Share

Bab 12

Penulis: Nelda Friska
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hening. Malam mulai merangkak naik dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku masih duduk di balkon kamar sembari menyesap sebatang rokok yang hampir habis. Mata ini tak jua terpejam padahal tubuh sangatlah lelah dan minta diistirahatkan. Bayang wajah Haifa dan Abyan terus memenuhi kepala ini. Penolakan dari keduanya membuatku seolah menjadi manusia tidak berguna. Tidak dibutuhkan dan tidak diinginkan.

Apakah seperti ini yang dirasakan Haifa saat dulu aku menolak kehadirannya? Sakitnya tak bisa tergambar oleh kata-kata. Ah, mungkinkah ini yang dinamakan karma?

Ponsel yang sedari tadi siang terus bergetar sama sekali tak kuhiraukan. Nama yang sama terus saja muncul di layar dan aku tidak berniat untuk mengangkatnya. Nesya, wanita itu pasti ingin menanyakan keputusanku tentang hubungan kami. Akan tetapi, aku sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya demi mendapatkan kembali hati istri dan anakku.

Sesakit apa pun rasa ini karena harus berpisah dengan orang yang dici
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mael Julius
ngga ad terfikir sm Oma opa nya untuk periksa atau konsultasi kemungkinan Abyan bisa melihat lg
goodnovel comment avatar
Cty Nurfatihah Kastik
ceritanya bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Talak Yang Tertunda   Bab 13

    "Boleh saya bergabung di sini?" Nesya mengulang pertanyaan ketika kami hanya diam. Aku terlalu kaget dengan kedatangannya di tempat ini. Aku takut Nesya akan berbuat nekat apalagi ada Abyan di sini. Putraku tidak boleh tahu siapa Nesya. Aku tidak ingin Abyan makin kecewa padaku dan mejauh dariku."Silakan, tapi maaf kami sudah selesai dan sebentar lagi harus pulang." Mama menjawab dengan nada yang terkesan dingin."Tidak apa, Tante." Nesya tersenyum simpul, matanya melirik ke arah Abyan. "Hai anak ganteng. Ini pasti Abyan kan?" "Iya, Tante." "Kenalkan, nama Tante, Nesya. Tante ... temannya papa kamu." Nesya melirik sekilas ke arahku. Tangannya terulur ke arah Abyan, tetapi tentu saja putraku tidak menyambutnya.Dahi wanita itu mengernyit. "Abyan gak mau bersalaman sama Tante?" tanyanya."Nes, pergilah. Aku mohon jangan membuat keributan," desisku dengan tangan yang mengepal. Aku teramat takut wanita ini akan mengatakan sesuatu yang membuat putraku bersedih. "Aku gak akan membuat k

  • Talak Yang Tertunda   Bab 14.

    "Apa, Ma? Haifa pulang ke Bogor? Bukankah dia sudah setuju untuk tetap tinggal di sini?"Aku mencecar Mama setelah mendengar apa yang beliau ucapkan barusan. Hati ini tidak rela jika mereka pulang tanpa meminta izin terlebih dahulu padaku. Andai aku tahu, tentu aku akan menawarkan diri untuk mengantar istri dan putraku ke kota yang selama delapan tahun ini mereka jadikan tempat untuk bertahan hidup."Dia memang setuju untuk tetap tinggal di sini. Haifa kembali ke sana untuk mengambil beberapa barang penting yang tertinggal juga untuk berpamitan kepada tetangga di sana," terang Mama yang membuatku sedikit bernapas lega."Kenapa tidak memberitahuku? Aku kan bisa mengantar mereka ke sana.""Kamu yakin mereka mau diantar sama kamu?" Mama mencebik. "Sudahlah, Gan. Asal kamu tahu. Haifa ke Bogor untuk mengambil berkas penting yang akan ia gunakan untuk mengajukan gugatan. Semalam Haifa sudah memutuskan melakukan itu karena kamu tak kunjung memberinya talak."Aku terperangah. Diri ini tidak

  • Talak Yang Tertunda   Bab 15

    "Kamu gak ikut kami makan, Gan?"Mama menghampiriku yang lebih memilih duduk menyendiri di taman belakang. Mama sengaja memasak banyak untuk menyambut kedatangan Haifa dan Abyan beserta tamu yang lain. Nafsu makanku hilang setelah melihat fakta betapa dekatnya Abyan dengan pria yang bernama Akram. Pria yang bekerja sebagai aparat negara itu memperlakukan Abyan bak seorang ayah kepada anaknya. Seharusnya, aku yang bisa sedekat itu dengan putraku, bukan pria lain yang justru bukan siapa-siapa."Aku masih kenyang, Ma," jawabku tanpa menoleh ke arah Mama yang berdiri di samping kursi yang kududuki. Terdengar helaan napas berat keluar dari mulut Mama. "Kamu tidak nyaman karena kehadiran pria yang datang bersama Haifa?" tanyanya yang seakan mengerti kondisi hati putranya ini."Kenapa Abyan bisa sedekat itu dengan dia, Ma? Kenapa denganku Abyan tidak bisa bersikap hangat seperti itu?""Karena putramu masih memendam kekecewaan padamu. Abyan kecewa karena kamu menyembunyikan fakta bahwa kamu

  • Talak Yang Tertunda   Bab 16

    Semenjak hari memalukan itu, aku tidak datang lagi ke rumah orang tuaku. Aku tak hentinya merutuki diri sendiri yang sempat hilang kendali. Entah mengapa akhir-akhir ini wajah Haifa selalu terbayang dan seringkali muncul di pelupuk mata. Seolah mengejek karena nyatanya diri ini sempat terpesona olehnya. Jika melihat dari status yang masih kami sandang, tentu aku masih berhak untuk sekedar mengecup kening, bibir, bahkan melakukan lebih dari itu. Akan tetapi, tetap saja terasa salah mengingat hubungan kami tidak seperti suami istri pada umunya. Lebih tepatnya, aku yang dulu sering menciptakan jarak dan merasa enggan untuk sekedar berdekatan dengan Haifa. Abyan, aku sangat merindukan putraku. Namun rasa malu kepada bundanya membuat diri ini tidak berani menemuinya. Aku menyibukkan diri dengan pekerjaan untuk menepis bayang-bayang Haifa dan Abyan yang selalu hadir dalam ingatan. Katakanlah aku pengecut karena memang begitu adanya. Terhitung sudah hampir dua Minggu aku tidak menemui kedu

  • Talak Yang Tertunda   Bab 17

    Sebenarnya, ingin rasanya aku menemui Nesya dan melihat kondisinya. Tak bisa aku pungkiri, nama wanita itu masih tersemat dalam hati ini hingga saat ini. Namun, aku tidak ingin kembali larut dalam cinta yang salah bersamanya, karena aku yakin hati ini akan luluh kembali jika bertemu dengannya. Salah? Ya, aku tetap menganggapnya seperti itu. Meski sekarang aku telah resmi menyandang status duda, tapi hubunganku dengan Nesya terjalin ketika aku masih menjadi suami Haifa. Lagipula, aku sudah memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan wanita manapun sekarang ini. Aku ingin fokus meraih hati Abyan agar anak itu bisa menerimaku sebagai ayahnya. "Gan, Lo masih di sana kan?""Ya, Bay. Tapi sorry, gue gak bisa ke sana.""Kenapa? Lo gak mau lihat kondisi Nesya? Tadi kakaknya bilang, Nesya terus mengigau nyebut nama lo. Kayaknya hidupnya jadi kacau semenjak Lo memutuskan hubungan sama dia."Mendengar ucapan Bayu, rasa bersalah dalam diri ini kembali muncul. Andai saja aku tidak pernah mem

  • Talak Yang Tertunda   Bab 18

    "Bangun, Pa, jangan tidur terus. Abyan kangen sama Papa."Sayup kudengar suara putraku disertai isakkan lirih. Ingin rasanya mata ini terbuka, tetapi entah mengapa sangat sulit untuk melakukannya. "Maafkan, Abyan yang sering menjauhi Papa. Abyan gak benci Papa, kok. Abyan justru sayang banget sama Papa."Lagi, kudengar suara Abyan yang terasa sangat dekat.Iya, Nak. Papa juga sayang sama Abyan. Papa ingin bangun dan memeluk Abyan sampai puas. Tuhan, kenapa sulit sekali untuk sekedar membuka mata. Aku sudah rindu ingin melihat wajah putraku yang selama berminggu-minggu tak kutemui. Tolong, beri aku kesempatan untuk melihatnya kembali. "Kok basah? Papa nangis?" katanya. Kurasakan tangan mungil mengusap pipiku dengan lembut. "Jangan nangis, Pa. Abyan selalu mendoakan Papa supaya cepat sembuh. Abyan janji gak akan menghindar lagi dari Papa. Kita main, kita sholat sama-sama lagi."Mendengar ucapannya yang terdengar sangat tulus, tekad untuk bangun begitu kuat. Aku berusaha kembali membuk

  • Talak Yang Tertunda   Bab 19

    Selama acara berlangsung, aku lebih memilih mengasingkan diri dengan menjauh dari mereka yang tengah menikmati hidangan. Mama dan Papa terlihat sangat menikmati acara, pun dengan Abyan yang sangat antusias karena berkenalan dengan anak-anak yatim yang sengaja diundang oleh bundanya. Haifa tak hentinya menebar senyum kepada semua tamu yang hadir dalam acara ini. Di samping mantan istriku itu, berdiri Bu Wanti juga Akram yang tidak pernah beranjak sedikit pun dari sisi bundanya Abyan. Bahkan sesekali mereka berbincang akrab diselingi tawa bahagia yang sampai terdengar ke telinga ini. Aku merasa kerdil. Di tengah kebahagiaan mantan istriku yang berhasil mewujudkan impiannya, justru aku tengah terpuruk meratapi nasib buruk yang menimpa diri ini. Bercerai, dihajar serta dituduh menghamili Nesya, dan mendadak lumpuh karena kecelakaan. Mungkin ini memang balasan yang aku dapat karena telah menyiakan wanita sebaik Haifa. Jika memang semua kejadian ini bisa menghapus segala dosa yang telah a

  • Talak Yang Tertunda   Bab 20

    "Ikut aku b*jingan! Kamu harus menikahi Nesya hari ini juga!"Aku terperangah. Sekuat tenaga kuhempaskan tangan Hans yang mencengkram bajuku hingga akhirnya terlepas. Pria itu mundur beberapa langkah karena tenaga yang kugunakan cukup besar. Tatapannya begitu nyalang, bak seorang singa yang ingin menerkam mangsanya."Jangan gila, Hans! Kenapa aku harus menikahi Nesya? Berapa kali aku bilang kalau bukan aku yang menghamilinya!" tukasku tak terima. "Tapi kamu yang sudah menghancurkan hidup adikku! Gara-gara kamu membuangnya begitu saja, hidup Nesya jadi berantakan. Karirnya hancur, ditambah sekarang dia depresi. Dia terus menyebut nama kamu dan ingin menikah dengan kamu. Kalau kamu tidak ingin dikatakan pengecut, tepati janjimu untuk menikahi adikku!""Maaf, aku tidak bisa, Hans. Nesya juga sudah membuatku kecewa. Aku pikir, dia wanita baik-baik yang bisa menjaga diri tapi ternyata, dia tidur dengan pria lain tanpa memiliki ikatan yang sah bahkan sampai hamil. Aku ... aku tidak bisa me

Bab terbaru

  • Talak Yang Tertunda   Bab 34

    "Bunda!"Aku dan Haifa terperanjat. Kami sama-sama menjauhkan diri ketika suara Qinara terdengar begitu nyaring. Aku menghela napas kasar. Baru saja kami akan bermesraan, harus kembali ditunda karena teriakan putri kami. "Buka dulu pintunya. Aku mau pakai baju," bisik Haifa sambil terkekeh. "Gak jadi lagi?" Aku memasang raut sendu. "Ya ... habisnya gimana." Haifa menaikan sebelah alis. Ah, aku suka gayanya yang seperti itu. Ingin sekali aku menerkam dan memenjarakan tubuhnya, tetapi harus kutahan karena Qinara kembali berteriak memanggil bundanya. "Bunda!""Sebentar, Sayang!" Haifa menyahut. "Cepat buka pintunya, Mas. Kasian Qinara.""Iya, Sayang. Tapi nanti kalau Qinara sudah tidur, kita lanjut lagi, ya."Haifa mengangguk. Aku tersenyum lebar kemudian mencuri satu kecupan di pipinya yang merona. "Mas!""Hmm?""Pakai dulu bajunya!"Oh, ya Tuhan! Aku lupa sedang bertelanjang dada. Bergegas kukenakan lagi pakaian karena gedoran disertai teriakan dari luar makin mengencang. Membuk

  • Talak Yang Tertunda   Bab 33

    Kabar tentang Bu Wanti sangat membuat kami terkejut. Tanpa membuang waktu, hari itu juga kami berangkat ke Bogor untuk melihat keadaannya. Menurut cerita salah satu tetangga di sana, Bu Wanti terpeleset di kamar mandi hingga jatuh. Mungkin karena kondisinya yang sedang tidak enak badan, Bu Wanti kurang berhati-hati hingga terjadilah insiden itu. Kondisinya yang kritis membuat Ibu dari Akram itu tidak bisa bertahan lebih lama. Beliau meninggal setelah sebelumnya memberi amanat yang membuat kami terkejut. Beliau ingin mendonorkan matanya untuk Abyan sebagai ungkapan rasa sayang terakhir untuk putraku itu. Beruntung Bu Wanti sempat bertemu Dengan cucunya yang baru lahir ke dunia. Sebelum kabar ini kami dengar, Bu Wanti sempat datang ke rumah orang tuaku untuk menengok Qinara. Di sinilah kami sekarang. Di rumah sakit, menunggui Abyan yang sedang menjalani operasi. Menurut Dokter, kualitas mata Bu Wanti masih terbilang sehat dan bisa didonorkan. Tindakan operasi pun segera dilaksanakan s

  • Talak Yang Tertunda   Bab 32

    "Kamu yang sabar. Beri Haifa waktu untuk berpikir sebelum dia memutuskan mau menerima kamu atau tidak."Papa menepuk pundak ini kemudian duduk di sampingku. Pria yang baru saja menggendong cucu keduanya itu pasti memahami perasaanku saat ini. Sebenarnya tidak masalah jika Haifa meminta waktu untuk berpikir. Akan tetapi, entah mengapa diri ini begitu takut kehilangan dia untuk yang kedua kalinya. Aku tidak ingin lagi berpisah atau bahkan melihat Haifa bersanding dengan pria lain karena Haifa adalah satu-satunya wanita yang mampu membuatku sampai se-gila ini. "Ya, Pa. Aku paham dia masih ragu padaku. Aku akan berusaha sabar menunggu meski sebenarnya, aku takut dia akan menolakku karena ... ya, Papa pasti tahu alasannya."Papa mengangguk. "Ya, Papa tahu. Tidak mudah baginya menerima pria yang pernah menyakitinya," ujarnya membenarkan."Ngomong-ngomong, kondisi teman kamu bagaimana? Apa dia baik-baik saja?" Pertanyaan Papa membuatku hampir saja mengumpat. Aku melupakan Sani yang entah s

  • Talak Yang Tertunda   Bab 31

    "Gani, kamu mau ikut Papa atau tetap di sini?"Pertanyaan Papa menyadarkan aku dari keterpakuan. Kabar Haifa yang akan melahirkan membuatku bertambah tidak tenang. Andai saja bisa, aku ingin mendampingi dan memberinya dukungan hingga prosesnya lancar. Namun, teringat Sani yang masih ditangani, aku pun dilanda bimbang. Aku tidak mungkin meninggalkan Sani sendirian tanpa ada yang menungguinya. Apalagi, aku merasa harus bertanggung jawab karena secara tidak langsung, aku-lah penyebab Sani seperti ini. "Gani, kok malah melamun?""Eh, i-iya, Pa. Sebenarnya aku ingin ikut ke sana tapi temanku tidak ada yang menjaga. Nanti kalau aku sudah memastikan dia baik-baik saja, aku pasti menyusul Papa," jawabku akhirnya memilih memastikan kondisi Sani terlebih dahulu."Baiklah, kalau begitu Papa ke sana dulu.""Iya, Pa."Setelah kepergian Papa, aku kembali duduk di kursi tunggu dengan gelisah. Meski ragaku ada di sini, tetapi hati tetap memikirkan Haifa. Bagaimana perasaannya ketika melahirkan tanpa

  • Talak Yang Tertunda   Bab 30

    "Jangan becanda, Mas. Gak lucu!"Perkataan Haifa masih saja terngiang di telinga ini. Katanya, aku becanda? Apa dia sama sekali tidak melihat keseriusan di wajahku saat mengatakannya? Tangan ini memukul stir kemudi beberapa kali. Jujur saja, hati ini rasanya sakit saat mendengar Haifa justru menganggap pengakuanku sebagai sebuah lelucon. Dulu, aku memang pria brengsek yang telah tega menyakitinya. Namun setelah semua yang terjadi, aku selalu berusaha untuk memperbaiki diri agar bisa menjadi pria yang pantas untuk menjadi imam dari wanita seperti dirinya."Kenapa kamu gak ngerti juga, Fa. Aku itu mencintai kamu, bukan wanita lain." Lagi, tangan ini mendarat cukup kencang di atas stir kemudi.Setelah cukup lama berdiam diri di parkiran, aku menghidupkan mesin mobil untuk kembali ke kantor. Meski diri ini yakin tidak akan bisa fokus pada pekerjaan, tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk tetap konsisten pada apa yang sudah menjadi tanggung jawabku.Benar saja, jangankan fokus, melihat

  • Talak Yang Tertunda   Bab 29

    "Tante Sani ini ... bukan calon istri Papa, kan?"Aku terperangah mendengar pertanyaan Abyan. Calon istri? Bagaimana mungkin putraku bisa menebak sampai sejauh itu? Aku melirik ke arah Haifa juga Mama dan Papa. Ketiga orang itu pun sepertinya sama terkejutnya denganku. Akhirnya, aku hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepala."Kok Abyan ngomongnya gitu? Tante Sani ini cuma teman Papa. Dia datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Papa membawanya ke sini biar Opa sama Oma, terus Abyan juga gak salah paham. Abyan ngerti kan?"Anak itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. Seulas senyum pun kembali mengembang di bibirnya. "Abyan kira, Papa gak pulang- pulang dan betah di sana karena ada Tante Sani. Biasanya kalau orang sampai lupa pulang itu karena ada sesuatu yang membuatnya betah dan ingin tinggal lebih lama. Iya kan, Oma?"Putraku ini memang anak yang cerdas. Pemikiran Abyan terbilang kritis untuk anak seusia dirinya. Meski dia baru bertemu dengan Sani sekarang,

  • Talak Yang Tertunda   Bab 28

    "Mas, aku harus bagaimana? Bapak ninggalin aku sendirian. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Bapak. Aku--"Sani terus meracau dalam pelukanku. Kudekap ia lebih erat, demi memberinya kekuatan setelah ayahnya meninggalkan gadis ini untuk selamanya. Ya, begitu aku dan Sani sampai di rumah, Pak Warman sudah tidak bernyawa. Sani sempat histeris dan mengguncang tubuh ayahnya dan dengan sigap aku menenangkan gadis itu. Entah karena kebetulan atau memang sudah takdir, dua wanita yang menempati posisi masing-masing di hati ini tengah berduka. Haifa ditinggalkan oleh suaminya dan Sani oleh sang ayah. Kini keduanya berada dalam kondisi berkabung. Akan tetapi, tentu saja aku tidak bisa memeluk Haifa ketika memberinya semangat karena entah mengapa, selalu terasa ada jarak yang membentang di antara aku dan dia. Meninggalkan Sani yang kini hidup sebatangkara bukanlah pilihan yang tepat. Apalagi Juragan Karta masih saja berusaha untuk menjadikan gadis itu istri ketiganya. Tidak ada pili

  • Talak Yang Tertunda   Bab 27

    Memilih antara Haifa dan Sani adalah hal yang paling sulit kulakukan. Kedua wanita itu mempunyai tempat tersendiri di hati ini. Namun, tentu saja aku tidak bisa merengkuh keduanya dalam satu waktu karena hal itu tidaklah mungkin bisa kulakukan. Akhirnya, di sini lah aku sekarang. Di rumah sakit bersama Abyan juga orang tuaku, menunggu Haifa yang sedang diperiksa. Untuk membantu Sani, aku sudah meminta salah satu anak buahku di sana untuk menemuinya ke rumah sakit dan menyelesaikan segala urusan di sana, termasuk soal biaya administrasi.Aku duduk dengan gelisah, takut terjadi sesuatu pada mantan istriku yang masih tidak sadarkan diri. Begitu berat cobaan yang Haifa hadapi selama ini. Ditinggalkan suami ketika seharusnya Mereka tengah menikmati suasana pengantin baru, pasti sangatlah menyesakkan. Memang, sudah menjadi resiko bagi istri seorang abdi negara yang harus siap dengan kemungkinan terburuk setiap suaminya berangkat bertugas. Namun, satu hal yang pasti, Akram gugur dalam keadaa

  • Talak Yang Tertunda   Bab 26

    Kabar dari Mama tentang Haifa benar-benar membuatku gelisah. Tanpa pikir panjang, aku gegas mempersiapkan diri untuk pulang ke Jakarta. Aku ingin melihat kondisi Haifa yang kata Mama tidak sadarkan diri setelah mendengar kabar tentang Akram yang kemungkinan gugur saat bertugas di negara yang saat ini tengah rawan konflik. Memang belum ada konfirmasi lagi dari sana. Akan tetapi, keluarga tetap harus bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk sekalipun."Mas jadi pulang ke Jakarta?"Sani yang tengah menungguku di teras rumah berdiri ketika melihatku membawa tas berisi pakaian. Wajah wanita itu ditekuk entah karena apa. Mungkin ia tidak rela aku meninggalkannya di sini. "Iya. Aku harus memastikan Haifa baik-baik saja. Aku juga khawatir pada Abyan karena bundanya tengah bersedih," jawabku sembari berjalan menuju mobil. Sani mengikutiku. Setelah memasukkan tas ke dalam bagasi mobil, aku menghampiri gadis itu yang tengah memperhatikan gerak gerik-ku."Aku berangkat dulu. Kamu jaga diri

DMCA.com Protection Status