Share

Bab 7

Penulis: Nameless Witch
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-25 11:59:46

Di suatu daerah yang di padati perumahan padat, saling berdempetan. Sebuah bangunan tua setinggi lima lantai berdiri di tengah-tengahnya. Dari lantai atas bangunan itu, hamparan atap rumah terlihat seperti laut, tidak terukur. 

Angin menerpa tubuh Anna, mengakibatkan rambut hitamnya melambai-lambai tidak karuan. Di lantai paling atas dari bangunan tua itu, Anna berdiri tegak di tepinya sembari menundukkan kepala. Tatapannya kosong saat melihat jalanan di bawah. 

Dalam pikirannya, Anna bertanya-tanya, apakah ia akan mati jika melompat dari ketinggian ini? Memikirkan itu menyebabkan Anna tersenyum tipis, sebuah senyum yang ia buat-buat untuk menguatkan dirinya. 

"Seharusnya aku melakukan ini dari dulu," ucap Anna dalam hati lalu dengan perlahan melangkahkan kakinya ke depan, ke sebuah angin. Setiap melidetik yang berlalu, debaran jantung Anna semakin meningkat. 

Anna tidak dapat menyangkal bahwa seluruh tubuhnya sekarang gemetaran. Tetapi, di detik-detik sebelum Anna akhirnya terjatuh, Anna merasakan tubuhnya yang kelelahan itu menjadi sangat ringan. Seperti beban hidupnya akan benar-benar terangkat. 

Kejadian itu sebenarnya terjadi cepat sekali. Di awali dengan kepalanya lalu diikuti seluruh tubuhnya, Anna akhirnya terjatuh dari lantai teratas yang ada di bangunan tua itu. Bersamaan dengan Anna menutup matanya, ia juga melemaskan seluruh tubuhnya, pasrah. Anna dapat merasakan angin menyayat kulitnya.

"Jika aku mati, aku tidak akan menderita lagi." Dari kelopak matanya yang tertutup, setetes air mata muncul lalu menghilang terbawa udara. 

"aku tidak akan bertemu ayahku yang gila lagi, aku tidak akan bekerja mati-matian lagi, dan aku juga tidak akan pernah memimpikan hal itu lagi." Setetes demi setetes air mata muncul dan menghilang. 

"Setelah mati, apa aku bisa bertemu kalian? Setidaknya aku ingin meminta maaf karena diriku yang terkutuk ini seharusnya mati lebih cepat daripada kalian." 

Selama lima belas tahun terakhir, kenangan-kenangan menyakitkan itu tidak pernah berhenti menghantuinya. Tidak peduli sebanyak apa usaha yang dilakukan Anna, kenangan itu tidak akan pernah menghilang dari pikirannya. 

Selama ini, Anna hanya mengabaikan kenangan itu sambil berharap bahwa suatu hari nanti kenangan itu akan menghilang dari dalam kepalanya dengan sendirinya. Anna tahu, hari ini adalah hari itu. Hari yang telah Anna tunggu-tunggu kedatangannya. 

"Akhirnya aku bebas juga." Seutas senyum tiba-tiba memekar di wajah Anna. Ini adalah detik-detik terakhir dalam hidupnya. Paling tidak, ia ingin tersenyum dengan tulus untuk pertama kalinya dalam lima belas tahun terakhir ini. 

"..." 

"Mengapa kamu tersenyum dengan raut wajah sejelek itu?" 

Tiba-tiba Anna membuka mata. Seorang pria yang tampaknya baru berumur dua puluh tahun dengan bola mata berwarna ungu pucat seketika memeluk dirinya yang tengah terjun bebas. Perkembangan situasi ini membuat Anna terperangah. Mulutnya tidak bisa bergerak sedangkan matanya terbuka lebar menatap wajah pria yang hanya tinggal beberapa senti lagi menyentuh wajahnya. 

Situasi ini menyebabkan Anna refleks menoleh ke samping. 

Deg! 

Sekilas Anna dapat merasakan jantungnya berhenti berdetak. Akibat pelukan dari Xavie, posisi tubuh Anna yang awalnya terbalik antara atas dengan bawah kini berputar dan membuatnya menjadi mendatar. Langit di berada di belakang Xavie sedangkan jalan berada di belakang Anna. 

Anna segera menutup kembali bola matanya lalu menoleh ke depan, tepat di hadapannya Xavie berusaha menggenggam bangunan di samping tubuhnya. Mereka berdua semakin cepat terjatuh. Saat Xavie melihat sebuah kesempatan, tangan kirinya langsung mencengkeram tepi bangunan. 

Hal itu menyebabkan Xavie langsung menggertakkan gigi. Pasalnya, tulang dan ototnya terasa seperti tertarik dan tercabik-cabik. Walau sudah begitu, tangan kirinya tampaknya terlalu licin hingga menyebabkan telapak tangannya meluncur, menyisakan jari-jarinya yang tegang karena menahan beban yang berlebihan. Satu hal baik dari pada itu adalah mereka berdua akhirnya berhenti terjatuh. 

Merasakan udara di sekitarnya sudah kembali normal, Anna membuka matanya perlahan. Di depan matanya terdapat seorang pria yang sedang terengah-engah, kelelahan. Anna lekas mengingat pria itu, pria itu adalah penyebab dari kejadian ini, pria itu adalah bajingan yang telah mencemarkan tubuhnya. 

"Sekarang bajingan ini ingin mencegahku bunuh diri." Kemarahan langsung merasuki pikiran dan tubuh Anna. 

Tanpa pikir panjang, Anna meronta-ronta dari pelukan Xavie. Baru saja Anna sadari bahwa tubuh bagian depannya menyentuh tubuh bagian depan milik Xavie. Terutama bagian dadanya, Anna dapat merasakan dada bidang milik pria itu. 

Tangan Anna dengan sekuat tenaga mencoba mendorong tubuh Xavie. Bersamaan dengan itu, kaki Anna bergerak menendang-nendang kaki pria itu. Semua itu Anna lakukan agar dirinya terlepas dari pelukan pria itu. Tapi apa daya, Xavie memeluk Anna erat sekali. 

"Hei! Tenanglah! Kamu mau jatuh?" Xavie berkata dengan khawatir. Xavie dapat merasakan sedikit demi sedikit jarinya meluncur dari tepi bangunan itu. 

Mendengar itu tidak sedikit pun membuat Anna takut, malahan ia semakin semangat meronta-ronta. 

"BERHENTI!" teriak Xavie. 

Teriakan itu berhasil menyebabkan Anna berhenti bergerak. Melihat itu, Xavie menghela napas lega. Sebetulnya Xavie tidak menyangka perempuan itu akan menurut dengan perkataannya, tapi untuk sekarang Xavie tidak peduli. 

Sebelum Xavie benar-benar merasa tenang, Anna membenturkan dahinya ke dahi Xavie kemudian kembali memberontak dengan lebih agresif. Kondisi ini membuat Xavie bingung harus melakukan apa. 

Selagi Xavie sibuk berpikir, tiba-tiba dia mendengar suara dari wanita di hadapannya. "Lepaskan aku!" 

Suaranya terdengar pelan, serak, dan bergetar. Sangat menyedihkan. Mendengar itu hanya membuat Xavie memeluk Anna semakin erat. 

Sejak bertemu Anna dalam kondisi seperti ini, Xavie belum pernah benar-benar melihat wajah wanita itu, terutama matanya. Sesungguhnya, Xavie masih merasa takut menghadapinya. Tetapi suara itu berhasil memancingnya tanpa sadar untuk melihat wajah wanita itu dengan lebih jelas. 

Wanita dihadapannya itu memiliki wajah yang sangat cantik. Namun sayang, kecantikannya itu diselimuti kepedihan pekat. Terlebih mata abu-abu itu, hanya dengan melihatnya dapat membuat dada Xavie terasa begitu menyesakkan. 

"Lepaskan aku!" seru Anna kembali, lebih keras dari pada sebelumnya. Air mata mengalir deras di pipinya. Mata Anna yang memerah karena menangis itu menatap Xavie lekat-lekat. 

"Lepaskan aku!" Kini suara itu terdengar seperti keputus-asaan. 

Apa yang harus kulakukan untuk membuat pria itu melepaskanku? Apakah dia sebegitu inginnya melihatku menderita? Apakah dia ingin menyiksaku? Pria bajingan ini! Jari-jari Anna mulai mencengkeram tubuh pria itu dengan keras lalu dengan seluruh tenaga miliknya yang tersisa, Anna mendorong tubuh pria itu. 

Mendadak Xavie memajukan wajahnya lalu mencium bibir merah muda Anna yang pucat. Xavie mengambik kesempatan itu ketika Anna terengah-engah, kelelahan. 

Anna membuka matanya lebar, ia tidak pernah mengantisipasi hal seperti ini. Sekilas pikiran Anna menjadi kosong karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa di situasi yang baru dia alami ini. Ditambah sekarang, Xavie tengah memainkan lidahnya di dalam mulut Anna.

Sebelum Anna sempat menggigit lidah pria itu, Xavie menarik bibirnya terlebih dahulu. 

"Sudah tenang?" tanya Xavie, prihatin. 

Mendengar perkataan tak tahu malu dari Xavie lantas membuat Anna langsung menampar pria itu. 

Plak! 

Xavie merasa pantas mendapatkan tamparan itu, jadi ia menerimanya dan tidak mencoba untuk menghindarinya. Setelah berpikir keras, Xavie tidak berhasil menemukan cara untuk menenangkan wanita itu kecuali dengan menciumnya secara mendadak. Melakukan itu memang beresiko, tapi sepertinya itu berhasil untuk menenangkan Anna. 

Setelah tamparan itu, terdapat keheningan diantara mereka berdua. Untuk beberapa saat, Xavie maupun Anna tak tahu harus bereaksi seperti apa di situasi seperti ini. 

"Aku minta maaf," tutur Xavie, merasa bersalah. Untuk memecah keheningan, Xavie berinisiatif memulai percakapan.

"Lepaskan aku lalu aku akan memaafkanmu!" Anna memandang sengit ke arah Xavie. Dari raut wajah wanita itu, Xavie tahu Anna tidak akan pernah memaafkan dirinya. 

"Aku tidak akan pernah melepaskanmu." 

Jawaban Xavie benar-benar membuat Anna merasa putus asa. Bibir Anna yang pucat kemudian terbuka lalu berkata. "Kenapa?"

Sebelum Xavie sempat menjawab, Anna melanjutkan ucapannya. 

"KENAPA!?" 

Xavie terdiam. 

"Kenapa kamu tidak membiarkanku mati saja!" seru Anna diiringi tangisan. Dalam suaranya yang pecah, ia sungguh berharap untuk mati saat ini juga. 

"Aku minta maaf!" tanpa Xavie sadari suaranya akhirnya pecah. "Jangan mati! Jangan tinggalkan aku! Aku masih memerlukanmu."

Samar-samar Xavie dapat melihat bayangan ibunya pada diri Anna. 

Setelah mendengar suara Xavie, mata Anna yang kosong itu sedikit demi sedikit mendapatkan sinarnya kembali. "Aku memerlukanmu." kata-kata itu sudah sangat jarang Anna dengar. Kini mata Anna yang kabur itu mulai melihat wajah Xavie dengan lebih jelas. 

Air mata mengaliri pipi pria itu sedangkan wajahnya membawa kesedihan yang dalam. Melihat Xavie membuat Anna mengingat dirinya sendiri. Tak tahu mengapa, tapi Anna berpikir bahwa pria itu mirip sekali dengan dirinya. Saat ini, Xavie mengarahkan matanya kepada Anna, memandang Anna lekat-lekat. Entah kenapa, semua hal itu membuat Anna marah.

"Kenapa kamu mengucapkan kata-kata itu!? Setelah memerkosaku, kenapa kamu masih ingin menyiksaku!? Padahal ini bukan urusanmu! Kamu pikir aku akan memaafkanmu. Sampai mati pun aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Napas Anna tersenggal-sengal usai melampiaskan emosinya. Baik Anna maupun Xavie hanya terdiam sembari menatapi wajah orang di hadapannya. 

"Kamu tidak perlu memaafkanmu." Xavie akhirnya berbicara, suaranya masih bergetar. "Tapi, biarkan aku berusaha menebus kesalahanku." 

"Apa yang bisa dilakukan pria miskin seperti dirimu!" Bantah Anna, marah. 

Angin kencang menerpa tubuh mereka berdua yang masih berdiri di atas udara kosong, menyebabkan rambut mereka berdua berkibar-kibar. 

"Semua." Anna diam mendengar perkataan Xavie. "Semua akan kulakukan untukmu selama aku masih hidup." 

Kelopak mata Anna sedikit menaik. Perkataan yang baru saja di lontarkan Xavie terdengar lebih seperti sebuah permohonan. Jujur saja, hati Anna benar-benar tergerak setelah mendengar suara menyedihkan itu. Mungkin ini firasat, Anna tak tahu mengapa, tapi Anna merasa bahwa Xavie bersungguh-sungguh dengan perkataannya barusan. 

Sebuah pemikiran gila seketika memasuki pikiran Anna. Perlahan, bibirnya bergerak lalu berkata menggunakan suara yang hampir tidak terdengar. 

"Kalau begitu, menikahlah denganku." 

Anna tampak terkejut dengan ucapannya sendiri. Begitu juga halnya dengan Xavie yang tidak pernah membayangkan Anna akan mengucapkan kata-kata itu. Sebelum Anna sempat berharap agar Xavie tidak mendengar perkataannya barusan, Xavie menjawab dengan lembut lalu tersenyum cerah. 

"Baiklah." 

Anna tak sempat bereaksi karena usai mendengar jawaban Xavie, pegangan jari-jari Xavie meluncur dari tepi bangunan tersebut. 

Setelah menghabiskan banyak waktu untuk memberontak dan berdebat, pada akhirnya Anna tetap akan mati. Anna hanya bisa tertawa sinis kepada hidupnya, tapi untungnya, kini ia tidak akan mati sendirian. Ada pria yang cukup gila untuk menangkap dan memeluk dirinya yang tengah terjatuh. 

Sedikit demi sedikit Anna akhirnya menutup mata lalu mempersiapkan tubuhnya yang sebentar lagi akan hancur karena benturan.

Bruk!  

Tubuhnya tiba-tiba menghantam sesuatu, rasanya tidak terlalu sakit. Anna membuka matanya lalu menyadari bahwa dirinya berada dipelukan Xavie. Karena refreks, Anna langsung membangkitkan setengah tubuhnya kemudian melirik Xavie yang masih menutup mata. Untuk beberapa detik, Anna merasa khawatir dengan keadaan pria itu. 

Ketika Anna terfokus melihat keadaan Xavie, tak lama kemudian ekor mata pria itu bergerak dan dalam sekejap Xavie membuka kedua matanya. 

"Kamu tahu, aku lebih suka perempuan yang malu-malu daripada perempuan yang agresif." Xavie tersenyum melihat Anna yang masih duduk di atas tubuhnya. 

Plak! 

Tanpa pikir panjang, Anna langsung menampar Xavie. Bisa-bisanya pria berengsek itu mengucapkan kalimat itu kepada dirinya. Tiba-tiba pikiran Anna teralihkan dengan kejadian saat ia masih memberontak dan berdebat dengan Xavie. Jadi, selama itu Anna hanya berada di ketinggian lima meter. Tanpa Anna ketahui, wajahnya memerah. 

Bab terkait

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 8

    Hari ini seharusnya menjadi hari senin yang terik di Kota Carson negara bagian Nevada karena matahari bersinar sepanjang siang, tetapi kemudian gerimis turun di sore hari dan hingga sekarang masih belum berhenti. Jam di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul delapan malam. Havard Heiberg tampak fokus berlari melewati beberapa lorong kecil tetapi getaran dari ponsel yang ada di sakunya mengakibatkan Havard berhenti lalu mengambil ponsel dan menerima panggilan yang masuk ke ponselnya."Dilitiriódis petaloúda skarfaloméni se éna maraméno louloúdi, " ucap Havard datar, uap hangat mengepul keluar dari mulutnya."Dilitiriódis petaloúda skarfaloméni se éna maraméno louloúdi," balas orang di balik telepon, suaranya terdengar seperti suara perempuan."Ada apa?" tanya Havard tanpa basa-basi.Dari dalam teleponnya, Havard dapat mendengar suara seorang wanita y

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 9

    Dalam pandangannya yang berkabut, samar-samar Xavie dapat melihat keadaan lingkungannya yang kacau. Rumah, toko, gedung, bahkan bangunan pencakar langit, semuanya roboh dan tenggelam ke dalam tanah. Akibatnya, kematian terjadi di seluruh penjuru kota. Di sekitarnya, Xavie melihat banyak mayat manusia yang mati dengan sangat mengenaskan. Rata-rata tertimbun bangunan yang hancur, tetapi dalam kondisi yang berbeda-beda. Ada beberapa yang anggota tubuhnya tercerai berai, ada yang kepalanya pecah, ada yang isi perutnya tumpah, dan banyak lagi yang mati dengan mengerikan seperti itu. Hanya sedikit orang yang mati dalam kondisi utuh. Beberapa masih hidup namun dalam kondisi kritis, artinya sebentar lagi mereka juga akan mati. Seorang anak perempuan berumur delapan tahun, satu-satunya manusia yang Xavie lihat masih hidup dan sadar sekarang sedang menangis. Sekujur tubuhnya di peduhi memar dan luka-luka berdarah, terlebih kedua kakinya yang hancur. Sambil menyerer

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 10

    Pintu terbuka, seorang berjas rapi memasuki ruangan. Orang itu adalah Andre Blanchet. Kurang dari lima belas menit lagi rapat akan segera di laksanakan, tetapi pria merepotkan yang sangat tak ingin Anna temui kini masuk ke ruangannya. Seperti biasa, Andre terlihat tampan dengan gaya fashion formal yang terlihat elegan. berbeda dengan Anna yang memakai kemeja putih polos, Wajahnya yang selalu tanpa emosi menggunakan make up tipis sedangkan rambutnya diikat cepol, sangat fresh dan sederhana. "Maaf atas kedatanganku yang tiba-tiba, apakah aku mengganggumu?" Andre berjalan mendekati Anna lalu duduk di kursi depan mejanya, berhadapan dengan Anna. "Tentu tidak Tuan Andre," jawab Anna sambil tersenyum, seperti saat bertemu klien-klien penting. Mendengar itu, ujung bibir Andre terangkat. "Apakah Tuan memiliki kepentingan dengan saya," tanya Anna sebagai formalitas. Anna tahu, tentu saja ada! baru dua hari yang lalu Andre melamarnya unt

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 11

    Brak! Sebuah mobil Audi A5 berwarna putih melesat dari belokan gang kecil, menabrak body bagian depan mobil yang di kendarai Xavie. Hantaman yang terjadi secara tiba-tiba itu membuat Xavie terkejut. Ia berusaha mengendalikan mobilnya agar tidak menabrak benda-benda di sekelilingnya namun gagal. Mobilnya tetap menabrak tiang listrik diikuti kepalanya yang terbentur oleh kemudi. Dahinya sedikit lecet, darah mengalir keluar lewat sana. Sambil teraduh-aduh, perlahan kepalanya terangkat dan melihat mobil BMW M3 milik istrinya telah mengalami kerusakan yang parah. Body bagian depan mobil itu telah hancur, asap mengepul keluar lewat sana. "Ini karma, kamu seharusnya mendengarkan perkataan orang yang lebih tua." Anaemia berkomentar di dalam kepala Xavie, seolah mengejek dirinya. Usai mendengar perkataan Anaemia, pembuluh darah di bagian samping dahinya tampak membesar, pertanda Xavie benar-benar kesal. "DIAM!" teriak Xavie dalam hati

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 12

    Langit semakin menggelap, tirai malam sebentar lagi akan terbuka. Di tengah ramainya pepohonan pinus, Winda Jiao berlari melewati berbagai rintangan alam demi mengejar Xavie yang berada jauh di depannya. Sebelum memasuki hutan, Winda selalu bertanya-tanya mengenai alasan dibalik pria itu, Xavie, berlari menuju kedalaman hutan kecil ini. Winda memikirkannya sambil melangkahkan kakinya kencang tetapi sebelum ia mendapatkan jawabannya, hutan telah memberikan jawaban : gemerisik dedaunan, deru sungai kecil yang deras, derik serangga malam, dan kukuk burung hantu di kejauhan. Suara-suara itu menggema dari segala arah, menciptakan suasana yang sangat mencekam. Sang surya tenggelam, Winda Jiao akhirnya bergidik. Ia dapat merasakan bulu kuduknya meremang. Jika harus jujur, Winda Jiao merasa malu. Di usianya sekarang, ia masih bisa merasa ketakutan di tempat seperti ini. Walau begitu, kakinya tetap tidak berhenti. Winda masih melangkah maju, berusaha

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 13

    "Butuh berapa potong agar kamu berhenti beregenerasi?" tanya Xavie sinis, pandangannya mengarah sebentar ke arah Winda sebelum kembali ke monster itu. Ejekan-ejekan yang diberikan Xavie kelihatannya berhasil menyebabkan monster itu marah. Sekarang monster itu telah terfokus kepada Xavie, melupakan Winda yang sudah mendapatkan kendali tubuhnya. Setelah melewati sedikit keheningan, monster itu menerjang ke arah Xavie yang diam menantangnya. Di sisi lain, Winda langsung melangkahkan kakinya terbirit-birit meninggalkan Xavie bersama dengan monster itu. Bagi Winda saat ini, nyawanya adalah yang paling utama. Setelah keluar dan berlari cukup jauh dari gudang itu, ia bisa melaporkan kejadian itu kepada atasannya. Itulah yang Winda rencanakan pada waktu itu. Kembali kepada Xavie. Baik tatapan mata atau pun raut wajahnya, tidak ada yang berubah ketika melihat Winda meninggalkannya. Ia fokus memindai seluruh tubuh monster yang dengan cepatnya bergerak

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 14

    Sosok penyihir yang menggunakan sapu terbang itu lekas turun begitu mengetahui Xavie telah menyadari keberadaannya. Di sisi lain, Xavie mewaspadai sosok penyihir yang dengan kencangnya terbang dan menghampirinya."Akar sihir tipe angin," pikir Xavie."Pakai! Orang aneh." Penyihir itu melemparkan jubahnya, Xavie dengan santainya menutupi tubuh telanjangnya. Kewaspadaannya telah hilang begitu melihat hal yang dilakukan dan mendengar suara penyihir itu.Penyihir itu adalah seorang wanita, ia langsung melirik Xavie yang telah selesai menutupi tubuhnya dengan jubah miliknya. Rhongomyniad di tangan Xavie sudah menghilang sebelum penyihir itu melihat dirinya. Kurang lebih, Xavie paham dengan situasinya sekarang."Aku belum pernah melihatmu sebelumnya, apakah kamu penyihir dari luar kota?" tanya penyihir itu."Ya," jawab Xavie singkat.Ketika Xavie dan penyihir itu saling berbicara, monster itu mengambil kesempatan deng

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 15

    Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam dan sekarang ketiga penyihir itu sudah selesai menyelidiki area pertempuran di dalam maupun di luar gudang tua itu. Tidak banyak informasi yang mereka peroleh namun ketiga penyihir itu tetap harus melaporkannya ke markas Asosiasi Penyihir Ivasaar. Markas Asosiasi Penyihir Ivasaar berada di kawasan sepi layaknya sebuah hutan namun dengan beberapa bangunan perumahan yang masih cukup berjarak. Pada umumnya orang yang tinggal di kawasan itu adalah penyihir sama seperti mereka bertiga. Butuh waktu sebanyak dua puluh menit untuk sampai bila menggunakan mobil dengan kecepatan rata-rata dan itulah yang mereka kendarai hingga sampai di sebuah bangunan perkantoran. Bangunan perkantoran itu terlihat sederhana, tidak mencurigakan. Seseorang tidak akan pernah menyangka bahwa tempat seperti itu adalah sebuah markas dari para penyihir yang ada di kota ini. Suasana hening saat memasuki bangunan itu sudah biasa mereka rasakan t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09

Bab terbaru

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 30

    Pukul empat sore, Anna terbangun dari tidurnya yang nyeyak. Sudah lama sekali Anna tidak merasakan perasaan seperti itu, perasaan bahwa tubuhnya bisa menjadi sangat ringan dan santai seolah-olah beban yang selama ini di tanggungnya telah menghilang. Bahkan sekarang, Anna dapat mendengar Jiwanya mengatakan kepada tubuhnya untuk tetap berbaring dan bersantai terus seperti itu. Waktu Anna menutup kembali bola matanya, ingatan-ingatan mengenai apa yang telah ia lakukan sebelum akhirnya tertidur seketika tergambar dalam jelas di dalam kepalanya, bagai menonton siaran ulang televisi. Mengingat itu membuat Anna mendadak langsung membuka matanya, raut wajahnya mengatakan ketidakpercayaan dan kemaluan yang luar biasa hebat. Hanya mengingat kembali kejadian memalukan itu sudah membuat muka Anna memerah layaknya tomat. Bagaimana mungkin Anna bisa menangis di pelukan pria itu? Anna sangat yakin sekarang bahwa wajahnya yang dingin dan cuek sudah menghila

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 29

    Anna menundukkan kepalanya, melihat wastafel yang berada persis di depan mukanya. Di dalam kamar mandi yang sunyi, Anna mencoba menenangkan dadanya yang kembang kempis, bersamaan dengan mentalnya yang hampir hancur akibat ingatan mengenai insiden waktu itu kembali ke dalam kepalanya. Bagaimana Anna bisa berpikir bahwa dirinya baik-baik saja? Setelah apa yang telah ia lakukan. Anna melihat pantulan dirinya di dalam cermin dan Anna dapat melihat bahwa bibir bayangannya mengatakan "Matilah" kepada dirinya. Tidak kuat melihat bayangannya sendiri, Anna menundukkan kepalanya kemudian melihat wastafel berdesain sederhana itu kembali. Foto yang tadi ditunjukkan Xavie kepadanya adalah foto kedua orang tuanya di saat kedua orang tuanya masih bahagia. Benar! Kebahagiaan mereka hancur di tangan Anna sendiri, anak mereka sendiri. Memikirkan semua itu saat ini hampir membuat Anna gila. Rasa-rasanya semua perasaan positif yang terkumpul di dalam dirinya selalu tiga ha

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 28

    Keesokan harinya Anna memutuskan untuk tidak bekerja selama tiga sampai empat hari. Setelah memikirkan baik-baik semua yang di ucapkan Xavie kepada dirinya, Anna mengetahui itu memang benar adanya. Jika Anna bekerja terlalu keras bahkan ketika ia sakit, mungkin ia akan masuk rumah sakit dan itu akan sangat merugikan perusahaannya. Untuk kali ini saja, Anna akan menuruti permintaan suaminya, Xavie. Pagi itu Anna tidak memimpikan mimpi mengerikan itu, jadinya ia bisa beraktivitas seperti biasa. Karena ia sudah memutuskan untuk bekerja dengan santai saat ia istirahat, Anna menelepon Yuli untuk datang ke apartemennya, menyuruhnya membawa dokumen dan berkas-berkas perusahaan yang tidak sempat ia lihat dan tanda tangani. Suara bel apartemennya terdengar, Anna tebak itu pasti Yuli yang sudah sampai ke rumahnya. Segera Anna berjalan menuju pintu masuk apartemennya kemudian membukanya. Tebakannya benar, Yuli dengan dandanannya yang sederhana tengah b

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 27

    Ekor mata Anna bergetar, kelopak matanya perlahan terbuka. Langit-langit bercat putih membosankan memasuki bidang penglihatan, Anna benar-benar sudah muak melihat langit-langit itu. Setiap bangun dari tidurnya, langit-langit itu selalu mengingatkannya akan mimpi buruknya. Walau mimpi buruknya kala itu tidak memasuki alam mimpinya, tetap saja buruk rasanya mengingat hal menakutkan itu. Kali ini Anna merasakan hal yang nostalgia. Benar, ini sudah kedua kalinya ia pingsan setelah berdebat panjang dengan suaminya mengenai masalah pekerjaannya. Anna tetap keras kepala mengabaikan tubuhnya yang sakit hanya untuk bekerja, tentu saja suaminya mencoba melarangnya tetapi itu saja tak dapat menghentikan Anna. Begitulah kedua kalinya Anna pingsan dan ia tanpa sadar merepotkan orang yang telah mengingatkannya. Itu hampir seperti menjilat ludahnya sendiri dan kelakuannya itu sudah terjadi sebanyak dua kali. Sungguh memalukan rasanya memikirkan hal tersebu

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 26

    "Malaikat? Tidak! Aku adalah seorang iblis," jawab Xavie, datar. "Tidak mungkin!" Mila kelihatan tidak percaya. "Seingatku, aku adalah orang yang baik. Aku selalu membantu orang-orang tua, ikut gotong royong membersihkan lingkungan, bahkan aku menjadi sukarelawan di sebuah panti asuhan. Apa kamu tidak salah?" "Salah?" Xavie tampak kebingungan dengan apa yang dikatakan Mila. "Benar, coba periksa kembali catatan kehidupanku! Kamu punya, kan? Pasti ada sebuah kesalahan. Tidak mungkin orang sepertiku masuk neraka," harap Mila kepada Xavie. "Apa kamu pikir aku adalah iblis yang akan menuntunmu masuk ke dalam neraka?" Xavie menghela napas, tidak habis pikir ada orang yang berpendapat sedemikian rupa. "Kamu bilang tadi aku boleh menyebutkan tempat ini adalah surga, bukan? Aku juga ingat bahwa aku sebelumnya terluka parah. Kamu juga mengatakan bahwa kamu adalah iblis. Bukankah semua itu dapat menjelaskan apa yang terjadi padaku sekar

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 25

    Di taman rumah sakit jiwa, cahaya matahari pagi menerpa kulit Glen Gracias yang saat itu tengah duduk di bangku panjang seorang diri. Angin sepoi-sepoi berembus membuat udara semakin segar. "Hey, apa kalian sudah mendengar berita?" tanya seorang perawat kepada perawat lainnya. "Berita apa?" perawat lain balas bertanya dengan penasaran. "Anna Gracias, CEO Gracias Company telah menikah!" jawab perawat itu. "Memangnya apa yang salah dengan hal itu?" tanya perawat lainnya sedikit aneh. "Kamu lihat pria di sana?" perawat itu menunjuk Glen Gracias yang duduk tak jauh dari posisi mereka saat ini. "Dia adalah ayah Anna Gracias," ungkap perawat itu kepada perawat lainnya. Tepat di belakang Glen Gracias, kira-kira sepuluh meter jauhnya. Terdapat tiga orang perawat yang sedang berbincang-bincang mengenai pasien di depan mereka. Glen Gracias, pasien yang para perawat itu bicarakan, kelihatannya sam

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 24

    Anna kembali ke panggung mimpi buruknya, cahaya lingkaran dari lampu sorot menyinari sosoknya yang menyedihkan. Perasaan takut yang familiar menyelimuti dirinya, menyiksa jiwanya yang duduk terpatung tanpa bisa menggerakkan satu pun jarinya. Seolah-olah, kegelapan yang mengitarinya merasa sangat terhibur dengan ketidakberdayaan dan kesengsaraannya. Ketakutan itu membuat Anna menangis tersedu-sedu hingga ingin menjerit namun tak peduli sebanyak apa Anna berusaha, suaranya tak pernah berhasil keluar lewat mulutnya. Ketika Anna meringkuk, menyembunyikan wajah dan pandangannya dari para penonton yang mengitarinya, perasaan hangat mendadak merasuk masuk ke sela-sela kulitnya sampai ke dalam jiwanya. Tapi perasaan itu hanya berlangsung sebentar sebab rasa dingin dengan segera merayap masuk ke dalam jiwanya, menggantikan perasaan yang hangat. Seorang wanita muncul dari kegelapan lalu menggantungkan dirinya sendiri. Sesaat setelah wanita itu tidak bergerak, mul

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 23

    Waktu Anna bertanya mengenai apa yang terjadi setelah dirinya pingsan, Yuli memberitahukan informasi yang sangat mengejutkan. Anna sedikit tidak percaya ketika Yuli mengatakan bahwa Xavie datang menjemputnya tepat sesudah dirinya pingsan."Benarkah?" tanya Anna kepada Yuli lumayan keras."Tentu," jawab Yuli sedikit heran dari seberang telepon. "Aku juga sangat terkejut ketika melihat Suami Nona yang sudah menunggu dibalik pintu ruang rapat. Orang seganteng itu belum pernah sekali pun kulihat didepan mataku. Di tambah lagi Suami Nona sangat bersahabat dan perhatian, aku jadi bahagia memikirkan pernikahan Nona."Penjelasan Yuli berhasil membuat Anna tertekan. Bahagia? Sejak bertemu pria itu dihari ulang tahunnya, berbagai masalah berduyun-duyun datang menghampirinya. Penjelasan Yuli juga berhasil membuat pikiran Anna bertanya-tanya tentang bagaimana Xavie bisa masuk ke dalam perusahaannya. Setelah merenung dan tidak berhasil menemukan jawaban, Anna menghembu

  • Take this Witch CEO Lady (Indonesia)   Bab 22

    Siluet Anna dengan cepat menghilang sebelum Xavie menunjukkan semua kekhawatirannya. Dirinya kembali memandang keluar jendela dengan mimik wajah yang berangsur-angsur pulih ke kondisi semula. Kemunculan Anna yang tiba-tiba sama sekali tidak membuat Xavie mengambil pusing, layaknya sebuah angin lalu. Tidak ada hubungannya dengan dirinya. "Semalam aku mendapatkan mimpi mengenai kehancuran kota ini di masa depan!" Tiba-tiba Xavie angkat bicara di dalam kepalanya. "Mimpi?" tanya Anaemia tidak percaya. "Hmm." "Apa kamu memiliki kemampuan melihat masa depan?" "Tidak!" "Kalau begitu, kenapa kamu terdengar seakan mimpimu akan menjadi kenyataan?" Anaemia tidak habis pikir. "Karena setahun yang lalu aku pernah mendapatkan mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan. Apa kamu dapat menebaknya?" tantang Xavie dengan nada sedikit kesal. "Saat kita melakukan kontrak," jawab Anaemia percaya diri.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status