Share

Talak di Malam Anniversary
Talak di Malam Anniversary
Penulis: Irma Juita

Bab.1

Penulis: Irma Juita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Yang, Kamu ada dimana?" tanyaku pada laki-laki yang berstatus Suami melalui pesan berlogo hijau.

Kali ini pesanku langsung bercentang dua dan berubah warna, tidak seperti pesan sebelumnya.

"Tidak usah banyak tanya, bukan urusanmu!" balas Mas Adnan ketus.

Aku terhenyak membaca balasan pesan Mas Adnan. Tidak biasanya dia seperti ini. Mungkin Mas Adnan masih marah kepadaku karena masalah Mas Irwan?

"Ya jelas urusanku Mas, karena Kamu itu Suamiku. Ayah dari Adeva, Anak yang setiap hari menanyakan keberadaanmu!" balasku tidak mau kalah.

"Kalau Kamu masih menganggapku Suami, apa susahnya Kamu bantu Mas Irwan kasih pinjam sertifikat rumah Kita untuk di gadaikan ke Bank? dia sedang butuh modal untuk usahanya!" balasnya lagi.

Ooh...jadi Mas Adnan masih marah karena Aku tidak mau membantu Kakaknya lagi? Aku sudah kapok membantu Kakak Iparku yang satu itu. Dulu pernah dia meminjam BPKB mobilku sebagai jaminan pinjaman modal usahanya. Tetapi baru dua bulan berjalan, dia sudah mogok membayar cicilan angsurannya. Alhasil Aku yang mendapatkan teror dari debt colector Bank finance tersebut.

Akhirnya daripada mobilku di tarik oleh mereka, terpaksa Aku membayar cicilannya sampai lunas. Sekarang, dia kembali ingin meminta bantuanku. Kali ini tidak tanggung-tanggung, sertifikat rumahku yang akan di pinjamnya. Tentu saja Aku menolaknya mentah-mentah. Sedikit banyak Aku sudah tahu sifat Kakak Iparku itu, yang selalu mengedepankan gaya dan gengsinya.

Jariku bergetar kala mengetik pesan balasan pada Mas Adnan. Hatiku sudah mulai di landa emosi yang begitu hebat, karena sebagai Suami dia lebih mementingkan perasaan Kakaknya, dibandingkan Aku Istrinya.

"Aku bukannya tidak mau membantu Kakakmu, tetapi apa Kamu sudah lupa dengan masalah yang dulu? Mas Irwan pinjam BPKB mobilku untuk mendapatkan pinjaman modal, tetapi malah Aku yang harus membayar setorannya sampai lunas!" tidak ada dalam hitungan detik, pesanku sudah terbaca oleh Mas Adnan.

"Kalau bukan sama Kita, pada siapa lagi dia meminta bantuan? Kamu tidak boleh hitung-hitungan sama Kakak Iparmu sendiri. Kali ini Mas Irwan berjanji akan membayar angsurannya hingga selesai. Karena dia sungguh-sungguh ingin membuka usaha!" balas Mas Adnan, seolah berharap Aku merubah keputusanku.

"Maaf Mas, kali ini Aku tidak bisa membantunya!" Aku tetap kukuh pada keputusanku.

Tanganku sudah lelah mengetik pesan balasan, lalu Aku memutuskan untuk menelpon Mas Adnan. Aku tidak mau masalahnya akan semakin larut. Hari ini Mas Adnan harus pulang, karena Adeva putri kecil Kami terus-terusan menanyakan keberadaan Ayahnya.

Aku terkejut ketika tidak dapat menghubungi nomor ponsel Mas Adnan. Padahal barusan saja Aku berbalas pesan dengannya. Aku mencoba menghubunginya kembali tetapi sama saja, nomornya tidak dapat dihubungi. Aku mencoba berfikiran positif, mungkin saja baterai ponselnya habis.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Mencoba mengatur ritme jantungku yang mulai tidak beraturan. Mataku melirik ke arah jam yang melingkar di tanganku. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Jam kepulanganku masih tersisa beberapa jam lagi. Aku harus tetap profesional, jangan sampai masalah dalam rumah tanggaku di bawa ke pekerjaan.

"Aisha, kok muka Kamu enggak bergairah gitu sih? Kamu lagi ada masalah?" tanya Alma sahabatku di Kantor.

"Enggak kok, Aku lagi kurang fit aja, Al!" jawabku berbohong.

Wajah Alma terlihat menyelidik, seolah tidak puas dengan jawabanku. Dia adalah sahabatku yang paling peduli. Persahabatan Kami sudah berjalan sekitar lima tahun.

"Apa Kamu lagi bingung mikirin kado yang pas buat anniversary hari ini?" tanya Alma.

Tangan kanannya menunjuk tanggal yang dilingkari spidol berwarna merah pada kalender duduk yang berada di atas meja kerjaku.

"Anniversary? ya Tuhan...Kamu benar, Al. Hari ini adalah hari anniversariku dengan Mas Adnan. Kok Aku bisa lupa, ya?" timpalku menyesali diri.

"Ya ampun Aisha sayang, kenapa bisa sampai lupa sih? jangan bilang Kamu juga belum menyiapkan sesuatu untuk merayakannya?" tanya Alma lagi.

Aku menggeleng. Fikiranku tersita dengan masalah yang sekarang di hadapi hingga melupakan hari bersejarah Aku dan Mas Adnan. Tiba-tiba Aku tersenyum kepada Alma, lalu mengusirnya dari meja kerjaku.

"Dasar cewek aneh, bukannya berterimakasih karena sudah di ingatkan hari pentingnya. Ini malah ngusir Aku kayak ayam." Alma bersungut seraya melangkah meninggalkan meja kerjaku.

Aku tertawa tergelak melihat tingkah Alma yang ngambek karena pengusiranku.

Aku segera menghubungi nomor kontak Toko Kue langganan yang letaknya berdekatan dengan Kantor. Hanya sekedar memesan kue cake red velvet kesukaannya Mas Adnan, serta camilan untuk Aldy dan Adeva.

Hatiku berbunga membayangkan moment nanti malam. Semoga saja di malam anniversary ini, Kami bisa berbaikan setelah dua hari berselisih faham.

Dua hari sebelumnya, Aku menghubungi Anto salah satu karyawan Mas Adnan untuk menanyakan keberadaannya. Tetapi informasi yang Aku dapat, Mas Adnan pulang ke rumah Orang tuanya dan ruko tutup selama dua hari. Itu artinya, hari ini Mas Adnan sudah kembali membuka ruko untuk menjalankan bisnis kuliner ayam bakarnya yang sedang maju pesat.

Rasanya tidak sabar menunggu jam kerjaku segera berakhir dan bertemu dengan Mas Adnan. Tetapi realitanya, pekerjaanku tidak selesai tepat waktu. Alhasil, Aku baru bisa keluar dari Kantor pada jam tujuh malam.

"Sha, udah beli sesuatu untuk anniversary malam ini?" tanya Alma tersenyum menggodaku.

"Ini." Aku menunjuk bungkusan besar yang ada dalam genggamanku.

"Aah, gak seru kalau cuma beli kue doang mah. Kenapa enggak beli sesuatu yang bikin Mas Adnanmu itu baper?" cerocos Alma membuatku gemas ingin mencubit pipinya yang cabi.

"Enggak sempat, Al. Semoga saja Mas Adnan suka sama hadiah sederhanaku ini ya!" sahutku.

"Amiin. Ya udah, Aku balik duluan. Kamu hati-hati di jalan dan happy anniversay ya." Alma berucap seraya masuk ke mobilnya.

Tangannya melambai dari balik jendela mobilnya yang melaju perlahan. Aku pun segera masuk mobil dan melajukannya menuju ruko Mas Adnan, yang jaraknya tidak terlalu jauh jika di tempuh dari Kantorku yang hanya membutuhkan waktu setengah jam.

Hatiku kembali berbunga-bunga, membayangkan reaksi Mas Adnan yang mendapatkan kejutan dariku. Menurut buku yang Aku baca, hampir semua orang tidak menolak jika di beri kejutan. Apalagi jika berasal dari orang terdekat.

Aku memacu mobilku sedikit lebih cepat agar tiba di Ruko Mas Adnan tidak terlalu malam. Karena setelah memberi kejutan kepadanya, tentunya Kami harus pulang ke rumah karena Anak-anak pasti sudah menanti kepulangan Kami.

Aku tersenyum melihat ruko Mas Adnan sudah kembali buka, dan dari kejauhan terlihat motor sport Mas Adnan sudah terparkir di tempat biasanya. Mobilku berhenti tepat di depan bangunan ruko dua lantai yang baru satu tahun di kontrak oleh Mas Adnan untuk usaha kuliner ayam bakarnya. Lantai satu di pergunakan untuk usaha kulinernya, sedangkan lantai dua sebagai tempat beristirahat Mas Adnan dan para karyawannya yang berjumlah empat orang.

Aku keluar dari mobil dan membawa plastik besar berisikan kue untuk kejutan pada Mas Adnan. Suasana ruko cukup ramai, keempat karyawan terlihat sibuk sehingga mereka tidak menyadari kedatanganku.

"Waah, kayaknya lagi sibuk nih!" ucapku pada Anto yang sedang sibuk di depan komputer.

Dia karyawan kepercayaan Mas Adnan yang mempunyai tugas sebagai kasir, tetapi terkadang merangkap pramuniaga juga jika pembeli sedang membludak.

Aku sedikit heran melihat reaksinya. Anto terkejut melihatku, wajahnya ketakutan seperti sedang melihat hantu.

"Bapak ada?" tanyaku tidak mempedulikan reaksinya.

"Ba-pak, anu...." Anto terlihat gugup setengah mati.

Aku bingung melihat tingkah aneh Anto, lalu dengan cepat memalingkan pandangan ke arah tiga karyawan lain yang tingkahnya sama anehnya dengan Anto. Mereka saling berpandangan satu sama lain dengan cemas, lalu menundukkan wajah.

"Bapak ada di atas kan?" tanyaku kedua kalinya pada Anto.

"Ba-pak ti-dak ada Bu." Anto menjawab pertanyaanku dengan bibir gemetar.

Aku mencium gelagat yang mencurigakan, lalu tanpa fikir panjang segera menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aku yakin sekali Mas Adnan ada di atas, karena motornya terparkir di luar. Sesampainya di lantai dua, Aku merasa sedikit aneh karena tidak biasanya pintu kamar istirahat Mas Adnan tertutup rapat.

Aku berjalan mendekati pintu kamar, tetapi langkahku terhenti ketika melihat seikat bunga mawar kesukaanku di atas meja yang berada di pojokan kamar. Aku tersipu dan merasa tersanjung. Ternyata Mas Adnan sudah mempersiapkan malam anniversary ini tanpa sepengetahuanku. Aku menghirup aroma bunga mawar yang menyegarkan itu, namun seketika Aku tercekat ketika mendengar suara desahan yang saling bersahutan dari dalam kamar Mas Adnan.

Aku menajamkan telinga, berharap ada yang salah dengan indera pendengaranku. Tetapi semakin Aku berjalan mendekati pintu kamar, suara desahan itu semakin terdengar jelas....

**********************

Komen (2)
goodnovel comment avatar
sri Wahyuni
Kayaknya menarik ceritanya ..lanjut
goodnovel comment avatar
dianrahmat
knp sih gak dikasih judul bab.ales bgt deh ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.2

    Tubuhku gemetar mendengar suara menjijikan itu, karena salah satunya adalah suara milik Suamiku, Mas Adnan. Rasanya tak percaya, jika orang yang berada di dalam kamar itu adalah Mas Adnan. Laki-laki kedua yang menempati relung hatiku setelah Mas Syarif berpulang.Dadaku bergemuruh menahan amarah yang siap meledak bagaikan bom atom. Ingin rasanya Aku mendobrak pintu kamar Mas Adnan dan melampiaskan amarahku kepada dua insan durjana itu. Tetapi hati kecil seolah berkata, agar tidak mengedepankan emosi yang akan merugikan diriku sendiri.Aku harus punya bukti perbuatan mereka yang akan berguna kelak di kemudian hari. Aku berusaha mengatur nafasku yang terasa sesak, seakan dadaku tertimpa batu yang begitu besar. Perlahan Aku menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Terus lakukan berulang, hingga Aku merasa sedikit tenang.Aku mengeluarkan ponsel yang berada di dalam tas kerjaku, berniat merekam yang mereka lakukan berdua di kamar. Aku mencoba mengintip dari celah lubang

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.3

    Akhirnya, dengan terpaksa Aku beranjak dari tempat tidur. Nikmat sekali rasanya memejamkan mata walau sekejap. Kuseret langkah kaki keluar dari kamar menuju ruang tamu. Aku terkejut, ketika melihat seseorang yang tengah duduk di ruang tamu."Mas Adnan," pekikku.Laki-laki yang baru saja menorehkan luka di hatiku itu menengok dengan wajah datar."Kamu jangan kegeeran dulu, Aku kesini cuma mau mengambil semua barang-barangku." Ucapnya seraya bangkit dari tempat duduk dan berkacak pinggang dengan jumawanya."Siapa juga yang kegeeran? baguslah Kamu datang dan mengambil barang-barangmu. Tadinya kalau Kamu tidak datang mengambilnya, akan Aku buang atau dibakar saja sekalian!" ucapku sinis.Mata mas Adnan melotot mendengar ucapanku. Tanpa banyak bicara, dia melangkah lebar menuju kamar Kami, sementara Aku mengikutinya dari belakang. Mas Adnan mengambil kopernya yang tersimpan di atas lemari. Lalu memasukkan semua pakaian dan barang-barang miliknya. Lebih tepatnya barang pemberian dariku."Ayo

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.4

    Aku menuntun Adeva masuk ke kamar dan duduk di atas tempat tidur. Sejak usia tiga tahun, dia memang sudah berpisah kamar denganku. Tujuannya tidak lain agar dia tumbuh menjadi Anak yang lebih mandiri."Ayah enggak pulang, Sayang. Ayah sibuk, karena usaha ayam bakarnya lagi ramai pembeli." Jawabku berbohong, seraya mengelus puncak kepalanya."Terus, kapan Ayah pulang?" tanyanya lagi."Kalau sudah tidak sibuk, secepatnya Ayah akan pulang." Aku berkata seraya tersenyum menghiburnya."Adeva malam ini boleh bobo sama Ibu saja, mau?" tawarku."Yeay, Adeva boleh bobo sama Ibu!" sorak Adeva senang."Tetapi sebelum bobo harus pipis dulu ke kamar mandi ya, biar enggak ngompol!" ucapku seraya tersenyum menggodanya."Adeva sudah tidak ngompol, Bu!" jawabnya polos."Iya deh, Anak Ibu yang cantik ini selain pintar juga sudah tidak mengompol. Tetapi, tetap harus ke toilet dulu ya." Ajakku seraya menurunkannya dari atas tempat tidur.Selesai dari toilet, Adeva naik ke atas tempat tidur sendiri."Bu, A

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.5

    Aku mencoba mengingat suara yang ada di telepon itu. Sangat asing di telingaku. Ditambah, nomor ponselnya pun tidak ada dikontakku."Maaf, ini dengan siapa ya? mungkin Anda salah orang!" jawabku dengan suara hati-hati."Mbak Aisha sudah lupa ya? Aku, Sarah. Wanita yang bersama Mas Adnan semalam!" ucap Wanita itu dengan percaya dirinya.Darahku tiba-tiba mendidih setelah mengetahui identitas si penelpon. Dasar pelakor murahan, berani-beraninya dia menghubungi Istri sah dari selingkuhannya."Mau apa Kamu menghubungiku, Wanita murahan? tidak puas Kamu sudah merebut Mas Adnan dariku?" hardikku dengan penuh emosi.Andai saja Aku dan Wanita murahan itu bertatap muka, pasti sudah Aku tampar wajahnya."Puas enggak ya? mungkin untuk saat ini cukup puas. Secara, hubungan Kami baru seumur jagung, tetapi Mas Adnan sudah membelikanku satu unit rumah mewah secara cash, lho Mbak." Wanita itu berkata seolah sengaja memancing emosiku."Oh ya? apa Kamu tahu, selama ini Mas Adnan itu menikah denganku ha

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.6

    "Hallo Mbak Aisha. Sendirian aja? kasiaaaaan banget sih!” cibir wanita tidak tahu malu itu kepadaku. Sementara laki-laki bermodal dengkul yang berdiri disampingnya, hanya tersenyum sinis. Aku tidak menanggapi mereka, karena takut terpancing emosi. Aku harus tetap menjaga sikap, karena sedang berada di tempat umum. “Mba Aisha mau kemana? kok buru-buru banget. Enggak mau lihat kemesraan Kita berdua lagi?” ucap wanita itu sedikit berbisik ke arahku. Aku menghindarinya, tidak sudi rasanyaberdekatan dengan wanita kotor sepertinya. “Kamu seharusnya belajar kepada Sarah, bagaimana caranya memuaskan Suami dengan baik!” timpal Mas Adnan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Amarah di dalam hatiku berdebur bagai ombak yang sedang pasang. Siap menerjang benda apapun yang menghalangi jalannya. Aku sudah berusaha bersabar, namun mereka membuat emosi terpancing. Saat Aku akan meluapkan amarahku, terjadi sesuatu hal yang tidak terduga. “Hai guys, ini dia pasangan kumpul kebo yang lagi naik daun. Y

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.7

    "Saya kira Mas Adnan sudah menjelaskan kepada Ibu masalah dalam rumah tangga kami," jawabku dengan sopan.Aku sangat menghormati ibu mertuaku, karena sikap beliau selama ini begitu baik."Adnan hanya bilang telah terjadi kesalah pahaman diantara kalian berdua. Itu sebabnya, Ibu datang kesini untuk bertanya langsung kepadamu," jawab Ibu seraya menatapku dengan sorot matanya yang teduh."Kesalah pahaman katanya? Apakah ketika seorang Istri menangkap basah suaminya yang sedang tidur dengan wanita lain itu masih bisa dikatakan kesalah pahaman?" tanyaku kepada Ibu.Wajah ibu sedikit tercengang mendengar pertanyaanku. Berbeda dengan Mas Irwan, dia terlihat biasa saja."A-apa maksudmu Aisha? Adnan berselingkuh?" tanya Ibu seolah tidak percaya anak kesayanganya telah mengkhianati pernikahannya sendiri."Iya Bu. Mas Adnan berselingkuh dengan wanita yang lebih muda dariku. Mereka tidur di ruko tempat usaha Mas Adnan!" tegasku.Kedua netra ibu terlihat mengembun. Sementara wajahnya masih terlihat

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.8

    “Mas Adnan? Apa maksud Kamu?” bentakku tak mau kalah.“Kamu bisa berlaku apapun kepadaku. Tetapi tidak kepada Ibu dan Kakakku. Kamu menantu kurang ajar, karena sudah bersikap tidak sopan kepada Ibu Mertuamu sendiri!” ucap Mas Adnan dengan suara bergetar. Nampaknya dia sedang dilanda emosi.“Memangnya apa yang sudah kulakukan kepada Ibu? tidak ada yang salah. Aku hanya menolak permintaan Ibu memberinya jatah bulanan, karena memang sedang membutuhkan banyak uang untuk proses pengajuan perceraian. Itupun Aku sampaikan dengan cara yang sopan, walaupun sebenarnya Aku sempat tersulut emosi karena sikap Mas Irwan!" sanggahku.“Tetapi bukan berarti Kamu bertindak kasar kepada Ibuku, mendorongnya hingga terjatuh!”“Mendorong? siapa bilang Aku mendorong Ibu? Aku masih bisa menahan emosi untuk tidak berbuat kasar, apalagi kepada Ibu yang sudah berusia lanjut. Walau bagaimanapun, Aku masih menghormati beliau!"“Alaah, Kamu tidak usah mengelak. Mas Irwan yang menjadi saksinya. Sekarang Kamu harus

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.9

    "Bu Aisha, ini Aku Santi!" teriak seorang perempuan dari luar mobil. Aku menelisik wajahnya, karena penerangan di sekitar kurang begitu terang. Benar, dia adalah Santi salah satu karyawan Mas Adnan.Aku segera melepaskan seat belt dan membuka pintu mobil, menghampiri Santi yang sedang menungguku. "Ibu Aisha apa kabar?" tanya seorang gadis cantik bertubuh ramping itu seraya meraih punggung tanganku dan menciumnya takzim. Sudah menjadi kebiasaan semua karyawan wanita Mas Adnan, mencium tangan ketika bertemu denganku."Alhamdulillah, kabar Ibu baik Santi. Kamu sendiri?" tanyaku penasaran."Kalau kabar Saya kurang baik, Bu. Sudah satu minggu ini Saya dan karyawan lain di rumahkan!" jawab Santi lirih"Dirumahkan? maksudmu, rumah makan ini bangkrut?" Aku terkejut hingga membelalakkan mata."Iya, begitulah Bu. Sepertinya karena video Pak Adnan dan selingkuhannya yang sedang melabrak Ibu viral, berimbas sama pengunjung rumah makan!" jawab Santi dengan wajah sedih."Berarti rumah makan tutup

Bab terbaru

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.85(Tamat)

    Aku dan Alma hanya menatap dengan wajah tegang saat melihat Mas akbar melayangkan tinjunya ke wajah Pak Askara. Terdengar erangan kesakitan, bersamaan dengan cairan merah segar yang keluar dari mulutnya. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya, tetapi Mas akbar sepertinya sudah dilanda emosi saat mengetahui semua kebenarannya. Pak Askara menginginkan cinta dariku, seorang wanita yang telah bersuami. Terlebih dia mempermainkan hati wanita yang dicintainya, Alma. Dia menjalin hubungan dengan Alma hanya bertujuan ingin membalaskan sakit hatinya karena mendapatkan penolakan dariku.Beberapa jam sebelumnya, saat Mas Azam berkata akan menemui Pak Askara, aku sangat mengkhawatirkannya. Sehingga lekas menghubungi Mas Akbar untuk meminta bantuannya. Kebetulan dia sedang berada diluar. Namun bersamaan dengan itu, Alma pun datang berkunjung ke rumah. Akhirnya aku mengajaknya serta untuk menyusul Mas Azam dan Pak Askara di tempat yang belum diketahui keberadaannya. Namun kemudian Mas Akbar memberit

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.84

    Aku melangkah lebar meninggalkan Aisha, istriku. Dia melepas kepergian dengan tatapan kosong. Pasti dia khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan karena akan menemui Pak Askara, laki-laki yang menjadi duri dalam rumah tanggaku.Laki-laki yang menginginkan Aisha, padahal dengan jelas mengetahui statusnya telah bersuami.Kami sepakat untuk bertemu di sebuah taman yang terletak di pusat kota. Entah apa yang akan terjadi diantara kami berdua. Seandainya laki-laki itu mengajak menyelesaikan masalah secara jantan, mau tidak mau harus siap meladeninya. Ini semua demi harga diriku dan Aisha.Mobil yang aku kemudikan dengan kecepatan tinggi melesat menembus jalan raya yang cukup padat. Sebenarnya jika menuruti hawa nafsu, emosiku sudah terpancing sejak mendengar percakapannya dengan Aisha. Dia seolah mengancam, akan menghancurkan hati Alma sahabatnya karena tidak menerima cinta laki-laki itu. Sebenarnya memang sudah sejak lama aku menaruh rasa cemburu kepadanya.Bahkan aku hampir saja menyera

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.83

    Aku menepiskan rasa heran karena calon suami Alma tidak berada diantara kami.“Mas, sebaiknya segera pangil ambulance,” ucapku memberi saran kepada Mas Akbar yang sedang menopang tubuh Alma, dia masih belum juga sadarkan diri.“Saya sudah memanggil ambulance, Mbak. Mungkin sebentar lagi datang,” timpal wanita yang dipanggil bu rt oleh Alma.Benar saja, tidak lama kemudian terdengar bunyi sirine yang memecah kesunyian malam. Warga yang berada di sekitar kejadian seketika membubarkan diri saat mobil ambulance perlahan menepi. Salah satu warga yang mengendong Shania pun tengah bersiap menyambut kedatangan kendaraan yang ditakuti oleh beberapa kalangan orang ini.Mas Azam berinisiatif meminta izin untuk mengambil alih Shania, setelah mobil ambulance berhenti tepat di hadapan kami. Dua orang petugas menurunkan brankar untuk membawa pasien. Mas Azam menggendong Shania dan meletakkannya di atas brankar. Setelah mengucapkan terimakasih kepada semua warga yang membantu, Mas Azam, Mas Akbar bes

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.82

    Aku menoleh ke arah sumber suara. Benar saja, sosok laki-laki berpangkat Wakapolres itu duduk bersisian denganku. Seperti biasa, dia melemparkan senyum manis ke arahku. Dia menyapa Adeeva dengan penuh kehangatan dan seperti biasa putriku itu mencium punggung tangan Pak Askara dengan takzim.“Mau setor juga, Pak?” alih-alih menjawab pertanyaannya, aku malah bertanya balik. Pak Askara mengangguk. Lalu dengan semangatnya dia bercengkrama dengan Adeeva. Putri kecilku itu terlihat ceria bersamanya. Putriku termasuk anak yang supel, sehingga mudah akrab dengan siapa saja. Ditambah Pak Askara bukan lagi orang baru baginya.Aku jadi teringat dengan Alma. Apa sebaiknya aku tanyakan mengenai hubungan mereka? Aku mengumpulkan keberanian untuk bertanya kepadanya.“Pak Askara, maaf sebelumnya jika saya lancang bertanya,” ucapku ragu.“Mau bertanya apa, Bu Aisha? Kelihatannya serius ….,” jawabnya seraya tersenyum simpul.Aku sedikit keraguan untuk bertanya hal yang cukup ribadi kepada laki-laki ya

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.81

    Mas Azam mengajak kami semua menuju ruang tunggu. Menurut informasi dari maskapai, perkiraan delay akan berlangsung selama setengah sampai satu jam kemudian. Namun tidak dapat dipastikan, tepat atau malah meleset dari perkiraan.“Bagaimana ini, Hubby? Apa kita harus menunggu, mengganti jadwal penerbangan atau digagalkan saja?” tanyaku dengan wajah cemas.“Sebaiknya kita tunggu saja. Semoga delaynya tidak memakan waktu lama,” jawab Mas Azam menenangkanku.“Iya, Sha kita tunggu aja. Biar nggak bete, lebih baik kita photo-photo dulu. Bagaimana?” tanya Alma memberi ide. Dia terlihat santai dengan kabar delay ini. Alma memang sudah terbiasa bepergian menggunakan pesawat, sementara ini adalah pengalaman pertama bagiku.Kami akhirnya menuruti ide Alma. Berganti-ganti pose mengikuti arahan Alma yang bertindak sebagai photographer dadakan. Dengan tingkah lucunya, dia bisa membuat kami semua tertawa. Bahkan Mas Akbar yang beberapa bulan terakhir bermuram durja, kini sudah bisa tersenyum. Dia se

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.80

    Baru saja aku akan menjawab pertanyaan Abraham, tiba-tiba terdengar bunyi sirine ambulance yang memekakkan telinga. Sontak membuat kami bertiga menoleh ke arah sumber suara. Asisten rumah tangga Mas Akbar berlari membukakan pintu gerbang, ketika bunyi sirine menghilang dan tergantikan oleh suara klakson mobil Mas Akbar.Abraham berjalan menuju halaman rumah, mencari tahu asal suara sirine yang kini sudah tidak terdengar lagi. Detik berikutnya, sebuah mobil ambulance melaju memasuki halaman rumah, disusul kemudian oleh mobil Mas Akbar yang mengikuti dari belakang. Dua orang petugas turun dari mobil ambulance dan menurunkan brankar yang diatasnya terdapat keranda berselimutkan kain berwarna putih. Mas Akbar turun dari mobil dan berlari kecil menyusul kedua petugas itu.Jantungku berdegub kencang menyaksikan pemandangan ini. Mas Azam yang berada bersisian denganku turut membantu mendorong brankar memasuki rumah. Sementara Abraham terlihat bingung dengan situasi yang terjadi. .Setelah men

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.79

    “Asalkan apa, Abraham?” tanyaku penasaran.“Asalkan Mama normal seperti yang lainnya!” jawab Abraham tegas.Aku terdiam mendengar jawaban Abraham. Dia mewarisi sifat keras kepala seperti ibunya. Sementara Mas Akbar juga terdiam mendengar jawaban putra semata wayangnya. Mobil terus melaju menembus jalan raya yang terlihat sedikit ramai oleh para pengendara yang berlalu lalang. Ditambah cuaca yang sedikit terik, membuat cadangan oksigen di dalam mobil terasa berkurang.Mobil yang dikemudikan Mas Azam akhirnya tiba di polres kota. Aku sudah menyiapkan diri jika seandainya bertemu dengan Pak Askara. Kejadian sebelumnya akan menjadi pelajaran untukku. Jangan sampai terjadi kesalah pahaman lagi antara Mas Azam dan Pak Askara.Mas Akbar mendahului dengan menghampiri petugas yang berjaga dan menyampaikan maksud dan tujuan kami. Setelah melengkapi semua prosedur untuk jadwal kunjungan, kami dipersilakan untuk menuju ruang khusus yang tersedia dan terletak di bagian belakang Polres. Letaknya ya

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.78

    Aku memasuki villa terlebih dahulu. Tidak sabar untuk mencari keberadaan Mas Azam. Berkeliling memeriksa satu persatu ruangan yang berada di lantai bawah. Napasku memburu seiring berpacu dengan waktu, khawatir Mbak Nisa kembali ke villa ini. Namun seberapa keras mencari, sosok yang aku harapkan tidak kunjung kutemukan. Sementara itu, Mas Akbar dan Alma naik ke lantai atas untuk ikut membantu mencari Mas Azam. Namun tidak lama kemudian mereka pun turun."Ruangan atas kosong Dek, tidak ada seorang pun.” Mas Akbar melaporkan hasil pencariannya. Sementara Alma mengangguk membenarkan laporan kakakku.“Di semua ruangan bawah juga tidak ada, Mas. Sepertinya Mbak Nisa sengaja menjebak kita, Mas,” ucapku mengungkapkan kecurigaan. “Sepertinya begitu, Dek. Nisa bukan wanita yang bodoh, pasti dia sudah mengetahui rencana kita," jawab Mas Akbar sependapat denganku. “Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Mas? Perasaanku semakin tidak enak. Aku mengkhawatirkan keadaan Mas Azam.” Aku beruc

  • Talak di Malam Anniversary   Bab.77

    Aku tidak hentinya tertawa.Ya ... menertawakan kebodohan mereka. Apa mereka pikir, sebodoh itu sehingga tidak mengetahui tindakan mereka yang menguntitku?Tidak semudah itu mereka mengalahkan seorang Annisa Putri Rahmawati Muttaqin. Seorang putri pemilik pondok pesantren terkenal di daerah Jawa Tengah. Kecerdasanku yang berada di atas rata-rata terbukti sejak masih duduk di bangku SD selalu meraih gelar juara kelas, bahkan hingga menyelesaikan gelar S1 dengan predikat cumelaude.Namun sayang, harapanku untuk mendapatkan beasiswa dan melanjutkan sekolah S2 ke Mesir terhalang restu kedua orangtua. Mereka tidak merestui karena penyakit yang aku derita. Bipolar disorder. Penyakit yang begitu asing ditelinga, tetapi berhasil menghancurkan semua mimpiku. Aku merupakan sosok wanita yang ambisius dalam segala hal. Selalu ingin menjadi orang nomor satu di kehidupan, karena sejak lahir sudah terbiasa dinomor satukan dalam keluarga karena aku adalah anak tunggal.Lingkungan keluargaku sangat ag

DMCA.com Protection Status