"Apa kabar, Romano Kael Graciano?"
Suara bariton berat dari seorang laki-laki yang tengah berdiri di hadapan Kael membuatnya tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Kau!"
"Kenapa? Terkejut? Apa kabar?" ucap pria itu sambil tersenyum lebar.
"Greg Nathanael," sahut Kael tak senang.
"Sepertinya kau tak senang dengan kedatanganku." Ucap Greg langsung duduk di sofa ruangan Cleon dan mengapit salah satu kakinya.
"Apa maumu? Bukankah urusan kita sudah selesai?" tanya Kael dingin.
"Di GG Pharmacy, ya, urusan kita telah selesai. Dan tujuanku datang ke sini hanya untuk mengunjungimu, tak lebih dari itu," jelas Greg meyakinkan Kael.
"Sejak kegagalanku menjadi CEO di GG Pharmacy, aku sudah tak percaya lagi padamu! Kau telah membuang-buang waktuku dengan menjadikanku kandidat CEO di tempat itu! Pergilah! Aku sibuk!" sengit Kael menatap tajam Greg.
"Soal itu ... aku minta maaf. Aku benar-benar tak tahu jika ayahmu a
Kediaman Keluarga Graciano "Ouch," Cleon yang telah tersadar dan terbangun dari tidurnya tampak memegangi kepalanya yang pusing akibat terlalu banyak mengkonsumsi minuman. "Kau sudah bangun, suamiku?" tanya Adley yang berdiri tepat di sebelah Cleon. "Jam berapa sekarang?" tanya Cleon masih memegangi kepalanya dan melihat Adley dengan samar. Tak menjawab, Adley berjalan melangkah ke tirai warna merah yang letaknya tak jauh dari tempat tidur mereka, dan .... Srrekkkkk! "Hei!" teriak Cleon sambil menutup matanya karena silau mentari. "Apa kau gila!" ketusnya. "Kau tanya jam berapa sekarang, kan? Aku hanya mencoba memberitahukan padamu jika sekarang matahari sudah hampir berada di atas kepala." Jelas Adley menyampirkan tirai merah itu di sebuah gagang berlapis emas. "Ambilkan aku air!" "Aku bukan pembantumu! Jika kau ingin air, bisa kau katakan pada asisten rumah tangga di rumah ini!" Sahut Adley meninggalka
Kediaman Keluarga Graciano Delano dan Adley kini tengah berada di ruang kerja milik sang mertua. Adley yang baru pertama kali masuk ke dalamnya langsung takjub dan terkejut kala melihat isi ruang kerja sang ayah mertua. Begitu banyak koleksi buku yang ada di dalam sebuah lemari warna coklat gelap berukuran besar, kemudian mini perpustakaan yang juga tak kalah menakjubkannya dengan lemari yang ia lihat sebelumnya. Bagai menemukan harta karun, Adley tanpa pikir panjang langsung menghampiri mini perpustakaan di ruang kerja sang ayah mertua dan melihat dari dekat koleksi buku-buku yang dimilikinya. "Wow, aku tak tahu jika Papa adalah seorang kutu buku." Seloroh Adley netranya menatap lekat buku-buku di hadapannya. "Apa kau juga senang membaca, Teonna?" Tanya Delano duduk di kursi kebesarannya. Adley mengangguk. "Aku suka membaca novel. Tapi yang paling aku suka adalah novel karya Sidney Sheldon." "Hmm, jadi kau suka cerita kriminal ya?" sahut Dela
Adley yang tengah bersembunyi di balik mantel-mantel yang besar dan tebal, melihat sepasang kaki dengan sneakers warna merah menyala dan jeans ketat warna hitam tengah berdiri tepat di depannya. Mulutnya langsung ia tutup dengan kedua tangannya, napasnya seakan ditahan, dan netranya terus memperhatikan sosok pria yang ada di ruangan itu. Adley tak langsung melongokkan kepalanya, ketika pria itu berpindah tempat menuju jam tangan miliknya, ia membuka sedikit mantel yang menutupi wajahnya. Dilongokkan kepalanya dan melihat siapa gerangan yang membuatnya terkejut setengah mati. Ketika pria itu telah selesai memakai jam tangan miliknya, tubuhnya berbalik dan menuju pintu keluar. Adley buru-buru langsung bersembunyi lagi di balik mantel yang membuat tubuhnya berkeringat. Sesaat, wangi aroma kayu dan citrus menyeruak di antara penciuman miliknya.'Wangi ini sepertinya aku kenal. Aroma kayu dan citrus, apa mungkin ....'Adley segera keluar dari mantel bulu-buku lebat itu keti
"Berikan Blue House padaku dan semua kompensasi Anda kuanggap lunas!" sahut Adley menyeringai. "APA!" delik Cleon sambil menahan emosinya dan langsung berdiri menarik gaun minim yang dikenakan sang istri. "Dasar wanita gila! Apa sebenarnya tujuanmu!? Wanita jalang sepertimu, apa yang kau inginkan dariku!" Cleon menghentakkan suaranya sekencang-kencangnya di depan wajah sang istri. Sedikit terkejut dengan sikap Cleon yang bagaikan banteng liar Afrika. Dia mendorong tubuh Cleon dengan keras hingga tersungkur ke lantai, memelintir tangannya ke belakang, dan mengunci salah satu lengannya. "Ouchhhhh!!" Teriak Cleon kencang. "Lepaskan! Dasar wanita jalang!" teriaknya hingga air liurnya keluar. "Aku sudah cukup bersabar, Cleon! Karena kau tak bisa bekerja sama, maka aku terpaksa melakukan ini! Sekarang pilihan ada di tanganmu, GG Pharmacy atau Blue House?" tegas Adley duduk di punggung Cleon dan mengunci pergelangan salah satu tangannya. 'Wanita kepa
"Tunggulah sampai kau melihatnya nanti!" Kael segera keluar ruangan Cleon dan melihat dengan sinis serta tajam para pegawai yang sedang menonton 'drama' mereka. "Apa kalian sudah puas? Sudah tersalurkankah hasrat keingintahuan kalian selama ini? Bukankah kalian ingin sebuah drama? Hari ini, aku telah memperlihatkannya pada kalian. Jadi ..." Kael menatap salah satu dari pegawai Blue House dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam, "Bisakah kalian kembali bekerja dan memuaskan keinginan para pelanggan kita?" bariton dalam Kael seakan membuat para pegawai ketakutan dan bergidik. Mereka kemudian tunggang langgang kembali ke posnya masing-masing, kecuali seorang bartender yang hanya berdiri di tempatnya dan mengelap gelas-gelas berkaki seraya merekam pertengkaran antara kakak-adik duo Graciano itu. Netra Kael tiba-tiba melihat ke arah bartender tersebut dan menghampirinya. Dengan cepat, dia mengalihkan pandangannya dan fokus mengelap gelas di tangannya. "Kenapa kau
Kael kini kembali ke Blue House Club dengan langkah penuh kemenangan. Namun ia tak sendiri! Dengan ditemani Amber, mereka berdua melangkah masuk menuju Blue House dan langsung menuju ruangan Cleon. Brak! Dorongan pintu yang dibuk kencang membuat Cleon terkejut, tak terkecuali Kael yang melihat sang kakak tengah asyik berhubungan layaknya sepasang suami-istri dengan salah satu lady escort kesayangan mereka, Madelaine. Setengah telanjang, keduanya langsung terdiam dan membisu di atas sofa merah dengan pakaian bertebaran di lantai yang dingin. "Apa kau tak punya otak, hah! Tak ada sopan santun! Kenapa tak mengetuk pintu dulu, hah! Kau pikir ini ruanganmu!?" pekik Cleon hingga terlihat urat-urat di sekitar leher dan dahinya. "Tak kusangka ternyata di balik wajah 'polosmu' ternyata kau tak lebih dari seorang gigolo yang bersembunyi di balik pekerjaanmu sebagai model!" Sahut Kael sinis mengepalkan kedua tangannya melihat keduanya seakan tanpa rasa bersalah.
Plak! Plak! Suara tamparan di kedua pipi duo Graciano membuat semua pegawai yang melihat 'tingkah' dua manajer mereka tercengang. Cleon yang masih dalam keadaan emosi mendelikkan netranya melihat sosok wanita mengenakan shift dress warna hijau ketat dan heels 10 cm serta anting besar di kedua telinganya. "KAU!" Cleon memelototi wanita yang sedang berdiri di antara kedua banteng dan singa yang sedang mengamuk itu. "Teonna!" ucap Kael dan Cleon bersamaan. "Apa-apaan kalian? Apa kalian tak malu menjadi tontonan pegawai sendiri, hah?" Adley meninggikan suaranya Cleon melirik tajam wanita itu, sementara Kael mengalihkan pandangannya, "Cih!" sahutnya. 'Jadi selama ini mereka kerap bertengkar? Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga ini?' gumam Adley masih menatap duo Graciano bersaudara ini heran. "Dan kau! Kenapa bisa di sini?" Cleon mengalihkan pandangannya kepada Adley dan melihatnya bak banteng yang akan dilepas untuk p
"Apa kau tahu jika papa juga ada dalam rencana ini?" ujar Kael seraya menyeringai dengan ketusnya. "Apa? Papa? Papa juga turut andil dalam hal ini?" tanya Cleon dingin dan tatapan tajam bal silet ke arah sang adik. "Untuk apa aku berbohong! Tak ada untungnya! Jika kau tak percaya ...," Kael mengeluarkan ponsel dari dalam kantong celananya, "Telepon papa dan tanyakan padanya!" tantang Kael lagi-lagi diiringi senyuman penuh misteri. 'Apa yang sebenarnya terjadi dan wanita itu ..' Adley melihat ke arah Amber dan begitu pula Amber, melirik dengan garis tegas dan tajam netra hijau hazelnya sambil tersenyum tipis. "Anda Nona Amber?" Adley mengulurkan tangannya. "Benar. Saya Amber, saya telah melihat Anda beberapa kali dan ingin sekali menyapa Anda, namun baru sekarang Tuhan memberikan kesempatan sepertinya," balas Amber ramah. "Sepertinya begitu, Nona Amber. Tapi, sepertinya kita bertemu di saat yang tak tepat ...," "Teonna,"