Ini dia, rumah yang dimasuki Maya kemarin, walaupun baru sekali aku mendatangi rumah ini, tapi aku hapal betul letak rumah ini, apalagi rumah ini saja yang memiliki model klasik mewah dan juga halaman yang sangat luas dibandingkan dengan rumah-rumah lainnya di komplek perumahan ini. Sepii ... banget sih! Aku lihat gak ada satu pun orang di sana yang bisa aku tanya-tanya.Aku akan tunggu sebentar, siapa tahu ada orang yang keluar dari rumah itu.Ada sekitar setengah jam aku menunggu, keluarlah sebuah mobil hitam, itu kan mobil yang kemarin datang pas aku pulang, berarti teman Maya baru saja keluar rumah.Kesempatan nih, aku harus cari seseorang, nah itu dia ada yang menutup pintu pagar, aku harus cepat sebelum dia masuk lagi ke dalam rumah."Paaaak ... permisi Pak, saya boleh tanya sesuatu?" sapaku sebelum dia menutup sepenuhnya pintu pagar."Iya kenapa yah, Mas?" tanya seorang pria mungkin berumur sekitar hampir lima puluhan."Bapak tahu gak teman saya yang namanya Maya, kemarin dia
Aku pun kembali ke apartemenku, tadinya aku ingin langsung memberitahukan Kak Lita soal ini, tapi rasa lelah dan kantuk menderaku. Dari kemarin aku tidak bisa tidur karena masih berusaha mencari keberadaan Jamal di Surabaya.Dan pulangnya aku masih harus menyelidiki ke rumah yang didatangi Maya tempo hari.Ya sudah, aku putuskan untuk beristirahat saja hari ini, mungkin baru besok aku akan ke rumah Kak Lita untuk memberitahu soal ini.*****POV ArlitaBeberapa orang yang tak aku kenal, tiba-tiba datang ke rumahku, "Hei, ada apa ini?" tanyaku di depan pagar, karena Mamat tidak membukakannya, khawatir orang-orang itu akan membuat kerusuhan di dalam rumah."Kami ingin bicara sama suami Anda!" Salah satu diantara mereka berbicara dengan nada keras."Urusan apa, saya tidak mengenal kalian semua!" Aku beranikan diri untuk membentaknya."Ini urusan suami Anda dan saudara kami, Maya yang sudah suami Anda lecehkan, dengan segala rasa hormat, segeralah nikahkan suami Anda dengan Maya, kami tak
"Maafkan Mamah Pah, Mamah sudah menyetujuinya," ucapku lirih dengan mata yang sudah tergenang air mata."Maksud Mamah apa? menyetujui bagaimana, Papah gak ngerti maksud Mamah!" Mas Firman tampak masih bingung dengan semua ucapanku."Tadi ada beberapa orang datang dan meminta Papah untuk segera menikahi Maya, Pah dan dia akan mengancam akan membuat nama kita dan keluarga kita tercemar, Pah tadinya Mamah gak takut, tapiii ... Lalu mereka kembali mengancam dengan memperlihatkan video Maya yang sedang berada dengan Papah Rahman, Pah. Dia sepertinya hendak memberitahu soal kamu yang sudah ... dengan Maya dan aku tidak tega membuat Papah Rahman akan sedih dan sakit hati Mas, makanya aku terpaksa menerima syarat mereka Mas," ucapku tak sanggup menahan air mata yang terus meluncur."Maaah ... apa kamu yakin Mah dengan keputusan kamu untuk merelakan aku menikah dengan Maya.""Aku gak tahu Pah, aku gak tahu harus gimana, aku kalap Pah. Aku takut Papah Rahman kenapa-kenapa, tapiii ... dalam hati
"Ghaaniiii ...!! Kenapa kamu tega banget sama aku, ngapain kamu bawa-bawa Bos ke sini?" geram Jamal menatap Ghani dengan penuh emosi, kesal merasa dibohongi oleh sahabatnya."Ma-maafkan aku Jamal, akuuu ... gak bermaksud untuk membohongi kamu..." Rasa bersalah tersirat dari wajah Ghani."Jamal, kenapa kamu harus marah sama Ghani dia gak salah kok, lagian kenapa kamu harus takut, memangnya kamu sudah berbuat salah apa, sampai begitu marah sama Ghani!!" ujar Yudha membuat Jamal menjadi gelagapan."E-enggak Bos, saya gak pernah berbuat salah." Seketika Jamal merasa kikuk, dia tersudut dengan pertanyaan Yudha."Kalau kamu gak berbuat kesalahan terus kenapa kamu tiba-tiba ngundurin diri dan langsung menghilang begitu saja, padahal katanya kamu lagi butuh uang, ayo jawab yang jujur, Jamal!!" tegas Yudha membuat Jamal semakin tegang bisa kulihat dari wajahnya yang memucat dan sikapnya yang terlihat sangat panik."Saya mau ngobatin ibu saya yang harus segera dioperasi, Pak. Jadi saya terpaksa
"Hehe ... jangan marah, iya, iya saya langsung to the point saja!""Gitu dong!" Kami mendengus berbarengan."Jadiii ... setelah itu dia naik ke tempat tidur dan saya terkejut ternyataaa ... ada seorang laki-laki yang juga udah dalam keadaan polos tengah tertidur pulas di sana, ...."Jangan-jangan laki-laki itu Mas Firman lagi, ya ampun apa yang mau dilakukan Maya."Terus, Mal?" tanya Yudha masih serius mendengarkan cerita Jamal."Saya bertanya sama gadis itu, 'Mbaknya mau apa yah?' Terus dia jawab, 'Kamu mau uang gede gak?' Yaaah ... Saya bilang iya, wong saya lagi butuh banget, teruuuus ... Dia bilang, 'Bagus, kalau kamu mau, kamu cukup memotret saya dengan pria ini!' Begitu katanya.""Dan, kamu menuruti apa perintah dia?""Iya, Pak! Saya memotretnya dengan berbagai pose yang menantang, saya sampai gak nahan lihatnya Pak, benar-benar sensual, Pak. Aduuuh .... sampai punya saya berdiri, hahaha!" Jamal tak tahan menahan tawanya, kayaknya dia teringat kejadian malam itu."Kenapa dia lak
POV FirmanSang surya yang datang menyapaku pagi ini, biasanya aku akan menyambutnya dengan suka cita dan hati yang riang, tapi tidak dengan hari ini. Hari ini aku akan menghadapi hari yang sangat berat dalam hidupku.Semua kebahagiaan yang sudah aku raih selama ini, apakah akan pupus begitu saja. Bila semua orang akan menyambut dengan bahagia hari pernikahannya, tapi tidak denganku, aku akan menikahi wanita yang sama sekali tidak aku cintai.Ooh Tuhaaan ... apa aku akan kehilangan semuanya, kasih sayang dan semua perhatian, hari-hari indah bersama istri dan anakku ... haaa ... Kenapa ini harus terjadi padaku, pada saat aku menikmati peranku sebagai suami dari perempuan yang sangat aku cintai, dan ayah dari anak perempuan yang lucu dan menggemaskan.Rasanya aku sangat malas untuk beranjak di tempat tidurku, kulirik ke arah sampingku, di sana tidak ada sosok wanita yang kucintai, betapa hampa hatiku, saat kau putuskan untuk pisah ranjang denganku, ranjang yang biasanya hangat dengan ca
Mamat dan Pak Joko menghampiri kami dengan wajah yang pias diliputi rasa bersalah, "Maaf Tuan, Nyonya, kami sudah berusaha menghadang mereka tapi kami tak berhasil, kami kalah jumlah Tuan. Mereka udah ada di depan pintu, Tuan!" ucap Mamat sambil menundukkan wajahnya."Gak apa-apa kami mengerti, kami akan segera menemui mereka!" Aku menepuk bahu Mamat sambil melangkah menjauhi mereka."Maafkan saya, Tuan," lirih Mamat dan Pak Joko yang masih bisa ku dengar saat aku perlahan meninggalkan mereka."Pak Firmaaan ... Jangan coba-coba kabur!" Bruug! Bruuug! Suara mereka mulai berusaha mendobrak pintu depan.Aku langsung membuka pintu membuat mereka terkejut, "Hei, kalian mau merusak pintu rumahku!" gertakku dengan mata melotot pada mereka."Hahaha ... Tuan Firman, kami kira Tuan akan melarikan diri," ucapnya dengan nada meledek."Kan tadi aku sudah bilang, tunggu!! Aku akan bersiap kenapa kalian tidak bisa bersabar sih!!" Aku berteriak keras pada mereka, kesal dengan tindakan mereka yang ber
"Mas mengenal laki-laki yang ada di foto itu?" tanya sang tukang kebun melihat kami begitu terkejut."Tentu saja Pak, laki-laki ini adalah kakak ipar saya yang sedang ada masalah dengan Maya yang saya ceritakan sama Bapak itu.""Apaaaa ... Saya gak percaya! Ja-jadi kakak ipar yang Mas ceritakan sama saya tempo hari itu adalah mantan kekasih Non Mayra!"Pria yang berprofesi sebagai tukang kebun plus penjaga rumah itu sangat terkejut mendengar pengakuanku."Iya Pak, Bapak pasti sama terkejutnya sama kami.""Iya Mas, yang tak habis pikir kenapa punya hubungannya sama Non Maya, harusnya kan sama Non Mayra yang jelas-jelas pernah menjalin hubungannya dengan kakak iparnya si Mas." Dahi Pria tua itu terlihat mengkerut, sepertinya ada yang aneh dengan kasus yang menimpa Mas Firman."Nah, itu yang sedang kami selidiki saat ini Pak. Biar semuanya lebih jelas gimana kalau Bapak ceritakan soal hubungan Mayra sama Mas Firman, Kakak Ipar saya ini!" timpal Yudha yang sejak tadi penasaran ingin mende
Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna
"Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah
William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng
"Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala
"Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d
Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k
Fayra POV"Kamu senang kan bisa bertunangan dengan pria yang kamu cintai?" tanya Mama."Tentu saja, Ma. Akhirnya aku bisa miliki dia," jawabku dengan senyuman yang lebar."Pertahankan dia Fay, jangan kayak Mama. Mama dulu terlalu mementingkan ego Mama untuk menjadi model yang terkenal. Hingga Mama kehilangan Papa kamu. Dia memilih menikah dengan wanita lain." Mama terlihat begitu sedih, mungkin itu penyesalan yang tak berujung dalam hidupnya, kehilangan cinta sejatinya.Aku tidak boleh seperti Mama, aku harus bertahan demi cintaku pada Pak Willy."Maaf Ma, aku dari dulu ingin sekali menanyakan hal ini? Apaaa... Papaku masih ada? Kenapa Mama selalu menyembunyikannya dariku?"Mungkin ini saatnya aku mendesak Mama untuk memberitahu secara mendetail soal Papaku."Maaf Fay, belum saatnya kamu tahu. Suatu hari nanti pasti Mama akan kasih tahun kamu, Fay.""Mama selalu begitu, kenapa sih Ma?" Mama tetap tak mau bilang soal Papa. Sampai hari ini hanya namanya saja yang aku tahu."Kamu kan uda
Sial banget hidupku, kenapa harus kenal sama gadis itu, padahal dari awal pun aku tidak tertarik sedikit pun sama dia. Aku harus menemui Papanya Firlita siapa tahu dia bisa membujuk Papaku untuk membatalkan pertunangan ini."Pak Firmaaaan .... Saya mohon tolong saya, saya benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama gadis itu. Saya hanya mencintai putri Pak Firman." Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, entah Pak Firman akan melihat kesungguhanku ini."Saya tidak yakin setelah saya mendengar ucapan gadis itu!" Pak Firman tampaknya sudah terlanjur percaya dengan ucapan gadis itu."Pak, saya sangat yakin kalau saya ini dijebak, tolong izinkan saya tetap bersama Firlita? Dan tolong bilang sama Papa saya untuk Menolak pertunangan saya dengan Fayra, Pak.""Maafkan aku Willy, aku belum seratus persen percaya sama kamu." Aku tahu ini bakalan sulit, tapi demi Firlita Aku harus terus membujuknya."Tante Arlita, saya sungguh-sungguh sama Firlita... tolong bantu saya. Saya tahu, kalau saya
Flashback on"Pak Willy tolong saya, saya disekap oleh seseorang di sebuah apartement!!" Suara Fayra terdengar panik di ujung telepon."Ka-kamu di mana Fay?" tanyaku ikut panik."Saya ada di apartement Berlian lantai 7 kamar 52, cepat Pak! Saya takut ini!"Tok! Tok! Tok !! "Wei, cepaaaat.... kalau gak saya akan mendobrak pintu kamar mandi itu!"Terdengar suara laki-laki yang berteriak sambil menggedor pintu dengan keras."Udah yah Pak, kayaknya mereka udah curiga! Pak Willy harus cepat, saya takut Paaak...!" katanya sambil berbisik dan terdengar begitu gugup.Tut! Dia mematikan sambungan telepon.Aduh, gimana ini? Aku harus menolongnya, tapii... bagaimana dengan pertunanganku.Aku melihat ke arah jam tanganku, masih ada Waktu sekitar dua jam.Aku pun bergegas makin cepat pergi, makin cepat beres urusannya dan aku bisa pergi ke pertunanganku."Lho Willy, kamu mau ke mana? Kok malah pergi acara pertunangan kamu sebentar lagi?" tanya Papa saat melihatku hendak pergi."Ada urusan sangat