Aku terkejut saat Najma anakku tiba-tiba saja masuk. Sedangkan aku masih berada di posisi yang tidak layak dilihat oleh anak kecil berusia tujuh tahun.
Aku secepatnya merapatkan selimutku. Berharap Najma tidak melihat sesuatu yang memang tidak pantas dilihatnya.“Mama kenapa? Kok tumben tidur di kamar Papa?"Pertanyaan itu lolos dari bibir Najma saat dirinya berdiri tepat di samping ranjang.Dan sekarang sepertinya aku harus berpura-pura. Walau hati tidak ingin namun inilah yang terbaik daripada Najma tahu yang sebenarnya.“Mama gak enak badan, Sayang. Takut nular ke kamu jadi Mama memilih tidur di kamar Papa. Oh, iya, Mama bisa minta tolong ke Najma tidak?”“Minta tolong apa, Ma. Katakanlah!”“Mama haus, bisa tolong bawain Mama air.”“Tentu saja, Ma. Sini sekalian saja tempat airnya Najma isi penuh.”Najma mengambil tempat air yang memang selalu ada di setiap kamar. Sengaja aku simpan karena memang setiap malam aku, Mas Raka maupun Nazma selalu terbangun hanya karena ingin minum.Setelah Najma pergi. Aku lekas bangkit memakai baju yang tadi dilepas dengan paksa oleh Mas Raka. Sungguh, tubuhku terasa sakit semua. Mas Raka benar-benar memperlakukan aku dengan sangat kasar.Tidak ada pendahuluan, hingga membuat aku merintih kesakitan.Setelah aku memakai baju. Aku kembali menyembunyikan tubuhku di bawah selimut. Seraya merasakan rasa sakit di sekujur tubuhku. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa dalam waktu lima tahun ini Mas Raka semakin tak aku kenali lagi. Serasa hidup dengan orang asing.Tak lama Najma datang dengan membawa air. Aku tersenyum melihatnya, beruntung Najma tumbuh menjadi anak Sholehah dan aku harap sampai ia tumbuh dewasa pun tetap seperti ini. Najma yang sangat baik, manis, Sholehah dan tentu sangat mencintaiku dan mencintai Papanya meskipun aku tahu papanya tidak pernah ada waktu berdua saja dengannya.“Ma, minumlah!”Najma menyerahkan segelas air putih padaku lalu ia duduk di atas ranjang. Dan aku pun mengambil gelas yang berisi air yang Najma berikan.Sejurus kemudian Najma memijat kedua kakiku secara bergantian. Sungguh, aku serasa menjadi mama yang tidak berguna, yang tidak bisa menyenangkan anaknya.“Terima kasih, Najma.” ucapku seraya meminum air dalam gelas itu.Dia hanya mengangguk dan tersenyum lebar. Aku meminum habis segelas air putih itu jika boleh jujur aku memang sedang dalam keadaan haus.Setelah air dalam gelas habis hanya dalam satu tegukan saja, aku langsung menyimpan gelas kosong itu.Najma masih berada di dalam kamar Mas Raka. Ia masih berada di posisi yang sama. Terduduk. Aku merasa ada sesuatu yang aneh, merasa jika seberanya anak gadisku ini mengetahui sesuatu.“Kembalilah ke kamarmu, Sayang! Besok kamu sekolah.”Aku berusaha untuk mengalihkan keadaan. Aku tidak ingin Najma justru mengorek sesuatu yang lebih dalam lagi. Ia tidak berhak tahu, ia masih kecil, ia belum layak ikut campur dalam urusan orang dewasa.“Najma tidur di sini saja, Ma. Selagi papa enggak ada.”Malah kalimat itu yang keluar dari bibir Najma. Aku tidak punya keberanian untuk menolak keinginannya. Padahal malam ini aku ingin sendiri, meratapi hidupku yang tak tahu akan seperti apa.Dengan berat hati aku menyetujui permintaan kecil anakku. Sepintas aku teringat sesuatu jika selama ini Najma tidak pernah meminta sesuatu padaku apalagi pada papanya.Ya Allah... rasanya aku menjadi seorang mama yang gagal. Tidak mampu membahagiakan anakku sendiri. Bahkan aku sama sekali tidak peka dengan anakku. Aku tidak pernah bertanya apa maunya atau sekadar di hari libur pergi ke tempat yang mungkin saja ingin ia kunjungi pun aku tidak pernah.Anakku persis sepertiku, pendiam. Dan seperti itulah kerugian seorang yang sedikit bicara. Apa-apa selalu dipendam sendiri sekalipun itu sebuah permintaan atau masalah kecil saja ragu untuk mengutarakan. Lalu bagaimana jika masalah besar? Aku tidak bisa membayangkan.Aku melambaikan tangan lalu merentangkannya meminta Najma untuk ikut bergabung tidur di bawah selimut yang sama. Dia mengangguk lalu secepatnya membaringkan tubuhnya dan menyelimutinya dengan selimut.Aku memeluknya, kini aku pun ingat kembali akan suatu hal. Kapan terakhir kali aku melakukan hal seperti ini? Aku terlalu sibuk memikirkan kelakuan papanya hingga melupakan dirinya—anakku.“Maafkan Mama, Sayang,” ucapku dengan lirih disela pelukanku.“Harusnya Najma yang minta maaf. Karena Najma belum bisa bantu Mama. Najma malah menyusahkan Mama.”Aku menggeleng cepat serta membalikkan tubuh Najma hingga kami saling berhadapan.“Tidak sayang. Najma sama sekali tidak menyusahkan Mama. Justru Najma itu kebanggaan Mama. Dengan melihat Najma rajin belajar, mengaji , salat tepat waktu dan menjadi anak solehah Mama sudah senang. Jangan pernah beranggapan seperti tadi lagi, ya.”“Mama ....”Aku memeluknya lagi. Kali ini ingin rasanya aku menangis meraung-raung tapi aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan anakku. Dia harus tahu jika aku adalah seorang ibu yang tangguh.“Sudah. Sekarang kita tidur.”Aku mengakhiri momen sedih ini. Bukan hal yang baik juga jika terus mengeluarkan air mata. Air mata ini terlalu berharga untuk menangisi hal-hal yang tidak berguna.Jujur, aku akui memang kadang bibir bisa dengan mudahnya bilang kuat, jangan nangis. Namun tetap saja kadang hati malah mengingkarinya.Ya Allah, aku hanya ingin agar kehidupan Najma anakku dilimpahkan dengan kebahagiaan yang tidak akan pernah ada habisnya.Dia anak baik, dia anak sholehah dan dia adalah anak penurut. Kalau boleh aku ingin meminta agar waktu berputar kembali dan aku meminta agar Najma anakku terlahir dari keluarga sempurna. Tidak seperti sekarang .Namun aku sadar diri, itu adalah hal mustahil. Ini adalah takdir. Aku akan berusaha untuk memberikan kebahagiaan untuk Najma.Aku semakin mengeratkan pelukanku. Aku sembunyikan wajahku di punggung Najma. Sungguh untuk berhenti tidak menangis begitu sulit. Hatiku telanjur nelangsa."Mama nangis?"Ya Tuhan, sepertinya anakku menyadarinya jika aku tengah menangis."Enggak, kok, sayang. Najma kok belum tidur? Tidur lagi, ya, ini masih malam."Aku berbohong, maafkan Mama, Najma. Sepertinya hidupku mulai dipenuhi dengan kebohongan."Najma tidak bisa tidur."Lalu secara tiba-tiba Najma membalikkan tubuhnya hingga aku benar-benar kepergok tengah menangis.Najma terdiam menatapku, sementara itu aku langsung tertunduk. Merasa malu sendiri karena ketahuan sudah berbohong."Mama kenapa nangis?""Mama gak kenapa- kenapa, Sayang. Mama hanya merasa badan mama sakit. Saking sakitnya jadi Mama nangis."Najma lalu mengulurkan tangannya, menyeka kedua mata dan pipiku dari air mata."Jangan nangis, Ma. Bukannya Mama suka bilang ke Najma kalau sakit itu kafarat dosa. Jadi kita harus sabar. Kalau kita cengeng nanti enggak jadi kafaratnya. Mama lupa, ya."Aku hanya mengangguk saja, sungguh aku saja lupa pernah berkata seperti itu."Iya, maaf. Ternyata Mama kalau sakit tidak sekuat Najma. Sekarang udah, nih, udah gak nangis lagi."Najma tersenyum. "Najma sayang Mama."Najma lalu memelukku."Mama juga sayang Najma."Kejadian semalam sukses membuat aku merenung. Memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan ke depannya. Aku tidak mungkin terus hidup bersama suamiku. Yang ada secara perlahan ia sudah membuat aku menjadi gila.Aku sudah memantapkan hati. Ada dan tidak ada dia pun tidak akan berpengaruh apa-apa. Malah meksipun dia masih suamiku aku merasa tidak memiliki suami. Terlebih Najma ia sudah terbiasa hidup bersamaku hidup tanpa sosok papa di sampingnya.Sementara itu untuk ke depannya aku berniat akan membuka usaha toko kue. Karena aku sadar penghasilan dari nulis dan menjadi dropshiper kadang tidak pasti.Memiliki toko setidaknya aku punya investasi jangka panjang. Aku harus dari sekarang memikirkan untuk masa depan anakku. Dia tidak boleh bernasib sama sepertiku, dia harus bahagia cukup sekarang dia menderita di masa depan, jangan!Aku membawa handphone yang ada di atas meja. Niatku ingin melihat saldo di tabungan. Aku butuh perhitungan untuk menyewa toko. Tidak apa-apa sekarang menyewa na
Marvel adalah teman masa SMA ku dulu. Sungguh aku terkejut saat mengetahui jika Marvel adalah seorang pengacara, karena yang aku tahu dia adalah pria pendiam yang tidak pernah berbicara. Dan aku tidak tahu jika pengacara yang dikenalkan temanku adalah Marvel.Adapun ia berbicara hanya ketika tengah melakukan persentasi diskusi di depan kelas. Selebihnya ia diam bak orang bisu.“Maaf, aku terlambat.”Marvel kembali meminta maaf padaku. Saat benar-benar duduk di hadapanku.“Apa kamu sudah lama menungguku?” tanyanya lagi.Aku menggeleng, meskipun memang aku hampir saja membatalkan pertemuan ini karena kesal sendiri sebab Marvel tidak kunjung datang.“Aku maklumi, kamu kan pengacar hebat pasti sibuk karena jam terbangnya sudah tinggi." Ujarku jujur.“Aku hanya pengacara biasa, Ayu. Kamu berlebihan.” Ujarnya seraya ia mengambil lalu menyimpan map warna biru di atas meja.“Aku serius. Marvel yang aku kenal dulu berbeda jauh. Sekang sudah jadi pengacara sukses. Aku sebagai teman SMA mu mera
Aku pasrah, apa pun yang akan dilakukan Mas Raka padaku. Bukankah setiap hari pun aku selalu mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Jadi, jika hari ini pun dia akan berbuat kasar padaku, aku sudah siap.Mas Raka terus menatapku. Ia menatap nyalang Seperti seorang harimau yang tengah menatap mangsanya. Aku beranikan diri untuk mendongak menatap balik tatapan Mas Raka."Kamu sekarang mulai berani, ya sama aku." ujarnya dan aku sama sekali tidak mengerti dengan maksud kata berani.Berani apa yang Mas Raka maksud? Karena sungguh aku sama sekali tidak merasa berbuat hal yang menurutku di luar batas kewajaran."Maksud Mas apa?" Tanyaku tidak kalah sewotnya dan sekali lagi aku tahu harusnya aku tidak boleh meninggikan suaraku dihadapan Mas Raka."Kau sudah berselingkuh. Istri macam apa kamu, hah?" Aku terkejut atas tuduhan Mas Raka. Berselingkuh! Lucu! Dia menuduhku yang tidak-tidak. Entah apa yang ada dipikirannya."Aku tidak berselingkuh, Mas. Mas jangan asal menuduh tanpa bukti.""Apa ma
Mas Raka pergi setelah ia berhasil melukaiku. Tubuhku terasa sakit dan ngilu. Dengan kejadian ini aku semakin yakin perpisahan adalah jalan keluarnya. Sudah cukup selama lima tahun ini aku bersabar menghadapinya. Percuma jika pun harus dipertahankan, yang ada jiwaku terancam, batinku menderita, tidak ada keberkahan dan ketenangan. Terlebih aku ingin menjaga psikolog anakku, aku tak mau jika Najma sewaktu-waktu melihat ayahnya tengah menyakitiku. Aku juga tidak mau jika terus berbohong pada Najma. Menutupi keburukan ayahnya.Aku hendak berdiri dengan susah payahnya, setengah jam sudah aku hanya bisa meringkuk di lantai kamar mandi. Tidak pedulikan rasa dingin yang menerpa. Sungguh mendadak aku kehilangan sensor perasanku selain rasa sakit di tubuh.Baru saja aku melangkahkan kaki hendak keluar, tiba-tiba Najma berdiri menatapku dengan sorot mata yang sendu. Bagaimana ini? Jika Najma sudah melihatku dalam keadaan kacau seperti ini, bagaimana aku menjelaskan padanya?"Najma,'' panggilku
Nasib hidup sebatang kara itu seperti ini. Tidak ada tempat untuk bersandar. Setidaknya jika kedua orang tuaku masih ada mungkin aku tidak akan semenyedihkan ini. Ada tempat untuk aku kembali atau mungkin hanya sekadar melihat wajah mereka saja sudah menjadi obat agar aku tetap sabar dan kuat.Setelah semalam berpikir. Aku memutuskan untuk ke rumah mertuaku. Aku akan menceritakan padanya apa yang terjadi dan langkah apa yang akan aku lakukan untuk rumah tanggaku.Memang mertuaku sudah tahu bagaimana kelakuan Mas Raka saat ini. Namun aku selalu bilang, aku masih bisa mengatasi. Jika memang nantinya aku sudah tidak kuat maka aku akan memilih pergi. Dan ternyata Sekarang adalah waktunya. Aku sudah tidak bisa mempertahankan lagi keutuhan rumah tangga ini. Aku mengemasi baju Najma. Karena aku pun memutuskan untuk menitipkan terlebih dahulu Najma sampai masalah antara aku dan Mas Raka usai. Sungguh aku tidak mau kejadian di mana Najma menyaksikan kami bertengkar membuat aku khawatir. Terleb
Aku bisa melihat wajah kecewa sekaligus sedih di wajah ibu mertuaku, setelah aku menceritakan semuanya. Entah apa yang ada dipikiran ibu mertuaku itu. Tatapan matanya tidak mampu aku artikan.Ibu mertuaku lalu beranjak, aku kira ia akan meninggalkan aku kenyataannya ia hanya pindah posisi duduk menjadi bersebalahan dengan ku. Tanpa aku duga ibu mertuaku memelukku dengan tubuh yang bergetar dan terisak. Apakah ibu mertuaku menangis? Hanya itu yang terlintas di kepalaku. Dan tentunya ini membuat aku ikut menangis meskipun aku tidak tahu penyebab aslinya alasan mertuaku menangis."Maafkan anak ibu, menantu. Sungguh ibu pun tidak mengerti dengan sikapnya yang begitu berubah drastis itu. Jika memang sebuah perceraian adalah jalan keluarnya. Ibu tidak akan melarang. Maafkan pula atas tindakan kasar anak ibu."Mertuaku malah meminta maaf padaku disela pelukan kami. Jujur aku datang ke sini bukan untuk meminta kata maaf dari mertuaku karena beliau tidak salah. Hanya anaknya saja yang tidak t
Aku melakukan visum sesuai dengan anjuran dari Marvel. Katanya hasil visum ini akan mempermudah untuk melakukan gugat cerai karena ada kekerasan dalam rumah tangga. Aku berharap ini memang mudah, karena jika boleh jujur aku sudah tidak sanggup lagi terus terikat dalam ikatan pernikahan yang mana tidak ada sakinah, mawadah dan warohmah. Aku ingin terbebas pula dari dosa karena aku selalu saja membenci suamiku dan mengumpat dirinya.Juga aku lakukan ini untuk kebaikan bersama. Selepas pertengkaran yang berujung aku mengalami kekerasan. Mas Raka tidak pernah pulang ke rumah. Handphone miliknya pun tidak aktif. Dia seolah-olah hilang di telan bumi. Aku sama sekali tidak tahu ke mana keberadaannya namun setidaknya aku bersyukur hidupku jauh lebih tenang karena tidak ada lagi pertengkaran yang selalu terjadi.Pagi ini adalah hari di mana aku kembali janjian dengan Marvel di tempat biasa untuk bersama-sama pergi ke pengadilan. Menurut Marvel meskipun Mas Raka tidak datang atau dia menolak
Aku sedikit lega saat berkas gugatan ceraiku diserahkan kepada pengadilan. Aku nerjwr besar tanpa menunggu lama kasus gugatan ceritaku segera masuk meja hijau. Sungguh aku ingin secepatnya berkahir, tidak ingin selalu berurusan dengan Mas Raka lagi. Sudah cukup kenyang aku bertahan selama lima tahun ini.Tiba di rumah waktu sudah larut malam. Bahkan Najma saja sampai tertidur karena pukul sembilan adalah waktunya Najma tidur. Aku senang saat Najma hari ini begitu ceria, tertawa lebar bahkan aku saja ikut tertawa. Mungkin ini adalah hari terbaiknya, selama ia hidup.Sejenak aku diam sebentar sebelum aku benar-benar keluar dari mobil Marvel. Ya, seharian ini aku memang menghabiskan waktuku bersama Marvel. Ia begitu bisa membuat Najma tertawa bahagia. Aku jadi merasa tersindir jika selama ini tidak pernah membuat anak ku bahagia."Terima kasih untuk hari ini," ucapku pada Marvel."Terima kasih untuk apa? Perasaan aku tidak melakukan apa pun?' tanyanya dengan mimik wajah keheranan. Aku bi
Ayu bicara seperti itu seraya tersenyum malu-malu. Sebab apa yang ia katakan memang benar adanya. Jika ia hanya mencintai Marvel dan sampai kapan pun akan Terus seperti itu. Sedangkan perasaanya pada Rendy, itu hanyalah sebatas suka karena kebaikannya dan ketulusannya pada Najma serta dirinya. Bukan suka karena perasaan cinta. Apa mungkin dia akan menyia-nyiakan orang sebaik Rendy? Terlebih saat itu posisi Najma membutuhkan sosok seperti Rendy. Rendy dan Marvel tidak jauh berbeda. mereka memiliki sifat lembut pada Najma m mereka pun sama-sama menyayangi Najma . Tidak percaya dengan ucap Ayu, membuat Marvel kembali menanyakan hal tersebut. "Apa? tadi kamu bicara apa?" tanya ulang Marvel. "Aku masih mencintaimu, dari dulu sampai sekarang." ucapan Ayu. satu fakta yang selama ini selalu ia sembunyikan. Ayu langsung menutup wajahnya saking malu. Kenapa bisa ia bilang seperti tadi? Ayu yakin Marvel langsung bertanya-tanya maksud ucapannya. mobil pun sengaja ia tepikan, ia ter
Dari sudut berbeda, sebenarnya Marvel pun melihat interaksi antara Ayu dan Rendy. Marvel terus memperhatikan Tanpa berkedip barang sedikitpun. Ia tidak ingin kehilangan pandangan interaksi Ayu dan Rendy. Marvel merasa jika Rendy sangat mencintai Ayu sampai sekarang. Cinta yang begitu tulus dan besar. ia seorang pria pun mampu untuk merasakannya. Sementara untuk Ayu, Marvel bingung arti dari tatapannya itu. Namun yang bisa ia tangkap jika pandangan ayu terlihat seperti seorang wanita yang meminta pada kekasihnya untuk melupakan semua kenangan di antara mereka. Melupakan cinta yang pernah ada dan melupakan apa pun yang berhubungan dengan keduanya. Lalu Marvel berpikir, apakah mungkin Ayu sempat menyukai Rendy? Andai ia tidak bertemu dengan Ayu mungkin selamanya ia tidak akan pernah sembuh. Dan ia tidak akan pernah bisa memiliki Ayu. Melihat ayu yang hendak berlalu, Marvel pun buru-buru pergi sebelum ia melihat dirinya dan ketahuan tengah menguping pembicaraan dengan Rendy. Ma
Setelah dua jam lamanya Ayu diintrogasi oleh keluarga Marvel, akhirnya kini ia bisa bebas. Ia senang pada akhirnya keluarga Marvel setuju dengan hubungan dirinya dengan Marvel. meskipun masih ada perasaan tidak rela di hati Maureen. Ayu tahu karena ia bisa melihat sendiri tatapan Maureen penuh ketidaksukaan. Ayu saat ini tengah berada di balkon, ia sedang menikmati kesendiriannya, sebab saat ini Marvel ingin diberi waktu untuk bicara dengan keluarganya saja. "Apa aku boleh di sini?" tiba-tiba suara seseorang yang sangat ia kenali terdengar. Ayu tidak menjawab, ia malah mencengkeram pagar pembatas balkon. entahlah! ia masih merasa takut jika bertemu Rendy. Ia takut dituduh yang tidak-tidak. ia trauma dengan hal seperti itu. "Ayu...." panggil Rendy saat ayu tidak kunjung merespon ucapannya.. "Pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu!" usir ayu tanpa sedikitpun melihat orangnya. Rendy tahu Ayu seperti ini karena dirinya, karena ia tidak percaya sepenuhnya. Andai waktu itu ia pe
Semua berkumpul di ruang tamu seusai acara akad pernikahan sederhana antara Rendi dan Melly. mereka saling pandang sebab dari setiap orang memiliki pertanyaan di benak mereka. Ayu yang bertanya-tanya kenapa bisa Rendy dan melly menikah, sedangkan yang ia tahu hubungan keduanya begitu sangat renggang bagaikan kucing dan tikus yang saling menjelekkan dan saling menghindari satu sama lain. Melly dan Rendy Yang bertanya-tanya kenapa Ayu bisa bersama dengan Marvel. kemudian Davin dan Mauren pun memiliki pertanyaan yang sama ditambah ke mana saja selama ini selama 8 bulan menghilang. Rendy yang sedari tadi terus saja menatap Ayu, sementara Ayu yang merasa ditatap hanya tertunduk dengan meremas jari jemarinya. hal yang tidak ingin Ia hadapi ini harus terjadi, ia harus bertemu dengan Rendy begitu cepat "Marvel bisa kamu jelaskan ke mana selama ini dan kenapa kamu bisa dengan wanita ini," ucap Maureen memecah keheningan dengan nada sedikit sinis ketika mengucapkan kata wanita ini. "Dia
ayu sudah siap, begitu juga dengan MArvel. sementara najma ia sengaja tidak membawa anak gadisnya itu, ia menitipkan najma pada bu widya, najam lebih anteng jika bersama cicit bu widya. untuk bertemu orang tua Marvel mereka memesan taksi. dikarenakan untuk saat ini marvel tidak memiliki apa-apa. harta bendanya ada di jakarta, sedangkan dompet miliknya yang berisi kartu kredit dan debit hilang saat ia di rampok. sepanjang perjalanan, ayu terus mersa cemas. dalam pikirannya terus terpikirkan bagaimana jika ia bertemu dengan Rendy? apa yang akan dia lakukan? meskipun benar kota cimahi itu luas barang kali orang tua marvel berada di tempat yang jauh dari Rendy. Marvel yang melihat ayu terus gelisah, berusaha untuk menenangkan, memberikan support system. Marvel meraih tangan ayu lalu menggenggamnya dengan sangat erat, "Tenang! jangan khawatir, percayalah kedua orangtuaku sangat bijak, mereka tidak akan membuat kamu merasa canggung." "Tapi,,,," "percayalah sama aku." Ayu mengang
Kini Rendy dan Melly tengah di interogasi oleh Monica. Wanita berusia 50 tahun itu teramat syok. Ia tidak menyangka anak laki-laki bisa berbuat dibatas kewajaran."Harusnya kamu bilang ke ibu, jika kamu ingin secepatnya menikah. Enggak harus kaya gini," tutur Monica dengan tenang. Ia sudah bisa mengontrol diri. "Tidak Bu! Rendy sama sekali tidak ingin secepatnya menikah. Rendy hanya....""Rendy memaksa, Bu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih malam itu Rendy mabuk. Ibu tahu sendirikan bagaimana sikap orang yang sedang mabuk? Sekeras apa pun aku menghindar tenagaku kalah kuat. Meskipun aku memang menginginkan Rendy, tapi aku tidak segila itu berani menyerahkan kehormatanku.'' Melly sengaja berkata seperti itu untuk menarik simpati dari Monica hingga Monica mendukung dirinya untuk dinikahi oleh Rendy.Kenyataannya, ia memang tidak bisa menghindari pesona Rendy. Ia terbawa suasana hingga dengan sukarela menyerahkan apa yang selama ini ia jaga."Kau mabuk, Ren?" Tanya Monica, ia tid
"Uuh,"Rendy melenguh, tak lupa ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut itu. Sepertinya efek minum minuman beralkohol membuat kepalanya sakit. Saat ia berusaha untuk bangun, ia mulai menyadari sesuatu. Ia merasa ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Lalu ia arahkan pandangannya ke arah perutnya. Dan apa yang terjadi? Rendy langsung menutup mulutnya ia hampir berteriak karena terkejut. Ia tak percaya kenapa ia berada di atas ranjang yang sama bersama Melly. Terlebih melihat posisi Melly yang tidur di atas dadanya. Lebih membingungkan lagi, saat ia mendapati dirinya tak berpakaian begitu juga dengan Melly."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku tidak ingat apapun?" Batin Rendy, ia tidak bisa mengingat apa yang terjadi.Ia berusaha untuk mengingat kembali, apa yang terjadi hingga ia bisa berakhir di atas ranjang bersama Melly. Terakhir yang ia ingat adalah saat ia harus meminum sebotol minuman keras demi menyelamatkan Melly. Lalu setelah itu memorinya sekilas terputar saat dirinya
Satu botol minuman keras sudah habis ditenggak oleh Rendy. Sedangkan kedua pria mabuk itu tersenyum lepas seraya melepaskan cekalan ditangan Melly.Mereka mendorong Melly ke arah Rendy dan dengan sigap Rendy memegangi tubuh Melly agar tidak terjatuh."Nih! kami percaya.Sekarang aku kembalikan padamu dan selamat menikmati malam panas bersama," ucap salah satu dari mereka berdua.Melly Paham maksud pria itu. Karena ia tidaklah terlalu bodoh dalam urusan tersebut. Selepas kepergian mereka, Melly langsung menoleh pada Rendy yang sudah mulai kehilangan setengah kesadarannya. "Kenapa kamu lakuin ini? Padahal kamu tinggal pergi gak usah pedulikan aku. Aku gak tega melihat kamu seperti ini." Ucap Melly ia terisak-isak."Berhenti menangis! Dan jangan terlalu percaya diri, aku menolongmu bukan karena aku peduli apa lagi memaafkan kamu. Tapi karena aku sangat menghargai wanita. Jikapun wanita yang mereka ganggu bukanlah Kamu, aku pun akan melakukan hal sama," ucap Rendy, di tengah usahanya unt
Melly tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan berjuang sekali lagi untuk mengambil hati Rendy. Mungkin dulu perjuangannya kurang maksimal. Karena ia hanya bisa sebatas menatap dari kejauhan. Tapi sekarang, ia akan terus hadir dihadapan Rendy. Sampai Rendy merasa ketulusannya, merasakan cintanya dan merasakan perjuangannya untuk mengambil hatinya.Sejak kejadian di toko ayu malam itu. Melly terus saja mengikuti Rendy. Bahkan malam ini ia terkejut saat mengikuti Rendy tapi Rendy malah masuk ke klub malam. Tentunya membuat Melly takut. Karena sebelumnya Rendy tidak pernah menginjakkan kakinya ke tempat buruk itu.Untuk saat ini, ia sama sekali tidak memiliki keberanian untuk masuk. Ia takut jika masuk seorang diri meskipun di sana ada Rendy. Selama kurang lebih satu jam lamanya ia menunggu. Rendy masih tidak terlihat, belum ada tanda-tanda Rendy akan pulang. Melly semakin khawatir, ia takut terjadi sesuatu di sana mengingat ini adalah kali pertama Rendy mengunjungi tempat terlaknat sep