Di kantor Wibisana Corp..Segera setelah Adam menutup teleponnya, Ethan sudah bertanya duluan pada asisten pribadinya itu.“Ada apa, Adam?! Megan--.”“Tuan, kita harus pergi,” ucap Adam cepat memotong ucapan Ethan.Ethan segera berdiri lalu menyambar mantelnya kembali. Dia berjalan memutari meja kerjanya dan melewati Sekretaris Tania begitu saja.“Tuan, ini belum selesai,” ucap Sekretaris Tania tetapi Ethan hanya mengangkat tangannya untuk menghentikan sekretarisnya itu.Adam tidak sempat bicara lagi dan dengan cepat membuka pintu ruang kerja Ethan. Dia tahu kalau Ethan akan memerintahkan mereka segera ke rumah Megan meskipun tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Tuan, ada beberapa orang yang menyerang rumah Nyonya. Boni baru saja melaporkannya. Saya menduga kalau mereka orang-orang suruhan Gregory,” ucap Adam ketika mereka sudah masuk ke dalam lift.Ethan mengepalkan tangannya geram. Dia tidak perlu bicara apa-apa untuk membuat Adam tahu kalau dirinya sedang murka. Dahinya menggel
Moji dan Boni memaksakan tubuh mereka untuk berdiri tegak meskipun dengan tubuh gemetar. Bukan mereka takut akan dihukum, tetapi akibat pukulan para penyerang mereka tadi baru terasa sekarang. Melihat Ethan keluar dari mobilnya dan langsung berjalan cepat menuju ke arah mereka, Moji dan Boni nyengir lebar ke arah mereka.“Kalian ….” Ethan tertegun melihat wajah Moji dan Boni yang babak belur. Kemarahannya langsung menurun 10% dari sebelumnya.“Tuan, kami sempat mengejar mobil itu tadi. Kami sudah mengambil foto--.” Belum selesai Moji bicara, tubuhnya sudah limbung.Moji nyaris jatuh tersungkur di tanah kalau Ethan tidak sigap membantunya. Kondisi Boni juga sama saja dengan Moji. Babak belur dengan dasar mengalir dari sudut bibir dan kening mereka. Gigi Boni bahkan ada yang hilang satu ketika dia nyengir barusan dan sepertinya pria itu tidak sadar dengan kondisinya sendiri.“Kalian duduk dulu. Adam, periksa mereka,” ucap Ethan berusaha untuk tenang. Dia akan menyimpan tenaganya untuk m
Ketika bantal di atas tempat tidur sudah habis, Megan buru-buru bangkit dari tempat tidur itu. Dia melompat turun lalu mengambil lampu tidur di atas nakas.“Jangan mendekat!” bentaknya sambil menganjurkan lampu tidur itu ke arah Gregory dan Alex.Gregory memberi kode pada Alex untuk mengalihkan perhatian Megan. Dengan cepat, pria itu beranjak mendekati sisi lain Megan. Ketika wanita itu hampir memukul Alex, Gregory dengan cepat menangkap kedua tangan Megan. Alex buru-buru mengambil lampu tidur itu dari tangan Megan dan meletakkannya kembali ke atas nakas.“Tenanglah! Aku hanya ingin memastikan sesuatu!” bentak Gregory mulai kesal karena Megan tidak bisa diam.Megan masih saja meronta-ronta berusaha melepaskan kedua tangannya dari Gregory. Pria itu terpaksa memeluk Megan agar tidak menyakiti dirinya sendiri.“Lepaskan aku! Aku mau pulang!” jerit Megan histeris.“Diam atau aku suruh Alex memukulmu lagi. Kau tidak akan pernah bertemu orang tuamu lagi. Bahkan bertemu dengan Ethan Wibisana
Bukan Kebun Binatang“Aku?” tunjuk Gregory pada dirinya sendiri lalu mengikuti gerakan telunjuk seperti Megan. Melihat Megan mengangguk tegas, pria itu tidak punya pilihan selain balik badan.Megan tersenyum senang lalu menatap pelayan di hadapannya satu persatu. Dia menunjuk dari pelayan paling ujung yang menyebutkan namanya dengan sopan. Terus menular sampai semua pelayan itu menyebutkan namanya masing-masing. Megan lalu meminta mereka berbaris sesuai lamanya mereka bekerja di mansion itu.Satu persatu pelayan itu bergeser dengan teratur sampai membentuk barisan yang diinginkan Megan. Terus terang saja, Megan sebenarnya kebingungan kenapa para pelayan itu sangat patuh dengan perintahnya. Padahal dia diculik dan baru pertama kali datang ke mansion itu. Segera setelah Megan tahu siapa pelayan yang bekerja paling lama di mansion itu, wanita itu pun menarik tangan pelayan itu.“Kau, antarkan aku berkeliling,” pinta Megan cepat.Sebelum melangkah bersama Megan, pelayan itu terlebih dahul
Ethan yang sedang gundah gulana, gelisah dan merana karena Megan belum juga kembali ke pelukannya, dikejutkan dengan suara ponselnya barusan. Dia melihat panggilan masuk dari ‘Kingkong’ dan mengerutkan keningnya. Kontak Gregory di save Ethan sebagai ‘Kingkong’ di dalam ponselnya.“Ngapain dia nelpon? Kangen?” gumam Ethan mulai gila. Ketika Ethan teringat dimana istrinya saat ini, pria itu buru-buru mengangkat telponnya.[Halo?”] sapa Ethan ragu-ragu seperti sedang menunggu telepon dari gebetan tapi bukan.[“Halo! Ada yang mau bicara denganmu!”] sahut Gregory ketus.[“Dih, ngegas,”] sahut Ethan lalu menunggu dengan jantung deg-degan parah. Saking groginya, Ethan sampai meremas-remas tangannya sendiri yang mulai terasa dingin.Di belakang Ethan, Adam baru saja kembali dari luar mansion. Dia sudah mengatur sebuah penyerangan untuk menyerbu Mansion Stephenson. Meskipun harus mengosongkan Mansion Wibisana, Adam tidak mau kekurangan pasukan untuk menyelamatkan Megan. Sudah tentu itu semua a
“Tuan, Yuna datang mencari Tuan,” ucap Marco membuat Megan dan Gregory sama-sama berjengit. Gerakan mereka berdua sangat mirip sampai-sampai Marco dan Alex menatap mereka bergantian.“Aku akan kesana. Megan, kau bisa masuk ke kamar Alexandra kalau mau. Alex akan menemanimu disini. Aku harus menemui tamuku sebentar,” ucap Gregory lalu beranjak dari duduknya.Megan hanya mengangguk lalu kembali asyik menatap bayangan proyektor itu. Megan yang sangat merindukan Ethan, terus tersenyum sambil menatap foto-foto suaminya. Sesekali dia geregetan sendiri sampai Alex mengerutkan keningnya.“Aku pengen peluk. Kangen,” lirih Megan kelewat rindu pada Ethan.“Nona mau ke kamar Nona Alexandra? Mari saya antar,” ucap Alex sambil menunjuk ke arah pintu kamar.Megan tampak berpikir sejenak ketika melihat Alex yang tinggi besar. Dia takut pria itu akan macam-macam di dalam kamar nanti kalau mereka hanya berdua. Lagipula Megan selalu ingat pesan Ibu Susan kalau pria dan wanita yang belum resmi menikah, t
“Ada apa, Yuna?” tanya Gregory dingin. Raut wajah pria itu mulai menggelap, pertanda tidak suka dengan apa yang terjadi di hadapannya. Tetapi sedetik kemudian, manik mata pria itu menangkap sesuatu yang membuat jakunnya naik turun. Gregory melihat kain segitiga berwarna hitam di balik dress Yuna.Yuna segera menyadari reaksinya yang berlebihan dengan posisi duduk di lantai. Dress yang dikenakan Yuna sampai tersingkap memperlihatkan pangkal paha wanita itu. Manik mata Yuna menatap sekitarnya yang kembali sepi. Dia belum percaya dengan apa yang dilihatnya tadi dan terus mencari-cari sosok Megan.“Tidak mungkin dia masih hidup. Jelas-jelas aku sudah mengunjungi makamnya. Dimana wanita itu?” batin Yuna gugup sambil menggigiti ujung kukunya.“Yuna, apa kau akan terus duduk di lantai?” tanya Gregory yang mulai tergoda melihat kedua paha Yuna di depannya.“Ach … aku terpeleset tadi. Matamu melihat kemana?” tanya Yuna pura-pura bersikap tenang sambil merapikan dressnya lagi. Sesungguhnya dia
“Sepertinya aku melihat seorang teman. Mungkin aku terlalu merindukannya. Sudah ya, aku pergi,” ucap Yuna lalu mengecup pipi Gregory. Pria itu tersenyum smirk lalu menabok bokong Yuna dengan keras. Wanita itu terpekik kaget lalu cepat-cepat keluar dari ruang kerja Gregory. Sepeninggal Yuna, sorot mata Gregory langsung berubah menjadi dingin. Dia mengambil ponselnya di atas meja dan menghubungi Marco yang sedang mengawasi Yuna. Wanita itu baru saja mengambil pakaian dalamnya yang tercecer di ruang tengah dan buru-buru keluar dari Mansion Stephenson.[“Marco, awasi Yuna. Aku lihat dia tadi histeris saat melihat Megan. Ingatkan aku, apa Yuna mengenal Alexandra?”][“Mereka tidak pernah bertemu dan bicara, Tuan. Nona tidak terlalu peduli dengan orang lain kecuali Ethan Wibisana. Saya akan mengawasi Yuna,”] ucap Marco cepat.[“Aku tunggu kabar darimu. Apa ada pergerakan di Mansion Wibisana?”] tanya Gregory lalu beranjak keluar dari ruang kerjanya. Pria itu ingin ke kamarnya dulu untuk mandi