Sesampainya di rumah sakit Reva langsung mendapatkan penanganan dari dokter jaga yang ada di ruang UGD. Reva masih mengeluh sakit yang teramT pada perutnya. Ia kemudian diperiksa oleh dokter tetapi justru hal tak terduga adalah keluar darah dari pakaian bawah Reva. Hal itu membuat Roy sangat panik. "Apakah pasien sedang hamil?" tanya dokter jaga tersebut."Iya, Dok. Istri saya hamil," jawab Roy.Dokter tersebut kemudian menelpon seseorang dan tak lama kemudian datang seorang dokter perempuan yang berganti menangani Reva. Ia melihat kondisi Reva yang hanya menggerakkan tubuhnya terlihat sangat kesakitan. Beberapa saat kemudian dokter mengatakan pada Roy. "Pak, istri Anda keguguran."Roy terperanjat. Matanya terbelakak tak percaya mendengar ucapan dokter tersebut. "Bagaimana bisa, Dok? Dia tadi baik-baik saja.""Tapi yang terjadi adalah demikian, Pak. Janin istri Anda tak bisa diselamatkan. Kita harus lakukan upaya penyelamatan itu dengan melakukan kuretase segera mungkin. Karena setel
Mata Reva berkaca-kaca menunggu jawaban dari Roy. Meskipun sebenarnya ia paham apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Tetapi Roy masih membisu seribu bahasa dan mematung. Roy hanya tak tahu bagaimana cara menjelaskan kepada Reva."Aku sudah merasa kalau janin di dalam kandungan ku tidak ada, Roy. Kamu juga sepertinya tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Aku hanya sangat haus sekali. Bisakah kamu memberikan lagi minuman itu?" tanya Reva."Maaf, maafkan aku yang tak bisa menjaga kamu, Reva. Aku tahu ini semua adalah ulah ibuku. Aku yang bertanggung jawab di sini karena tidak bisa menjaga kamu dan juga calon bayi kita," jawab Roy.Belum juga Roy menjawab seorang suster datang. "Maaf, Bu Reva sudah sadar?" tanyanya. "Sudah, sus. Dan ini Maaf gelasnya pecah," jawab Roy. "Tidak apa-apa, Pak. Setelah ini biar petugas kami yang membersihkan," sahut Suster tersebut. Saat dokter datang menjenguk Reva, Dokter menjelaskan kalau dalam minuman Reva yang minum tadi obatnya sangat kuat. Sampa
"Lalu setelah ini apa yang akan ibu lakukan?" tanya Dewi."Setidaknya rencana awal sudah berhasil. Ibu hanya memberikan peringatan pada Reva itu kalau dia tak diterima di keluarga ini. Dan kamu lah satu-satunya perempuan yang ibu inginkan menjadi menantu," jawab Bu Wendah.Dewi tersenyum devil. Ia merasa menang mendapatkan hati Bu Wendah. Tetapi tidak dengan Roy yang justru tidak peduli padanya. Ia sudah banyak berkorban untuk keluarga nya Roy dengan memberikan banyak dana investasi untuk perusahaan milik ayahnya Roy. Tetapi ia tak pantang menyerah dan ia akan terus mengambil hati Roy dengan cara yang lain. "Bu, kalau gitu aku pulang dulu, ya? Aku nggak bisa menemani ibu sampai malam," pamit Dewi. "Iya, Dewi. Kamu hati-hati di jalan, ya! Besok ibu kabari lagi deh perkembangannya," sahut Bu Wendah. Ia merasa sudah cukup puas dengan hari ini. Meskipun rumah Roy terlihat kacau ia juga tak peduli. Ia lantas mengemas pakaiannya dan pergi dari rumah Roy malam itu juga.Keesokan harinya Re
"Lalu, nenek macam apa kalau membunuh cucunya sendiri? Coba lah ibu berpikir jernih! Ini masalah kemanusiaan. Oke lah kalau ibu tidak setuju dengan pernikahan kami, tapi tidak perlu sampai membunuh calon anakku," jawab Roy."Ini sebenarnya ada apa?" tanya Pak Toni yang seakan bingung dengan keadaan yang sebenarnya. "Ibu telah memberikan racun pada Reva, Yah. Dan Reva sudah keguguran," jelas Roy."Apakah itu benar, Bu?" tanya Pak Toni langsung menatap bu Wendah. "Mana ada pelaku yang mengaku. Kalau iya penjara akan penuh," sahut Roy masih penuh amarah."Diam kamu, Roy! Kamu tak tahu apa-apa. Kamu hanya dibutakan oleh cinta dari perempuan janda itu," sahut Bu Wendah. Roy menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka Ibunya setega itu. "Aku benar-benar kecewa sama ibu. Aku tak menyangka kalau Ibu bisa sejahat itu.""Ibu, kenapa sampai sejauh itu? Apakah ibu tak memikirkan kalau anak yang dikandung Reva itu tidaklah berdosa," ujar Pak Toni. Meskipun ia tak menyukai Reva tetapi ia masih mem
"Apa kata ayah tadi, Roy?" tanya Reva saat Roy sudah kembali ke kamar."Ayah merestui kita. Setidaknya Ayah menerima pernikahan kita. Dan aku sudah meminta pada Ayah untuk menjaga ibu agar tidak sampai melukai kamu lagi. Dan aku juga berjanji akan melindungi kamu, Reva," jelas Roy. Reva tersenyum tipis. Akhirnya setelah cukup lama akhirnya ia mendapatkan restu dari ayahnya Roy. Meskipun ibu mertuanya masih belum memberikan restu. "Besok kita jadi pulang, 'kan?" tanya Reva."Iya, apa menunggu kondisi kamu stabil dulu? Kan perjalanan kita cukup jauh, Reva. Aku khawatir nanti jalanan yang nggak terlalu stabil justru membuat kamu sakit lagi." Roy masih mengkhawatirkan kondisi Reva."Tidak. Aku sudah yakin kalau aku sudah kuat kok," jawab Reva.Keesokan harinya Roy sesuai janjinya akan mengantarkan Reva ke rumah ibunya di desa. Setelah melakukan perjalanan cukup panjang akhirnya Reva sampai juga di rumah Bu Ningsih, ibu kandungnya. "Reva, kamu pulang tidak kasih kabar ibu?" tanya Bu Ning
Roy yang merasa dirinya bersalah juga siap menerima perkataan ibu mertuanya itu. "Maafkan saya, Pak, Bu. Tapi memang saya tidak bisa menjaga Reva kemarin. Maka dari itu saya membawa Reva kemari agar Reva merasa tenang dan juga pulih dari kuretase kemarin.""Bagus kamu bawa Reva ke sini. Dan dia tak perlu lagi pulang ke rumah kamu. Karena di sana tak aman. Dia aman di sini sama kami orang tuanya. Kamu suami yang tak berguna," hina Bu Ningsih. Roy menghela napas. Bukan itu maksud dia membawa Reva pulang. Tetapi ia ingin menenangkan Reva. "Maaf, Bu. Tapi saya dan Reva saling mencintai.""Makan tuh cinta! Reva bisa kurus kalau hidup sama kamu. Dia menderita kalau hidup sama kamu dan dekat sama keluarga mu. Jangan harap Reva akan pulang ke rumah kamu," jawab Bu Ningsih kemudian manarik tangan Reva untuk masuk ke dalam rumah.Pak Haris menyusul ke dalam rumah sementara Roy masih terdiam di depan rumah. Ia memandang suasana pedesaan yang cukup kental. Apalagi suara jangkrik dan juga binatang
Agak siang harinya Roy pamit pulang untuk sementara waktu Reva dititipkan di rumah orang tuanya. Reva mengantarkan Roy sampai ke depan rumah nya begitu juga dengan Pak Haris. Tetapi tidak dengan Bu Ningsih yang memilih tidak ingin melepaskan kepergian menantunya itu. Ia merasa kesal saja dengan Roy yang menjadi suami untuk anaknya tetapi tidak bisa menjaga Reva.Roy akhirnya pulang tanpa Reva. Meskipun sebenarnya berat meninggalkan Reva di sana. Tetapi ia juga tetap harus bekerja. Dan Reva juga butuh ketenangan. Tak masalah kalau hanya beberapa hari saja. Mungkin tak sampai satu bulan lamanya sampai kondisi Reva benar-benar pulih dan siap untuk kembali.Reva kembali duduk di rumahnya. Perutnya memang masih agak nyeri kalau dibuat berjalan. Ayahnya kemudian menghampiri Reva. "Rev, sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu bisa keguguran kemarin?" tanya Pak Haris."Sebenarnya kemarin kami sedang mengadakan acara tiga bulanan. Dan ibunya Roy juga hadir di sana dan menginap sehari sebelum
"Reva, kamu Reva, 'kan?" tanya seseorang dengan suara yang cukup fakiliar hanya saja Reva sudah cukup lama tidak bertemu dengannya."Kamu Toni, 'kan?" balas Reva.Sosok lelaki yang dimaksud tersebut adalah memang Toni. Toni adalah teman lama Reva saat duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan mereka sempat dekat. Hanya saja tidak pernah jadian karena Toni merasa minder. "Iya, aku Toni. Kamu apa kabar?" tanya Toni.Bu Ningsih sedang membeli ikan dan ayam sedangkan Reva menepi untuk berbincang dengan Toni."Kabarku baik. Kamu bagaimana?" balas Reva."Aku juga baik. Aku dengar kamu di kota setelah lulus SMA dan setelah itu kita nggak pernah lagi bertemu," jawab Toni."Kamu sudah menikah?" tanya Reva."Belum. Aku belum menikah. Kamu pasti sudah menikah, ya?" terka Toni.Reva mengangguk. "Iya." "Selamat, ya? Aku nggak pernah tahu soalnya tentang kamu. Tapi kamu sehat-sehat aja, 'kan?" tanya Toni. "Iya.""Oh ya, boleh kasih tahu nomor telepon kamu tidak? Nanti kapan-kapan aku mau berku
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but