Share

Berkeluh Kesah

Penulis: Syarlina
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-24 23:09:53

Aku memandangi jalanan pagi yang sudah mulai ramai dengan kendaraan roda empat dan dua. Di sisiku duduk ada Malik yang asyik dengan mainan mobil-mobilannya. Kami berada di dalam taksi online yang sedang melaju membawa kami ke tempat tujuan yang telah kutentukan, tempat yang akan kami singgahi nantinya.

Aku tersenyum menatap Malik yang bermain dengan riang tanpa terusik masalah orang tuanya. Ia belum memahami dunia orang dewasa, dan kuharap biarlah seperti itu. Ia harus bahagia. Namun seketika senyumku memudar kala mengingat ayah dan neneknya. Semalam Mama Lila tidak berhenti menghubungiku. Begitupun Mas Surya. Aku yang sengaja tidak mengangkat teleponnya dan pasti hal itu sudah membuatnya jengkel. Itulah yang membuatku enggan untuk menerima teleponnya dulu karena bakal kena omelan panjangnya. Aku bukan menutup akses mereka ke Malik. Tidak seperti itu. Mereka masih orang terpenting di hidup Malik. Namun bisakah mereka membiarkanku tenang sesaat sembari memikirkan dengan matang keput
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tamu yang Tak Diundang   Pesan Bunda

    Aku melempar senyum tipis ke arah wanita yang berada di hadapanku saat ini. "Bunda tenang saja. Masalah itu sudah Medina pikirkan baik-baik. Seperti yang Bunda bilang, Medina selalu berpikir panjang dulu sebelum memutuskan sesuatu, dan itu sudah Medina lakukan." Kuletakkan cangkir teh yang airnya baru saja kuminum ke atas meja. "Baguslah Nak, Bunda tidak mau nantinya kamu menyesali keputusanmu saat ini. Makanya Bunda sarankan pikirkan baik-baik dengan kepala dingin biar tidak ada penyesalan di kemudian hari," lanjutnya menegaskan.Aku mengangguk pelan, mengiakan. "Tapi kamu baik-baik saja kan, Nak?" Hah? Aku reflek mendongak mengangkat kepala yang tertunduk di hadapannya. Lalu bertanya lewat kernyitan dahi. "Mentalmu kuat kan? Meski kalian menikah karena perjodohan, tapi Bunda tahu kalau kamu itu sangat mencintai Surya. Entah kalau dia. Bunda tidak ingin membahas lelaki itu. Yang Bunda tahu, Bunda bisa melihat ada cinta di matamu untuknya. Semua orang juga bisa melihat bagaimana

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Tamu yang Tak Diundang   Janji Bertemu Dadakan

    "Mana Malik? Kamu tinggal dimana? Panti?" Baru saja duduk di kursi cafe yang baru kumasuki, sudah diberondong pertanyaan oleh ibu mertua. Pasti karena melihatku yang datang sendirian menemuinya. Mama Lila memintaku bertemu di sini. Hanya berdua dan dia memang datang sendiri, tidak dengan siapapun apalagi dengan Mas Surya. Entah seperti apa kabarnya sekarang? Bisa jadi dia sedang berbahagia karena telah terbebas dariku. Dari wanita yang ingin sekali diceraikannya tapi terhalang keadaan dan ibunya. Sebenarnya aku yang lebih dulu menghubunginya untuk memberitahukan kalau keadaan kami baik-baik saja dan memintanya untuk tidak mencemaskan kami. Itu juga atas desakan Bunda Aya. Kuceritakan padanya kalau telpon dari Mama Lila maupun Mas Surya sengaja kuabaikan, dan beliau kecewa. Tindakanku itu dianggapnya sama saja telah memutuskan hubungan dan akses ke Malik, padahal bukan seperti itu maksudku. Sudah kukirim pesan pada mereka kalau kami baik-baik saja dan aku butuh waktu sendiri. Sudah

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Tamu yang Tak Diundang   Keputusan Final

    "Kerjaan seperti itu mana ada masa depannya. Tiap bulannya tidak tentu dapat berapa. Iya untung, kalau rugi gimana? sama saja bangkrut. Sudah, Mama bilang balikan saja sama Surya. Mama pastikan anak mama itu tetap di sampingmu, nggak bakalan lagi sama si itu. Tetap kamu yang istrinya. Mama yang pastikan. Kamu mau apa akan Mama usahakan. Yang jelas juga kehidupan Malik bakal terjamin. Tak perlu susah kerja apalagi hanya dari online shop. Surya tidak kerja pun, Mama masih sanggup menafkahi kalian. Bagaimana?" "Kalau kamu tetap keukeh pisah, kamu akan menyesal. Bukan hanya kehilangan suami, anak pun akan lepas dari genggamanmu. Paham kan maksud Mama?" Masih teringat jelas perkataan Mama Lila tersebut di benakku setelah kujelaskan pekerjaan apa yang sedang kugeluti. Namun sayangnya bukan diapresiasi, malah sebuah ancaman yang timbul untuk mencegahku berpisah dari anaknya. "Medina boleh tanya?" Aku bukan menjawab pertanyaannya malah bertanya balik. Alisnya naik sinyal menunggu tanyaku

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27
  • Tamu yang Tak Diundang   Semuanya Dipermudah

    Hari ini aku bersiap ke kantor pengadilan agama untuk mengajukan gugatan cerai. semua dokumen sudah siap tinggal ajukan saja ke sana. Kulakukan sendiri agar belajar mandiri karena mulai hari ini semua harus dilakukan sendiri tanpa bantuan Mas Surya ataupun keluarganya. Kuharap Mas Surya tidak mempersulit keinginanku tersebut. Kalau dia berniat menghalangi, maka baru aku menggunakan jasa pengacara untuk membantu proses perceraian kami agar berjalan lancar dan lebih cepat selesai. Lagipula aku sudah mempunyai persiapan yang matang untuk hal ini. Bukan hanya asal jalan tanpa tahu medan yang akan dihadapi kedepannya. Terutama menghadapi Mama Lila. Aku merasa ia masih berat untuk melepaskanku. Ponselku berdering dan aku tahu itu dari Mas Surya. Sudah puluhan kali dia menghubungi dari semalam. Sudah kuterima juga dan tidak diabaikan lagi setelah mendapatkan nasihat dari Bunda. Namun herannya ada saja hal yang dikatakannya yang menurutku itu bukan sesuatu yang penting. Yang membuatku mala

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Tamu yang Tak Diundang   flashback Pertemuan Kami

    Aku tersenyum kecut mendengar permintaannya tersebut. Entah, apakah kalimat itu berupa permintaan atau peringatan? Aku tak peduli. Aku tidak ingin repot memikirkan apa nama yang pas untuk kalimatnya tersebut. Lucu. Sekarang dia yang merasakan apa yang dulu kurasakan. "Bagaimana rasanya? Tidak enak kan hidup dalam kecurigaan." Aku memajukan badan mengatakannya sambil berbisik, agar terdengar syahdu di telinganya. "Oh, jadi kamu sengaja membuat Surya seperti itu? Mau balas dendam padaku, begitu?"Nadanya terdengar ketus. Terdengar ada kemarahan di sana. "Sengaja?" Aku tertawa kecil. "Jangan samakan aku denganmu, Rel. Kita berbeda. Aku bukan sepertimu yang memang punya niat sengaja mencuri suami orang." Aurel tercengut. Aku tahu dia tidak suka dengan apa yang barusan kukatakan. Namun memang itu kan kenyataannya? "Aku tak pernah meminta Mas Surya menghubungiku terus. Apalagi mengajak bertemu, tidak! Justru dia sendiri yang menghubungi lebih dulu dengan alasan kangen." Sengaja aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Tamu yang Tak Diundang   Cerita Aurel

    Pov Surya "Kamu kenapa Rel?" Aku bingung melihat Aurel berlinang air mata membukakan pintu untukku. Dia bilang sakit kepala dan minta dibelikan obat pereda nyeri, makanya dengan cepat segera ke rumahnya setelah pulang kerja, tapi kenapa disambut dengan air mata? Apa sakit kepalanya separah ini? Setahuku dia memang suka vertigo. "Istrimu itu jahat, Ya." Sesegukan Aurel menjawab. "Istriku? Medina?" Memastikan, karena sampai sekarang secara hukum aku dan Medina masih sah sebagai suami-istri. Aku pun juga belum mengucap kata talak untuknya. Aurel mengangguk lemah. "Dia … dia mengancamku."Aku terkejut mendengarnya. Keningku seketika mengkerut. "Mengancam?" ulangku bertanya. Aurel mengangguk meyakinkan. "Dia juga menghinaku sebagai wanita murahan karena telah merebutmu darinya. A–aku tidak begitu Ya, aku tidak serendah itu. Aku tidak sengaja merebutmu dan aku tak bisa mencegah rasaku padamu. Ini soal hati, siapa yang bisa mencegahnya? Kenapa bisanya hanya menyalahkanku? Padahal dia s

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-02
  • Tamu yang Tak Diundang   Aurel Sakit

    Pov Surya Tak mengerti dengan insting seorang wanita. Kenapa selalu tepat? Kenapa feelingnya selalu benar? Seperti yang barusan ditanyakan Aurel. Kenapa dia bisa tepat menduga kalau aku belum rela berpisah dari Medina? Mungkin sekarang harus hati-hati dalam berucap. Salah sedikit saja bisa jadi bumerang buat diriku sendiri. Aurel lagi peka. Dia sering marah-marah tak jelas apalagi kalau membahas Medina. "Kenapa jadi merembet ke sana, Rel? Bukan itu maksud dari ucapanku barusan. Percayalah." Aku mencoba berkelit. Mencoba meyakinkannya. "Entahlah Ya, aku mulai ragu denganmu. Sikapmu pada Medina beda. Aku merasa kamu mencintainya juga." Aurel menundukkan kepalanya ke bawah. Nada bicaranya terdengar sendu. Aku tidak suka mendengarnya. Aku tidak suka melihatnya bersedih karenaku. "Maaf. Aku hanya belum terbiasa saja berpisah dengannya. Dulu setiap pulang kerja selalu melihatnya di rumah bersama Malik. Sekarang karena kami memutuskan berpisah, ada yang beda saja. Seperti ada yang hila

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04
  • Tamu yang Tak Diundang   Kisah Masa Lalu

    pov Surya Aku mendongak menatap ke arah Mama saat ia membuka obrolan di meja makan. Kami berdua makan malam bersama. "Medina sehat. Malik juga. Anak itu semakin membuat Mama gemas, Ya. Lucu dan pintar," sambungnya lagi setelah tak ada sahutan dariku. Namun ia tahu aku menyimaknya bicara. Telingaku mendengar meski tangan ini aktif memasukkan makanan ke dalam mulut. Terdengar helaan napas panjang Mama. Ia juga menghentikan aktivitas sendok dan garpu yang beradu di piringnya. "Apa perceraian kalian tidak bisa dihentikan? Mama masih berat menerima kalian berpisah." Aku ikutan menghentikan aktivitas makan. "Sudah dari awal Surya bilang yang menginginkan perpisahan ini Medina, Bu. Surya juga sudah membujuknya untuk rujuk tapi ditolak. Medina keukeh tetap ingin bercerai." "Mama sudah peringatkan dari awal jauhi Aurel. Jauhi Aurel nanti rumah tanggamu bakal hancur. Iihat! Benar kan?"Lagu lama diulang kembali. Ini sudah yang kesekian kali dikatakannya padaku. Seolah tidak bosan men

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04

Bab terbaru

  • Tamu yang Tak Diundang   Akhir Kisahku

    Akhirnya aku turuti apa sarannya Mas Satria. Aku mengenakan pakaian tipis itu tapi dilapisi dengan kimono luar berbahan satin. Masih tampak seksi dengan belahan dada yang rendah ditambah panjang bajunya hanya diatas lutut. Sumpah, itu bukan saran yang bagus tapi lebih baik daripada hanya mengenakan pakaian tipis tersebut. Saat aku keluar kamar mandi, Mas Satria menatapku sebentar. Namun kuabaikan. Aku tidak tahu seperti apa raut wajahnya lagi karena aku enggan untuk membalas tatapannya. Rasa gugup sudah mendominasi. Segera aku berjalan menuju kasur dimana ada Mas Satria juga yang lebih dulu berbaring di sana dengan bersandarkan kepala di bahu ranjang ukuran king tersebut. Hening. Bahkan ketikan keyboard ponsel layar sentuh Mas Satria terdengar olehku saking sunyinya suasana di dalam kamar ini. Entah apa yang diketiknya dan siapa yang dikirimi pesan tersebut, aku tak peduli. Yang sedang kuperhatikan adalah denyut jantungku yang semakin cepat berdetak. Debaran di dada membuatku be

  • Tamu yang Tak Diundang   Usai Pesta Pernikahan

    "Harus ya Bun, kami langsung tinggal di rumahnya Mas Satria?" tanyaku pada Bunda saat pesta resepsi telah berakhir. Bunda menghampiri. Para tamu sudah banyak yang pulang. Jam juga sudah menunjukkan pukul 11 malam dan memang aku meminta kalau bisa hanya sampai di jam itu saja batas akhir waktu acara pesta ini berlangsung. Aku tidak mau kemalaman apalagi ada Malik. Kasihan dia. Anakku itu sudah terbiasa tidur cepat, takutnya dia rewel dan merusak acara pesta karena pasti akan bermanja denganku. "Ya harus. Masa tinggal di rumahmu? Rumah bekas kamu berumah tangga dengan Surya. Mana mau dia, Na. Bunda tahu sifat lelaki. Gengsinya gede. Lagipula nggak enak juga kalau dia harus tinggal di sana. Kamu sudah jadi istrinya ya harus ikut suami, bukannya suami yang ikut istri," balas Bunda menasihati. "Tapi malam ini kamu nginap di sini dulu, Bunda juga. Sudah dipesankan. Nggak enak kalau menolak. Harusnya sih kalian saja, kami tidak perlu ikut, tapi karena ini keinginan Bu Resa, nggak enak kala

  • Tamu yang Tak Diundang   Ini Nyata Atau Mimpi?

    Pov AurelDengan kekesalan yang masih memuncak, aku berhasil pulang juga ke rumah. Aku terpaksa memanggil taksi karena Surya telah mengusirku dari mobilnya. Di pinggir jalan. Sendirian. Itu adalah pengalaman buruk bagiku. Dasar keterlaluan! Tega sekali laki-laki itu menurunkanku di pinggir jalan hanya karena marah. Setelah kurenungkan selama di perjalanan, Surya marah pasti lantaran aku menyebutnya laki-laki payah, suami tak guna. Harusnya saat di rumah baru lampiaskan kemarahannya itu, bukan dengan cara menurunkanku di jalan. Tak punya hati, pantas Medina meminta talak darinya. Memang kenyataan dia suami payah, wajar kalau aku meluapkannya secara blak-blakan. Maksudku agar dia bisa intropeksi diri dan menjadi suami yang lebih baik lagi. Ternyata Surya tidak paham dan menganggap kritikan itu sebagai hinaan. Mana mobilnya? Dia belum datang? Bukankah sudah lebih dulu pulang? Kalau tidak pulang, lalu pergi kemana? Dengan bergumam sendiri, aku masuk ke dalam rumah yang sepi dan gela

  • Tamu yang Tak Diundang   Mencari Solusi

    Pov Surya"Keluar!" teriakku pada wanita yang sedari tadi tak berhenti bicara. Dia bahkan dengan entengnya menghinaku terus-menerus. Aku manusia, kesabaranku ada batasnya. "Hah?! A–apa? Kamu ngusir aku Ya?" tanyanya polos tak merasa bersalah. Aku mengangguk cepat tanpa ragu. Emosiku lagi naik. Hinaannya barusan melukai perasaanku sebagai seorang laki-laki apalagi suami. Dia tidak menghormatiku sama sekali dan ini sudah ke sekian kalinya. Kubukakan pintu mobil mempermudahnya untuk keluar dan sebagai tanda kalau ucapanku bukan gertakan semata. Aku bahkan mendorongnya hingga akhirnya Aurel terpaksa keluar dari mobil. Setelah memastikan wanita yang masih sah menjadi istriku itu keluar, maka mobil kujalankan kembali meninggalkannya di pinggir jalan. Aku tak peduli bagaimana caranya pulang karena yakin dia mampu pulang sendiri. Aku tidak setega itu meninggalkannya tanpa berpikir lebih dahulu. Waktu belum menunjukkan tinggi malam, masih ada taksi atau kendaraan lainnya yang bisa dipa

  • Tamu yang Tak Diundang   Akhirnya Sah

    Wanita paruh baya yang berada di depanku ini terdiam dengan mengamati lekat kartu undangan pernikahan yang baru saja kuberikan. Kuletakkan kartu tersebut di atas meja di hadapannya. Ia menatapku bergantian dengan kartu undangan tersebut, dan tampak ragu saat mengambilnya. Sebelum membaca isinya, ia menatapku lagi sebentar. Lalu akhirnya terpaku pada kartu undangan itu untuk beberapa saat. Tampak ekspresi wajahnya berubah-ubah saat membacanya. Di awali terkejut, sempat terlihat mengernyitkan keningnya dan lalu berwajah muram. Sepertinya dia tak suka dengan isi bacaan yang ada di dalamnya dan aku sudah yakin akan hal itu. "Apa ini, Medina? Apa maksudnya namamu ada di sana?" Dilempar kasar kartu undangan tersebut di depan meja di hadapanku. Tampak kemarahan di wajahnya. "Maaf, Ma. Medina yakin Mama paham dengan hal tersebut. Medina akan … menikah. Kalau Mama ada waktu, Mama bisa–""Kamu mengejekku?" selanya memotong ucapanku. "Iya, begitu? Tega kamu Na!" Lalu melengos dengan wajah k

  • Tamu yang Tak Diundang   Harusnya Tak Datang

    Pov Aurel"Sudah cantik, kok. Ayo pergi!" ajak Surya melihatku lama mematut diri di depan cermin. Aku belum beranjak dari sana. "Iya, sebentar lagi. Tunggu di depan, habis nih, aku ke depan kok," jawabku tanpa menoleh, masih memperhatikan penampilan diri sendiri apa sudah cantik atau belum. Aku tidak mau kalah apalagi kebanting penampilanku sama Medina, mantannya Surya. Bagaimanapun juga aku ingin membuktikan kalau aku jauh lebih cantik dari wanita itu terutama di hadapan Surya, apalagi teman-temannya. Aku ingin dia bangga beristrikan aku. Tampak Surya menggelengkan kepala seolah merutuki sikapku. Masa bodoh, aku tak peduli. "Aku tunggu di depan, jangan lama nanti kutinggal!" Mendengar ancamannya, aku hanya mencebik. Selalu saja begitu. Suka sekali mengancam. Akan ini, akan itu, menyebalkan. Syukur belum pernah dia mengancam akan menceraikanku, huh! Mana berani. Dia terlalu bucin. Bakalan patah hati terdalam kalau sampai aku meninggalkannya. Dirasa cukup, aku bergegas menghampi

  • Tamu yang Tak Diundang   Terpaksa Datang

    "Der!" Aku memanggil Deri yang tampaknya juga baru datang. Segera aku beranjak menjauh dari Irwan. Aku malas sampai disinggungnya lagi masalah Medina. Malas menjawabnya juga. Pasti pembicaraannya tidak jauh membahas dari mantanku itu. Entah ada apa dengannya. Selalu saja mengungkit soal mantanku itu seolah sedang menyindirku yang salah telah melepasnya. "Hey, baru datang atau sudah lama?" tanyanya sembari menepuk bahuku. "Baru saja datang.""Sama Aurel?" Deri celingukan tampak mencari sosok itu. Aku mengangguk. "Sama siapa lagi." Dengan tersenyum kecut aku menjawabnya. Tatapan mataku ke arah belakang di mana Aurel berada. "Sabar, ini ujian." Aku hanya terkekeh diejeknya seperti itu. Tidak tersinggung karena memang faktanya begitu. Ini ujian untukku. Semoga kedepannya aku bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan biar tidak salah langkah lagi.Selain itu dia teman terdekat yang paling kupercaya. "Katanya mempelai lagi bersiap-siap jadi belum muncul."Deri membuka obrolan. Ne

  • Tamu yang Tak Diundang   Terpaksa Datang

    "Der!" Aku memanggil Deri yang tampaknya juga baru datang. Segera aku beranjak menjauh dari Irwan. Aku malas sampai disinggungnya lagi masalah Medina. Malas menjawabnya juga. Pasti pembicaraannya tidak jauh membahas dari mantanku itu. Entah ada apa dengannya. Selalu saja mengungkit soal mantanku itu seolah sedang menyindirku yang salah telah melepasnya. "Hey, baru datang atau sudah lama?" tanyanya sembari menepuk bahuku. "Baru saja datang.""Sama Aurel?" Deri celingukan tampak mencari sosok itu. Aku mengangguk. "Sama siapa lagi." Dengan tersenyum kecut aku menjawabnya. Tatapan mataku ke arah belakang di mana Aurel berada. "Sabar, ini ujian." Aku hanya terkekeh diejeknya seperti itu. Tidak tersinggung karena memang faktanya begitu. Ini ujian untukku. Semoga kedepannya aku bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan biar tidak salah langkah lagi.Selain itu dia teman terdekat yang paling kupercaya. "Katanya mempelai lagi bersiap-siap jadi belum muncul."Deri membuka obrolan. Ne

  • Tamu yang Tak Diundang   Permata yang Tak Tampak

    Pov Surya Hari yang tidak kuinginkan akhirnya datang juga. Aku menyesal, aku merutuki kebodohanku saat ini. Kenapa baru sadar setelah kehilangannya? "Yang, kamu sedih ya tahu mantanmu itu nikah lagi?" Aku hanya mampu menarik napas berat saat pertanyaan itu ditanyakan Aurel lagi. Sepertinya dia tidak percaya kalau aku bisa menerima kenyataan tersebut. "Kenapa diulang terus, Rel. Aku capek jawabnya. Jawabannya masih sama jadi kumohon hentikan mengulang pertanyaan ini," jawabku dengan kesal. Aurel mencebik. "Bagaimana aku tidak nanya lagi, Ya. Nih, coba lihat wajahmu saat ini, nih lihatlah!" Badanku didorong Aurel hingga berdiri di depan cermin. "Lihat wajah ini, apa ini wajah orang bahagia atau sedih?" tudingnya penuh kekesalan. Aku yang sedang mengancing baju hanya menatap sekilas ke cermin lalu menjauh dengan wajah datar. Sekarang sebisa mungkin mengendalikan diri dan mengubah raut wajahku agar tak dicurigai Aurel atau siapapun yang melihatnya. Biar apa yang mereka pikirkan t

DMCA.com Protection Status