuk melihat wajahnya.

“Sa –sarah?” gagapku terkejut.

Ya Tuhan, runtuh sudah duniaku. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

______

“Yang sabar, ya, Mas.” Suara lembut seorang wanita terdengar.

Namun, aku tak menoleh sekali pun. Dan tak ingin menoleh. Setidaknya aku harus memperlihatkan ke pada Sarah bahwa selama ini memang tak ada apa –apa di antara kami.

Dari bayangan di ekor mata saja, aku sudah tahu siapa wanita itu. Indah. Seorang janda muda yang menjadi tetangga kami selama ini. Wanita yang sering kali, membuat Sarah marah di masa hidupnya tanpa alasan yang jelas karena cemburu. Ah, kalau ingat itu, aku jadi membenci janda kembang yang juga ditinggal mati suaminya dua tahun lalu dan tak salah apa –apa. Dia diam saja tapi sudah menyakiti hati ibu dari anakku.

Kini, perhatianku hanya ke pada Sarah. Wanita yang terbujur kaku di hadapan.

“Sarah?” Mata ini mengembun hingga pemandangan kabur. Karenanya kuusap kasar bulir bening itu agar bisa melihat dengan jelas dan memberinya salam terakhir. Tangan bergetera saat memberanikan diri menyentuhnya.

Perih, Tuhan! Bukan hanya mata yang perih, hatiku berkali lipat lebih perih. Tubuh Sarah telah dingin. Luka –luka di tubuhnya, membuat tak bisa beredip bahkan jika itu hanya sesaat. Darahnya juga belum sepenuhnya kering. Hatiku benar –benar sakit. Pemandangan yang kemudian menyadarkan betapa bodohnya Affan sebagai seorang suami.

“Sarah, maafkan aku. Mas menyesal Sarah. Tolong bangun! Aku janji menuruti semua kemauan kamu!” Kupegangi tubuh itu, dan memeluknya berkali –kali. Berharap ada keajaiban yang membuatnya kembali.

Aku pasti akan gila jika dia benar –benar pergi. Kami menunggu kehadiran anak kami sudah lebih dari lima tahun. Banyak sekali kesulitan yang Sarah alami karenanya. Bagaimana ia harus menutup telingat setiap kali sindiran –sindiran tak enak dialamatkan ke padanya sebagai istri mandul.

“Sarah. Bangun ... kamu bilang akan bertahan untuk anak kita apa pun yang terjadi. Sarah!” Aku berteriak karena muak tak juga ada jawaban.

Namun, pada akhirnya aku harus benar –benar menyerah. Dia sudah pergi. Dan tak akan pernah kembali. Kini, aku hanya bisa tergugu di samping mayat Sarah.

“Ampuni aku Sarah. Harusnya aku yang mati, bukan kamu, bukan anak kita,” tangisku pecah. Belum pernah aku menangis begini, apa lagi di depan Sarah. Dan sekarang, ia bisa melihat tangis suaminya saat kami sudah berbeda duni.

Tuhan, andai waktu bisa diputar. Aku akan memperbaiki segalanya.

Tak berapa lama, Ibu mertua muncul dari arah belakang menyingkap gorden yang dipasang di setiap pintu di rumah ini. Wanita itu mengejutkanku dengan teriakan histeris.

“Kenapa kamu membiarkan dia pergi sendiri Affan! Kenapa kamu biarkan? Harusnya kamu mencegah!” Ibu Sarah mencengkram kerah seragam kurir yang masih kukenakan.

Aku salah. Aku pikir, Sarah ini sudah hamil tujuh bulan. Dan ngidamnya hanya dibuat –buat saja, makanya kucoba bernegosiasi dengan menunda hingga lelahku hilang. Tapi siapa sangka, wanita yang kucintai segenap hati itu sangat keras kepala dan bahkan nekad pergi sendiri.

“Bu, sudah, Bu. Malu.” Tomy mendekati ibunya dan berusaha menenangkan wanita tua itu.

“Kakakmu pergi, Tom. Dengan cucu ibu. Ini pasti cuma mimpi kan, Tom!” Ibu mertua masih juga meratap sambil berteriak dan menangis. Aku tahu rasa sakit yang dirasakan wanita itu.

“Mas, tolong ke luar sebentar. Ada pengurus alkah yang ingin bicara.” Seseorang sudah duduk di belakang, dan membisikiku.

Kulepas tangan Sarah yang sikunya hancur dan jari –jarinya telah dingin dengan terpaksa. Meninggalkan segala kegaduhan dalam ruangan utama rumah duka itu dan mengikuti Pak Malih ke luar menemui pengurus alkah. Setiap kali ada yang meninggal, mereka yang paling banyak mengurus jenazahnya di kampung kami.

Sarah sudah pergi. Dan aku harus rasional agar bisa mengurus jenazahnya dan dia pun pergi dengan tenang. Sepahit dan seberat apa pun keluarga mayit harus ikhlas jika tak ingin menjadi beban bagi si mayit.

“Assalamu alaikum Mas Affan.” Ustaz Alif menyalamiku dengan raut tegang saat aku datang.

“Waalaikum salam.” Suaraku parau dan nyaris tak terdengar.

Pria yang bertanggung jawab sebagai penasihat dalam kepengurusan jenazah itu kemudian menyalamiku dan menguatkan. “Yang sabar ya, Mas. Insya Allah Mbak Sarah sudah syahid.”

Aku memang pernah mendengar, bahwa meninggalnya wanita hamil adalah syahid di jalan Allah. Itu artinya, dia akan bahagia di sisi Tuhan sekarang. Lalu, jika itu benar kenapa aku akan menangis?

“O ya, meninggalnya jam berapa ini? Dan kalau boleh tahu seperti apa kronologinya.” tanya Ustaz Alif lagi. Kini tatapannya beralih ke Pak Joko. Mungkinkah dia yang membawa Sarah ke mari?

“Ehm, tadi pas saya akan ke luar dari ruko, Mbak Sarah bilang mau nitip motor. Tapi, saya bilang akan pulang dan menutup toko, saya pikir karena hujannya makin deras gak ada yang beli lagi dan minta beliau ke toko Mbak Indah. Tapi nggak tahu kenapa, malah langsung nyeberang. Saya juga lihat waktu Mbak Sarah balik nyebrang Ustaz, karena saya baru selesai merapikan dagangan dan mengunci toko. Dan tiba-tiba ada truk besar dari arah utara. Itu sekitar jam enam.” Pak Joko bercerita. Dan aku harus mendengarnya dengan mata terpejam serta hati yang hancur.

Jam enam? Bukankah Sarah pulang sudah lewat dari jam itu? Aku ingat begitu bangun, langsung melihat ke luar jendela dan jam dinding yang menunjukkan angka 18.10. Lalu siapa yang datang ke rumah membangunkanku? Apa dia ingin berpamitan?

Bersambung ....

Related chapters

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Gerakan di Perut Almarhumah

    Lalu siapa yang datang ke rumah membangunkanku? Apa dia ingin berpamitan?Memikirkannya, kepalaku kontan celingukan. Barang kali, Sarah kembali muncul seperti saat di rumah dan mengejutkan semua orang yang ada di sini. Kupegangi tengkuk, bulu kuduk jadi merinding membayangkan arwah Sarah berada di sini. Ya Tuhan, kenapa pikiranku jahat begini pada istriku sendiri? Dia seorang wanita yang baik.Apa aku perlu bertanya ke pada ustaz Alif mengenai kemunculan Sarah di rumah tadi? Mana magrib –magrib. Mungkin saja, dia jadi arwah penasaran karena meninggal dalam kecelakaan dan membawa kemarahan ke padaku tadi?“Itu yang terjadi sepengetahuan saya. Ustaz atau Mas Affan bisa melihat CCTV di depan ruko kami untuk memastikan.” Pak Joko menyambung ceritanya, dan itu membuyarkan lamunanku tentang Sarah.“Kalau begitu, Bapak sangat lama beberes toko? Lalu kenapa tak izinkan saja Sarah menitipkan motornya?” protesku pada keputusan Pak Joko. Kalau saja dia menyeberang dengan jalan kaki, mungkin mas

    Last Updated : 2023-04-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Jangan Berkeliaran saat Magrib

    “Ustaz benar, bayinya masih hidup.” Dokter mengatakan sesuatu yang mengejutkan semua orang di rumah duka.“Subhanallah.”“Maasya Allah.”“Alhamdulillah.”Kalimat puji –pujian itu mengalir membuat isi ruangan kembali gaduh seperti sebelumnya. Mereka kembali berbisik –bisik.“Alhamdulillah. Jarang sekali ada bayi yang dilahirkan dari mayit.” Ustaz Alif mengucap takjup. Wajah tampan pria itu berbinar karena senang. Bukan hanya aku yang menginginkan bayi kami selamat. Namun, semua orang yang ada di sana.Dan aku, sebagai bapak dari bayi itu. Seketika lututku lemas. Satu demi satu kejadian tak masuk akal terjadi hari ini. Semua seperti mimpi buruk dan aku ingin lekas sadar darinya. Namun, sekeras apa pun mencoba ini adalah fakta yang harus kuhadapi.“Benar, selama belasan tahun jadi obgyn, saya belum pernah bertemu kasus seperti ini. Ini semacam keajaiban.” Dokter itu menimpali, sembari bangkit dari posisinya dan mendekat ke pada kami. Ustaz Alif yang berada di sampingku lekas memegangi tu

    Last Updated : 2023-04-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Alasan Sarah Menemuiku

    Harusnya dia bisa selamat, tapi kalau bapak Sarah ngotot begini, aku bisa apa? Apa tetap kubawa saja meski pria tua itu menentang? Toh, Sarah adalah tanggung jawab suaminya, dan ada anak dalam perutnya yang juga jadi tanggung jawabku sepenuhnya. Aku tak mau menyesal.Ustaz Alif bergerak mendekat dan merangkul Bapak mertua. Pria itu tampaknya memang tak bisa diam saja melihat sesuatu yang tak beres di depannya. “Pak. Setidaknya kita punya harapan. Saya sering membahas kasus seperti dalam fiqih bab mengurus jenazah. Kita justru akan berdosa jika membiarkan bayi tak bersalah dalam perut Mbak Sarah dikubur hidup –hidup, padahal bisa berupaya menyelamatkannya.” Ustaz Alif menjelaskan dengan lemah lembut. Entah, terbuat dari apa pria tersebut hingga memiliki sikap semanis itu?Bapak terdiam. Tampaknya dia mulai goyah dengan ucapan masuk akal ustaz yang berada di sampingnya.Suasana dalam ruangan itu kembali tegang karena ulah Bapak mertua yang keras kepala. Pantas saja kalau Sarah punya wa

    Last Updated : 2023-04-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Aku Melihat Mbak Sarah, Mas

    “Syukurlah, masih ada detak jantung bayinya. Hanya saja semakin lemah. Kita tidak punya waktu! Cepat!”Begitu jenazah sudah memasuki ambulans, aku meminta ke pada Tomy agar menemani dokter, dan menceritakan segala sesuatu yang diketahui mengenai Sarah jika dokter itu bertanya.“Tom, masuklah. Aku akan mempersiapkan keperluan bayi,” pintaku.“Ya?” Tomy malah menatapku seperti orang bingung.“Cepat masuk!” ulangku.Tak langsung melakukan perintahku, dia malah celingukan. Melihat ke arah mayat Sarah, lalu ke arahku. Dia terus memegangi tengkuknya seolah ada sesuatu di sana.Pemuda itu kemudian mendekatkan kepala dan berbisik. “Mas, aku ... takut,”“Apa?” Mataku membeliak. Tak percaya sekaligus kesal. Bagaimana bisa dia takut pada kakaknya sendiri. Mereka telah hidup bersama bertahun –tahun, bahkan lebih lama dari kebersamaanku dengan Sarah.“Mas, kita tak punya waktu. Cari perlengkapan bayi di rumah sakit saja. Sudah ada toko yang menyediakan di sebelah apotik!” Asisten dokter mengatakan

    Last Updated : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sarah Dibunuh

    Yang benar saja, Tomy kan bukan anak –anak, kenapa ke toilet saja minta diantarkan?! Sikap pemuda itu lebih menjengkelkan dari yang kubayangkan sebelumnya begitu dia mendengar ceritaku tentang Sarah.“Aku melihat Mbak Sarah, Mas.” Suara Tomy kali ini terdengar bergetar.Ia jauh lebih terlihat takut dibanding tadi. Mungkinkah karena sebelumnya ia hanya mendengar cerita dariku, tapi kini, dia benar –benar melihatnya sendiri. Apa iya? Aku pikir, dia akan sangat penasaran dan justru mencari tahu keberadaan Sarah, karena usia segitu sedang panas –panasnya rasa penasaran. Atau ... dari tadi dia bersikap begini karena mengejekku saja?“Tom, kamu serius? Kamu gak berniat menggodaku karena aku mengatakan tentang Sarah yang ke rumah tadi kan?”“Mas, aku serius. Aku melihatnya di trotoar meninggalkan ambulans tadi. Mbak Sarah yang menghentikan ambulansnya, Mas!” Suara itu masih juga terdengar gemetar.Tunggu. Apa artinya, Sarah –lah yang menyelamatkan kami dari maut. Kalau saja sopir ambulans ti

    Last Updated : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Wajah Dokter

    Tapi ... untuk apa Pak Joko menyembunyikan sesuatu? Kami sudah kenal lama. Apa lagi selama ini hubungan beliau dekat dengan Bapak mertua. Bahkan aku dengar, dulu beliaulah yang banyak membantu keuangan Bapak mertua saat pernikahanku dengan Sarah, ya walau bantuan itu berupa hutang.Bayangkan saja, jaman sekarang mana ada orang mau memberikan hutang cuma –cuma tanpa bunga? Kalau saja tidak ada Pak Joko, pasti hutang Bapak sudah beranak pinak sekarang di bank sekarang.“Ah, tidak! Mikir apa aku ini?” Kugelengkan kepala kala bisikan jahat itu muncul. Kami diajarkan untuk balas budi, bukan malah membalas air susu yang diberikan orang lain dengan air tuba.Nanti sajalah, kucari tahu lagi. Pak Joko mungkin sibuk. Apa lagi dia belum menemui keluarganya sejak pulang dari toko, meski tidak bekerja sebagai bawahan orang lain dengan pekerjaan rutin di kantor, tapi tokonya selama ini lumayan ramai dikunjungi pelanggan. Wajar jika dia lelah dan ingin istirahat lebih dulu.“Besok saja kalau ketemu

    Last Updated : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Kondisi Bayi yang Dikeluarkan dari Tubuh Orang Meninggal

    "Sa ... rah." Suaraku tercekat. Menatap tubuh bersih di depan sana. Tak ada darah yang berada di mana -mana seperti sebelumnya. Bahkan pakaian yang tadi ia kenakan entah ke mana. Rupanya, mereka telah membersihkan luka-luka Sarah dan bahkan menjahitnya meski tubuhnya sudah mati. Aku tak mengerti seperti SOP seperti apa yang mereka terapkan? Mendengar suaraku, orang -orang di ruangan itu terkejut dan lekas menutup penuh tubuh istriku yang kaku. Mungkin mereka terkejut, karena seharusnya aku tidak berada di sana. Kepala ini seketika menoleh ketika suara kencang bayi terdengar. Mataku melebar. Dengan tubuh bergetar langkah terayun ke tubuh mungil yang sedang ditangani dua perawat. Dia masih hidup. Sosok kecil itu bergerak dan menangis. Sesosok kecil yang Sarah perjuangkan bahkan ketika raganya telah mati. Tak terasa, mata ini basah karenanya. Dia tampak cantik. Seperti Sarah. Namun, apa bayi itu perempuan?Rasa penasaran yang teramat sangat, menuntun langkahku terus bergerak meski pu

    Last Updated : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ranjang yang Mengangkut Tubuh Sarah

    “Ustaz tidak perlu khawatir. Berapa pun biayanya akan saya usahakan dengan tangan saya sendiri,” sambung Affan. Dia pikir, Ustaz Alif yang hening di ujung telepon, pasti berpikir jika menolak tawaran sopir itu, akan menyulitkanku dalam hal biaya.Mungkin, Affan memang miskin. Namun, ini soal keadilan dan harga diri. Lelaki bertubuh jangkung dengan kulit kecoklatan itu tak mau, Sarah terus berada di sekitarnya karena tak tenang, sebab orang yang menabrak tidak punya itikad baik bertemu dan menjelaskan. Dia tahu, kecelakaan itu telah melenyapkan nyawa, tapi dengan mudahnya hanya memberi uang dan menitip pesan. Tak seberharga itu kah nyawa korbannya?“Ya, baiklah, Mas. Kalau itu memang keputusan Mas Affan.” Pria itu terdengar pasrah. “Saya akan mengembalikan uangnya agar Pak Joko bisa bicara ke pada sopirnya.”Mau bagaimana lagi, Alif bukanlah siapa –siapa yang bisa memaksa apa lagi menekan Affan agar mengikuti kemauan sopir itu saja dan Pak Joko. Agar masalah tidak berlarut –larut dan m

    Last Updated : 2023-05-03

Latest chapter

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terimakasih Sarah

    Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Dikabulkan Permintaan Jingga

    “Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ekstra Part : Kasih Sayang Affan

    Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ending

    Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terus Memikirkan Dhira

    "Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sikap Petugas Polisi

    Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Pembelaan Alif

    Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Kejutan

    Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Debaran Aneh

    Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t

DMCA.com Protection Status