Bukan Kebun Binatang“Aku?” tunjuk Gregory pada dirinya sendiri lalu mengikuti gerakan telunjuk seperti Megan. Melihat Megan mengangguk tegas, pria itu tidak punya pilihan selain balik badan.Megan tersenyum senang lalu menatap pelayan di hadapannya satu persatu. Dia menunjuk dari pelayan paling ujung yang menyebutkan namanya dengan sopan. Terus menular sampai semua pelayan itu menyebutkan namanya masing-masing. Megan lalu meminta mereka berbaris sesuai lamanya mereka bekerja di mansion itu.Satu persatu pelayan itu bergeser dengan teratur sampai membentuk barisan yang diinginkan Megan. Terus terang saja, Megan sebenarnya kebingungan kenapa para pelayan itu sangat patuh dengan perintahnya. Padahal dia diculik dan baru pertama kali datang ke mansion itu. Segera setelah Megan tahu siapa pelayan yang bekerja paling lama di mansion itu, wanita itu pun menarik tangan pelayan itu.“Kau, antarkan aku berkeliling,” pinta Megan cepat.Sebelum melangkah bersama Megan, pelayan itu terlebih dahul
Ethan yang sedang gundah gulana, gelisah dan merana karena Megan belum juga kembali ke pelukannya, dikejutkan dengan suara ponselnya barusan. Dia melihat panggilan masuk dari ‘Kingkong’ dan mengerutkan keningnya. Kontak Gregory di save Ethan sebagai ‘Kingkong’ di dalam ponselnya.“Ngapain dia nelpon? Kangen?” gumam Ethan mulai gila. Ketika Ethan teringat dimana istrinya saat ini, pria itu buru-buru mengangkat telponnya.[Halo?”] sapa Ethan ragu-ragu seperti sedang menunggu telepon dari gebetan tapi bukan.[“Halo! Ada yang mau bicara denganmu!”] sahut Gregory ketus.[“Dih, ngegas,”] sahut Ethan lalu menunggu dengan jantung deg-degan parah. Saking groginya, Ethan sampai meremas-remas tangannya sendiri yang mulai terasa dingin.Di belakang Ethan, Adam baru saja kembali dari luar mansion. Dia sudah mengatur sebuah penyerangan untuk menyerbu Mansion Stephenson. Meskipun harus mengosongkan Mansion Wibisana, Adam tidak mau kekurangan pasukan untuk menyelamatkan Megan. Sudah tentu itu semua a
“Tuan, Yuna datang mencari Tuan,” ucap Marco membuat Megan dan Gregory sama-sama berjengit. Gerakan mereka berdua sangat mirip sampai-sampai Marco dan Alex menatap mereka bergantian.“Aku akan kesana. Megan, kau bisa masuk ke kamar Alexandra kalau mau. Alex akan menemanimu disini. Aku harus menemui tamuku sebentar,” ucap Gregory lalu beranjak dari duduknya.Megan hanya mengangguk lalu kembali asyik menatap bayangan proyektor itu. Megan yang sangat merindukan Ethan, terus tersenyum sambil menatap foto-foto suaminya. Sesekali dia geregetan sendiri sampai Alex mengerutkan keningnya.“Aku pengen peluk. Kangen,” lirih Megan kelewat rindu pada Ethan.“Nona mau ke kamar Nona Alexandra? Mari saya antar,” ucap Alex sambil menunjuk ke arah pintu kamar.Megan tampak berpikir sejenak ketika melihat Alex yang tinggi besar. Dia takut pria itu akan macam-macam di dalam kamar nanti kalau mereka hanya berdua. Lagipula Megan selalu ingat pesan Ibu Susan kalau pria dan wanita yang belum resmi menikah, t
“Ada apa, Yuna?” tanya Gregory dingin. Raut wajah pria itu mulai menggelap, pertanda tidak suka dengan apa yang terjadi di hadapannya. Tetapi sedetik kemudian, manik mata pria itu menangkap sesuatu yang membuat jakunnya naik turun. Gregory melihat kain segitiga berwarna hitam di balik dress Yuna.Yuna segera menyadari reaksinya yang berlebihan dengan posisi duduk di lantai. Dress yang dikenakan Yuna sampai tersingkap memperlihatkan pangkal paha wanita itu. Manik mata Yuna menatap sekitarnya yang kembali sepi. Dia belum percaya dengan apa yang dilihatnya tadi dan terus mencari-cari sosok Megan.“Tidak mungkin dia masih hidup. Jelas-jelas aku sudah mengunjungi makamnya. Dimana wanita itu?” batin Yuna gugup sambil menggigiti ujung kukunya.“Yuna, apa kau akan terus duduk di lantai?” tanya Gregory yang mulai tergoda melihat kedua paha Yuna di depannya.“Ach … aku terpeleset tadi. Matamu melihat kemana?” tanya Yuna pura-pura bersikap tenang sambil merapikan dressnya lagi. Sesungguhnya dia
“Sepertinya aku melihat seorang teman. Mungkin aku terlalu merindukannya. Sudah ya, aku pergi,” ucap Yuna lalu mengecup pipi Gregory. Pria itu tersenyum smirk lalu menabok bokong Yuna dengan keras. Wanita itu terpekik kaget lalu cepat-cepat keluar dari ruang kerja Gregory. Sepeninggal Yuna, sorot mata Gregory langsung berubah menjadi dingin. Dia mengambil ponselnya di atas meja dan menghubungi Marco yang sedang mengawasi Yuna. Wanita itu baru saja mengambil pakaian dalamnya yang tercecer di ruang tengah dan buru-buru keluar dari Mansion Stephenson.[“Marco, awasi Yuna. Aku lihat dia tadi histeris saat melihat Megan. Ingatkan aku, apa Yuna mengenal Alexandra?”][“Mereka tidak pernah bertemu dan bicara, Tuan. Nona tidak terlalu peduli dengan orang lain kecuali Ethan Wibisana. Saya akan mengawasi Yuna,”] ucap Marco cepat.[“Aku tunggu kabar darimu. Apa ada pergerakan di Mansion Wibisana?”] tanya Gregory lalu beranjak keluar dari ruang kerjanya. Pria itu ingin ke kamarnya dulu untuk mandi
Gregory baru saja keluar dari dalam kamarnya setelah membersihkan diri. Kedua tangannya masih sibuk mengancingkan kemejanya yang belum sepenuhnya terkancing semua. Saking tidak sabarannya melihat reaksi Megan ketika melihat kamar Alexandra, Gregory terburu-buru ingin ke kamar adiknya itu.Hampir sampai di dekat tangga, Gregory melihat dokter pribadinya baru saja memasuki pintu mansion. Jalannya sangat terburu-buru seperti dikejar sesuatu yang penting. Pria berkacamata yang sedikit tambun itu langsung berhenti tepat di hadapan Gregory."Tuan, saya sudah datang. Siapa yang sakit?" tanya dokter itu sambil mengusap peluh di keningnya. Mendapat telepon dari Alex tadi, dokter itu langsung mengemasi tas kerjanya lalu melesat menuju Mansion Stephenson. Terlambat sedikit saja, karir dan nyawanya akan tamat di tangan Gregory."Tidak ada yang sakit. Apa kau ngelindur?" Gregory menatap dingin dokter itu."Ta--tapi Alex menelpon saya tadi. Kalau tidak ada yang sakit, saya permisi dulu, Tuan." Deng
Tepat waktu ketika Pelayan Mia keluar dari kamar tempat Megan terbaring. Gregory sudah memindahkan Megan ke kamar tamu di bawah untuk mengurangi efek racun di tubuhnya. Joshua segera mendekati Pelayan Mia lalu memintanya menunjukkan dimana Megan berada.“Saya dokter Joshua, dimana kakak ipar saya?”“Kakak ipar? Oh, maksudnya Nona Megan. Disini, Tuan,” ucap Pelayan Mia sambil membuka kembali pintu di belakangnya.Joshua masuk dengan cepat disusul dua bodyguard yang akan membantunya. Dokter pribadi Gregory masih berada di kamar itu bersama Alex. Ketika melihat Joshua, dokter pribadi Gregory segera berdiri dari duduknya dan sibuk menyapa dokter jenius itu.“Dokter Joshua, senang bertemu dengan anda.”“Ya ya. Bagaimana keadaan kakak iparku?” tanya Joshua dengan mode serius.Sambil mendengarkan penjelasan dokter itu, Joshua menitahkan dua bodyguard di belakangnya untuk menarik meja sofa mendekati tempat tidur dan meletakkan semua perlengkapan penguji racun di atas meja itu. Satu persatu me
“Kau, kau. Aku ini punya nama, Ethan Wibisana. Apa itu?” tanya Ethan melirik sinis kepada Gregory.“Lihat ini!” ucap Gregory sambil menyodok lengan Ethan dengan kartu nama pria itu. “Ini kan kartu namamu. Sudah jelas kau yang mengirimkan parfum beracun itu!”Mendengar tuduhan tidak mendasar padanya, Ethan tentu saja tidak terima. Ethan mengatakan dengan tegas kalau dia tidak pernah mengirimkan hadiah kepada siapapun atas namanya sendiri. Dia anti melakukan hal itu karena tidak menyukainya dan Ethan paling benci melakukan hal yang tidak dia sukai.Adam sebagai asisten pribadinya juga tahu tentang kebiasaan Ethan itu. Jika harus mengirimkan hadiah, Ethan selalu mengatasnamakan Wibisana Corp.. Semua kartu yang dikirimkan pasti bertuliskan CEO Wibisana Corp., bukan atas nama pribadi Ethan Wibisana.Untuk memastikan keaslian kartu nama itu, Adam pun berjalan mendekati Gregory lalu meminta kartu nama yang dipegang pria itu. Dia memperhatikan detail kartu nama itu dengan seksama dan mendapat