Adley yang dilempar berkas bertuliskan "Secret File" oleh sang atasan berhati batu, Harylyn Ignacio langsung membuka file tersebut dan membaca keseluruhan isi yang ada di dalamnya. Netra coklat Adley langsung tertuju pada satu nama, Cleon Juvenal Graciano.
"Graciano? Bukankah nama ini legenda di dunia pengobatan?" gumam Adley pada dirinya. "Ini ... maksudnya apa, Pak?" Adley masih tak mengerti.
"Take it or leave it!" balas Ignacio mengulang kata yang sama seperti sebelumnya.
"PAK!!! APA MAKSUDNYA INI!?" kali ini Adley mulai emosi dan membanting file yang Ignacio berikan padanya.
"Jika kau berhasil mengungkap kasus ini, maka pemecatanmu akan kutangguhkan! Tapi, jika kau tak berhasil memecahkan kasus ini dalam waktu yang sudah kutentukan, maka bersiaplah untuk segera angkat kaki dari tempat ini! Selamanya!!!" ucap Ignacio serasa bagaikan sebuah ancaman.
Adley mengepalkan tangannya kencang dan menatap beruang tua itu dengan netra menyipit tajam,
Markas Interpol London, InggrisAdley dan Weylyn yang telah kembali ke markas interpol segera menghadap sang beruang tua Ignacio yang terlihat tengah menelepon seseorang dengan serius.KlikIgnacio langsung menutup teleponnya ketika Adley dan Weylyn masuk ke ruangannya. Sambil melirik tajam ke arah keduanya, Ignacio langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan berkata, "Ada apa?" dingin ekspresi wajahnya."Saya ..." Adley menatap Ignacio ragu."Saya apa? Jika kau tak bisa bicara dengan jelas, belajar lagi dengan anak TK!" sahutnya ketus."Pak!" Weylyn sedikit kesal menanggapi jawaban Ignacio."Kau? Ada apa kau ke sini? Apa punya urusan atau ada yang mau kau katakan padaku?""Saya akan menerima tugas itu." Mantap Adley menjawab."Oh, jadi tak perlu menunggu lama, ya ... kau sudah memutuskannya? Lalu, dia ..." Ignacio menunjuk Weylyn dengan tatapan sipit tajam."Jika Anda tak keberatan, saya ingin ikut dil
Apartemen South Bank Tower, LondonAdley seketika merebahkan tubuhnya di atas peraduan empuk dan nyaman di apartemen mewahnya, cukup mewah bagi seorang anggota interpol yang tergolong sebagai anggota baru. Clair de Lune dipilih Tania sebagai musik untuk merileksasikan otaknya yang seharian ini harus bekerja keras menghadapi Ignacio serta tugas baru yang harus ia jalankan esok hari. "Hah, apa aku benar dengan menerima kasus itu, ya?" gumam Adley menatap langit-langit apartemennya.Langsung terbangun, Adley menuju ruang tamu apartemennya dan membuka kembali dokumen yang Ignacio berikan padanya. Netra coklat elang Adley tak hanya sekali dua kali membaca dokumen itu, namun berkali-kali ia coba mencerna tiap pasal dan pernyataan yang ada dalam dokumen tersebut. "Ini dia!" dengan ekspresi senang dan segaris senyum tipis di bibir merah alaminya, Adley segera bergegas pergi meninggalkan apartemennya dan melajukan kendaraannya menuju tengah kota London yang ramai dengan gemerlap
"Rosaline's salon? Apa ini, Pak?" tanya Adley mengangkat kartu nama yang dilempar Ignacio padanya."Identitas barumu." Sahut Ignacio lalu memberikan foto seorang wanita dengan rambut coklat gelap sepinggang, mata biru serta alis tebal menyiku tajam."Siapa dia?" tanya Adley memperhatikan dengan saksama."Pergilah ke tempat dalam kartu nama itu dan berikan foto itu pada wanita yang bernama Rosaline. Dia tahu apa yang harus dilakukan!" perintah Ignacio sambil melirik Adley tajam. Adley bergeming, "Lalu, soal foto-foto saya yang ada diambil itu ... apa penjelasan Anda?" tanya Adley balas melirik tajam Ignacio."Penjelasan? Haruskah aku memberikan penjelasan padamu? Apa itu penting, hah!!!" Adley terkejut mendengar jwaban Ignacio. Keduanya sama-sama saling menatap dengan aura gelap di sekitar, Adley yang tetap bersikeras menuntut jawaban sementara Ignacio yang tetap bersikeras dengan prinsipnya."Nona Adley! Jangan buat kesalahan yang sama seperti mam
Rosaline's SalonHampir setengah hari Adley berada di salon milik wanita bernama Rosaline. Dengan teliti dan telaten, Rosaline mengubah Adley menjadi wanita seperti yang ada di foto itu. Tak lama kemudian, Rosaline meminta Adley membuka matanya dan melihat dirinya yang baru."I--ini aku?" sahut Adley terkejut dengan penampilan dirinya yang baru.Rosaline mengangguk, "Bagaimana? Apa kau suka?" tanyanya mengulas senyum cantiknya."Aku--aku tak tahu. Aku tak pernah merias diriku seperti ini," balas Adley seraya menepuk-nepuk pipinya tak percaya."Kau cantik, Adley. Sudah cantik dari awal, tak banyak perubahan yang aku lakukan pada wajahmu. Kau harus bersyukur karena memiliki wajah dan fisik yang bisa membuat wanita lain di luar sana iri dan cemburu padamu.""Maksud---Anda?" Adley menatap Rosaline dari cermin panjang di depannya."Ignacio pasti punya alasan kuat kenapa dia memilihmu. Aku yakin dia memiliki nilai khusus untukmu, jadi semang
Blue House Club Adley yang tengah bicara dengan Ignacio melalui earphone mini di telinganya dikagetkan dengan tepukan di pundak Adley yang tiba-tiba. "Hey!!" ucap pria berbadan tegap, berkacamata hitam dan berpakaian kasual berdiri di hadapan Adley. "Ah, T--Tuan!" serunya langsung memutus komunikasi dengan Ignacio. "Apa kau mau masuk atau mau buat masalah di tempat ini?!" tanya pria tegap itu menyilangkan tangannya. "Bukankah dia pria yang kemarin aku temui?" gumam Adley kemudian menyapa dan tersenyum ke arah pria garang itu. "Tuan, ini aku. Apa Anda lupa? Bukankah Anda yang menyuruh saya untuk datang lagi ke sini?" Adley meyakinkan. Menatap tajam pria itu ke arah Adley dan berkata, "Siapa kau?" "Hah? Apa Anda lupa, aku Teonna Lovandra, mahasiswi yang menanyakan pekerjaan kemarin malam pada Anda," yakinkan Adley pada pria itu. Ignacio yang melihat keadaan sekitar Adley melalui layar kamera yang terpasang d
Adley yang terkejut dengan wajah Blue House sebenarnya langsung masuk ke dalam ruangan Cleon tanpa banyak menunda waktu. Wangi khas cinnamos sangat menyeruak dan merasuk indera penciuman Adley. "Silakan duduk," perintah Cleon dengan suara dingin sedingin Arktik. "Terima kasih, Tuan." "Jadi namamu Teonna Lovandra?" tanya Cleon sambil menuangkan segelas brandy ke dalam gelas kecilnya. Adley mengangguk. "Dari mana asalmu?" tanya Cleon lagi melirik Adley saat menggoyang-goyangkan gelasnya. "Lanchester, Tuan." "Wow, lumayan tangguh juga ya untuk seorang wanita muda seperti dirimu. Kudengar kau seorang mahasiswi. Apa jurusanmu?" "Hukum," sahut Adley. "Hukum?" Cleon menghentikan tangannya yang sedang menggoyang gelas berisi brandy. "Benar, Tuan. Apa ada masalah?" pancing Adley. "Tak ada. Tahun ke berapa sekarang kau kuliah di sana?" "Ini sudah tahun ke-5 dan kuharap tahun depan aku sudah bisa lulus.
Blue House Club Seraya menghapus saliva dan lipstik merah yang menempel di bibirnya, Cleon merapikan kembali baju dan rambutnya. "Hebat! Luar biasa! Magnifico! Kau cocok bekerja di sini!" ucap Cleon kembali menuangkan brandy di gelas kecilnya. "Jadi, apakah aku lolos tesmu, Tuan?" tanya Adley sekali lagi menegaskan. "Aku bukan orang yang suka mengulang ucapanku!" tegas Cleon melirik tajam Adley yang sedang merapikan baju serta rambutnya. Terdiam sejenak. "Aku mengerti." Balas Adley kembali menyelipkan rambut sebelah kanannya dan menyalakan kembali kameranya. "Kenapa kau selalu menyelipkan rambut di telinga kananmu? Is that your habit?" tanya Cleon dengan ekspresi curiga. Adley segera menurunkan tangannya dan berucap, "Aku ingin memiliki ciriku sendiri sehingga 'mereka' bisa mengenaliku dengan mudah." Kilah Adley tersenyum bak Lilith dalan rupa Athena. "Hmmm, Lilith dalam rupa Athena ... aku jadi ingin tahu bagaima
Blue House Club "T--Tuan ..." Adley membelalakkan matanya melihat seorang pria yang mirip dengan Cleon sedang berdiri di hadapannya. "Kau tak apa-apa?" sebuah tangan terbuka dengan jari jemari panjang dan lentik warna putih berbintik-bintik merah diulurkan oleh seorang pria dengan seulas senyum mempesona. "Tuan Cleon? Sejak kapan Anda di sini?" tanya Adley tiba-tiba melihat pria serupa dengan Cleon. Belum sempat pria itu menjawab, ponsel miliknya segera berbunyi dan pria itu seketika meninggalkan Adley begitu saja setelah membantu membangunkannya. "Hnn, aku segera ke sana." Ucap pria bertubuh tinggi itu langsung pergi ke sebuah ruangan paling dalam. "Cleon, bukankah tadi dia ..." Adley menatap pria yang tak lagi mampu dijamah oleh matanya dan melihat pria yang kurang ajar padanya terkapar tak berdaya di lantai. "Aku harus cepat pergi dari sini. Cari mati jika aku tetap berlama-lama di tempat ini!" pikir Adley segera meninggalka
Adley yang memarkir mobilnya di sebuah taman kota tengah Kota London, langsung menyelasar tempat itu dengan teliti. Suasana yang tak begitu ramai memudahkan netranya menemukan target yang ia cari. "Bingo, gotcha!" Ucapnya langsung melangkah cepat menghampiri kerumunan sekelompok remaja yang tengah bergumul dan menenggak bir lokal sambil bernyanyi-nyanyi. "Selamat malam, Tuan-tuan. Apa aku menggangu pesta kalian?" Tanya Adley tersenyum di hadapan para pemuda tanggung tersebut. "Hey, babe. Apa kau datang ke sini untuk memanaskan malam kami?" tanya salah seorang di antara mereka sambil tertawa lebar. "Anggap saja begitu, Tuan." Jawab Adley sembari mengamati ketujuh remaja itu. "Hei, teman-teman! Sepertinya malam ini akan menjadi malam 'panas'. Hottie ini akan menjadi tungku kita." Ucap remaja itu lagi tambah tertawa lebar. Di saat para remaja tanggung itu tertawa lebar, netra Adley langsung menangkap visual salah satu di antara mereka yang berusa
"Tuan Cleon!" Seorang wanita dengan dress one-shoulder hitam di atas lutut dan ketat serta anting-anting besar di kedua telinganya menyambangi Syden dan Cleon yang tengah minum di depan meja bartender. "Sst ... sst." Senggol Syden ke siku Cleon. "Benar, ternyata ini Anda! Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah lama sekali Anda tak datang ke sini." Wanita itu, Mady mengulas senyumnya lebar dan sesekali melirik Syden. "Hi, Nona. Siapa nama Anda?" tanya Syden tersenyum tipis sambil menatap genit Mady. "Madeleine. Panggil saja aku Mady, Tuan ...," "Syden. Itu namaku." "Syden? Bukankah Anda model terkenal itu, Anda yang sering berada di halaman depan majalah pria, Famous Magazine? Dan juga, anak seorang perancang tas ternama, Lilith Jude?" tanya Mady terkesiap. "Itu ..." Syden hanya tertawa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mau apa kau kemari?" Cleon menyela mereka dengan nada dingin. "S-
Kring ... kring ... kring Ponsel dengan volume dering nyaring terdengar di salah satu kantong jaket jenis hoodie milik seorang pemuda plontos dengan piercing telinga sebelah kanan. Pemuda yang tengah asyik minum dengan beberapa orang teman wanitanya di sebuah kafe pinggir Kota London mengacuhkan panggilan yang datang dari seseorang yang paling ditakutinya. "Brengsek! Bajingan! Cari mati dia!" Adley yang tampak kesal langsung menuju parkiran Blue House dan membuka pintu mobil sport merahnya. Kring ... kring ... kring Kali ini giliran ponsel Adley yang berdering. "Rupanya masih mau hidup dia, hah!" ucap Adley membuka kunci password gawainya dan matanya terbelalak ketika tahu siapa yang sedang menghubunginya. Beberapa menit Adley mendiamkan panggilan itu. Kini dia membisukan ponselnya dan hanya menggetarkannya, wajah kesal Adley semakin bertambah dengan panggilan masuk yang baru saja datang ke ponselnya. 'Mau apa orang
Wanita itu merendahkan tubuhnya, mensejajarkan tingginya dengan duduk di seberang meja Daria."A-Anda ... Nona Teonna!" serunya.Adley hanya mengulas senyum ramah. "Apa kabar? Kau kenal aku?" tanya Adley sok jual mahal."Eh, itu ...," Daria tampak tersipu malu menundukkan kepalanya."Hahaha, tenang saja. Aku hanya bercanda. Tapi, dari mana kau tahu namaku dan bagaimana kau yakin jika aku adalah Teonna?""Hanya menebak."Teonna mengulas senyumnya. Dia melihat wanita muda nan cantik dengan wajah eksotis itu terkesiap. "Kau itu cantik, apa kau tahu?" seloroh Adley menatap Daria lekat.Tersipu malu dan terkejut, dia membalas, "Terima kasih, Anda juga terlihat sangat cantik bahkan layaknya anugerah dewi Athena.""Hahaha, Athena, ya ... bijak dan adil. Tapi sayangnya, aku tak sebijak dan seadil dia." Ucap Adley tersenyum lepas. "Oh, ya ngomong-ngomong Daria, dari mana asalmu kemarin?""Uzbekistan, Nona.""Ah, ya.
"Bagaimana jika kita mainkan permainan yang kau mainkan sebelumnya?" bisik Cleon di telinga Adley."A--apa maksudmu?" Adley terkesiap dan memandangnya."Apa kau pikir aku tak tahu, hah! Kau yang akan mendapatkan keuntungan jika aku bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarga! Sementara aku bekerja, kau bisa bebas dan leluasa bertemu dengan saudaraku!"Adley hanya terdiam, 'Kupikir dia curiga akan apa,' gumam Adley menatap datar ke arah sang suami."Kenapa diam? Benar begitu, kan?" tanya Cleon lantang.Adley menyeringai. "Kenapa kau senyum seperti itu? Apa yang lucu, hah?""Sejak kapan kau mulai memperhatikan gerak-gerikku, suamiku? Apa kau ... cemburu?" seloroh Adley."Jangan gila! Kita menikah tanpa cinta, tanpa mengenal satu sama lainnya, dan kini kau bilang aku cemburu? Sinting kau!""Benarkah? Jika kau memang tak ada rasa cemburu, berarti aku bebas mau pergi ke mana dan dengan siapa. Sekarang ... lepaskan tanganmu!" pe
"Aku menikahi Lucas karena satu alasan!" "Apa?" "Balas dendam!" "Apa!?" **** 'Jangan kau kira bisa lari dariku, Lucas! Aku tahu apa yang sedang kau lakukan di belakangku! Kali ini, aku tak akan membiarkan hal itu menimpa pada putriku! Nyawa pun akan kuberikan demi melindunginya.' Kediaman Graciano Mini dress warna hitam nan seksi dipilih Adley sebagai 'pembuka' untuk menyambut kedatangan sang 'suami'. Eyeliner yang tajam ditambah riasan nude dan pemerah bibir yang sangat mencolok, membuat Adley menunjukkan sisi yang lain dari dirinya. Kecantikan yang paripurna! Begitulah kiranya yang bisa menggambarkan sosok Adley Britta Calla. "Hmm, seharusnya ini bisa membuat pria itu 'jatuh cinta' denganku. Tapi kenapa sulit sekali menaklukkan Gunung Kilimanjaro, huh." Tin ... tin ... tin .... Adley melihat jam dinding yang terpasang di kamar utama mereka, "Pukul delapan, it's time for show!" Ucapnya setelah selesai m
"Kita akan lakukan black conspiracy!" Senyum tipis di bibir atas Cleon terlihat samar namun ekspresi yang menyiratkan 'ada sesuatu' tampak dengan jelas tergambar di wajahnya. "Maaf, Pak. Tapi apa itu black konspirasi?" tanya salah satu dari mereka. Cleon hanya terdiam menanggapi pertanyaan salah satu pegawainya. Ia malah mengambil telepon yang ada di meja kerjanya dan menghubungi Stacy. "Stacy, ke ruanganku. Sekarang!" [Baik, Pak.] Tok ... tok ... "Masuk." "Pak, Anda memanggil saya?" tanya sang asisten pribadi, Stacy berdiri di antara pegawai lelaki yang dipanggil Cleon. "Kalian, keluarlah! Ada yang ingin kubicarakan dengan asisten baruku ini," titah Cleon melirik Stacy. "Baik, Pak." Kini hanya tinggal Stacy dan Cleon yang ada di ruangan itu. Cleon berdiri menghampiri Stacy, memutarinya dan berkata, "Aku memiliki sebuah misi untukmu!" "Misi? Misi apa, Pak?" tanya wanita itu de
"Apa kau mau menggantikan posisi suamimu di perusahaaan yang ia pegang saat ini? Dan buat seakan itu sebagai suatu 'kecelakaan'?" Sebuah pernyataan yang entah dari mana atau siapa yang mengatakannya pada Kael, hingga dia bisa berkata seperti itu. Adley yang telah keluar dari Blue House dan menuju parkiran. Dirinya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang mahasiswa hukum bisa mengatakan hal seperti itu! Jemari lentik nan panjang terawatnya mengetuk-ngetuk stir mobil yang semakin lama semakin kencang ketukannya, gemas juga cemas! Irisnya menyeloroh ke depan kaca mobilnya dan tiba-tiba, ia melihat Dangelo juga Amber keluar dari sebuah restoran yang berseberangan dengan Blue House. Dengan tawa lebar, sang wanita terus menggelayuti lengan Dangelo bagai lem kayu. Dan sang pria, tampak menikmati tawa lepas sang wanita. "Sudah kuduga! Mereka bukanlah klien 'biasa'! Siapa sebenarnya dua orang ini?" ucap Adley melihat keduanya bersiap akan meninggalkan tempat tersebut.
"Apa aku mengganggumu, Tuan Kael?" Suara bariton Dangelo membuat Kael terkejut dan segera merapikan pakaiannya. Dangelo hanya tersenyum satu garis menarik bibir atasnya melihat perbuatan Kael dengan salah satu 'kelinci putih' miliknya, Audrey. Dangelo melirik Audrey yang hanya mengenakan pakaian yang ada di bagian dalam tubuhnya dan terlihat kikuk di depan sang majikan. "Apa saya mengganggu Anda?" tanyanya sekali lagi. "Keluarlah, aku ada urusan." Perintah Kael seraya menepuk pelan bahu Audrey. Audrey dan Dangelo saling bertatap pandang, Dangelo mengangguk seakan memberi tanda padanya, "Ada apa, Tuan Dangelo? Kenapa Anda tiba-tiba datang ke sini tanpa memberitahu?" tanya Kael yang telah selesai berpakaian. "Jika saya memberitahu Anda, maka saya tak akan pernah tahu kelakuan seorang mahasiswa teladan universitas terkenal di negara ini dan juga seorang CEO dari tempat terkenal." Seloroh Dangelo dengan pandangan seakan memandang rendah Kael.