Share

19. Kepo (1)

Penulis: amie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 10:31:06

Anak-anak baru selalu punya waktu untuk sekedar kepo satu sama lain. Maklum sih, mereka belum mengenal yang namanya tugas. Sama seperti Adel yang betah gendon di sekolah sambil ngobrol gaje dan kenalan dengan teman-teman barunya.

Adel mulai mengalihkan pandangannya  ke lapangan bawah, tempat dia dan teman-temannya pernah dijemur sampai garing. Dan kini, tempat di mana dia bisa melihat Adit yang lagi main futsal bareng anak-anak OSIS . Ditatapnya cowok itu lama. Ya ampun Kak Adit itu cakep banget ya, baik lagi.

Khayalan Adel melayang. Kalau aja dia nembak Kak Adit gimana ya. Kalau mereka bisa jadian pasti hidup Adel bakalan sempurna banget. Kyaaaa!!

“Yah, Del…Del… kita masih anak baru lho. Masa’ ya mau nyolot gitu aja sama kakak tingkat. Anak kelas tiga lagi!” Itu komentar Nata saat Adel curhat. Mana kuat anak itu nggak curhat. Entar kalau sampai rumah, Adel pasti bakal nyurhatin kegalauannya itu pada semua o

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Take a Chance with Me!   20. Kepo (2)

    “Eh…”“Eh…”Hal yang paling membingungkan adalah kebetulan. Kebetulan saat bertemu dengan seseorang, kebetulan saat dipertemukan dengan seseorang atau kebetulan saat menemukan seorang.Adit berdehem, dia merapikan levis coklatnya begitu menyadari siapa sosok yang berdiri di depannya. Seperti yang Adit liat tiap harinya, gadis itu memakai jins model cutbray, blazer biru dan tas selempang coklat yang sering ia bawa ke mana-mana. Plus rambut sepunggung yang diikat ala kadarnya. Model gembel sejati dah, kalau menurut Adit.“Kamu ngapain di sini, Dit?”“Makanlah! Masa nyangkul.”Aya terbahak. Dia mengikuti langkah panjang Adit menuju kursi pojokan, tempat ke mana Adit mengarah. Kebetulan yang aneh. Kenapa ya dia harus bertemu dengan Adit tepat di malam senin dan di tempat makan. Gas poll hari minggu sebelum menyambut senin pagi besok.Sial! Ngapain cewek ini ngikutin g

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Take a Chance with Me!   21. Kepo (3)

    Alis Aya terangkat. Dia harus punya jawaban khusus untuk membungkam Adit. Atau cowok ini akan terus ngelantur ke mana-mana nggak jelas seperti itu. Lagipula hujan di luar juga sudah mereda. This time for home.“Yang jelas, aku nggak akan nunggu Roy seperti Qais menunggu Laila, atau Zaenal yang menunggu Hayati. Aku akan menanti seperti Yulaikha menanti Yusuf atau Hawa yang menanti Adam. Aku akan menantinya tanpa membuang percuma waktukku dan tanpa menyakiti diriku sendiri atau menyakitinya.”Tawa Aya meledak melihat wajah bengong Adit. Padahal ia cuma asal nyeplos aja barusan. Diberesi tasnya cepat. Dia sudah ngobrol terlalu banyak dengan Adit malam ini. Lagipula sebentar lagi jam sebelas malam, jalan ke rumahnya pasti sudah sepi. Ehm, by the way, lama juga sih aku nggak ngobrol kayak gini dengan Adit.“Apa ya yang aku dapetin, Dit?”“Eh?”Aya sengaja menstarter motornya di samp

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Take a Chance with Me!   22. Perasaan ringan (1)

    “Kak Roy ya?” Senyum Adel terkembang menyambut Roy lalu mempersilahkan dia duduk di bale-bale depan. “Kayaknya Mbak Aya lagi sholat deh, aku panggilin bentar ya…”Roy sudah melongo garing saking shocknya. “Kamu?!!”“Iya. Kakak masih inget aku kan? Aku adik pandunya Kakak pas ospek.” Adel tertawa. “Kebetulan ya.”“Lho kamu tinggal di sini?” Roy memastikan kalau dia nggak salah masuk rumah orang. Atau jangan-jangan…“Aku adiknya Mbak Aya.”What?! Sumpeh demi apa?! Ini kebetulan macam apa. “Adeknya? Adik kandung?”Adel mesem. “Bisa dibilang gitu.”Roy tidak mempermasalahkan ketika Adel mulai menyinggung lagi soal ospek sebulan lalu. Dengan tampang trace-nya dia menatap cewek di depannya tanpa berkedip. Hey, what the ghost! Dia nggak peduli kalau cewek ini pernah jadi adik pandunya atau apalah tadi namanya. Yang ada di pikiran cuma gimana bisa mantan gebetannya jadi adik ceweknya sekarang. Well, well…ini kebetulan atau …aneh… Dan lagi, mereka nggak ada mirip-miripnya sama sekali gini?

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Take a Chance with Me!   23. Perasaan ringan (2)

    Jujur deh, ini memang bukan kali pertama Aya ke tempat ‘ginian’. Semacam Light Café, Liquid, Bosche dan tongkrongn se-genknya. Sebuah komunitas highlight dan tempat hura-hura di Yogyakarta. Bukan kali pertama, bahkan setiap akhir pekan Aya nongkrong di salah satu bar di ujung Kaliurang. Tapi sampai detik ini pun, Aya tidak pernah bisa terbiasa dengan dentuman musik, bau rokok dan yang jelas bau alkohol di semua sudut ruangan. Tempat yang selalu membuatnya gelisah.Kali ini Aya duduk di pojokan. Sendirian. Entah ke mana Roy. Terakhir kali dilihatnya cowok itu sedang menggandeng tangan seorang cewek cantik dengan mini dress satun di salah satu sudut ruangan.“Hey, sendiri nih?”Aya berjengit kaget. Spontan saja dia menggeser duduknya. Desahannya keluar. Disebelahnya sudah duduk cowok jangkung dengan mata sipit. Brian. Cowok kelas sebelah yang juga kawan mainnya Roy.“Eee..iya sih…” Aya kebingungan mau ngomong apa. Matanya mulai berputar mencari sosok yang dia kenal. Roy!!! Awas kal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Take a Chance with Me!   24. Perasaan Ringan (3)

    Roy membuang kunci mobilnya asal. Dibanting tubuhnya ke kasur tanpa berniat menyalakan lampu kamarnya. Gelap. Dengan sedikit gerimis di luar. Ah, Oktober… sebentar lagi musim hujan datang. Matanya liar menatap langit-langit kamarnya yang bisu.“Kamu… kesepian di rumah? Nggak ada orang di rumah?”“Hah?! Kok kamu bisa ngomong kayak gitu?”“Ya…feeling aja sih. Kalau aku nih ya, malem-malem gini paling nyaman ya di rumah. Nonton TV apa youtuban, yang penting sama keluargaku atau sekedar makan. Bukan clubbing kayak gini sih.”Busyett!! Dasar cewek rumahan. Roy menggeliat meregangkan tubuhnya. Remang dia bisa melihat fotonya dan Papa yang digantung di dinding kamar. Mama tidak ada di sana. Orang tuanya bercerai saat Roy masih 8 tahun. Kabar terakhir yang ia tahu tentang ibunya adalah ketika wanita itu sudah memiliki keluarga baru luar negeri. Dan Roy tidak mau tahu lagi kabar wanita itu.Buat apa? Dia sudah cukup bahagia dengan Papa di sini. Meski sibuk berkerja siang-malam, dia tahu kal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Take a Chance with Me!   25. Know You (1)

    Cewek supel, ramah, polos, pintar, baik. Itu sederet sifat sempurna yang Aya bangun selama ini. Sifat yang selama ini diketahui teman-temannya. Sifat yang ia tunjukkan demi menutupi sisi lain hidup Aya. Tawa yang menutupi kantong mata karena kelelahan parttime, senyum yang menutupi air mata yang Aya tumpahkan tiap malam karena kangen dengan almarhum Papa, sampai tubuh ceking yang terus ia paksa untuk kerja ini-itu demi menutupi utang keluarga.Aya tidak pernah menyalahan siapa pun untuk hidup yang ia jalani sekarang. Menjadi bagian hidup Ibu dan Adel yang awalnya orang asing baginya. Jadi penjual roti di sekolah sampai jadi pengajar les, semuanya dia lakoni. Dan walaupun sebenarnya Aya nggak suka, dia nggak protes ketika akhirnya terpaksa menjadi penyanyi di bar. Hanya menyanyi. Asalkan nggak ada yang tahu, asalkan Ibu, Adel dan teman-temannya nggak tahu, itu nggak masalah buatnya. Sungguh!Ah, mungkin ada satu lagi. Satu orang lagi yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Take a Chance with Me!   26. Know You (2)

    “Lo…” Adit menatap cewek di depannya shock. Ditatap dari ujung sepatu hingga wajah dengan polesan make up di depannya. Ini Attaya kan? Cewek ini? Kenapa dia… di sini? Atau salah orang? Adit mengatupkan bibir. Dia mencoba berpikir apa yang sebenarnya cewek ini lakukan di tempat ini. Tengah malam, dengan kostum nge-press dan kurang bahan.“A-aku….aku….”Adit sudah lupa soal kamar mandi, lupa dengan bajunya dan lupa dengan Reza yang menelponnya karena sudah menunggu cukup lama di mobil. Dia masih bisu menatap cewek di depannya. Masih terus mencoba mengira-ira apa yang dia lakukan di sini.“Dit…aku bisa jelasin kok…” Wajah Aya sama pias. Jantungnya bergemuruh hebat.“Apa…di sini… lo ….ngapain?!” Bibir Adit bergetar pelan. Dia mengalihkan pandangan sambil mencoba menenangkan pikiran. Entah kenapa dia bisa langsung berpikir k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Take a Chance with Me!   27. Know You (3)

    Seminggu ini Aya benar-benar merasakan perubahan sikap Adit. Entah Aya yang lagi sensitif atau memang sikap Adit padanya yang benar-benar berubah. Adit nggak lagi menyapanya sejak kejadian malam itu. Ngeloyor begitu aja dengan tampang acuh setiap melihatnya. Rapat terakhir OSIS kemarin juga dilimpahkan ke Roy, Adit lebih memilih pulang dengan alasan diare. Pas Aya datang ke rumah Adit untuk mengajar Yoga, cowok itu malah pergi entah ke mana. Dia juga bolos dari agenda English Community. Pokoknya Adit menghindari Aya sejauh-jauhnya, itu yang Aya pikirkan. “Iya ya. Kok kalian jadi aneh sih. Aku tetap ngerasa kalian pasangan paling cocok meski kamu udah jadian sama Roy,” Ocha nyelutuk. Mereka tengah mengerjakan tugas harian sambil makan di kantin sekolah.“Dia marah sama kamu?” Icha menambahkan.Aya menggeleng lemah tanda tak tahu. Buat apa Adit marah. Walau pada akhirnya dia tahu kalau aku kerja di bar,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Take a Chance with Me!   37. Rasa Tanpa Kata (5)

    Sabtu, sebenarnya hanya diisi dengan kegaitan ekstrakulikuler sampai tengah hari. Tapi memang semua siswa SMA PP wajib masuk tanpa kecuali.“Aya nggak masuk?!” Roy langsung dongkol begitu tidak menemukan Aya sepulang sekolah. Ditatap ponselnya sekali lagi. Kok cewek itu nggak ngasih tahu apa-apa kalau dia nggak masuk? pesan yang dari pagi dia kirim pun nggak dibaca sama sekali. Dia kenapa sih?!!“Tapi dia ngasih tahu kalian gitu nggak, kenapa nggak masuk?”Icha yang lagi ngobrol sambil main kartu dengan Reza menggeleng cepat. “Aku chat juga nggak dibales. PMS mungkin. Aya kan kalau mau dapet biasanya pake acara tepar di rumah.”“Ngomong-ngomong, Adit juga nggak masuk lho. Dia udah ngilang dari semalem,” Reza memberi tahu.Roy cuma nyinyir menanggapi. Dia mah nggak ambil pusing soal Adit. Mau cowok itu tewas diterkam harimau juga Roy nggak bakal peduli. “Paling dia nyari wangsit biar bisa n

  • Take a Chance with Me!   36. Rasa Tanpa Kata (4)

    Meski malam, udara Jakarta tidak pernah kurang dari 32 derajat Celcius. Panas, pengap dan gerah banget. Nggak ada bedanya antara malam dan siang. Itulah alasan kenapa Adit dan dua adiknya nggak mau hidup di Jakarta meski ayah mereka kerja di kota megapolitan itu. Meski begitu, Mama dan Wisnu yang paling sering ke Jakarta buat nengokin Papa kalau laki-laki itu nggak bisa pulang.Cowok itu kini mematung di balkon mungil apartemen ayahnya. Berdiri dengan secangkir caffe latte tanpa krim di tangan. Hasil delivery yang dipesan ayahnya bersama dengan sekotak pizza tadi. Sebenarnya Adit berniat tidur setelah mandi, secara tubuhnya sudah berontak menyuruhnya merebahkan diri. Tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Apalagi duduk di sebelah Papanya membuat Adit ingin mengobrol banyak dengan laki-laki itu. Menceritakan perjalanan penuh adrenalin dari Yogja dan Jakarta bareng Aya, termasuk kelelahannya mendengarkan kisah hidup Aya yang menurutnya benar-benar dramatis. Rasan

  • Take a Chance with Me!   35. Rasa Tanpa Kata (3)

    Sepintar-pintarnya manusia merencanakan, akan selalu kalah dengan rencana Tuhan. Itulah yang dialami Adit yang mulai emosi begitu tahu kalau tiket Pasar Senen-Yogyakarta habis. Dan tiket pertama yang tersisa dengan tujuan Yogja adalah hari Senin pagi. Gila kan!! Iya sih, ini kan malam minggu. Malam akhir pekan dan liburan sejuta umat di dunia. Dia nyaris mengutuk gadis di depannya yang dengan bodohnya membawanya pergi tapi tidak bertanggungjawab memulangkannya.“Maaf, Diiiiit!!! Aku lupaa.” Aya sudah mulai kembali seperti semula. Ribut sendiri dengan kepikunannya.“Ishh! Kapan sih lo nggak lupa?!! Beli tiket pergi kenapa nggak sekalian tiket pulang?!!”"Nggak setiap hari lhoo, aku lupaa. Kemarin kan mendadak!"Aya merengut dengan tampang bersalah. “Trus sekarang gimana?” Digigit ujung bibirnya takut. Dia nggak punya kawan dekat di Jakarta, saudara pun sudah nggak ada yang tinggal di Jakarta. Lebih tepatnya, Aya su

  • Take a Chance with Me!   34. Rasa Tanpa Kata (2)

    “Makam?” Adit mengernyit ragu begitu Aya menghentikan taksi online yang mereka tumpangi. Dua puluh menit perjalanan dari tempat mereka semula. Mungkin tempat ini menjadi satu-satunya tempat di Jakarta yang masih sunyi dengan wangi kamboja yang menyengat.“Aku mau mengunjungi Papa sebentar. Itu alasan kenapa aku ke Jakarta. Till now, I’m still missing him so much.”Adit memilih tidak menimpali, hanya mengangguk pelan. Ashar baru saja berakhir. Tapi panas matahari masih menyengat di kulit Adit. Dilangkahkan kaki jenjangnya mengikuti langkah kecil Aya menyusuri makam. Makam itu sudah sepi. Iya sih, sudah sore juga. Serem juga sebenarnya kalau sore-sore di sini. Kali ini dia tidak protes atau mengeluh saat Aya terdiam cukup lama. Hanya memandangi makam di depannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Adel nggak punya ayah sejak lahir, meninggalkan Ibu dan anaknya entah ke mana. Mereka berdua juga dari keluarga

  • Take a Chance with Me!   34. Rasa Tanpa Kata (1)

    Kesel! Itu komentar Adit begitu mengekor ke mana cewek ini melangkah. Sumpah dia capek banget setelah 10 jam duduk kepanasan di kereta. Setelah sholat dan menikmati pecel lele di warung dekat stasiun tadi pagi, Adit makin merasa kalau cewek itu tengah menculiknya (dan sekarang mengabaikannya). Mereka menyusuri jalanan panas, berdebu dan penuh polusi Jakarta . Menyusuri gang-gang sempit, becek dengan kaki dan tubuh yang nyaris pingsan. Apalagi Aya terus membisu sejak tadi. Kayaknya, Aya sedang berniat ngacangin Adit, deh!Brak!!“Agh!! Kenapa mendadak berhenti sih?!!” Adit gondok.Aya tengah berdiri mematung di depan sebuah rumah. Rumah dua lantai yang cukup megah jika dilihat dari sudut pandang Adit. Cat putih dan abu-abunya menampilkan kesan klasik. Halamannya luas. Dengan sebuah air mancur di tepi sebelah kiri. Beberapa anggur merambat hingga balik pagar jeruji yang membatasi rumah itu dengan jalan. Jarang sekali orang punya halaman seluas ini di Jakarta kalau bukan orang tajir gila

  • Take a Chance with Me!   33. Journey (6)

    “Cuma?! Kamu bisa ngomong segampang itu karena kamu anak pejabat BUMN, Dit. Apa yang kamu minta pasti dapet. Dengan mudahnya kamu bisa ngedapetin apa yang kamu mau. Serasa dunia berpihak padamu kan?! Tapi nggak semua orang itu kamu, Dit. Yang bisa dengan gampangnya ngedapetin kertas brengsek yang kamu anggap ‘cuma’,” suara Aya meninggi. Bahkan beberapa orang yang masih terjaga mulai melongok bangku mereka.Mulut Adit nganga begitu sadar kalau pipi cewek di depannya ternyata sudah basah. Dia nangis? Seriusan?!“Emang, Dit. Uang itu cuma benda brengsek yang bikin orang cacat rela mengemis di jalanan, membuat si miskin nggak sanggup makan beras, bahkan rela membuat seorang perempuan ngejual harga dirinya. Itu juga karena uang. Dan benda itu yang membuat gue membuang harga diri gue buat pekerjaan yang lo pikir malu-maluin. Ah, buat kerjaan yang menurut lo menjijikkan. Iya kan?!”Air mata Aya benar-benar

  • Take a Chance with Me!   32. Journey (5)

    “Maaf ya, Dit…”Adit membuka matanya pelan, setengah mati menahan kantuk yang sudah melanda dari tadi. Dilirik arlojinya. Lewat tengah malam. Nyaris semua penumpang sudah pulas. Perjalanan belum sampai separuh dan kereta sudah benar-benar sunyi. Hanya decit roda beradu dengan rel yang terdengar, mengalahkan dengkuran halus seorang bapak yang duduk di sebelah Adit.“…aku pingin cerita ke seseorang. Semuanya tentang hidupku yang nggak pernah baik-baik saja. Tapi aku nggak pernah bisa. Aku nggak pernah menemukan orang yang bisa kupercaya. Dan hidupku adalah titik kelemahanku, Dit.”“Trus, lo mau cerita ke gue?”Aya menggeleng.Adit langsung melek lalu bengong. Trus apa gunanya gue duduk sampai pantat tepos di sini? Hadehhh, kereta bisnis jarak jauh meamang bikin badan meriang semua.“Aku…,” mata Aya lurus menatap Adit. Memohon sedikit pengertian. “…setidaknya, aku butuh seseorang untuk berbagi tentang siapa sebenarnya diriku. Itu sih…”Ada sesuatu yang melesak cepat di pembuluh darah Adi

  • Take a Chance with Me!   31. Journey (4)

    Udah sampe? Lamaaa.Set 9 nggak sampe, aku cabut yaAdit nyaris membanting ponselnya. Dia gondok setengah mati pada cewek itu. Sumpah!!! Dia minta penjelasan dari kemarin dan yang didapatnya cuma pesan nggak jelas yang menyuruhnya ke stasiun Tugu-Yogyakarta, Jumat jam setengah 9 malam.Stasiun Tugu-Yogyakarta. 20.20 kudu tet sampe di tempat. Aku akan ngasih tau semuanyaa.Sial!! Dan herannya Adit nurut begitu saja padanya. Bahkan saat cewek itu memintanya membeli beberapa camilan dan air mineral. Kesel kan?! Mana sekarang dia kebingungan harus memarkir motornya di mana lagi. Akhir pekan parkiran stasiun rebutan dengan mahasiswa yang mau pulang kampung dengan kereta.Dan kenapa dia minta ketemu di stasiun coba? Kenapa nggak di sekolah besok. Atau besok Senin. Atau pas dia ke rumah Adit buat ngelesin Yoga. Kayak besok dunia bakal kiamat dan Adit bakal mati di tempat. Hishhh! Kesel.Pukul 20.15 WIB. Adit cukup bengong melihat Aya yang tergopoh mendekatinya. Ketara banget desah kelegaan

  • Take a Chance with Me!   30.Journey (3)

    Hari ini tepat setahun 40 hari masa bakti Adit dan kawan-kawannya di OSIS berakhir. Pagi tadi, kepala sekolah dengan resmi menyerahkan kepengurusan OSIS pada Very dan kawan-kawannya yang sudah terpilih. Cowok yang masih duduk di kelas XI itu menepuk pundak Adit begitu upacara bendera selesai. Ketara banget kalau Adit beneran jadi role model buat si Ketua OSIS baru. “Cie, yang fansnya makin banyak,” Niken nyinyir disamping Adit. Mereka alias anak-anak yang sudah mantan pengurus OSIS, tengah makan-makan di salah satu rumah makan di bilangan Babarsari sepulang sekolah. Merayakan akhir tugas mereka, ngilangin stress, sekaligus ngabisin dana sisa yang berhasil dikumpulkan Niken, the best treasure in this year. “Iya dong! Dari lahir udah banyak fans nih!” Jawaban Adit kontan mendapat timpukan dari kawan-kawannya. “Heh, Dit!! Ambil satu fans lo tuh buat jadi cewek. Apa gunanya punya banyak fans, cewek satu aja nggak punya,” Roy komentar. Dia mengusap rambut Aya yang duduk di sebelahnya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status