William mengumpat pelan, ketika Andine mengajarkannya memasak. Jika bukan karena keinginan aneh istrinya itu, dia tidak akan mau lagi memasak. Dalam hidup, Willam hanya memasak ketika menikah dengan Marsha. Karena memang, sebelumnya William sama sekali tidak pernah menyentuh dapur untuk memasak. Tapi, setidaknya hari ini Marsha tidak meminta dirinya memasak masakan Indonesia. Malam ini, William khusus membuatkan Bouillabaisse. Dia sengaja memilih hidangan dari Perancis, mengingat istrinya tengah hamil. Sup ikan bagus dikonsumsi untuk ibu hamil. Sudah sejak tadi selama William tengah memasak, Marsha duduk diseberang dengan tangan yang menopang dagu. Pandangan yang begitu indah, melihat suaminya memasak untuk dirinya. Hanya dengan memakai celana training panjang dan kaos berwarna putih yang begitu tercetak tubuh sempurna milik suaminya itu, mampu membuat Marsha sejak tadi tidak berkedip. Ya, Marsha memang mengagumi tubuh suaminya yang begitu menggoda. Dada bidang, otot perut dan lenga
Pagi itu, cuaca begitu cerah. Marsha duduk di sofa sembari menatap ke luar jendela. Dia melihat mobil William yang mulai meninggalkan halaman parkir mansion. Hari ini William memang berangkat lebih awal. Bahkan William tidak sarapan di rumah. Beruntung, Marsha bangun lebih awal. Jadi dia masih bisa menyiapkan pakaian untuk suaminya itu. Terdengar suara ketukan pintu, Marsha mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Dia langsung menginterupsi untuk masuk. "Nyonya," sapa pelayan menundukan kepalanya, saat melangkah masuk ke dalam sembari membawa nampan yang berisikan sarapan untuk Marsha. Kemudian pelayan itu meletakan sarapan yang telah dia bawa ke atas meja. "Apa Laura sudah berangkat?" tanya Marsha sambil menatap pelayan yang berdiri di hadapannya. "Sudah Nyonya, Nona Laura sudah berangkat," jawab pelayan itu. "Baiklah terima kasih," balas Marsha. "Kalau begitu saya permisi Nyonya," pelayan itu menundukan kepalanya lalu undur diri dari hadapan Marsha. Marsha menatap pancakes dan
William membelokan mobilnya memasuki halaman parkir mansionnya. Dia turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah. Dia melirik arloji, kini sudah pukul tujuh malam. Para pelayan dan pengawal yang melihat William masuk, mereka menyapa dan menundukan kepala mereka. William hanya membalasnya dengan anggukan singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Saat tiba di kamar, William tersenyum melihat istrinya sudah tertidur pulas di ranjang. Dia langsung melangkah mendekat ke arah ranjang sembari melonggarkan dasi yang masih terpasang rapi. Dia membuka jas, dan meletakan ke atas sofa. William duduk di tepi ranjang, dia merapihkan rambut yang menutupi wajah istrinya itu. Napas teratur dan halus milik Marsha, membuat William langsung memberikan kecupan di mata, hidung dan bibir istrinya."Hmpttt," Marsha menggeliat, dia tersentak saat membuka mata sudah ada suaminya yang tengah memberikan banyak kecupan di wajahnya. "W-William? Kau sudah pulang?" tanya Marsha deng
Hari ini adalah hari yang dinantikan oleh Laura dan Raymond. Segala persiapan pernikahan telah dirancang dengan begitu sempurna. William khusus meminta wedding organizer yang dulunya dia pakai ketika menikah dengan Marsha, untuk mengurus pernikahan Laura dan Raymond. Kini Marsha tengah menatap menatap gaun yang dia pilih kemarin. Gaun berwarna navy yang telah disiapkan oleh Alana sangat menawan. Tidak terlalu seksi, namun gaun ini terlihat begitu berkelas. Tidak ingin membuat William menunggu lama, Marsha langsung mengganti pakaiannya dengan gaun itu. Kemudian, memoles wajahnya dengan make up tipis. Marsha menggulung rambut pirangnya ke atas dengan jepitan mutiara yang dia sengaja pasang untuk memperindah tatanan rambutnya. William yang sejak tadi berdiri di ambang pintu, dia terus memperhatikan istrinya yang tengah berias. Setelah melihat istrinya telah selesai berias, William langsung mendekat ke arah Marsha. "Kau selalu cantik," William mengecup ceruk leher Marsha. Tanpa diduga
Laura tampak gugup, dia mengeratkan tanganya yang memeluk lengan ayahnya saat memasuki balroom hotel. Kilatan kamera memenuhi ballroom hotel ketika Laura dan ayahnya memasuki ballroom hotel. Sama seperti pernikahan William dan Marsha, pernikahan Raymond dan Laura tidak lepas dari sorotan para media. Laura mengatur napasnya, dan berusaha untuk tenang, Meski tidak bisa dipungkiri, dirinya begitu gugup. Lukas melirik sedikit ke arah Laura, dia memberikan ketenangan pada putrinya. Pandangan Laura kini melihat Raymond yang terlihat begitu tampan dengan tuxedo berwarna putih. Sesaat Laura dan Raymond saling menatap satu sama lainnya. Terlihat senyum di bibir Raymond terukir ketika melihat ke arah Laura. Lukas mengamit tangan Laura, mereka terus melangkah ke arah Raymond yang telah berdiri di depan. Hingga kemudian, saat Lukas dan Laura sudah tiba di hadapan Raymond, pandangan Laura dan Raymond kembali bertemu. Mereka saling menatap kagum satu sama lainnya. Lukas memberikan tangan putrin
Marsha langsung memotong tenderloin steak dan menyuapi suaminya itu. "Makan William, sejak tadi kau hanya minum. Tidak baik jika kau hanya minum dan tidak makan apa pun.""Aku belum lapar sayang," jawab William yang hendak menolak. Namun, Marsha langsung melayangkan tatapan tajam dan penuh peringatan pada suaminya jika suaminya itu berani menolak. Tidak ada pilihan lain, William membuka mulutnya dan langsung makan tenderloin steak yang diberikan istrinya itu."Tuan William?" Suara seorang wanita menyapa William, hingga membuat Marsha, Karin dan juga Frans mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara itu. Marsha mengerutkan keningnya, menatap sosok wanita berambut merah. Wanita itu sangat cantik. Balutan gaun berwarna hitam membuat wanita itu tampak sempurna. Lengkukan tubuh yang begitu indah. Wanita itu memamg sangat seksi. Gaun yang dia kenakan sukses memperlihatkan kaki jenjang yang begitu indah. Bagian dada yang rendah membuat para pria tidak henti menatapnya. Namun, ketika Marsha
Setelah selesai rangkaian resepsi pernikahan yang cukup panjang dan melelahkan, kini Raymond membawa Laura kembali ke mansion miliknya. Laura mengedarkan pandangannya, melihat mansion milik Raymond. Sebuah mansion yang terlihat begitu nyaman, dan tidak kalah mewah dengan mansion milik kakaknya. Nuansa berwarna grey menunjukan kesan yang sangat elegan di mansion ini. Tidak hanya warna grey, tapi beberapa kombinasi warna seperti hitam dan putih membuat mansion ini memiliki keunikan tersendiri. Sekarang, Laura telah resmi menjadi istri dari Raymond. Dia akan memulai kehidupan barunya dengan pria itu. Jika sebelumnya, tidak pernah terbayangkan dirinya akan menikah dengan Raymond. Tapi semuanya kini telah menjadi sebuah kenyataan indah baginya.Raymond menggenggam tangan Laura berjalan menuju kamar mereka. Tatapan Laura kini melihat kamar yang bernuasa berwarna hitam dengan kombinasi warna coklat gelap. Laura mengulum senyumannya, kamar Raymond benar- benar maskulin. Jika sebelumnya kamar
William menatap wajah polos istrinya yang masih tertidur pulas. Dia membiarkan Marsha untuk tidur lebih lama. Bahkan saat dering ponsel berbunyi, William langsung segera mematikan ponselnya. William tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Terlebih seperti ini, dirinya melihat pemandangan yang begitu indah. Jika dulu di awal pernikahan William diam-diam memperhatikan wajah Marsha yang tengah tertidur pulas, sekarang dia tidak perlu lagi diam-diam. William selalu menyukai istrinya yang tertidur pulas. Pipi yang mulai berisi, bulu mata yang lentik, hidung mancung yang mungil dan bibir ranum milik istrinya membuat William tidak henti mencium istrinya itu. William mengelus lembut pipi Marsha, memberikan banyak kecupan di bibir istrinya. Dia tersenyum saat melihat istrinya masih juga belum terbangun. Padahal dirinya sejak tadi tidak henti mencium seluruh wajah Marsha. William kembali mengingat awal-awal pernikahan mereka. Dulu, saat Marsha menamani dirinya perjalanan bisnis ke Berlin, Marsh
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d