Malam harinya hendak Tio menuju ke rumah Lina. Tetapi Mila lebih dahulu memanggil. "Mau kemana kamu, Mas?" tanya Mila."Mau menghirup udara malam saja kok." Tio enggan menjawab jujur. Tapi Mila lebih dahulu menangkap sesuatu yang mencurigakan."Nggak usah kemana-mana! Itu kamu tolong temani Angga tidur! Aku mau ketemu sama orang yang punya rumah. Kemungkinan besar besok kita sudah pindah rumah,'' sahut Mila."Pindah kemana?" "Nggak usah banyak tanya! Kamu di rumah saja! Biar Nggak makin parah penyakit nya. Nanti yang repot juga aku lagi." Mila yang sudah berpakaian rapi bersiap untuk pergi.Tio membiarkan istrinya pergi begitu saja. Kalau pun dilarang Mila juga tetap akan pergi. Sikap Mila berubah akhir-akhir ini. Sejak bekerja di tempat Reva sikap Mila jadi mulai sombong. Kalau dilihat Lina bekerja di sana juga biasa-biasa saja. Tetapi ia masih penasaran saja kenapa istrinya berubah begitu cepat. Apalagi untuk membeli rumah tentu uang yang dikeluarkan juga cukup banyak. Apalagi kema
Jambret tadi berhasil mengambil kalung dan gelang sekaligus. Mila benar-benar kesal dan syok. Belum satu hari saja ia pakai sudah raib diambil oleh penjambret. "Sialan." Mila terus mengumpat sepanjang perjalanan pulang. Ia merasa tak tahan karena susah payah ia kumpulkan uang dan dengan enaknya jembret itu ambil perhiasan nya. Mila juga kehilangan uang dari perhiasan itu sekitar dua puluh juta. Sampai di rumah. Mila melihat Tio sudah tertidur bersama Angga. Ia masih menangis karena ia kehilangan kalung dan juga gelang secara bersamaan.Tio mendengar suara tangisan Mila kemudian terbangun. "Kamu kenapa?" tanyanya."Aku kena jambret. Kalung dan gelang ku raib diambil sama penjambret tadi. Huhuhu." Mila justru lebih keras lagi menangis. "Sudah sudah! Lebih baik kamu istirahat saja dulu!" titah Tio. Ia merasa kalau perhiasan yang dibeli oleh Mila berasal dari uang yang tak halal. Jadi uang itu juga hilang juga dengan cepat dan tanpa jejak. Tapi ia tak mau banyak berasumsi. Ia membiark
"Aku sih nggak tahu. Cuma mau memastikan saja." Wajah Tio terlihat sangat natural. Roy menangkap sesuatu yang aneh."Apa istrimu cerita kalau Reva sedang berada di rumah sakit sejak kemarin?" tanya Roy.Mata Roy melotot. Ia terkejut. "Hah? Masuk rumah sakit? Tidak, dia tidak cerita. Mila hanya cerita kalau dapat uang banyak dari Reva. Tapi aku nggak percaya. Jadi mau ku sekalian ke sini mau mengucapkan terima kasih."Melihat Tio seperti kepanasan terutama Angga, Roy mengajak mereka masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan halaman rumahnya."Jadi kamu benar tak tahu dari istrimu?" tanya Roy.Tio kemudian menceritakan sejak kedatangan Mila kemarin dengan membawa banyak perhiasan dan belanja di pasar. Serta mengatakan kalau akan membeli rumah dan tadi malam sudah bertemu dengan orang yang akan menjual rumahnya.Roy Jadi curiga dengan Mila. Apa yang Mila sembunyikan? Sejauh ini Mila tak pernah mencurigakan. Tetapi karena cerita Tio yang dirasa tak dibuat-buat Jadi ia sedikit percaya. Tapi
Tanpa Mila sadari sejak keluar dari rumah Reva tadi ia diawasi terus oleh anak buah Roy. Ia kemudian pulang dengan kendaraan umum. Ia sampai tepat pukul enam sore. Angga sedang bersama Tio duduk di ruang tamu."Kamu dari mana? Ini sudah jam berapa kamu baru pulang?" tanya Tio memberikan sambutan yang menurutnya tak biasa."Iya, karena aku kan harus lihat rumah baru kita. Nih, aku sudah terima kunci dan sertifikat. Kamu mau pindah kapan?" balas Mila."Aku nggak mau pindah. Meskipun rumah begini juga hasil dari penjualan rumah ku dulu sama Reva. Uang nya juga aku berikan banyak sama kamu tapi nggak tahu rimbanya kemana," sindir Tio.Memang benar, Tio telah memakai uang hanya sebagian kecil saja untuk membeli rumah sesederhana itu. Ia seakan tak rela meninggalkan rumah yang menurutnya penuh dengan perjuangan."Halah, kalau kamu nggak mau pindah biar aku yang pindah sendiri. Sudah enak hidup tinggal enaknya saja kamu masih banyak alasan. Kalau kamu nggak mau pindah biar aku saja sendiri ya
"Kalau ada pekerjaan yang mudah mendatangkan uang kenapa nggak dari dulu saja sih?" gumam Mila dengan merasa penuh percaya diri.Setelah semuanya selesai ia menyewa pick up untuk membawa semua barang belanjaan ke rumah baru nya. Ia pun meminta bantuan orang dari toko tadi untuk mengangkut barang-barang yang menurutnya berat. Jadi ia hanya membawa barang yang ringan saja.Tepat pukul dua belas siang semuanya telah beres. Ia kemudian bisa tidur di tempat tidur baru yang baru saja ia beli tadi di pasar. "Uh, capek banget deh," keluhnya.Baru saja ia berbaring tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Tok tok tok."Siapa sih? Nggak tahu orang lagi capek,'' gerutu Mila. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Ia melihat beberapa orang bertubuh kekar berada di depannya. "Mau cari siapa?" tanyanya sedikit takut."Kami mau bertemu sama yang bernama Mila," jawab salah satu lelaki kekar yang ada di hadapan Mila."Sa-saya yang bernama Mila. Ada apa?" tanya Mila. Hatinya menciut karen
"Oh, masih keluar. Ya sudah, kita tunggu Reva datang saja," sahut Bu Ningsih. Ia tak menaruh curiga. Ia memang ingin datang ke kota untuk bertemu dengan Reva. "Iya, silakan duduk di dalam, Pak, Bu. Saya buatkan minum dulu," ucap Bi Ira kemudian masuk ke dalam. Sembari Ia masih bingung harus mengatakan apa sama mereka tentang Reva. Bi Ira kemudian keluar membawa minuman jeruk serta makanan ringan. Serta kue kering yang diproduksi oleh tokonya Reva sendiri. "Jadi apa ini kue yang diproduksi Reva?" tanya Bu Ningsih. Ia tahu karena Reva sempat memberikan kabar kalau dirinya membuka toko kue kering. Jadi ia juga sedikit penasaran bagaimana kue yang dihasilkan Reva. Yang ia tahu Reva tak pernah bisa membuat kue."Iya, Bu. Itu salah satu dari kue yang diproduksi oleh Bu Reva," jawab Bi Ira. Ia seminimal mungkin untuk menjawab agar tidak sampai salah bicara. Dalam hatinya berdoa agar Roy cepat pulang dan bisa menjelaskan sendiri bagaimana kondisi Reva."Apakah Reva masih lama? Kan dia puny
"Biar saya antar, Bu," ucap Roy."Nggak perlu! Nggak sudi aku bersama sama orang yang munafik. Berapa kali aku berikan kamu kesempatan untuk menjaga anakku? Tapi semua nya seakan kamu abaikan dan kamu mengulang kesalahan terus. Dan bagiku ini sangat fatal, Roy. Kamu tak bisa dimaafkan. Cukup sampai di sini saja pernikahan kalian! Kamu memaksa untuk bisa terus sama anakku hanya membuat Reva makin sakit saja. Cepat katakan dimana Reva dirawat!" Bu Ningsih pun membentak Roy. Ia sudah muak berhadapan dengan Roy."Di rumah sakit Medika, Bu. Di ruang ICU," jawab Roy lirih."Apa? ICU? Kalau nggak sampai parah juga Reva nggak bakal ada di ruang ICU. Ya Tuhan. Malang sekali nasib kamu, Reva. Ayo, Yah, kita segera ke sana. Jangan percayakan anakku kita sama lelaki itu! Dia sama sekali tak bertanggung jawab. Pernikahan Reva selalu saja membawa sial untuk Reva. Kurang apa coba Reva memberikan cintanya. Cintanya terlalu membuat matanya buta dan tak tahu lagi apa yang dia rasakan kalau semua nya s
Malam harinya suster keluar dari ruang ICU. Bu Ningsih sedang menunggu Reva kemudian bangkit. "Maaf, apakah ada keluarga pasien?" tanyanya."Saya ibunya. Bagaimana kondisi anak saya?' Balas Bu Ningsih. "Oh, pasien sudah sadar. Hanya satu keluarga yang bisa masuk ke dalam,'' jawab Suster. Bu Ningsih segera masuk ke dalam bersama dengan suster. Ia mengenakan pakaian khusus agar Reva juga tak terkontaminasi dari luar ruangan yang sudah di set steril. Tak lupa juga Bu Ningsih memakai hand sanitizer sebelum bertemu dengan Reva."Ibu," lirih Reva."Kamu sudah sadar, Reva? Sejak tadi aku menunggu kamu sadar. Dan syukur lah kamu sudah sadar. Apa yang kamu keluhkan?" tanya Bu Ningsih "Nggak ada, Bu. Cuma terasa kram di perut saja," jawab Reva."Kamu cepat sembuh, ya? Setelah pulang dari rumah sakit aku akan bawa kamu ke kampung. Dan tak usah lagi kamu di kota. Kamu justru terlalu banyak celaka di kota. Lebih baik kamu hidup di kampung dan aku tetap bisa mengawasi kamu. Karena suamimu terlal
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but