Tetangga pun ikut senang, mendengar cerita dari Bu Wendah. Reva dan Roy saling pandang, sungguh kehidupannya seperti ini akan membuat dirinya menjadi lebih senang.“Roy sangat pintar sekali memilih wanita,” ujar salah satu tetangga, membuat Roy dan Reva tertawa pelan.“Iya mungkin memang ini jodoh saya,” ujar Roy.Mereka kembali tertawa mendengar jawaban Roy. Syukuran pun di mulai dengan khimat, mereka membaca doa-doa untuk kehamilan Reva yang sudah memasuki tiga bulanan.Setelah selesai, dan sekarang aksi memberikan minum kepada seluruh angota yang berada di dalam rumahnya. Bu Wendah sendiri memasuki dapur, dia tersenyum miring dan akan segera melancarkan aksinya sekarang juga. Namun dia akan memberikan Reva minuman paling akhir, biar tidak ada yang curiga kepada dirinya.“Ini silahkan di nikmati,” ujar Bu Wendah menaruh minuman di depan mereka. Bu Wendah mencegah Reva yang ingin mengambil, membuat Roy menatanya.“Jangan yang ini Reva, tidak baik untuk kandunganmu ibu sudah buatkan
Sesampainya di rumah sakit Reva langsung mendapatkan penanganan dari dokter jaga yang ada di ruang UGD. Reva masih mengeluh sakit yang teramT pada perutnya. Ia kemudian diperiksa oleh dokter tetapi justru hal tak terduga adalah keluar darah dari pakaian bawah Reva. Hal itu membuat Roy sangat panik. "Apakah pasien sedang hamil?" tanya dokter jaga tersebut."Iya, Dok. Istri saya hamil," jawab Roy.Dokter tersebut kemudian menelpon seseorang dan tak lama kemudian datang seorang dokter perempuan yang berganti menangani Reva. Ia melihat kondisi Reva yang hanya menggerakkan tubuhnya terlihat sangat kesakitan. Beberapa saat kemudian dokter mengatakan pada Roy. "Pak, istri Anda keguguran."Roy terperanjat. Matanya terbelakak tak percaya mendengar ucapan dokter tersebut. "Bagaimana bisa, Dok? Dia tadi baik-baik saja.""Tapi yang terjadi adalah demikian, Pak. Janin istri Anda tak bisa diselamatkan. Kita harus lakukan upaya penyelamatan itu dengan melakukan kuretase segera mungkin. Karena setel
Mata Reva berkaca-kaca menunggu jawaban dari Roy. Meskipun sebenarnya ia paham apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Tetapi Roy masih membisu seribu bahasa dan mematung. Roy hanya tak tahu bagaimana cara menjelaskan kepada Reva."Aku sudah merasa kalau janin di dalam kandungan ku tidak ada, Roy. Kamu juga sepertinya tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Aku hanya sangat haus sekali. Bisakah kamu memberikan lagi minuman itu?" tanya Reva."Maaf, maafkan aku yang tak bisa menjaga kamu, Reva. Aku tahu ini semua adalah ulah ibuku. Aku yang bertanggung jawab di sini karena tidak bisa menjaga kamu dan juga calon bayi kita," jawab Roy.Belum juga Roy menjawab seorang suster datang. "Maaf, Bu Reva sudah sadar?" tanyanya. "Sudah, sus. Dan ini Maaf gelasnya pecah," jawab Roy. "Tidak apa-apa, Pak. Setelah ini biar petugas kami yang membersihkan," sahut Suster tersebut. Saat dokter datang menjenguk Reva, Dokter menjelaskan kalau dalam minuman Reva yang minum tadi obatnya sangat kuat. Sampa
"Lalu setelah ini apa yang akan ibu lakukan?" tanya Dewi."Setidaknya rencana awal sudah berhasil. Ibu hanya memberikan peringatan pada Reva itu kalau dia tak diterima di keluarga ini. Dan kamu lah satu-satunya perempuan yang ibu inginkan menjadi menantu," jawab Bu Wendah.Dewi tersenyum devil. Ia merasa menang mendapatkan hati Bu Wendah. Tetapi tidak dengan Roy yang justru tidak peduli padanya. Ia sudah banyak berkorban untuk keluarga nya Roy dengan memberikan banyak dana investasi untuk perusahaan milik ayahnya Roy. Tetapi ia tak pantang menyerah dan ia akan terus mengambil hati Roy dengan cara yang lain. "Bu, kalau gitu aku pulang dulu, ya? Aku nggak bisa menemani ibu sampai malam," pamit Dewi. "Iya, Dewi. Kamu hati-hati di jalan, ya! Besok ibu kabari lagi deh perkembangannya," sahut Bu Wendah. Ia merasa sudah cukup puas dengan hari ini. Meskipun rumah Roy terlihat kacau ia juga tak peduli. Ia lantas mengemas pakaiannya dan pergi dari rumah Roy malam itu juga.Keesokan harinya Re
"Lalu, nenek macam apa kalau membunuh cucunya sendiri? Coba lah ibu berpikir jernih! Ini masalah kemanusiaan. Oke lah kalau ibu tidak setuju dengan pernikahan kami, tapi tidak perlu sampai membunuh calon anakku," jawab Roy."Ini sebenarnya ada apa?" tanya Pak Toni yang seakan bingung dengan keadaan yang sebenarnya. "Ibu telah memberikan racun pada Reva, Yah. Dan Reva sudah keguguran," jelas Roy."Apakah itu benar, Bu?" tanya Pak Toni langsung menatap bu Wendah. "Mana ada pelaku yang mengaku. Kalau iya penjara akan penuh," sahut Roy masih penuh amarah."Diam kamu, Roy! Kamu tak tahu apa-apa. Kamu hanya dibutakan oleh cinta dari perempuan janda itu," sahut Bu Wendah. Roy menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka Ibunya setega itu. "Aku benar-benar kecewa sama ibu. Aku tak menyangka kalau Ibu bisa sejahat itu.""Ibu, kenapa sampai sejauh itu? Apakah ibu tak memikirkan kalau anak yang dikandung Reva itu tidaklah berdosa," ujar Pak Toni. Meskipun ia tak menyukai Reva tetapi ia masih mem
"Apa kata ayah tadi, Roy?" tanya Reva saat Roy sudah kembali ke kamar."Ayah merestui kita. Setidaknya Ayah menerima pernikahan kita. Dan aku sudah meminta pada Ayah untuk menjaga ibu agar tidak sampai melukai kamu lagi. Dan aku juga berjanji akan melindungi kamu, Reva," jelas Roy. Reva tersenyum tipis. Akhirnya setelah cukup lama akhirnya ia mendapatkan restu dari ayahnya Roy. Meskipun ibu mertuanya masih belum memberikan restu. "Besok kita jadi pulang, 'kan?" tanya Reva."Iya, apa menunggu kondisi kamu stabil dulu? Kan perjalanan kita cukup jauh, Reva. Aku khawatir nanti jalanan yang nggak terlalu stabil justru membuat kamu sakit lagi." Roy masih mengkhawatirkan kondisi Reva."Tidak. Aku sudah yakin kalau aku sudah kuat kok," jawab Reva.Keesokan harinya Roy sesuai janjinya akan mengantarkan Reva ke rumah ibunya di desa. Setelah melakukan perjalanan cukup panjang akhirnya Reva sampai juga di rumah Bu Ningsih, ibu kandungnya. "Reva, kamu pulang tidak kasih kabar ibu?" tanya Bu Ning
Roy yang merasa dirinya bersalah juga siap menerima perkataan ibu mertuanya itu. "Maafkan saya, Pak, Bu. Tapi memang saya tidak bisa menjaga Reva kemarin. Maka dari itu saya membawa Reva kemari agar Reva merasa tenang dan juga pulih dari kuretase kemarin.""Bagus kamu bawa Reva ke sini. Dan dia tak perlu lagi pulang ke rumah kamu. Karena di sana tak aman. Dia aman di sini sama kami orang tuanya. Kamu suami yang tak berguna," hina Bu Ningsih. Roy menghela napas. Bukan itu maksud dia membawa Reva pulang. Tetapi ia ingin menenangkan Reva. "Maaf, Bu. Tapi saya dan Reva saling mencintai.""Makan tuh cinta! Reva bisa kurus kalau hidup sama kamu. Dia menderita kalau hidup sama kamu dan dekat sama keluarga mu. Jangan harap Reva akan pulang ke rumah kamu," jawab Bu Ningsih kemudian manarik tangan Reva untuk masuk ke dalam rumah.Pak Haris menyusul ke dalam rumah sementara Roy masih terdiam di depan rumah. Ia memandang suasana pedesaan yang cukup kental. Apalagi suara jangkrik dan juga binatang
Agak siang harinya Roy pamit pulang untuk sementara waktu Reva dititipkan di rumah orang tuanya. Reva mengantarkan Roy sampai ke depan rumah nya begitu juga dengan Pak Haris. Tetapi tidak dengan Bu Ningsih yang memilih tidak ingin melepaskan kepergian menantunya itu. Ia merasa kesal saja dengan Roy yang menjadi suami untuk anaknya tetapi tidak bisa menjaga Reva.Roy akhirnya pulang tanpa Reva. Meskipun sebenarnya berat meninggalkan Reva di sana. Tetapi ia juga tetap harus bekerja. Dan Reva juga butuh ketenangan. Tak masalah kalau hanya beberapa hari saja. Mungkin tak sampai satu bulan lamanya sampai kondisi Reva benar-benar pulih dan siap untuk kembali.Reva kembali duduk di rumahnya. Perutnya memang masih agak nyeri kalau dibuat berjalan. Ayahnya kemudian menghampiri Reva. "Rev, sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu bisa keguguran kemarin?" tanya Pak Haris."Sebenarnya kemarin kami sedang mengadakan acara tiga bulanan. Dan ibunya Roy juga hadir di sana dan menginap sehari sebelum