Agak siang harinya Roy pamit pulang untuk sementara waktu Reva dititipkan di rumah orang tuanya. Reva mengantarkan Roy sampai ke depan rumah nya begitu juga dengan Pak Haris. Tetapi tidak dengan Bu Ningsih yang memilih tidak ingin melepaskan kepergian menantunya itu. Ia merasa kesal saja dengan Roy yang menjadi suami untuk anaknya tetapi tidak bisa menjaga Reva.Roy akhirnya pulang tanpa Reva. Meskipun sebenarnya berat meninggalkan Reva di sana. Tetapi ia juga tetap harus bekerja. Dan Reva juga butuh ketenangan. Tak masalah kalau hanya beberapa hari saja. Mungkin tak sampai satu bulan lamanya sampai kondisi Reva benar-benar pulih dan siap untuk kembali.Reva kembali duduk di rumahnya. Perutnya memang masih agak nyeri kalau dibuat berjalan. Ayahnya kemudian menghampiri Reva. "Rev, sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu bisa keguguran kemarin?" tanya Pak Haris."Sebenarnya kemarin kami sedang mengadakan acara tiga bulanan. Dan ibunya Roy juga hadir di sana dan menginap sehari sebelum
"Reva, kamu Reva, 'kan?" tanya seseorang dengan suara yang cukup fakiliar hanya saja Reva sudah cukup lama tidak bertemu dengannya."Kamu Toni, 'kan?" balas Reva.Sosok lelaki yang dimaksud tersebut adalah memang Toni. Toni adalah teman lama Reva saat duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan mereka sempat dekat. Hanya saja tidak pernah jadian karena Toni merasa minder. "Iya, aku Toni. Kamu apa kabar?" tanya Toni.Bu Ningsih sedang membeli ikan dan ayam sedangkan Reva menepi untuk berbincang dengan Toni."Kabarku baik. Kamu bagaimana?" balas Reva."Aku juga baik. Aku dengar kamu di kota setelah lulus SMA dan setelah itu kita nggak pernah lagi bertemu," jawab Toni."Kamu sudah menikah?" tanya Reva."Belum. Aku belum menikah. Kamu pasti sudah menikah, ya?" terka Toni.Reva mengangguk. "Iya." "Selamat, ya? Aku nggak pernah tahu soalnya tentang kamu. Tapi kamu sehat-sehat aja, 'kan?" tanya Toni. "Iya.""Oh ya, boleh kasih tahu nomor telepon kamu tidak? Nanti kapan-kapan aku mau berku
"Kamu mau makan?" tanya Pak Haris melihat Toni yang seperti orang bingung ada di depan rumahnya. "Tidak, Pak. Saya mau bertemu dengan Reva. Revanya ada, Pak?" balas Toni.Pak Haris memperhatikan sosok Toni dari atas sampai bawah. Kalau dilihat dia mengenal Toni tapi lupa siapa tepatnya. "Mau cari Reva untuk apa?" "Tadi saya nggak sengaja bertemu Reva di pasar. Dan saya cuma mau bertemu Reva, Pak," jawab Toni dengan sopan.Pak Haris seperti ingat dengan Toni. "Tunggu, apakah kamu anaknya Bu Sumi?""Iya, Pak. Saya anaknya Bu Sumi," jawab Toni.Karena mendengar percakapan orang di luar, Reva yang penasaran akhirnya melihat kalau ayahnya sedang berbincang dengan Toni. "Oh, kamu Ton. Masuk!" "Eh, lelaki siapa ini kamu ajak masuk saja, Rev? Kamu itu perempuan yang memiliki suami. Jangan menganggap dirimu janda! Mau ditaruh mana muka ibumu ini?" sahut Bu Ningsih yang tiba-tiba menarik tangan Toni."Maaf, Bu. Saya Toni. Teman lamanya Reva," ujar Toni lalu mengecup punggung tangan Reva.Bu
"Oh, aku di sini soalnya ketemu sama teman lama. Nggak dengar kalau kamu telepon. Nih kenalin dia Toni," jawab Reva dengan menunjuk ke arah Toni.Dengan senang hati Toni mengulurkan tangannya pada Roy kemudian Roy dengan wajah datar menatap Toni dengan tataoan penuh curiga. "Roy," ujar Roy.Roy dan Toni saling berjabat tangan tetapi hanya sebentar karena Roy masih menyimpan banyak pertanyaan yang akan ditanyakan pada Reva setelah ini. "Kita balik hari ini, ya?" ucap Roy menatap wajah Reva.Reva menoleh. "Hari ini?" "Iya, katanya kamu sudah lebih baik dan ikut ibu ke pasar tadi pagi. Aku kira kamu sudah bisa kembali ke rumah kita," jawab Roy.Toni yang merasa menjadi obat nyamuk lantas memilih untuk pamit. "Rev, aku pulang dulu, ya?""Eh, kok buru-buru?" tanya Reva."Iya, kan suami kamu sudah pulang. Jadi aku pamit," jawab Toni kemudian undur diri dari hadapan Reva dan Toni. Meskipun sebenarnya ia masih ingin berada di sana. Tetapi ia sadar diri kalau suaminya Reva terlihat jauh dari
Keesokan harinya, Reva sudah bersiap pulang. Meskipun sudah merasa nyaman di desa membuat dirinya agak malas untuk kembali."Apa kamu keberatan aku ajak pulang?" tanya Roy. Ia merasa kalau Reva enggan kembali dari sikapnya."Enggak, aku enak saja di sini," jawab Reva tanpa menatap Roy dan sedang mengangkat tas ransel miliknya. "Apa karena Toni?" terka Roy."Apa sih kamu? Kan dia itu temanku saat SMA. Kenapa tak boleh bertemu?" balas Reva dengan sinis. Ia merasa sedang dicemburui tak jelas.Roy menghela napas. "Aku hanya cemburu. Apalagi kamu berdua saja duduk di depan rumah. Siapa yang nggak cemburu? Suami datang justru disambut dengan kamu berduaan sama Toni," jawabnya. Reva menatap Roy. Ia merasa bingung sama Roy. Hanya bertemu dengan Toni sudah dipermasalahkan. Apalagi yang ibunya Roy memperkenalkan Dewi sebagai calon istri Roy secara terang-terangan. "Lalu kamu mau apa? Padahal aku juga cuma ngobrol. Aku sama Toni juga nggak ada apa-apa. Cuma sekedar teman saja."Roy melihat kal
Tak berselang lama kemudian Roy juga pulang. Ia melihat istrinya sedang makan di meja makan. "Makan sama apa hari ini?" tanyanya."Sama sayur bayam," jawab Reva lalu menyuap makanan di dalam piringnya yang terakhir. Saat Roy hendak makan juga Reva justru bangkit dan hendak meninggalkan meja makan sekaligus Roy juga."Kamu mau kemana?'' tanya Roy."Aku kan sudah selesai makan." Reva tak menjawab pertanyaan Roy dan tetap meninggalkan meja makan."Reva, duduk di sini sebentar! Temani aku makan!" titah Roy.Dengan wajah malas Reva akhirnya menuruti permintaan Roy dan melihat Roy makan sayur bayam dengan ayam itu. "Reva, setelah ini kita bicara!"Reva kemudian ikut bersama Roy ke ruang tengah. Ia kemudian menunggu kedatangan Roy yang sudah berganti pakaian dari pakaian jas nya."Reva, kenapa sikap mu jadi begitu?" tanya Roy."Aku kenapa?" balas Reva yang merasa dirinya tak melakukan apapun."Kamu marah sama aku?" "Kenapa harus marah?" balas Reva dengan bola mata memutar tanda malas."Aku
Roy tidak terkejut dengan penuturan Reva barusan. Ia paham kalau Reva memang tidak suka membuang makanan yang ada. Karena Reva juga sudah terbiasa dengan ibunya yang mememiliki warung makan. Kalau pun di warung ibunya Ningsih makanan yang tidak habis waktu itu salah satunya dengan dimakan sendiri atau diberikan tetangga. Jadi tidak sampai dibuang begitu saja. Reva menikmati makanan yang disediakan. Semua berbau seafood. Reva juga paham kalau Roy adalah pecinta seafood. Sedangkan Reva memang suka tetapi bukan pecinta. Reva suka semua makanan yang penting itu halal dan layak dimakan. Baru saja Reva makan makanan penutup berupa puding dengan fla keju ia sudah kenyang. Masih banyak makanan yang masih tersaji. "Roy, kamu minta pelayan itu untuk membungkus makanan ini untuk kita bawa pulang!" titah Reva.Dengan cepat Roy menuruti permintaan Reva tersebut. Hanya sebentar saja pelayan tersebut selesai untuk membungkus makanan yang ada. Reva kemudian meneteng tas berisi makanan sisa dari rum
"Kamu ngomong apa sama Pak Roy tadi, hah?" bentuk pada Adi pada pelayan tersebut.Pelayan tersebut bergetar karena terlalu takut. "Saya hanya bilang orang kaya palsu kok makanan dibungkus lalu dibawa pulang," jawabnya.Pak Adi menahan napas kasar sembari memegang kepalanya. "Kamu tahu siapa Pak Roy? Dia adalah investor kita. Bisa nya Kamu ngomong begitu. Dia beli rumah makan ini juga bisa nggak hanya makanannya. Mau dibungkus atau dilemparkan ke wajahmu juga nggak masalah."Pak Adi benar-benar marah. Manager tersebut juga tak bisa berkata-kata karena memang murni kesalahan bawahannya. "Kamu bawa makanan ke rumah Pak Roy sekarang juga! Minta maaf sama dia! Bagus istrinya Pak Roy meminta untuk tidak memecat Kamu," perintah Pak Adi. Pelayan tersebut gegas meninggalkan Pak Adi dan Managernya. Ia merasa yang lebih utama adalah dengan meminta maaf ke rumah Pak Roy. Tapi setelah semua makanan siap untuk dibawa. Ia tak tahu harus kemana. Ia kembali menemui managernya. "Pak, maaf. Saya tidak
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but