Apa yang dilakukan Bianca di rumah Sean?. yuk baca dan ikuti cerita ini dan beri dukungan dengan memberikan Gems terima kasih. Sambil menunggu update bab terbaru ikuti cerita saya yang lainnya. 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak bab 36"Cari tau nama itu. Aku ingin secepatnya kau temukan informasinya, agar semua bisa segera terungkap, aku bisa gila kalau terus begini."Rani berbicara tanpa tau kalau suaminya mendengarnya. Hanya saja Sean tak tau nama orang yang Rani cari, Wendi yang ada di sebrang juga tak tau sama sekali. "Kalau begitu aku matikan dulu, hubungi segera begitu kau dapatkan informasinya."Rani baru saja mematikan ponselnya saat dia terkejut ketika Sean merebut ponselnya. Pria itu terbelalak, begitu menyadari betapa mahalnya ponsel baru sang istri. Rani juga terdiam, saat menyadari kesalahannya. Dia tak ingat kalau ponsel itu pemberian Robert. "Mati aku."Sean mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Rani. Dia menatap sang istri, karena nomor yang dia hubungi tak aktif. Berarti Rani mempunyai nomor lain yang tak Sean ketahui. "Tidak, jangan Sean!"Rani merampas ponselnya saat Sean hendak memasukkan nomornya. Agar bisa menyimpan nomor baru sang istri, itu berarti dia bisa memeriksa siapa Ra
Talak Bab 37"Dia hanya seorang janda, Sean. Ibarat kata dia itu barang bekas, apa pantas kau begitu mencintainya. Sedangkan aku saja membuangnya seperti sampah."Hendra yang melihat Sean mengangkat Rani, dan memeluk di dadanya. Merasa muak, maka dia mulai mengeluarkan racun dari mulutnya. Mendengar apa yang Hendra katakan, langkah kaki Sean seketika terhenti. Matanya menatap wajah Rani yang memucat dan bibir bergetar. "Maaf."Rani menangis setelah mendengar penghinaan Hendra. Bukan merasa malu, saat mantan suaminya mengungkit statusnya, tapi dia sedih karena menyebabkan harga diri suaminya direndahkan. "Apa yang kau katakan? Istriku wanita terhormat jadi jangan merasa bersalah.""Ayolah, Sean. Kau memang adik kandungku, karena ayah kita sama. Jika ibumu mau berbagi suami dengan ibuku itu pantas, sebab dia perempuan tak tau malu, tapi kau, apa tak punya harga diri. Hingga mau berbagi wanita denganku," ucap Hendra penuh dengan kedengkian yang menjijikkan."Tutup mulutmu itu, Hendra! Sea
Talak bab 38"Kau tega, Rani. Melakukan ini pada ibuku."Di depan IGD Hendra memarahi Rani. Dia tak menyangka sama sekali, ibunya akan kembali kena serangan jantung. Kali ini mungkin lebih parah dan mungkin akan lumpuh total."Maaf, tapi itu bukan urusanku. Kau yang berkeras melakukan ini, jika ingin menuntut baik aku layani. Ada banyak saksi dan bukti, CCTV perusahaan ada dan CCTV rumah sakit juga ada. Kaulah yang berkeras untuk bertanya pada ibumu, aku hanya mengikuti permintaanmu saja."Dengan santai Rani menjawab pertanyaan Hendra. Dia merasa sudah lebih dari cukup melayani Hendra, maka dia mengengam tangan Sean dan membawanya pergi dari rumah sakit. "Kita pulang, tak ada lagi urusan kita di sini."Hendra panik begitu mendengar ucapan Rani. Jika wanita itu pergi, siapa yang akan membayar biaya rumah sakit ibunya. Dia harus menahan Rani sampai mau membayarkan biayanya. "Itu bukan urusanku lagi, seperti yang selalu kau bilang. Aku sudah kau buang seperti sampah, jadi maaf aku harus p
Talak bab 39"Sudah cukup Ratna, jika keluargamu tak ada yang bisa mengajari sopan-santun. Baik, biar aku yang mengajarimu."Rani kembali maju ke hadapan wanita setengah baya itu. Menjambak rambutnya lalu menampar pipinya bolak-balik, semua orang tercengang hingga lupa untuk menolong, mereka sadar setelah wanita itu minta tolong."Lihat, betapa kejinya wanita ini. Dia sebaya dengan anakku tapi apa yang dia lakukan? Tega memukuli wanita tua yang seusia ibunya."Ratna menangis seperti anak kecil, mulutnya terus memarahi Rani dan memfitnahnya. Membuat warga yang kebetulan lewat ikut melihat kekejian Rani."Apa kau tak punya sedikit saja rasa malu, Ratna? Sebagai anak sulung keluargamu. Seharusnya kau memberi contoh baik pada adik-adikmu, bukan justru sebaliknya, kau bela adikmu yang berbuat salah. Bagaimana jika anak gadismu dijebak? Memberinya obat perangsang lalu menjualnya, apa kau akan tetap menganggapnya baik? Lalu kau sebut ibuku pelacur. Apa kau benar-benar tak merasa bersalah sam
Talak bab 40Rani diam-diam membuka mata, lalu menyingkirkan tangan Sean dari atas perutnya. Kemudian dia melangkah pelan menuju kamar mandi, tak lupa mengambil ponselnya untuk menghubungi Wendi.'Mulai sekarang ikuti Sean. Aku rasa kita akan menemukan orang yang kita cari, selain itu lanjutkan penyelidikan soal Siti dan Ardiansyah dan hubungan mereka dengan kecelakaan orangtuaku.'Rani mengirim pesan dan menunggu Wendi membacanya, sebelum mulai menghapus pesan itu. Dia tau Sean bisa saja mengetahui apa yang dia lakukan, tapi dia tetap harus berjaga-jaga. Jangan sampai cepat ketahuan.Rani meletakkan ponsel di atas wastafel, kemudian dia melakukan apa yang tadi dia inginkan, yaitu buang air kecil sekaligus air besar.Tok ...tok ...tok ....Rani menatap pintu kamar mandi saat mendengar suara ketukan. Kemudian dilanjutkan dengan suara suaminya, pria itu pasti terbangun karena tak melihatnya di tempat tidur. "Sayang masih lama?""Sebentar lagi, Sean. Lanjutkan saja tidurmu." Rani menyiram
Talak bab 41"Bunda!!"Teriakan sang putri yang disertai tangis sontak membuat Rani segera menerjang pintu rumah. Tak lama, ia berhasil menemukan Rara–putri tunggalnya–tengah terduduk di lantai dengan penampilan berantakan. Ketika Rani melihat sekeliling, ia justru menemukan Hendra–sang suami–justru cuek sembari menikmati segelas kopi.“Bo–bonekaku….” lirih Rara di sela isak tangisnya. Mendengar ucapan sang putri, Rani lantas memperhatikan sekeliling kembali. Tak jauh dari putrinya, seorang anak perempuan lain memang sedang asyik memeluk boneka beruang milik sang anak. Rani berani mengatakan demikian karena boneka itu adalah kesayangan putrinya yang kebetulan diberikan majikan Rani tak lama ini.Rani menghela napas. Lagi-lagi, anak sang adik ipar merebut mainan Rara. Ia tak marah pada keponakannya itu karena mengerti ego anak kecil. Namun, Rani sadar bahwa ini tak bisa dibiarkan terus-menerus. Segera, Rani membantu anaknya berdiri sebelum menghampiri keponakannya itu."Nak, itu kan
Talak bab 42"Memangnya kenapa aku harus takut? Aku bahkan, sudah hidup dalam neraka selama lima tahun. Jadi apa lagi yang membuatku takut?" ucap Rani sinis. "Benar juga kata orang-orang. Kalau sekarang kau sudah menjadi makin kurangajar."Rani tertawa mendengar kata-kata mantan adik iparnya. Mulutnya semakin pedas saat menghinanya, sama pedasnya saat dia mencaci-maki dirinya, ketika di pemakaman Rara."Rasanya aku belum bisa jika di bandingkan denganmu. Kau jauh lebih kurang ajar lagi, jadi jangan takut karena kau masih belum ada lawannya. Ngomong-ngomong mau apa kau kemari? Karena setahuku, saudara lelakimu itu sudah tidak bekerja lagi di sini, dia juga sudah di pecat dari bagian gudang," ucap Rani lagi dengan sinis.Mendengar ucapan mantan kakak iparnya membuat Della marah. Dia tak menyangka kalau wanita ini benar-benar ada di puncak sekarang, bahkan bisa memecat seorang Hendra. "Kenapa? Marah? Sayang sekali, kali ini kau tak akan bisa berbuat apa-apa, Del. Aku bukan lagi Rani yang
Talak bab 43Menasehati orang yang keras kepala, adalah pekerjaan yang sia-sia. Apalagi orang itu bernama Hendra, sudah keras tak mau mengalah pula. Membuat Amris hanya bisa menarik napas panjang, untuk menahan rasa kesal yang luar biasa. "Awalnya aku kasihan, melihat betapa menyedihkan nasibmu, Hen. Itu karena aku melihat kau begitu berbakti pada ibumu, tapi kenyataannya kau memang tak pantas untuk di kasihani. Olehku atau oleh siapapun juga termasuk Rani, untunglah wanita itu tak terlalu bodoh, hingga akhirnya mau melepaskan diri dari pria sepertimu. Bagusnya lagi dia kini bahagia dan dicintai oleh suami barunya," ucap Amris dengan wajah senang. "Apa maksudmu, Ris? Jangan bilang, kau datang kemari hanya untuk menertawakan kemalangan yang menimpaku."Amris tertawa mendengar pertanyaan Hendra. Dia tak menyangka betapa dangkal pemikiran teman sekaligus tetangganya itu, awalnya dia benar-benar merasa kasihan, tapi sekarang dia jadi muak melihatnya. "Benar kata Rani, kau memang tak bero