“Ternyata penjual disini masih pada mengingat diriku,” ujar Reva, sembari memakan satu tusuk sate milik Roy.Roy menganggukan kepalanya. “mereka pasti mengingatmu, toh pelanggan yang dulu hampir setiap hari datang kesini,” kekeh Roy, menatap Reva.Reva terkekeh. “Iya sih,” ujar Reva dia mendorong piringnya yang sudah kosong. “Aku mau bayar dulu, kalau mau ke mobil duluan aja, ya,” balas Roy memberikan kunci mobilnya kepada Reva. Lalu pergi dari hadapan Reva, pergi menuju penjual sate.Reva berjalan menuju mobil, langsung masuk ke dalam mobil. Sembari menunggu Roy, dia memainkan ponselnya menghilangkan rasa bosannya.****18:00Jam enam sore, Reva baru saja sampai di rumahnya. Badannya sangat lelah dan lengket, seharian berada di luar rumah. “Assalamualaikum,” ujar Reva dan Roy secara bersamaan, membuat Bi Ira yang duduk di kursi sofa langsung mendekati mereka.“Astaga, bibi kira kalian pergi kemana. Dari pagi buta keluar, dan baru sampai jam enam sore,” kata Bu Ira, membuat Reva ters
Uekkk!Uekkk!Reva memegang kepalanya yang terasa sangat pusing, sudah berkali-kali dia bolak-balik kamar mandi karena rasa mualnya tak bisa di tahan. Roy sudah berangkat kerja sejak tadi, dia ditemani Bi Ira yang tengah membuatkannya teh hangat. Dia berjalan keluar dari toilet, bersamaan dengan Bi Ira yang memasuki kamar Reva. Bi Ira menaruh teh hangat, dan mendekati Reva. “Neng tidur dulu neng, ini pakai minyak hangat dulu,” ujar Bu Ira.Reva hanya menurut saja, yang terpenting rasa mualnya bisa hilang dari tubuhnya. Rasa pusing pun semakin menjadi-jadi, bahkan berdiri saja Reva sudah merasa ingin tumbang.Bi Ira mengoleskan minyak hangat, Reva meminum air hangat yang diberikan oleh Bi Ira. Bi Ira juga memijat kepala Reva sejenak, rasanya memang nikmat saat Bi Ira mulai memijit kepalanya.Namun sesuatu yang mengganjal seperti akan keluar dari dalam perutnya, dengan cepat Reva berlari menuju toilet. Uekk!Uekk!Reva kembali muntah-muntah, bahkan Bi Ira mengelus punggung Reva. Dia
“Neng sekarang mandi dulu yang bersih, Bibi mau masak nanti kita makan. Bibi temeni di bawah, kita mengobrol ya?”Reva menganggukan kepalanya, Bu Ira lalu pergi dari hadapan mereka. Dia berjalan menuju toilet dengan senyuman yang sudah dia tahan sejak tadi.“Terimakasih tuhan, akhirnya engkau mempercayai diriku untuk menjaga dia,” batin Reva, mengelus perutnya yang masih rata. ***Setelah selesai mandi, Reva langsung turun ke bawah. Mualnya masih menerjang, namun tidak separah pagi tadi. Mungkin ini menang efek dari ibu hamil, dan Bi Ira selalu mendampingi Reva apapun yang terjadi kepada Reva. “Sekarang aku harus ngapain, bosan sekali,” ujar Reva, membuat Bi Ira terkekeh.“Kita duduk di halaman belakang ya? Biar seger, disini panas sekali,” usul Bi Ira membuat Reva menganggukkan kepalanya dengan cepatReva ingin membantu Bi Ira untuk mencuci piring, namun Bi Ira menolaknya dia pun akhirnya memilih untuk mengelap meja saja. Terlalu banyak pekerjaan yang tidak diperbolehkan, membuat
Reva dan Roy langsung pergi ke dokter kandungan, untuk memeriksa kandungan yang ada pada Reva. Mereka sudah sampai, dengan perjalanan yang sangat padat. Roy menuntun Reva dengan lembut untuk menuju ruangan kandungan.“Ah ramai sekali,” ujar Reva berdecak dengan kesal, melihat banyak sekali yang mengantri di depan ruangan membuat Roy mengacak rambut Reva.“Namanya juga tempat umum, kita antri dulu, ya?” Roy mengambil nomor antrian, dan mengajak Reva untuk duduk di tempat yang kosong. Sembari menunggu antrian, Reva dan Roy berbincang-buncang. Menceritakan banyak hal, tentang apapun itu. “Nomor 21!”“Roy ayo!” Reva mengajak Roy untuk masuk saat nomor antreannya di sebutkanRoy dan Reva memasuki ruangan, di sabut hangat oleh ibu dokter yang duduk di kursi. Mempersilahkan mereka untuk duduk.“Ibu rebahan disana ya, biar saya periksa,” ujar Bu dokter membuat Reva menganggukkan kepalanya. Reva pun pergi menuju bankar bersama dengan dokter tersebut. Dokter memeriksa kandungan Reva dengan
Reva tengah membersihkan ruang tamu, langsung kaget dengan kehadiran Bu Wendah yang sudah berada di dalam rumah.“Eh ibu sudah di sini saja, kenapa gak pencet bel?” Ujar Reva dengan sedikit kaget.Bu Wendah tersenyum. “Kenapa toh, kan ibu juga bukan tamu jadi tidak apa dong,” balas Bu Wendah.Reva menganggukkan kepalanya paham. “Bentar ya bu, saya panggilkan Roy dulu. Dia lagi di atas sejak tadi” ujar Reva lalu pergi dari hadapan Bu Wendah.Melihat Reva yang sudah pergi, Bu Wendah langsung merubah ekpresinya. Dia memutar bola matanya malas, sungguh dia sangat jijik jika berkata manis dengan Reva. Sungguh dia tidak senang, bahkan tidak suka. Namun demi melancarkan aksinya, dia harus bisa untuk bersikap manis kepada Reva.Tak lama kemudian, Reva dan Roy muncul bersamaan dengan Bu Ira yang membawakan minuman. Bi Ira segera pergi, namun batinnya bertanya-tanya tujuan majikannya datang kemari.“Ibu,” sapa Roy dengan raut wajah senangnya, menyalimi tangan Bu Wendah dengan sopan. Bu Wendah
Malam harinya Reva dan Roy sudah sampai di rumah Bu Wendah, Bu Wendah mengantarkan mereka untuk menuju kamarnya. “Ini kamar kalian, sudah mama siapkan. Kamar Roy dulu sungguh berantakan,” ujar Bu Wendah membuat Roy berdecak, dia lalu masuk ke dalam kamarnya merebahkan tubuhnya yang terasa pegal.“Kalian bisa menaruh barang-barang kalian dulu, nanti turun makan ibu panggil ya,” ujar Bu Wendah sebelum pergi dari hadapan mereka.Reva menatap kamar yang begitu luas, terdapat foto Roy yang memakai jas sungguh tampan terpapang dengan jelas, di dalam kamarnya. “Kamarmu luas seperti ini apakah kamu tidak merasa kesepian?” tanya Reva, sambil membuka koper yang dia bawa mengeluarkan baju-baju.“Kan sekarang udah ada temen,” jawab Roy dengan santai, membuat Reva terkekeh mendengarnya.Reva lalu memindahkan baju-baju dari dalam koper, menuju lemari yang sangat besar dan mewah. Barang-barang milik Reva pun di taruh di atas meja dekat rias cermin yang sangat besar.Roy hanya melihat pergerakan is
“Kamu pasti suka kan disini?” kata Bu Wendah, menatap Reva yang menatap kagum kepada taman yang mereka kunjungi.Reva menganggukan kepalanya. “Ini indah, bahkan sangat asri dan sejuk seklai,” jawab Reva membuat Bu Wendah tersenyum..“ayo.”Bu Wendah mengandeng tangan Reva, layaknya seorang ibu dan anak. Tanpa sadar Reva tersenyum melihat perlakuan Bu Wendah kepada dirinya.Bu Wendah bertemu dengan temannya, Reva pun di perkenalkan dan mengobrol dengan senag kepada mereka.****“ Assalamualaikum,” salam Roy, namun keningnya berkerut melihat rumahnya yang snagat sepi.Dia melirik jam masih menunjukkan pukul dua siang, namun kenapa rumah sangat sepi apakah mereka tidur di kamar masing-masing?Roy pun tak banyak ambil fikir, segera dia memasuki kamarnya namun sesampainya di kamar tidak ada yang dia lihat.“Reva sama Ibu?” gumam Roy, pikirannya kemana-mana dia takut jika Bu Wendah berbuat sesuatu kepada istrinya.Roy segera melepaskan pakaian dan berganti dengan kaos biasa, dengan cepat me
Uekkk!!Uekk!Reva mulai terasa sangat mulai setiap pagi hari, dia memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing lalu kembali ke kasurnya.“Masih muntah lagi?” Tanya Bu Wendah membawakan teh hangat kepada Reva.Reva menganggukan kepalanya. “Iya.”“Ini memang sering terjadi untuk ibu-ibu baru hamil muda, nanti kalau sudah memasuki 1 bulan mungkin tidak akan seperti ini lagi,” ujar Bu Wendah menjelaskan kepada Reva.Reva hanya menganggukkan kepalanya, tak sanggup berkata lain lagi sekarang. Tubuhnya sudah sangat lemas sekali.“Sekarang kamu istirahat dulu, ibu akan memasak di bawah,” ujar Bu Wendah. Bu Wendah keluar dari kamar Reva, menutup pintu dengan hati-hati. Setelah pintu tertutup, Bu Wendah merubah ekspresinya dia mengepalkan tangannya sangat kesal.“Sabar-sabar, ini demi aksi jika tidak sudah ku usir dari rumah,” gumam Bu Wendah, yang sudah bosan kepada Reva setiap hari mual-mual di dalam rumahnya dan merasa sangat risih sekali.***Siang harinya tubuh Reva terasa sedikit lemas