Malam harinya Reva dan Roy sudah sampai di rumah Bu Wendah, Bu Wendah mengantarkan mereka untuk menuju kamarnya. “Ini kamar kalian, sudah mama siapkan. Kamar Roy dulu sungguh berantakan,” ujar Bu Wendah membuat Roy berdecak, dia lalu masuk ke dalam kamarnya merebahkan tubuhnya yang terasa pegal.“Kalian bisa menaruh barang-barang kalian dulu, nanti turun makan ibu panggil ya,” ujar Bu Wendah sebelum pergi dari hadapan mereka.Reva menatap kamar yang begitu luas, terdapat foto Roy yang memakai jas sungguh tampan terpapang dengan jelas, di dalam kamarnya. “Kamarmu luas seperti ini apakah kamu tidak merasa kesepian?” tanya Reva, sambil membuka koper yang dia bawa mengeluarkan baju-baju.“Kan sekarang udah ada temen,” jawab Roy dengan santai, membuat Reva terkekeh mendengarnya.Reva lalu memindahkan baju-baju dari dalam koper, menuju lemari yang sangat besar dan mewah. Barang-barang milik Reva pun di taruh di atas meja dekat rias cermin yang sangat besar.Roy hanya melihat pergerakan is
“Kamu pasti suka kan disini?” kata Bu Wendah, menatap Reva yang menatap kagum kepada taman yang mereka kunjungi.Reva menganggukan kepalanya. “Ini indah, bahkan sangat asri dan sejuk seklai,” jawab Reva membuat Bu Wendah tersenyum..“ayo.”Bu Wendah mengandeng tangan Reva, layaknya seorang ibu dan anak. Tanpa sadar Reva tersenyum melihat perlakuan Bu Wendah kepada dirinya.Bu Wendah bertemu dengan temannya, Reva pun di perkenalkan dan mengobrol dengan senag kepada mereka.****“ Assalamualaikum,” salam Roy, namun keningnya berkerut melihat rumahnya yang snagat sepi.Dia melirik jam masih menunjukkan pukul dua siang, namun kenapa rumah sangat sepi apakah mereka tidur di kamar masing-masing?Roy pun tak banyak ambil fikir, segera dia memasuki kamarnya namun sesampainya di kamar tidak ada yang dia lihat.“Reva sama Ibu?” gumam Roy, pikirannya kemana-mana dia takut jika Bu Wendah berbuat sesuatu kepada istrinya.Roy segera melepaskan pakaian dan berganti dengan kaos biasa, dengan cepat me
Uekkk!!Uekk!Reva mulai terasa sangat mulai setiap pagi hari, dia memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing lalu kembali ke kasurnya.“Masih muntah lagi?” Tanya Bu Wendah membawakan teh hangat kepada Reva.Reva menganggukan kepalanya. “Iya.”“Ini memang sering terjadi untuk ibu-ibu baru hamil muda, nanti kalau sudah memasuki 1 bulan mungkin tidak akan seperti ini lagi,” ujar Bu Wendah menjelaskan kepada Reva.Reva hanya menganggukkan kepalanya, tak sanggup berkata lain lagi sekarang. Tubuhnya sudah sangat lemas sekali.“Sekarang kamu istirahat dulu, ibu akan memasak di bawah,” ujar Bu Wendah. Bu Wendah keluar dari kamar Reva, menutup pintu dengan hati-hati. Setelah pintu tertutup, Bu Wendah merubah ekspresinya dia mengepalkan tangannya sangat kesal.“Sabar-sabar, ini demi aksi jika tidak sudah ku usir dari rumah,” gumam Bu Wendah, yang sudah bosan kepada Reva setiap hari mual-mual di dalam rumahnya dan merasa sangat risih sekali.***Siang harinya tubuh Reva terasa sedikit lemas
“Masih pusing?” tanya Roy, menatap wajah pucat RevaReva menggelengkan kepalanya. “Tidak terlalu, mungkin nanti akan hilang pusingnya,” jawab Reva memegang tangan Roy yang berada di atas kepalanya.Roy menganggukan kepalanya. “Sekarang nurut kata ibu, ya. Biar kamu tidak sakit seperti ini lagi,” kata Roy membuat Reva menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Aku selalu nurut kata ibu kok,” jawabnya.Roy menghembuskan nafasnya, dia melirik jam yang berada di dinding. Menunjukkan pukul dua sore, mungkin dia tidak akan datang ke kantor lagi karena sebentar jam sudah selesai bekerja.“Apakah kamu sudah makan? Kalau belum turun dulu makan, kamu Baru selesai bekerja,” kata Reva, mengingat Roy yang baru pulang langsung mencari dokter dan duduk bersama dengan dirinya di kamar.Roy menggelengkan kepalanya. “Aku sudah makan di kantor tadi, nanti aku akan makan bersamamu disini,” ujar Roy.Reva hanya mengangguk, tak menjawab perkataan Roy lebih. “Baiklah, bagaimanapun,” jawabnya.Roy mengelus kepal
Tetangga pun ikut senang, mendengar cerita dari Bu Wendah. Reva dan Roy saling pandang, sungguh kehidupannya seperti ini akan membuat dirinya menjadi lebih senang.“Roy sangat pintar sekali memilih wanita,” ujar salah satu tetangga, membuat Roy dan Reva tertawa pelan.“Iya mungkin memang ini jodoh saya,” ujar Roy.Mereka kembali tertawa mendengar jawaban Roy. Syukuran pun di mulai dengan khimat, mereka membaca doa-doa untuk kehamilan Reva yang sudah memasuki tiga bulanan.Setelah selesai, dan sekarang aksi memberikan minum kepada seluruh angota yang berada di dalam rumahnya. Bu Wendah sendiri memasuki dapur, dia tersenyum miring dan akan segera melancarkan aksinya sekarang juga. Namun dia akan memberikan Reva minuman paling akhir, biar tidak ada yang curiga kepada dirinya.“Ini silahkan di nikmati,” ujar Bu Wendah menaruh minuman di depan mereka. Bu Wendah mencegah Reva yang ingin mengambil, membuat Roy menatanya.“Jangan yang ini Reva, tidak baik untuk kandunganmu ibu sudah buatkan
Sesampainya di rumah sakit Reva langsung mendapatkan penanganan dari dokter jaga yang ada di ruang UGD. Reva masih mengeluh sakit yang teramT pada perutnya. Ia kemudian diperiksa oleh dokter tetapi justru hal tak terduga adalah keluar darah dari pakaian bawah Reva. Hal itu membuat Roy sangat panik. "Apakah pasien sedang hamil?" tanya dokter jaga tersebut."Iya, Dok. Istri saya hamil," jawab Roy.Dokter tersebut kemudian menelpon seseorang dan tak lama kemudian datang seorang dokter perempuan yang berganti menangani Reva. Ia melihat kondisi Reva yang hanya menggerakkan tubuhnya terlihat sangat kesakitan. Beberapa saat kemudian dokter mengatakan pada Roy. "Pak, istri Anda keguguran."Roy terperanjat. Matanya terbelakak tak percaya mendengar ucapan dokter tersebut. "Bagaimana bisa, Dok? Dia tadi baik-baik saja.""Tapi yang terjadi adalah demikian, Pak. Janin istri Anda tak bisa diselamatkan. Kita harus lakukan upaya penyelamatan itu dengan melakukan kuretase segera mungkin. Karena setel
Mata Reva berkaca-kaca menunggu jawaban dari Roy. Meskipun sebenarnya ia paham apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Tetapi Roy masih membisu seribu bahasa dan mematung. Roy hanya tak tahu bagaimana cara menjelaskan kepada Reva."Aku sudah merasa kalau janin di dalam kandungan ku tidak ada, Roy. Kamu juga sepertinya tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Aku hanya sangat haus sekali. Bisakah kamu memberikan lagi minuman itu?" tanya Reva."Maaf, maafkan aku yang tak bisa menjaga kamu, Reva. Aku tahu ini semua adalah ulah ibuku. Aku yang bertanggung jawab di sini karena tidak bisa menjaga kamu dan juga calon bayi kita," jawab Roy.Belum juga Roy menjawab seorang suster datang. "Maaf, Bu Reva sudah sadar?" tanyanya. "Sudah, sus. Dan ini Maaf gelasnya pecah," jawab Roy. "Tidak apa-apa, Pak. Setelah ini biar petugas kami yang membersihkan," sahut Suster tersebut. Saat dokter datang menjenguk Reva, Dokter menjelaskan kalau dalam minuman Reva yang minum tadi obatnya sangat kuat. Sampa
"Lalu setelah ini apa yang akan ibu lakukan?" tanya Dewi."Setidaknya rencana awal sudah berhasil. Ibu hanya memberikan peringatan pada Reva itu kalau dia tak diterima di keluarga ini. Dan kamu lah satu-satunya perempuan yang ibu inginkan menjadi menantu," jawab Bu Wendah.Dewi tersenyum devil. Ia merasa menang mendapatkan hati Bu Wendah. Tetapi tidak dengan Roy yang justru tidak peduli padanya. Ia sudah banyak berkorban untuk keluarga nya Roy dengan memberikan banyak dana investasi untuk perusahaan milik ayahnya Roy. Tetapi ia tak pantang menyerah dan ia akan terus mengambil hati Roy dengan cara yang lain. "Bu, kalau gitu aku pulang dulu, ya? Aku nggak bisa menemani ibu sampai malam," pamit Dewi. "Iya, Dewi. Kamu hati-hati di jalan, ya! Besok ibu kabari lagi deh perkembangannya," sahut Bu Wendah. Ia merasa sudah cukup puas dengan hari ini. Meskipun rumah Roy terlihat kacau ia juga tak peduli. Ia lantas mengemas pakaiannya dan pergi dari rumah Roy malam itu juga.Keesokan harinya Re
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but