Roy tidak terkejut dengan penuturan Reva barusan. Ia paham kalau Reva memang tidak suka membuang makanan yang ada. Karena Reva juga sudah terbiasa dengan ibunya yang mememiliki warung makan. Kalau pun di warung ibunya Ningsih makanan yang tidak habis waktu itu salah satunya dengan dimakan sendiri atau diberikan tetangga. Jadi tidak sampai dibuang begitu saja. Reva menikmati makanan yang disediakan. Semua berbau seafood. Reva juga paham kalau Roy adalah pecinta seafood. Sedangkan Reva memang suka tetapi bukan pecinta. Reva suka semua makanan yang penting itu halal dan layak dimakan. Baru saja Reva makan makanan penutup berupa puding dengan fla keju ia sudah kenyang. Masih banyak makanan yang masih tersaji. "Roy, kamu minta pelayan itu untuk membungkus makanan ini untuk kita bawa pulang!" titah Reva.Dengan cepat Roy menuruti permintaan Reva tersebut. Hanya sebentar saja pelayan tersebut selesai untuk membungkus makanan yang ada. Reva kemudian meneteng tas berisi makanan sisa dari rum
"Kamu ngomong apa sama Pak Roy tadi, hah?" bentuk pada Adi pada pelayan tersebut.Pelayan tersebut bergetar karena terlalu takut. "Saya hanya bilang orang kaya palsu kok makanan dibungkus lalu dibawa pulang," jawabnya.Pak Adi menahan napas kasar sembari memegang kepalanya. "Kamu tahu siapa Pak Roy? Dia adalah investor kita. Bisa nya Kamu ngomong begitu. Dia beli rumah makan ini juga bisa nggak hanya makanannya. Mau dibungkus atau dilemparkan ke wajahmu juga nggak masalah."Pak Adi benar-benar marah. Manager tersebut juga tak bisa berkata-kata karena memang murni kesalahan bawahannya. "Kamu bawa makanan ke rumah Pak Roy sekarang juga! Minta maaf sama dia! Bagus istrinya Pak Roy meminta untuk tidak memecat Kamu," perintah Pak Adi. Pelayan tersebut gegas meninggalkan Pak Adi dan Managernya. Ia merasa yang lebih utama adalah dengan meminta maaf ke rumah Pak Roy. Tapi setelah semua makanan siap untuk dibawa. Ia tak tahu harus kemana. Ia kembali menemui managernya. "Pak, maaf. Saya tidak
"Sudah lah, tidak ada masalah lagi kok, Mas! Sekarang kamu bisa pulang. Tentu ini sudah jam pulang kamu kerja,'' ucap Reva."I-ini ada bingkisan dari sana, Bu, Pak. Sekali lagi saya minta maaf," jawab pelayan tadi dengan memberikan tas berisi bingkisan makanan. Lebih banyak dari apa yang dibawa oleh Reva."Maka dari itu punya mulut dijaga!" umpat Roy.Reva menarik tangan Roy. Lalu meraih tas dari pelayan. Lalu mengizinkan pelayan tadi untuk pulang. Reva masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Roy di belakangnya. Melihat bingkisan makanan yang lengkap dengan memakai microwave dan masih hangat saja makanan yang dibawa. "Wah, kita tak perlu masak sampai dua hari ini," celetuk Reva. "Yah nggak sampai dua hari juga lah. Makanan kalau sering dihangatin juga nggak baik lah,'' sahut Roy dengan meninggalkan Reva di ruang tamu. Reva tak terlalu mempermasalahkan. Toh nantinya juga dirinya sendiri yang akan makan. Karena Roy memilih makanan yang hanya tersaji satu kali atau minimal satu hari gan
Keesokan harinya, Reva memilih untuk membuat kue. Daripada tak melakukan apapun ia melihat video online untuk mencari tutorial membuat. Akhirnya ia memilih untuk membuat kue kering. Ia tidak meminta Bi Ira membantu. Hanya saja meminta bantuan saat berbelanja kebutuhan bahan untuk membuat kue kering di toko yang tak jauh dari rumahnya dan hanya cukup berjalan kaki.Reva melihat kembali alat dan bahan yang dibuat. Karena oven juga sudah ersedia. Dapur Roy dinilai sudah sangat lengkap dengan berbagai fasilitas. Sehingga ia merasa kasihan kalau tak dipakai akhirnya dipakai saja. Paling juga Bi Ira menggunakan juga sesekali saja.Reva mulai merasakan bahan yang dibutuhkan dengan melihat panduan dari video yang tadi ia download. Rwva dengan teliti menimbang dan membuat dengan sabar dan telaten. Kue yang pertama yang ia buat adalah kastangel. Ia memilih bahan yang kualitas premium. Setidaknya ia telah memilih bahan yang baik. Kalau pun nanti tak jadi yah setidaknya tak terlalu mengecek. Sete
Sepulang Roy bekerja. Reva memuodorkan teh hangat dengan kastangel yang dibuatnya. "Tumben ada kue. Kamu beli dimana?" tanya Roy dengan mencicipi kue kastangel tanpa tahu kalau itu adalah buatan istrinya sendiri."Bagaimana, enak nggak?" balas Reva."Enak kok. Kenapa memang nya?"Reva tersenyum. "Aku tadi buat sendiri ditemani sama Bi Ira. Aku jadi kepikiran untuk membuat kue kering. Tapi kalau sekarang sih masih mau belajar dulu. Kamu setuju bggak?" "Oh, jadi kamu yang bikin. Ya kalau kamu memang mau yah aku nggak melarang kok. Selama kamu nyaman nggak masalah sepertinya," jawab Roy. Ia juga tak menuntut Reva untuk mencari uang. Karena semua kebutuhan Reva juga sanggup ia berikan meskipun harganya sangat fantastis sekali pun. Hanya saja ia melihat kalau Reva senang membuat kue itu jadi apa salahnya ia mengizinkan. Lagipula tak harus keluar rumah dan tak membuatnya khawatir. Memang Roy khawatir kalau Reva bekerja keluar rumah. Takut ada orang yang mengusik kemudian menyakiti Reva l
Semakin lama usaha Reva semakin terlihat proyek nya. Ia banyak menerima pesanan dan ia sampai dibantu oleh Ni Ira karena merasa tak sanggup membuat kue sendiri dalam jumlah banyak. "Rev, aku lihat kamu sangat kelelahan. Mending kamu terima pesanan sedikit saja!" usul Roy."Tapi aku sudah menerima pesanan kok. Apalagi mereka yang pesan ini akan ada acara keagamaan atau sekedar untuk camilan di meja. Jadi aku tetap menerima pesanan saja," jawab Reva dengan merebahkan diri di atas tempat tidur yang empuk. Ia melepaskan rasa lelahnya seharian ini karena sehari saja ia bisa membuat 20-50 toples kue kering dengan berbagai varian."Kalau menurut ku mending kamu cari karyawan deh. Kasihan kamu kalau membuat sendiri. Yah, meskipun dibantu sama Bi Ira sih tapi kan tetap kamu yang mengurus semuanya. Kalau kamu punya karyawan aku kira kamu bisa lebih mengontrol saja. Pemilik usaha tidak harus terjun langsung menjadi pembuat. Memang kamu yang akan memegang resep dari usaha mu," usul Roy kembali.
Keesokan harinya Reva sudah membuka tokonya sebelum para karyawan nya datang. Ia memang mebgaja untuk membersihkan lagi tokonya yang baru buka. Ia merasa juga memiliki tanggung jawab atas toko yang baru saja dibuka. Saat itu juga Reva kedatangan tamu di tokonya. "Eh, aku lihat kamu punya usaha," ucap Dewi.Reva menoleh. Ia merasa tak nyaman dengan kedatangan Dewi. Tapi mau bagaimana lagi kalau menang Dewi memiliki niat baik. "Ada apa?" "Aku mau pesan kue keringnya dong untuk acara ku. Aku mau pesan seratus toples," jawab Dewi."Untuk pemesanan jumlah sedikit atau banyak membutuhkan uang muka," jelas Reva."Oh, kamu nggak usah khawatir! Aku beri kamu uang tunai kok. Berapa sih?" Dewi mengeluarkan sejumlah uang yang ditunjukkan pada Reva. Reva sebenarnya malas melayani Dewi ini. Kalau ia mau juga tak menerima pemesanan dari Dewi. Hanya saja ia tetap memprioritaskan pelanggan. Apalagi Dewi juga membayar Cash di awal. Jadi ia merasa tak akan dipermainkan masalah uang. Reva kemudian me
Roy mencoba berdamai dengan hatinya. Ia membiarkan Reva untuk mengikuti alurnya. Ia hanya berharap kalau Dewi tak akan melakukan sesuatu yang buruk pada istrinya. Tetapi ia tetap pasang badan untuk berjaga-jaga kalau misal Dewi berbuat tidak baik pada istrinya.Keesokan harinya, Reva sudah bersiap untuk menuju ke alamat yang dimaksud oleh Dewi. Reva bersama dengan kurir menuju ke tempat yang disampaikan Dewi. Jaraknya cukup jauh tetapi Reva yang mengantarkan sendiri kue pesanan Dewi. Meskipun sebenarnya bisa saja Reva langsung menyerahkan kue tersebut pada kurir dan ia tak memikirkan lagi. Karena Dewi juga telah membayar lunas kuenya kemarin.Roy tetap mengawasi dari belakang dengan menggunakan mobil lain agar tidak diketahui kalau Roy mengikuti Reva.Sampai di sebuah rumah yang cukup sederhana. Reva menekan bel yang ada di pagar rumah. Kalau dipikir Itu bukanlah rumah Dewi. Melainkan rumah orang lain. Karena kalau rumah Dewi, Dewi merupakan anak orang kaya raya yang setara dengan Roy
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but