Share

Bab 4

Author: Nelda Friska
last update Last Updated: 2022-11-22 15:31:29

"Mas, kami harus pulang. Kasihan Abyan baru sembuh dan dia harus banyak istirahat. Soal yang kita bahas tadi, Mas bisa menemuiku besok di sini. Mas tidak perlu merasa tidak enak. Aku benar-benar sudah siap untuk mendengar kata talak dari Mas." Haifa berujar lirih, mungkin ia tidak ingin pembicaraan kami sampai didengar Abyan.

Anak itu memilih menjauh dariku dan kembali menghampiri neneknya. Meski hati ini teramat kecewa, tetapi aku harus bisa mengerti akan keadaan Abyan. Putraku pasti merasa rendah diri karena keadaannya. Padahal, aku sangat ingin berlama-lama dengannya. Tidak bisa aku tepis perasaan haru ketika tangan ini berhasil menyentuh tangan mungilnya.

"Mau aku antar? Kasihan Abyan kalau harus berjalan kaki. Rumah kamu gak jauh dari sini kan?" tawarku.

"Lumayan jauh, tapi gak usah, Mas. Kami sudah terbiasa berjalan kaki," tolaknya.

"Aku permisi," imbuhnya sebelum aku sempat mencegah. Entah kenapa lidah ini selalu saja terasa kelu jika ingin menawarkan sesuatu untuk Haifa. Hingga tanpa sadar mereka sudah menjauh dari pandangan. Haifa mendorong gerobak dan di sampingnya, Abyan berjalan dituntun oleh wanita yang ia sebut Nenek. Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan. Istri dan anakku harus hidup sederhana sedangkan aku tinggal di rumah mewah dengan segala fasilitas yang lengkap.

Tak terasa setetes bulir bening lolos dari netra ini. Rasanya, ingin aku mengejar mereka dan membawanya pulang ke Jakarta. Akan tetapi, lagi-lagi ego dalam diri menolak untuk melakukannya.

Ponsel yang bergetar dalam saku celana mengalihkan fokus ini dari Haifa dan Abyan. Melihat nama Nesya yang tertera di layar membuatku menyadari sesuatu. Aku lupa belum menghubunginya sejak kemarin dan ia pasti akan merajuk karenanya.

"Hallo, Sayang."

[Kamu ke mana saja? Kenapa dari kemarin gak menghubungi aku?]

Nesya langsung mencecarku.

"Aku masih di Bogor. Maaf ya, semalam pulang dari rumahnya Andi aku langsung tidur. Cape banget."

[Aku kangen, tahu! Kirain kamu nemu cewek cantik di sana terus lupa sama aku!]

Nah kan, dia merajuk.

"Enggaklah. Ngapain nyari cewek lain kalau pacarku saja cantiknya kebangetan," godaku. Aku yakin, wajahnya di seberang sana kini pasti tengah merona.

[Aish! Masih sempat-sempatnya menggombal! Oh ya. Lusa aku pulang. Kamu jadi pulang besok kan?]

"Belum tahu." Aku menjawab ragu.

[Kok gitu? Katanya di sana gak bakalan lama. Pokonya aku gak mau tahu. Kalau aku pulang nanti kamu sudah harus ada di Jakarta!]

"Oke, nanti aku usahakan."

[Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya. Kamu di sana hati-hati ya. Jaga hati kamu dan jangan coba-coba melirik cewek lain! Love you.]

"Love you too."

Sambungan terputus. Mata ini kembali menoleh ke arah Haifa dan Abyan yang tengah berjalan menuju rumah mereka. Perasaan hampa seketika menyeruak ketika mendapati mereka sudah tidak ada di sana. Bayang kesedihan Abyan kembali melintas dalam ingatan. Putraku yang malang. Harus mengalami kecacatan dari lahir di tengah keadaan hidup yang penuh kesederhanaan. Tiba-tiba saja satu pemikiran terlintas dalam benak ini.

Pernahkah Abyan bertanya tentang ayahnya?

"Tunggu Papa siap, Nak. Papa pasti membawamu pulang ke Jakarta," gumamku sebelum beranjak dari tempat ini.

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

"Gan, sorry banget. Gue harus balik hari ini karena tiba-tiba saja Papa nyuruh gue pulang. Katanya ada yang urgent di perusahaan. Lo mau balik sama gue atau nanti saja?" Bayu bertanya sambil membereskan beberapa helai pakaian ke dalam tas miliknya.

Harusnya memang aku pulang hari ini mengingat besok Nesya akan kembali dari Bali dan aku harus sudah berada di Jakarta. Namun entah mengapa seakan ada sesuatu yang menahanku agar lebih lama di sini. Selain karena urusanku dengan Haifa belum selesai, tak bisa kupungkiri hati ini merindukan Abyan. Ingin melihat kembali wajah bocah kecil itu saat tertawa, dan aku harap kali ini aku-lah alasan dia melakukannya.

"Gue pulang besok saja, Bay. Ada sesuatu yang harus gue urus di sini."

"Soal Haifa? Lo belum menjatuhkan talak untuk dia kan?" tanyanya dengan mata yang memicing tajam.

"Belum. Entah kenapa tiba-tiba saja gue ragu. Gue--"

"Kenapa? Lo kasihan sama dia?" tebaknya.

"Salah satunya iya. Tapi ada sesuatu yang ternyata selama ini gue gak tahu dan ini sangat mengejutkan buat gue," terangku sambil menghela napas berat. Rasanya selalu sesak jika mengingat kondisi Abyan.

"Apa? Jangan bilang--"

"Gue punya anak dari Haifa."

"What?!" Bayu memekik. "Lo serius?"

"Masalah kayak gini masa iya gue becanda, Bay. Gue juga baru tahu kemarin. Gak lama setelah Lo pulang, anak itu datang dan manggil Haifa dengan sebutan Bunda. Dan yang paling membuat gue makin merasa bersalah, ternyata dia ... dia cacat," lirihku seraya memejamkan mata. Buliran bening akhirnya menetes dari kedua netra ini.

"Dia buta, Bay. Anak gue buta." Aku tergugu.

Usapan di bahu aku rasakan. Bayu duduk di sebelahku sambil berucap. "Lo yang sabar. Setelah Lo tahu kenyataan ini, apa Lo masih ingin menceraikan Haifa? Sadar, Gan. Jangan Lo buat kesalahan Lo sama dia makin bertambah banyak. Ingat, hukum tabur tuai itu ada. Jangan sampai lo menyesal setelah Haifa serta anak lo pergi makin jauh dan Lo gak bakal bisa menemui mereka lagi. Sudahi hubungan Lo dengan Nesya karena ada seseorang yang berhak atas cinta dan kasih sayang dari Lo selain pacar Lo itu. Ingat baik-baik pesan gue."

Bayu menepuk bahu ini sebelum beranjak meninggalkanku yang masih termangu. Meninggalkan Nesya? Tentu saja tidak semudah itu. Namun, aku pun tidak ingin sampai kehilangan Abyan. Bisakah Nesya menerima kehadiran putraku dan menjadi ibu sambung yang baik untuk Abyan?

Semoga saja.

Akhirnya kuputuskan untuk menunda kepulangan ke Jakarta. Aku akan menemui Abyan untuk sekedar melepas rindu sebelum aku kembali meninggalkannya di sini.

Pagi sekali aku sudah bersiap menuju tempat Haifa berjualan. Bayu sendiri sudah pulang setelah menyempatkan sarapan di Hotel terlebih dahulu. Senyum ini terus mengembang, mengingat sebentar lagi akan bertemu putraku. Kali ini aku bertekad untuk membujuk anak itu agar mau bermain denganku.

Aku hampir sampai di lokasi tempat Haifa berjualan. Kupercepat langkah karena diri ini sudah tidak sabar. Namun, alangkah terkejutnya ketika aku melihat tempat itu ternyata kosong. Tidak ada gerobak milik Haifa yang mangkal di tempatnya. Ke mana dia? Apa mungkin Haifa pergi lagi karena tidak ingin bertemu denganku?

"Maaf, Pak. Saya ingin menanyakan penjual nasi uduk yang biasanya mangkal di sini. Kenapa hari ini dia tidak jualan?" tanyaku kepada salah satu pedagang di sana.

"Haifa?"

"Betul."

"Dia memang tidak jualan. Katanya semalam si Abyan demam lagi."

"A-pa? Abyan sakit?" Aku mendadak cemas.

*

*

Bersambung.

Related chapters

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 5

    Pov Haifa"Fa, pria tadi itu beneran teman kamu? Kok Ibu baru melihatnya sekarang." Bu Wanti bertanya ketika kami tiba di rumah dan kini tengah duduk di kursi rotan yang berada di teras depan. Abyan sengaja aku suruh untuk beristirahat karena keadaannya yang belum pulih setelah kemarin putraku itu terserang demam. Bu Wanti sudah kuanggap seperti Ibu kandung sendiri. Pertama kali aku datang ke kota ini, dialah yang membantuku mencarikan kontrakan yang tidak jauh dari rumahnya. Wanita paruh baya itu adalah seorang janda dengan satu anak. Suaminya meninggal tiga tahun yang lalu karena penyakit jantung yang dideritanya. Hingga saat ini, Bu Wanti selalu ada jika aku sedang membutuhkan pertolongan. Termasuk menawarkan diri untuk menjaga dan mengantar Abyan ke sekolah ketika aku sedang berjualan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Bu Wanti mengandalkan uang pensiun suaminya yang dulu bekerja sebagai Guru di Sekolah Menengah Atas. Ditambah kiriman dari putranya yang bekerja sebagai TNI yang

    Last Updated : 2022-11-22
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 6

    Aku berjalan tergesa di sepanjang koridor rumah sakit. Si pedagang yang aku tanyai, berbaik hati mengantarku ke kontrakan milik Haifa. Di sana aku pun diberitahu tentang rumah sakit tempat Abyan dirawat oleh pria paruh baya yang mengaku sebagai ketua RT setempat.Kamar Abyan berada di deretan ruang kelas 2. Aku bergegas ke sana, ingin segera memastikan bahwa keadaan putraku tidak separah yang kutakutkan. "Mas Gani?" Haifa terlihat terkejut melihat kedatanganku. Mata bulatnya makin melebar ketika aku bertanya tentang Abyan."Bagaimana kondisi Abyan?""Dari mana Mas tahu Abyan dirawat di sini?" Dia malah balik bertanya."Dari tetangga kamu. Bagaimana kondisinya sekarang?""Alhamdulillah sudah lebih baik. Panasnya juga sudah turun. Kemungkinan nanti siang bisa pulang," terangnya."Boleh ... aku melihatnya?" tanyaku ragu. "Hari ini kemungkinan aku akan pulang ke Jakarta. Aku ingin bertemu Abyan terlebih dahulu sebelum berangkat.""Boleh, Mas. Silakan. Tapi Abyan masih tidur."Haifa memb

    Last Updated : 2022-12-13
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 7

    Seharusnya, kini aku sudah berada di Jakarta dan tidur di ranjang empuk milikku, bukan meringkuk di atas karpet tipis seperti ini. Atau paling tidak, aku kembali ke Hotel supaya tidurku terasa lebih nyaman di sana. Bukan di sini, di rumah sempit yang hanya memiliki satu kamar.Ya, seharusnya memang seperti itu. Namun, entah mengapa hati ini rasanya berat untuk meninggalkan Haifa dan Abyan. Aku ingin membantu Haifa menjaga putra kami di saat tengah sakit. Hal yang seharusnya aku lakukan dari bertahun-tahun lalu. Haifa menolak ketika aku mengajaknya pulang ke Jakarta. Akan tetapi, bukan Gani namanya jika aku tidak bisa memaksa dia untuk ikut. Dengan status suami yang masih aku sandang, bisa kujadikan senjata untuk menekan wanita penurut seperti dia. Alhasil, Haifa bersedia ikut dengan catatan tidak ingin berlama-lama di Jakarta. Aku iya-kan saja, toh tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Aku sudah memutuskan untuk mempertemukan Haifa dan Abyan dengan orang tuaku. Mere

    Last Updated : 2022-12-13
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 8

    Setelah drama yang sempat terjadi karena Bu Wanti tidak mengizinkan Haifa dan Abyan ikut bersamaku ke Jakarta, akhirnya di sinilah kami sekarang. Di dalam mobil dengan aku dan Haifa yang duduk di depan dan Abyan di belakang. Haifa sempat menawarkan kepada putra kami untuk duduk di depan saja. Namun, jawaban yang Abyan berikan sangat menohok hingga membuat kami langsung terdiam."Percuma Abyan duduk di depan. Abyan kan gak bisa melihat apa pun," katanya dengan raut sedih yang sangat kentara.Aku dan Haifa saling pandang, kemudian larut dalam pikiran masing-masing. Kami sama-sama memilih diam hingga Abyan terlelap dengan sendirinya di bangku belakang. Di sepanjang perjalanan, pikiran ini terasa makin was-was. Aku memikirkan bagaimana reaksi Mama dan Papa saat aku pulang membawa Haifa dan Abyan. Dengan kondisi putraku yang seperti ini, akankah mereka bisa menerima cucunya? Belum lagi dengan Nesya yang pasti merasa syok setelah kuberitahu bahwa aku memiliki seorang anak dari Haifa. Enta

    Last Updated : 2022-12-13
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 9

    Aku duduk bersimpuh di depan Papa yang masih terlihat marah. Setelah dua kali pukulan yang ia layangkan di wajah ini, Papa duduk di sofa yang terdapat di ruang kerjanya. Dada Papa terlihat naik turun, pun dengan tangannya yang masih mengepal di atas paha pria yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah setengah abad itu.Aku tidak mampu melawan atau membela diri. Aku cukup sadar bahwa semua yang terjadi memang salahku. Kepergian Haifa, kehadiran Abyan yang tidak diketahui olehku dan keluargaku, juga kemarahan Papa yang sepertinya sudah saatnya meledak setelah beberapa tahun ia menahan diri untuk tidak menghajar putranya ini. Papa memang hampir melayangkan tamparan beberapa kali ketika memergoki diriku bersama Nesya di kantor. Namun, pria yang sangat aku hormati itu mengurungkan niat dan berkata."Sejak kamu kecil, Papa tidak pernah satu kalipun memukulmu. Papa terlalu sayang padamu hingga apa saja yang kamu inginkan akan Papa kabulkan. Tapi Papa sadar ternyata cara Papa mendidik k

    Last Updated : 2022-12-13
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 10

    "Nes, kita sudahi saja hubungan ini. Aku mau kita putus."Nesya melepas pelukannya dari pinggang ini. Wanita yang sudah menjadi kekasihku selama empat tahun tersebut perlahan mundur seraya menggeleng lemah."Jangan becanda, Mas. Ini gak lucu." Nesya tersenyum sumbang."Aku tidak sedang becanda. Aku memang ingin mengakhiri hubungan kita.""Tapi kenapa?" Kini, nada suara Nesya mulai meninggi. "Aku ... aku sudah menemukan Haifa dan ternyata aku memiliki seorang anak darinya.""A-apa? Anak?" Nesya menggeleng tak percaya. "Gak mungkin. Bukannya kamu bilang selama pernikahan kalian, kamu tidak pernah menyentuhnya?""Aku memang tidak pernah menyentuh Haifa selain malam itu. Malam di mana aku pulang dalam keadaan mabuk dan melihat dia itu dirimu. Aku tidak pernah menyangka jika kejadian satu malam itu akan menumbuhkan benih di rahimnya. Anak itu sudah berusia hampir delapan tahun dan selama itu pula aku tidak mengetahui keberadaanya. Sebagai seorang ayah, aku sangat merasa bersalah. Aku ingi

    Last Updated : 2022-12-13
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 11

    "Bunda, ayok kita pulang."Lagi, Abyan merengek sambil mengguncang lengan Haifa. Aku tidak tahan lagi untuk memeluk putraku yang pasti tengah kecewa setelah mendengar perbincangan kami. Aku dekati dia dan duduk bersimpuh di depannya. Kutatap dia yang makin mengeratkan genggaman pada lengan bundanya."Nak, Papa minta maaf. Kemarin Papa belum bilang karena takut Abyan belum siap menerima Papa, bukan karena Papa malu mempunyai anak seperti Abyan," ucapku sembari berusaha meraih bahunya, tapi di luar dugaan, Abyan menepis tangan ini dengan sedikit kasar setelah berhasil memegangnya."Om pasti bohong. Om malu kan punya anak kayak Abyan?""Tidak, Nak, Papa sama sekali tidak malu." "Bunda, Abyan gak mau di sini. Abyan gak mau ketemu sama Om Gani lagi." Abyan terus merengek."Panggil, Papa, Nak. Jangan panggil Om." Aku tergugu. Rasanya sakit sekali mendapat penolakan dari putraku sendiri. "Haifa, tolong katakan pada Abyan kalau aku sangat menyayanginya." Aku memohon kepada Haifa yang sedari

    Last Updated : 2022-12-14
  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 12

    Hening. Malam mulai merangkak naik dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku masih duduk di balkon kamar sembari menyesap sebatang rokok yang hampir habis. Mata ini tak jua terpejam padahal tubuh sangatlah lelah dan minta diistirahatkan. Bayang wajah Haifa dan Abyan terus memenuhi kepala ini. Penolakan dari keduanya membuatku seolah menjadi manusia tidak berguna. Tidak dibutuhkan dan tidak diinginkan.Apakah seperti ini yang dirasakan Haifa saat dulu aku menolak kehadirannya? Sakitnya tak bisa tergambar oleh kata-kata. Ah, mungkinkah ini yang dinamakan karma?Ponsel yang sedari tadi siang terus bergetar sama sekali tak kuhiraukan. Nama yang sama terus saja muncul di layar dan aku tidak berniat untuk mengangkatnya. Nesya, wanita itu pasti ingin menanyakan keputusanku tentang hubungan kami. Akan tetapi, aku sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya demi mendapatkan kembali hati istri dan anakku. Sesakit apa pun rasa ini karena harus berpisah dengan orang yang dici

    Last Updated : 2022-12-14

Latest chapter

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 34

    "Bunda!"Aku dan Haifa terperanjat. Kami sama-sama menjauhkan diri ketika suara Qinara terdengar begitu nyaring. Aku menghela napas kasar. Baru saja kami akan bermesraan, harus kembali ditunda karena teriakan putri kami. "Buka dulu pintunya. Aku mau pakai baju," bisik Haifa sambil terkekeh. "Gak jadi lagi?" Aku memasang raut sendu. "Ya ... habisnya gimana." Haifa menaikan sebelah alis. Ah, aku suka gayanya yang seperti itu. Ingin sekali aku menerkam dan memenjarakan tubuhnya, tetapi harus kutahan karena Qinara kembali berteriak memanggil bundanya. "Bunda!""Sebentar, Sayang!" Haifa menyahut. "Cepat buka pintunya, Mas. Kasian Qinara.""Iya, Sayang. Tapi nanti kalau Qinara sudah tidur, kita lanjut lagi, ya."Haifa mengangguk. Aku tersenyum lebar kemudian mencuri satu kecupan di pipinya yang merona. "Mas!""Hmm?""Pakai dulu bajunya!"Oh, ya Tuhan! Aku lupa sedang bertelanjang dada. Bergegas kukenakan lagi pakaian karena gedoran disertai teriakan dari luar makin mengencang. Membuk

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 33

    Kabar tentang Bu Wanti sangat membuat kami terkejut. Tanpa membuang waktu, hari itu juga kami berangkat ke Bogor untuk melihat keadaannya. Menurut cerita salah satu tetangga di sana, Bu Wanti terpeleset di kamar mandi hingga jatuh. Mungkin karena kondisinya yang sedang tidak enak badan, Bu Wanti kurang berhati-hati hingga terjadilah insiden itu. Kondisinya yang kritis membuat Ibu dari Akram itu tidak bisa bertahan lebih lama. Beliau meninggal setelah sebelumnya memberi amanat yang membuat kami terkejut. Beliau ingin mendonorkan matanya untuk Abyan sebagai ungkapan rasa sayang terakhir untuk putraku itu. Beruntung Bu Wanti sempat bertemu Dengan cucunya yang baru lahir ke dunia. Sebelum kabar ini kami dengar, Bu Wanti sempat datang ke rumah orang tuaku untuk menengok Qinara. Di sinilah kami sekarang. Di rumah sakit, menunggui Abyan yang sedang menjalani operasi. Menurut Dokter, kualitas mata Bu Wanti masih terbilang sehat dan bisa didonorkan. Tindakan operasi pun segera dilaksanakan s

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 32

    "Kamu yang sabar. Beri Haifa waktu untuk berpikir sebelum dia memutuskan mau menerima kamu atau tidak."Papa menepuk pundak ini kemudian duduk di sampingku. Pria yang baru saja menggendong cucu keduanya itu pasti memahami perasaanku saat ini. Sebenarnya tidak masalah jika Haifa meminta waktu untuk berpikir. Akan tetapi, entah mengapa diri ini begitu takut kehilangan dia untuk yang kedua kalinya. Aku tidak ingin lagi berpisah atau bahkan melihat Haifa bersanding dengan pria lain karena Haifa adalah satu-satunya wanita yang mampu membuatku sampai se-gila ini. "Ya, Pa. Aku paham dia masih ragu padaku. Aku akan berusaha sabar menunggu meski sebenarnya, aku takut dia akan menolakku karena ... ya, Papa pasti tahu alasannya."Papa mengangguk. "Ya, Papa tahu. Tidak mudah baginya menerima pria yang pernah menyakitinya," ujarnya membenarkan."Ngomong-ngomong, kondisi teman kamu bagaimana? Apa dia baik-baik saja?" Pertanyaan Papa membuatku hampir saja mengumpat. Aku melupakan Sani yang entah s

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 31

    "Gani, kamu mau ikut Papa atau tetap di sini?"Pertanyaan Papa menyadarkan aku dari keterpakuan. Kabar Haifa yang akan melahirkan membuatku bertambah tidak tenang. Andai saja bisa, aku ingin mendampingi dan memberinya dukungan hingga prosesnya lancar. Namun, teringat Sani yang masih ditangani, aku pun dilanda bimbang. Aku tidak mungkin meninggalkan Sani sendirian tanpa ada yang menungguinya. Apalagi, aku merasa harus bertanggung jawab karena secara tidak langsung, aku-lah penyebab Sani seperti ini. "Gani, kok malah melamun?""Eh, i-iya, Pa. Sebenarnya aku ingin ikut ke sana tapi temanku tidak ada yang menjaga. Nanti kalau aku sudah memastikan dia baik-baik saja, aku pasti menyusul Papa," jawabku akhirnya memilih memastikan kondisi Sani terlebih dahulu."Baiklah, kalau begitu Papa ke sana dulu.""Iya, Pa."Setelah kepergian Papa, aku kembali duduk di kursi tunggu dengan gelisah. Meski ragaku ada di sini, tetapi hati tetap memikirkan Haifa. Bagaimana perasaannya ketika melahirkan tanpa

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 30

    "Jangan becanda, Mas. Gak lucu!"Perkataan Haifa masih saja terngiang di telinga ini. Katanya, aku becanda? Apa dia sama sekali tidak melihat keseriusan di wajahku saat mengatakannya? Tangan ini memukul stir kemudi beberapa kali. Jujur saja, hati ini rasanya sakit saat mendengar Haifa justru menganggap pengakuanku sebagai sebuah lelucon. Dulu, aku memang pria brengsek yang telah tega menyakitinya. Namun setelah semua yang terjadi, aku selalu berusaha untuk memperbaiki diri agar bisa menjadi pria yang pantas untuk menjadi imam dari wanita seperti dirinya."Kenapa kamu gak ngerti juga, Fa. Aku itu mencintai kamu, bukan wanita lain." Lagi, tangan ini mendarat cukup kencang di atas stir kemudi.Setelah cukup lama berdiam diri di parkiran, aku menghidupkan mesin mobil untuk kembali ke kantor. Meski diri ini yakin tidak akan bisa fokus pada pekerjaan, tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk tetap konsisten pada apa yang sudah menjadi tanggung jawabku.Benar saja, jangankan fokus, melihat

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 29

    "Tante Sani ini ... bukan calon istri Papa, kan?"Aku terperangah mendengar pertanyaan Abyan. Calon istri? Bagaimana mungkin putraku bisa menebak sampai sejauh itu? Aku melirik ke arah Haifa juga Mama dan Papa. Ketiga orang itu pun sepertinya sama terkejutnya denganku. Akhirnya, aku hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepala."Kok Abyan ngomongnya gitu? Tante Sani ini cuma teman Papa. Dia datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Papa membawanya ke sini biar Opa sama Oma, terus Abyan juga gak salah paham. Abyan ngerti kan?"Anak itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. Seulas senyum pun kembali mengembang di bibirnya. "Abyan kira, Papa gak pulang- pulang dan betah di sana karena ada Tante Sani. Biasanya kalau orang sampai lupa pulang itu karena ada sesuatu yang membuatnya betah dan ingin tinggal lebih lama. Iya kan, Oma?"Putraku ini memang anak yang cerdas. Pemikiran Abyan terbilang kritis untuk anak seusia dirinya. Meski dia baru bertemu dengan Sani sekarang,

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 28

    "Mas, aku harus bagaimana? Bapak ninggalin aku sendirian. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Bapak. Aku--"Sani terus meracau dalam pelukanku. Kudekap ia lebih erat, demi memberinya kekuatan setelah ayahnya meninggalkan gadis ini untuk selamanya. Ya, begitu aku dan Sani sampai di rumah, Pak Warman sudah tidak bernyawa. Sani sempat histeris dan mengguncang tubuh ayahnya dan dengan sigap aku menenangkan gadis itu. Entah karena kebetulan atau memang sudah takdir, dua wanita yang menempati posisi masing-masing di hati ini tengah berduka. Haifa ditinggalkan oleh suaminya dan Sani oleh sang ayah. Kini keduanya berada dalam kondisi berkabung. Akan tetapi, tentu saja aku tidak bisa memeluk Haifa ketika memberinya semangat karena entah mengapa, selalu terasa ada jarak yang membentang di antara aku dan dia. Meninggalkan Sani yang kini hidup sebatangkara bukanlah pilihan yang tepat. Apalagi Juragan Karta masih saja berusaha untuk menjadikan gadis itu istri ketiganya. Tidak ada pili

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 27

    Memilih antara Haifa dan Sani adalah hal yang paling sulit kulakukan. Kedua wanita itu mempunyai tempat tersendiri di hati ini. Namun, tentu saja aku tidak bisa merengkuh keduanya dalam satu waktu karena hal itu tidaklah mungkin bisa kulakukan. Akhirnya, di sini lah aku sekarang. Di rumah sakit bersama Abyan juga orang tuaku, menunggu Haifa yang sedang diperiksa. Untuk membantu Sani, aku sudah meminta salah satu anak buahku di sana untuk menemuinya ke rumah sakit dan menyelesaikan segala urusan di sana, termasuk soal biaya administrasi.Aku duduk dengan gelisah, takut terjadi sesuatu pada mantan istriku yang masih tidak sadarkan diri. Begitu berat cobaan yang Haifa hadapi selama ini. Ditinggalkan suami ketika seharusnya Mereka tengah menikmati suasana pengantin baru, pasti sangatlah menyesakkan. Memang, sudah menjadi resiko bagi istri seorang abdi negara yang harus siap dengan kemungkinan terburuk setiap suaminya berangkat bertugas. Namun, satu hal yang pasti, Akram gugur dalam keadaa

  • Talak Yang Tertundaย ย ย Bab 26

    Kabar dari Mama tentang Haifa benar-benar membuatku gelisah. Tanpa pikir panjang, aku gegas mempersiapkan diri untuk pulang ke Jakarta. Aku ingin melihat kondisi Haifa yang kata Mama tidak sadarkan diri setelah mendengar kabar tentang Akram yang kemungkinan gugur saat bertugas di negara yang saat ini tengah rawan konflik. Memang belum ada konfirmasi lagi dari sana. Akan tetapi, keluarga tetap harus bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk sekalipun."Mas jadi pulang ke Jakarta?"Sani yang tengah menungguku di teras rumah berdiri ketika melihatku membawa tas berisi pakaian. Wajah wanita itu ditekuk entah karena apa. Mungkin ia tidak rela aku meninggalkannya di sini. "Iya. Aku harus memastikan Haifa baik-baik saja. Aku juga khawatir pada Abyan karena bundanya tengah bersedih," jawabku sembari berjalan menuju mobil. Sani mengikutiku. Setelah memasukkan tas ke dalam bagasi mobil, aku menghampiri gadis itu yang tengah memperhatikan gerak gerik-ku."Aku berangkat dulu. Kamu jaga diri

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status