Beranda / Fantasi / Tanah Makamku masih Basah, Mas / Jangan Berkeliaran saat Magrib

Share

Jangan Berkeliaran saat Magrib

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 05:30:46

“Ustaz benar, bayinya masih hidup.” Dokter mengatakan sesuatu yang mengejutkan semua orang di rumah duka.

“Subhanallah.”

“Maasya Allah.”

“Alhamdulillah.”

Kalimat puji –pujian itu mengalir membuat isi ruangan kembali gaduh seperti sebelumnya. Mereka kembali berbisik –bisik.

“Alhamdulillah. Jarang sekali ada bayi yang dilahirkan dari mayit.” Ustaz Alif mengucap takjup. Wajah tampan pria itu berbinar karena senang. Bukan hanya aku yang menginginkan bayi kami selamat. Namun, semua orang yang ada di sana.

Dan aku, sebagai bapak dari bayi itu. Seketika lututku lemas. Satu demi satu kejadian tak masuk akal terjadi hari ini. Semua seperti mimpi buruk dan aku ingin lekas sadar darinya. Namun, sekeras apa pun mencoba ini adalah fakta yang harus kuhadapi.

“Benar, selama belasan tahun jadi obgyn, saya belum pernah bertemu kasus seperti ini. Ini semacam keajaiban.” Dokter itu menimpali, sembari bangkit dari posisinya dan mendekat ke pada kami. Ustaz Alif yang berada di sampingku lekas memegangi tubuh agar tidak limbung.

“Sepertinya, ibu bayinya sadar kalau dia akan jatuh dan sebisa mungkin melindungi perutnya. Dia terbanting ke sampig dengan posisi tangan di depan dan sikutnya lebih dulu mencapai aspal, itu kenapa kondisi sikutnya han ... cur.” Kata terakhir dokter sangat pelan. Pria itu seolah enggan menceritakannya. Dia pasti juga tahu apa yang keluarga Sarah rasakan setiap kali mendengar bagaimana kejadian itu diceritakan.

“Bagaimana bisa ibu hamil, hujan –hujan dan hari mulai gelap? Tapi naik motor sendiri.” Dokter berbisik pada ustaz Alif. Namun, karena berada tepat di sampingnya, aku pun mendengar. Mereka tampak sudah akrab.

“A ....” Ustaz Alif menggantungkan jawaban dan hanya kembali menoleh ke arahku dengan tatapan tak nyaman. Dokter lalu mengikuti arah tatapannya.

Orang yang sudah memberikan hasil pemeriksaannya itu kemudian menatapku lekat -lekat, seolah menatap dengan tatapan menyalahkan juga. Hal itu bukan hanya membuatku merasa bersalah, tapi juga malu. Sebagai lelaki, aku tak bisa menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan wanitanya.

“Nah, iya pamali magrib –magrib, harusnya di rumah saja.” Budenya Sarah yang tidak tahu sejak kapan datang menyahut ucapan dokter itu.

“Iya. Kenapa to Mbak kok dibiarkan pergi?” Bulek juga ikut menimpali. Dan pertanyaan itu diarahkan ke pada ibu Sarah.

Kontan saja, wanita tua yang telah melahirkan Sarah melirik tajam ke arahku. Ia seolah sedang mengayun belati dan menikamku dengan besarnya rasa bersalah. Aku harus tersiksa dan menderita karena kematian putrinya. Dia diam tak bersuara, tapi tak berhenti menyerangku.

Aku tak berani menatap ibu mertua terlalu lama, dan mengalihkan tatapan ke arah ustaz Alif yang mendapat pertanyaan dari dokter. Pria itu rupanya juga sedang menatapku dan ibu mertua secara bergantian.

“Mohon tenang ya, Ibu –ibu, tidak ada gunanya mempertanyakannya. Apa lagi menyalahkan yang hidup. Ini sudah takdir. Begitulah cara Mbak Sarah meninggal.” Lagi, Ustaz Alif menolongku.

Pria itu kemudian menghadap ke arah dokter.

“Jadi, bagaimana, Dok?” tanya ustaz Alif mengalihkan perhatian dokter kenalannya itu. Aku terus berhutang budi pada pria itu. Dia pria sempurna dan baik, kalau saja suami Sarah sepertinya, mungkin dia masih hidup sekarang.

Dokter itu manggut –manggut. Tak berkomentar setelahnya. “Karena kita harus mengeluarkan bayinya, saya harus membawa jenazah ke rumah sakit dan melakukan OR.”

“Bagaimana Mas Affan?” Ustaz Alif menanyakan pendapatku.

Aku tak langsung menjawab. Dan menoleh ke arah Bapak dan ibu mertua. Walau tanggung jawab Sarah sepenuhnya berada di tanganku sejak ia menikah, tetap saja dua orang tuanya ingin hal terbaik untuk putrinya itu.

Namun, karena mereka tak lekas menjawab, aku pun memberanikan diri memberi keputusan lebih dulu.

“Ya, Dok. Tolong selamatkan anak kami.” Aku menyahut cepat. Sedikit lebih bersemangat dari sebelumnya, seolah memiliki satu harapan selagi harapan lain sudah hilang.

“Tunggu!” Bapak mertua berdiri di depan mayat Sarah, seolah menahan keinginan kami. “Bukannya berpikir dulu, malah buru –buru memutuskan,” tegur Bapak.

“Ya?” Aku menatap pria itu dengan tatapan tak mengerti. Apa yang salah?

“Dokter itu bisa saja salah. Mana ada bayi dalam perut orang mati bisa hidup?” bantah Bapak Sarah. “Bagaimana kalau ternyata perutnya sudah diedel –edel dan bayinya sudah mati?” Mata pria itu memerah.

Dia pasti sedang membayangkan putri yang raganya sudah kaku dengan kondisi yang mengenaskan, tapi masih juga dibelah perutnya. Sebagai bapak, aku paham posisi mertua. Aku saja yang bahkan anak kami belum lahir, memiliki perasaan yang dalam padanya, apa lagi Bapak mertua yang sudah merawat Sarah lebih dari 20 tahun. Ini pasti menyakitkan.

“Ehm, mohon maaf, Pak. Saya mungkin bukan malaikat apa lagi Tuhan yang menentukan hidup dan mati seseorang. Namun, setidaknya saya bisa mencoba menolong jika memang bayinya masih hidup.” Dokter itu berusaha menjelaskan ke pada pria kolot yang berusaha menghalanginya.

“Jika?” Suara Bapak mertua menekan. Dia terlihat tak rela melepaskan Sarah. Padahal, di dalam rahimnya juga masih ada cucunya. Apa lagi tak ada jaminan bayi itu akan selamat.

“Pak. Apa yang Bapak lakukan? Saya yakin kalau Sarah pasti juga ingin anaknya selamat. Bapak bisa dengar tadi kata Dokter kalau dia berusaha sekuat tenaga melindungi perutnya.” Aku merasa kesal dengan sikap pria itu.

Ini bukan hanya tentang Sarah, tapi juga nyawa anak kami. Namun, pria itu masih juga kolot. Sulit memang berdiskusi dengan orang tua, apa lagi jika mereka tidak pernah mengenyam pendidikan. Sial, ini menyita waktu. Bagaimana kalau kami terlambat menolong bayi di perut Sarah yang kata dokter masih hidup?

Ya Tuhan, aku tidak mau menyesal lagi!

Bersambung...

Bab terkait

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Alasan Sarah Menemuiku

    Harusnya dia bisa selamat, tapi kalau bapak Sarah ngotot begini, aku bisa apa? Apa tetap kubawa saja meski pria tua itu menentang? Toh, Sarah adalah tanggung jawab suaminya, dan ada anak dalam perutnya yang juga jadi tanggung jawabku sepenuhnya. Aku tak mau menyesal.Ustaz Alif bergerak mendekat dan merangkul Bapak mertua. Pria itu tampaknya memang tak bisa diam saja melihat sesuatu yang tak beres di depannya. “Pak. Setidaknya kita punya harapan. Saya sering membahas kasus seperti dalam fiqih bab mengurus jenazah. Kita justru akan berdosa jika membiarkan bayi tak bersalah dalam perut Mbak Sarah dikubur hidup –hidup, padahal bisa berupaya menyelamatkannya.” Ustaz Alif menjelaskan dengan lemah lembut. Entah, terbuat dari apa pria tersebut hingga memiliki sikap semanis itu?Bapak terdiam. Tampaknya dia mulai goyah dengan ucapan masuk akal ustaz yang berada di sampingnya.Suasana dalam ruangan itu kembali tegang karena ulah Bapak mertua yang keras kepala. Pantas saja kalau Sarah punya wa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Aku Melihat Mbak Sarah, Mas

    “Syukurlah, masih ada detak jantung bayinya. Hanya saja semakin lemah. Kita tidak punya waktu! Cepat!”Begitu jenazah sudah memasuki ambulans, aku meminta ke pada Tomy agar menemani dokter, dan menceritakan segala sesuatu yang diketahui mengenai Sarah jika dokter itu bertanya.“Tom, masuklah. Aku akan mempersiapkan keperluan bayi,” pintaku.“Ya?” Tomy malah menatapku seperti orang bingung.“Cepat masuk!” ulangku.Tak langsung melakukan perintahku, dia malah celingukan. Melihat ke arah mayat Sarah, lalu ke arahku. Dia terus memegangi tengkuknya seolah ada sesuatu di sana.Pemuda itu kemudian mendekatkan kepala dan berbisik. “Mas, aku ... takut,”“Apa?” Mataku membeliak. Tak percaya sekaligus kesal. Bagaimana bisa dia takut pada kakaknya sendiri. Mereka telah hidup bersama bertahun –tahun, bahkan lebih lama dari kebersamaanku dengan Sarah.“Mas, kita tak punya waktu. Cari perlengkapan bayi di rumah sakit saja. Sudah ada toko yang menyediakan di sebelah apotik!” Asisten dokter mengatakan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sarah Dibunuh

    Yang benar saja, Tomy kan bukan anak –anak, kenapa ke toilet saja minta diantarkan?! Sikap pemuda itu lebih menjengkelkan dari yang kubayangkan sebelumnya begitu dia mendengar ceritaku tentang Sarah.“Aku melihat Mbak Sarah, Mas.” Suara Tomy kali ini terdengar bergetar.Ia jauh lebih terlihat takut dibanding tadi. Mungkinkah karena sebelumnya ia hanya mendengar cerita dariku, tapi kini, dia benar –benar melihatnya sendiri. Apa iya? Aku pikir, dia akan sangat penasaran dan justru mencari tahu keberadaan Sarah, karena usia segitu sedang panas –panasnya rasa penasaran. Atau ... dari tadi dia bersikap begini karena mengejekku saja?“Tom, kamu serius? Kamu gak berniat menggodaku karena aku mengatakan tentang Sarah yang ke rumah tadi kan?”“Mas, aku serius. Aku melihatnya di trotoar meninggalkan ambulans tadi. Mbak Sarah yang menghentikan ambulansnya, Mas!” Suara itu masih juga terdengar gemetar.Tunggu. Apa artinya, Sarah –lah yang menyelamatkan kami dari maut. Kalau saja sopir ambulans ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Wajah Dokter

    Tapi ... untuk apa Pak Joko menyembunyikan sesuatu? Kami sudah kenal lama. Apa lagi selama ini hubungan beliau dekat dengan Bapak mertua. Bahkan aku dengar, dulu beliaulah yang banyak membantu keuangan Bapak mertua saat pernikahanku dengan Sarah, ya walau bantuan itu berupa hutang.Bayangkan saja, jaman sekarang mana ada orang mau memberikan hutang cuma –cuma tanpa bunga? Kalau saja tidak ada Pak Joko, pasti hutang Bapak sudah beranak pinak sekarang di bank sekarang.“Ah, tidak! Mikir apa aku ini?” Kugelengkan kepala kala bisikan jahat itu muncul. Kami diajarkan untuk balas budi, bukan malah membalas air susu yang diberikan orang lain dengan air tuba.Nanti sajalah, kucari tahu lagi. Pak Joko mungkin sibuk. Apa lagi dia belum menemui keluarganya sejak pulang dari toko, meski tidak bekerja sebagai bawahan orang lain dengan pekerjaan rutin di kantor, tapi tokonya selama ini lumayan ramai dikunjungi pelanggan. Wajar jika dia lelah dan ingin istirahat lebih dulu.“Besok saja kalau ketemu

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Kondisi Bayi yang Dikeluarkan dari Tubuh Orang Meninggal

    "Sa ... rah." Suaraku tercekat. Menatap tubuh bersih di depan sana. Tak ada darah yang berada di mana -mana seperti sebelumnya. Bahkan pakaian yang tadi ia kenakan entah ke mana. Rupanya, mereka telah membersihkan luka-luka Sarah dan bahkan menjahitnya meski tubuhnya sudah mati. Aku tak mengerti seperti SOP seperti apa yang mereka terapkan? Mendengar suaraku, orang -orang di ruangan itu terkejut dan lekas menutup penuh tubuh istriku yang kaku. Mungkin mereka terkejut, karena seharusnya aku tidak berada di sana. Kepala ini seketika menoleh ketika suara kencang bayi terdengar. Mataku melebar. Dengan tubuh bergetar langkah terayun ke tubuh mungil yang sedang ditangani dua perawat. Dia masih hidup. Sosok kecil itu bergerak dan menangis. Sesosok kecil yang Sarah perjuangkan bahkan ketika raganya telah mati. Tak terasa, mata ini basah karenanya. Dia tampak cantik. Seperti Sarah. Namun, apa bayi itu perempuan?Rasa penasaran yang teramat sangat, menuntun langkahku terus bergerak meski pu

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ranjang yang Mengangkut Tubuh Sarah

    “Ustaz tidak perlu khawatir. Berapa pun biayanya akan saya usahakan dengan tangan saya sendiri,” sambung Affan. Dia pikir, Ustaz Alif yang hening di ujung telepon, pasti berpikir jika menolak tawaran sopir itu, akan menyulitkanku dalam hal biaya.Mungkin, Affan memang miskin. Namun, ini soal keadilan dan harga diri. Lelaki bertubuh jangkung dengan kulit kecoklatan itu tak mau, Sarah terus berada di sekitarnya karena tak tenang, sebab orang yang menabrak tidak punya itikad baik bertemu dan menjelaskan. Dia tahu, kecelakaan itu telah melenyapkan nyawa, tapi dengan mudahnya hanya memberi uang dan menitip pesan. Tak seberharga itu kah nyawa korbannya?“Ya, baiklah, Mas. Kalau itu memang keputusan Mas Affan.” Pria itu terdengar pasrah. “Saya akan mengembalikan uangnya agar Pak Joko bisa bicara ke pada sopirnya.”Mau bagaimana lagi, Alif bukanlah siapa –siapa yang bisa memaksa apa lagi menekan Affan agar mengikuti kemauan sopir itu saja dan Pak Joko. Agar masalah tidak berlarut –larut dan m

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Kepanikan Ustaz Alif

    “Ap –apa yang kamu katakan?” Wahono tercekat. Ia menelan saliva, seolah yang bicara barusan bukanlah Tomy –putranya sendiri.“Ya?” Tomy menoleh. Ia tersentak kala Wahono mempertanyakan apa yang dikatakannya tadi. “Ada apa, Pak?”“Apa yang kamu bicarakan barusan?” tanya Wahono mengulang pertanyaanya.“Aku?” Tomy mengarahkan telunjuk ke wajah. “Aku ngomong apa, Pak?” Pemuda itu malah balik bertanya yang membuat bapaknya makin bengong. Ia merasa ada yang tak beres dengan anaknya itu.Bagaimana tidak? Sebelumnya Tomy terlihat begitu ketakutan bahkan sampai minta antara ke toilet saat kebelet. Lalu duduk dempet –dempet sang bapak. Dan sekarang, dia malah mengatakan sesuatu yang mengerikan dengan ucapan tegas dan berani mengenai Sarah.“Kenapa Bapak melihatku seperti itu?” Tomy melebarkan ke dua matanya menatap Wahono. Seolah dia memang tak sadar sudah mengatakan sesuatu yang menakutkan.Pemuda itu celingukan. Mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk, maksud dari ucapan pria tua yang be

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Permintaan Seorang Janda

    “Saya hanya memiliki ini.” Affan mengeluarkan uang yang baru saja ditarik dari ATM.Petugas mengambilnya dan mulai menghitung. Affan menghela napas berat. Uangnya jelas tak cukup, melihat pada rincian tagihan yang diberikan ke padanya tadi. Ia berharap setidaknya pihak rumah sakit memberinya keringanan. Bisa membayar dengan mencicil dan membiarkannya membawa jenazah sang istri untuk lekas dimakamkan.Petugas itu menghela napas panjang kala menemukan jumlah nominal 9700.000 rupiah. “Ini tidak sampai seper empatnya, Mas.”“Bu, tolonglah. Biarkan kami membawa jenazah istri saya. Anak kami kan masih di inkubator. Jadi saya tidak akan kabur dan pasti akan mengusahakan segala cara membayarnya setelah ini.” Affan memelas. Hanya memakamkan Sarah segera yang ada di pikirannya.“Sebentar.” Wanita itu menelepon seseorang untuk menyampaikan pernyataan sekaligus permintaan keluarga pasien itu._______________Sementara itu di lorong rumah sakit yang menghubungkan dua gedung.Pria yang merasa kakin

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05

Bab terbaru

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terimakasih Sarah

    Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Dikabulkan Permintaan Jingga

    “Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ekstra Part : Kasih Sayang Affan

    Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ending

    Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terus Memikirkan Dhira

    "Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sikap Petugas Polisi

    Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Pembelaan Alif

    Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Kejutan

    Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Debaran Aneh

    Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t

DMCA.com Protection Status