Tiga pasang mata memandang langit kota Avesta disana mereka melihat matahari mulai tenggelam memudarkan jingganya. Cecil merasa sedih karena Marco belum mendapatkan solusi dari masalahnya. Rafael mengetahui bahwa ada sesuatu yang aneh diantara Marco dan Cecil, ia tahu pasti bahwa penduduk asli Distrik Neraka tidak di perbolehkan keluar dari tembok perbatasan apalagi sampai berkeliaran di kota Avesta. Marco mengusap wajahnya yang berminyak tidak tahu lagi harus berbuat apa. Pikirannya melayang-layang kesana kemari mengingat sahabatnya Leo yang mungkin sedang sibuk mencarinya sekarang, walaupun Distrik Neraka adalah tempat yang buruk dimata orang-orang awam tetapi baginya disanalah tempat kembali dari hiruk pikuk.
Wajah cemas Marco menggugah simpati Rafael. Yang tadinya lawan berubah menjadi kawan ia menawarkan Cecil dan Marco untuk mendiskusikan masalah ini di rumahnya tetapi Cecil menolak tawaran itu karena hari sudah gelap dan Ibunya p
Ibarat angin berlalu Cecil berusaha melupakan Marco. Di dalam kamarnya ia berbaring sambil menatap langit-langit. Di balik lamunannya itu muncul ilusi optik yang menggambarkan wajah sangar Marco. Cecil yang melihat itu langsung mengedip-ngedipkan matanya dengan cepat untuk mengusir bayangan Marco yang tiada henti-hentinya. Tangan kanannya meraih sesuatu. Kemudian di tariknya benda itu hingga berhadapan langsung dengan wajahnya.TIK…TIK…TIK…Cecil mengetikkan sesuatu di ponselnya, terlihat nama salah satu kontaknya yaitu Rafael.“Bisakah kita bertemu sekarang.” Cecil mengajak Rafael melalui aplikasi chatnya. Posisi tubuh Cecil berubah yang semula berbaring sekarang berbalik jadi tengkurap. Posisi seperti ini sangat disukainya apalagi ketika ia sedang bermain ponsel atau membaca buku. Beberapa aplikasi ia kunjungi sambil menscrol-scrol berandanya.PING!  
Leo mendekati Marco lalu ia memegang pundak sahabatnya.“Jangan ada acara lari-larian lagi.”“Huft, baiklah.” Marco melunak. Kedua sudut di ujung bibir Leo melengkung, akhirnya beban pikiran yang selama ini ia bawa kamana-mana akan segera di tumpah ruahkan. Sehari saja tidak bersama Marco hidup yang ia jalani terasa hambar. Sederet pertanyaan serius pun mulai mengantri di kepalanya. Mulai dari “Dari mana saja kau kemarin lalu?” juga “Apa yang telah terjadi padamu?” dan masih banyak lagi. Leo sudah tidak sabar menanyakannya. Perlahan-lahan lututnya menekuk hingga ia duduk. Bola mata Leo menyudut kearah Marco. Mulutnya terbuka seakan-akan ingin segera bicara, disusul suara dari kerongkongan yang kemudian keluar menjadi sebuah kalimat.“Sekarang dunia ini sudah berubah yah?”“Iya, kau benar.” Jawab Marco sambil menatap apa s
Tanpa rem air mata Marco meluncur dari sudut matanya melewati pelipisnya. Beberapa saat legang mereka berdua tidak ada niatan untuk berdiri. Marco masih menikmati kesedihannya sedangkan Leo tersenyum bahagia, ia menganggap misinya telah selesai. Tempat itu tidaklah ramai hanya ada beberapa orang saja yang luntang-lantung di jalanan. “Mau sampai kapan kau menangis hah?” Leo menegur Marco. Tidak ada respon darinya yang ada hanyalah suara tangis yang semakin kencang. “Kalau saja Chucky melihat sekarang mungkin ia akan berubah pikiran untuk tunduk kepadamu hahaha.” Suasananya menjadi cair karena lelucon Leo. “Haha hiks… hiks… hiks…” Marco ikut tertawa walaupun tangisan sendunya masih berlangsung. Kedua tangan Leo menekan tanah ia berusaha bangkit setelah terjatuh akibat pertarungannya dengan Marco. Kedua kakinya bergerak susul-menyusul menuju tempat Marco terbaring, uluran tangan yang ia berikan kepada Marco
Mulut Marco terbuka lebar bersama tangan yang menutupinya agar serangga yang lewat di depan wajahnya tidak masuk, matanya berair setelah menguap. Pagi ini ia sangat mengantuk tetapi semangatnya untuk datang kesekolah tepat waktu jauh lebih tinggi. Tangan kirinya meraba gagang pintu kamar kos lalu di putar. Krekk Cahaya surya yang tadinya terhalang oleh pintu kamar kos Marco kini mulai memenuhi ruangan. Hari Marco disambut oleh mentari yang menyinari bumi setiap hari. Ia pun keluar dari kamar kosnya lalu mengunci pintu kemudian berjalan menuju kamar kos Leo. “Sekarang giliranku untuk membangunkanmu hehe.” Kata Marco sambil menggesesek-gesekan kedua telapak tangannya. Marco berniat untuk mendobrak pintu kamar kos Leo. Beberapa langkah kebelakang ia mengambil ancang-ancang sesampainya pada posisi yang pas ia pun mulai menghitung mundur “3…2…1…” Pintu kamar kos Leo terbuka
Hoammz… Mulut Marco terbuka lebar bersama tangan yang menutupinya agar serangga yang lewat di depan wajahnya tidak terhisap ke dalam, matanya berair setelah menguap. Pagi ini ia sangat mengantuk tetapi semangatnya untuk datang kesekolah tepat waktu jauh lebih tinggi. Tangan kirinya meraba gagang pintu kamar kos lalu di putar.Krekk Cahaya surya yang tadinya terhalang oleh pintu kamar kos Marco kini mulai memenuhi ruangan. Hari Marco disambut oleh mentari yang menyinari bumi setiap hari. Ia pun keluar dari kamar kosnya lalu mengunci pintu kemudian berjalan menuju kamar kos Leo.“Sekarang giliranku untuk membangunkanmu hehe.” Kata Marco sambil menggesesek-gesekan kedua telapak tangannya. Marco berniat untuk mendobrak pintu kamar kos Leo. Beberapa langkah kebelakang ia mengambil ancang-ancang sesampainya pada posisi yang pas ia pun mulai menghitung mundur“3&he
Ouchh Marco merintih sementara Dory tersenyum puas. Sepertinya pertarungan di antara mereka berat sebelah Marco yang sudah kewalahan ketika melawan tiga puluh orang anak buah Dory dan Rico membuatnya bertarung melawan Dory tidak dalam performa terbaik. Nampaknya tinjuan keras Dory membentur gusinya dengan keras terlihat ketika Marco meludah air liurnya keluar bersama darah. Satu serangan masuk belum cukup bagi Dory untuk memuaskan hasratnya. Dengan cepat Dory memulai serangan tapi sayang timingnya kurang pas sehingga Marco dapat menghindarinya. Mata Marco tidak berkedip sedetik pun ia fokus memperhatikan gaya bertarung Dory menurutnya gaya bertarung musuhnya kali ini lebih sembrono tetapi celah untuk menyerangnya sulit di temukan. Sebisa mungkin Marco menghindari serangan Dory walaupun tidak semuanya. Tangan yang di gunakan Marco menangkis sudah tidak kuat lagi sama rasanya ketika menangkis balok kayu kekuatan tangan Dory ia akui sangat. Mata Marco melotot
“Selanjutnya kita akan menyelamatkan Chucky.” Marco menghampiri Leo.“Iya.” Leo mengiyakannya.“Kalau begitu ayo.” Marco beranjak dari tempat itu.“Oii oii tunggu dulu.” Leo memanggil Marco yang lebih dulu pergi meninggalkannya.“Ada apa lagi hah?” Marco menoleh kebelakang.“Kau tahu mereka membawanya kemana?” Tanya Leo.“Hmm…ehhh.” Marco menggaruk-garuk kepalanya.“Kau tahu atau tidak?” Leo menekankan pertanyaannya.“Hehe” Marco menggeleng sambil cengengesan.Leo yang melihatnya menepuk dahi.“Sudah ku duga. Jadi rencanamu apa? Mencarinya asal-asalan?” Leo kembali bertanya.“Kau ini banyak tanya arghh.” Marco cemberut.“Hahaha.” Leo tertawa melihatnya. Mereka berdua duduk di samping lawan yang telah mereka kalahkan. Leo memu
Seperti biasa Leo dengan akal bulusnya menawarkan ide yang menarik untuk di lakukan. Soal kecerdasan Leo memang di atas rata-rata ketimbang Marco yang hanya mengandalkan otot. Kedua tangan Rico dan Dory di ikat rencananya mereka akan di jadikan sandra untuk menukarkannya dengan Chucky.“Kita tidak akan kemana-mana sampai ada di antara anak buah mereka yang datang .” Ujar Leo“Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang rencanakan tapi baiklah.” Marco menuruti perkataan Leo sambil mengangguk.Tidak ada tanda-tanda dari pihak lawan selama lima belas menit membuat Marco merasa bosan.“Tidak ada perkembangan dari rencanamu ini.” Tukas Leo.“Cihh.” Leo memasang wajah kesal.Orang-orang yang lewat mulai memperhatikan mereka kalau sana ini di kota Avesta mereka pasti sudah di tangkap oleh aparat tapi ini Distrik Neraka kekerasan di tempat umum lumrah terjadi. Salah satu sandra mereka menggeliat, Ri
Marco meletakkan kepala Leo di lantai secara perlahan-lahan ketita sudah menyentuh lantai Marco pun hendak berdiri di saat lutut kanannya sudah lurus tiba-tiba terdengar suara tawa.“Hahahaha.” Leo terbangun dari acting pingsannya dan menertawai Marco dengan sangat keras.Marco yang sudah menangis bombay karena khawatir dengan kondisi Leo membuka mulutnya tidak percaya sambil mengelap air matanya yang sempat keluar tadi.“Bagaimana acting pingsan ku bagus kan? Hahahah.” Leo menertawai Marco yang berhasil ia kerjai.Marco masih tidak percaya kalau dia sebenarnya sedang di bohongi oleh Leo tangannya pun menunjukkan letak Leo duduk tadi di atas kursi kemudian menunjuk ke lantai di mana Leo tadi terjatuh dengan sangat nyata.“Syukurlah itu kalau itu semua hanyalah kejahilanmu.” Marco sama sekali tidak dendam bahkan ia mengulurkan tangan kanannya kepada Leo untuk bangun.“Aku tadi kesal ketika kau mengage
“Sebagai seorang brandalan kita harus berani maka dari itu aku memberanikan diri untuk menceritakan masalahku kepada kalian semua. Pada awalnya Leo juga tidak tahu apa-apa sama seperti kalian tapi sekarang semuanya pasti akan mengetahuinya. Sebenarnya aku sedang punya masalah besar yang melibatkan keberlangsungan hidupku.” Ujar Leo.Marco berhenti sejenak di antara teman-temannya tidak ada yang menyela cerita yang di bawakan oleh ketua mereka. Hati Marco terasa berat untuk menceritakan kelanjutannya. Dengan penuh perhatian Chucky menyuh Marco untuk berhenti.“Cukup Marco.” Chucky berdiri.“Tidak apa-apa aku bisa melanjutkannya jadi duduklah sebelum aku menendangmu keluar.” Marco merasa bahwa dirinya kuat untuk menceritakan masalahnya.“Baiklah.” Chucky kembali duduk dengan wajah ketakutan.“Sebenarnya aku punya masalah di tempat kerja.” Marco terus terang kepada teman-temannya.Tema
Orang yang ia tabrak itu adalah Alan. Saking terkejutnya sampai-sampai wajah Freya pucat bagaimana tidak orang yang barusan ia bicarakan bersama Chika tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan cepat ia kembali menunduk supaya Alan tidak keburu mengenalinya.“Kenapa kamu menunduk.” Alan berusaha melihat wajah wanita itu dari bawah.DUG…DUG…DUG…Jantung Freya berdetak kencang ia deg-degan bukan karena jatuh cinta melainkan karena ia takut apabila Alan mengenalinya. Dalam hati Freya mengatakan. “Gawat.” Sambil menggigit bibirnya.ALAN.Tiba-tiba saja di sisi lain tempat itu Chika memanggil nama Alan ia memang berniat untuk menyelamatkan Freya yang terjebak. Alan yang mendengar namanya di panggil seketika langsung clingak-clinguk memcarinya. Momentum emas itu di manfaatkan oleh Freya untuk lari ia sempat menoleh ke belakang dan di lihatnya Chika mengedipkan sebelah matanya sambil mengacungkan jempul sebagai
Cecil kembali tersenyum lalu mengangguk seperti seperti sebelumnya. Nampaknya ia hanya mengetes Freya apakah anak itu benar-benar serius ingin mengajaknya.“Kau duduk dulu yah aku akan segera kembali.” Cecil meninggalkan Freya di ruang tamu sendirian sedangkan ia berlari masuk ke dalam kamarnya.Setelah Freya menunggu selama kurang lebih sepuluh menit akhirnya Cecil keluar dari kamarnya. Sekarang ia sudah rapi mulai dari baju sampai gaya rambut semuanya telah ia ganti.“Baiklah kalau begitu ayo kita menggaet cowok.” Freya sangat bersemangat.“Ehh?” Cecil merasa ada yang aneh dari kalimat Freya barusan.“Upss maaf maksudku mari kita jalan-jalan di mall hehehe.” Freya memperbaiki kesalahan dalam kalimatnya sambil cengengesan.Ibu Cecil akhirnya keluar dari dapur ia menyertai putri dan juga temannya sebelum berangkat.“Kalian sudah mau berangkat?” Tanya Ibu Cecil dengan ra
Di dalam kamar yang gelap Marco merenung. Matanya menatap langit-langit ruangan, fikirannya terbang kesana kemari. Sebenarnya Marco ingin meminta bantuan Leo dalam menyelesaikan masalah yang di hadapinya sekarang tetapi lagi-lagi ia memikirkan wanita yang di temui di kota Avesta. Marco pernah berjanji kepada wanita itu kalau ia akan menjadi kuat suatu saat nanti, maka dari itu Marco berfikir kalau dirinya harus berhenti meminta tolong kepada orang lain. Bagaimana mungkin ia bisa melindungi wanita yang di cintainya itu kalau dirinya saja tidak bisa ia lindungi dari berbagai macam masalah sehingga mengharuskannya untuk meminta tolong kepada orang lain sampai keenakan dan tidak lagi mengandalkan dirinya sendiri. Marco sangat dilema memikirkan ego yang terlalu mengekangnya.Marco pun memejamkan mata ia berniat untuk tidur agar ia dapat melupakan masalahnya sejenak. Pecuma saja otak dan perutnya tidak bisa di ajak kompromi. Otak yang selalu memikirkan masalah yang ia hadapi sekara
Marco menunggu pertanyaan Leo sambil menilikkan kepalanya.“Besok pagi saja, aku ngantuk hoamz.”Keesokan harinya mereka berdua berangkat ke sekolah di tengah perjalanan tita-tiba Marco mengingat kalau Leo ingin menayakan sesuatu tadi malam.“Kau ingin menanyakan apa tadi malam?” Marco melihat ke arah Leo.“Maksudmu?” Leo melupakan pertanyaannya tadi malam.“Ya sudah.” Marco tidak lagi membahasnya.Kedua orang itu telah sampai di sekolah. Marco dan Leo terlihat bingung ketika melihat sejumlah orang berkumpul di tengah lapangan sekolah. Seorang pria berdiri dengan pakaian rapi di tengah-tengah mereka. Marco dan Leo masih berdiri di tempat sambil melihat orang-orang yang berkerumun di tempat itu.Di samping Marco terdapat seorang siswa yang lewat, tanpa ragu Marco menarik lengan orang yang tidak di kenalnya itu.“Apa maksudmu hah?” Orang yang di tarik itu merasa keberata
“Wah wah wah.” Paman bongsor yang melihat Marco baru datang kerja geleng-geleng.Marco yang datang bersama Leo hanya bisa menunduk ia tahu bahwa selama ini ia sering bolos kerja. Leo berniat untuk membela temannya itu tetapi melihat keadaannya sekarang. Dengan ramah paman bongsor itu mengajak Marco duduk bersama, sepertinya ia akan membahas sesuatu yang penting.“Silahkan duduk.” Paman bongsor itu mempersilahakan Marco untuk duduk.“Oh iya.” Marco pun duduk bersama dengan paman bongsor itu.“Mengapa kau masih di sini? Cepat pergi sana lanjutkan pekerjaanmu.” Paman bongsor itu mengusir Leo yang tadinya berdiri di samping Marco.Leo pun pergi dari tempat itu sambil mengenakan kaos tangan kerjanya, dari kejauhan ia melihat mereka berdua berbincang-bincang dengan serius.“Ayo silahkan di makan.” Paman bongsor itu menyuruh Marco untuk memakan kue yang ia sediakan di atas meja.Mar
Plak…Plak…Plak…Terdengar suara tepuk tangan pelan sedang berjalan menghampiri mereka. Terlihat seseorang yang tidak asing lagi di ingatan mereka yang ada di kelas 1-3. Belum melihatnya saja Dory sudah tahu hanya dari bunyi tepuk-tangannya ia bisa langsung menebak kalau dia adalah Roger.Lagi dan lagi Roger mengusik kehidupan Marco dan Leo, wajar saja Roger melakukan hal itu karena mereka berdua telah di anggap sebagai antek-antek yang nantinya akan berusaha menggulingkan tahta Marduk. Roger sudah menduga kalau Rico dan Dory akan melakukan hal yang sangat hina di mana mereka akan menjilat ke kubu Marco.“Wah wah wah kalian berdua telah menemukan rumah baru yah?” Roger menyinggung Rico dan Dory.Teman-teman Marco mulai percaya dengan Dory, tidak ada yang berani menanggapi perkataan Roger semuanya kelihatan takut. Hanya ada satu orang yang berani yaitu Marco.“Oiii Roger lama tidak berjumpa.” Marco menyapa
Tangan Marco bergerak-gerak matanya mengerjap-ngerjap.“Aku ada di mana?” Marco berbicara dengan dirinya sendiri ia membuka mata sambil memegangi kepalanya.“Kau ada di ruang UKS sekarang.” Terdengar suara yang ia kenal ada di sampingnya ternyata itu suara Leo.Marco dengan spontan memutar kepalanya untuk melihat Leo kemudian ia memandangi wajah sahabatnya itu dan seketika ia merasa bersyukur atas apa yang dimilikinya sekarang. Tidak ada orang yang sebaik Leo di dalam kehidupan Marco, selama ini ia hidup sebatang kara tanpa Ayah dan Ibu yang ia miliki dari dulu sampai sekarang hanyalah dirinya sendiri dan Leo.“Ternyata kau.” Marco menyadari kehadiran Leo.“Iya. Sekarang bagaimana keadaanmu?” Leo masih mencemaskan Marco.“Aku baik-baik saja.” Marco menjawab pertanyaan Leo sambil tersenyum.“Apanya yang baik-baik saja, wajah mu masih bonyok tau hahaha.” Leo berusah