Moza Bella adalah wanita cantik yang kini berusia 25 tahun. Ketika menikah dengan Leo, dia masih berusia 20 tahun. Sebelum menikah, banyak pria yang berusaha mendekatinya. Tapi Moza tertarik dengan pria yang bernama Arif. Arif adalah kakak tingkat ketika dia masih kuliah.Arif sendiri juga merasakan hal yang sama pada Moza. Keduanya terlibat dalam sebuah organisasi keislaman. Mereka sering mengobrol dan saling tahu menyukai satu sama lain. Akan tetapi, tak ada yang mengungkapkan isi hati di antara keduanya. Cinta memang begitu. Meski tidak dilafadzkan dengan kata-kata, pandangan mata saja sudah mencerita semua isi hati.Tepat seminggu setelah Moza bertunangan dengan Leo, Arif datang pada Moza. Dia mengatakan bahwa dirinya ingin melamar Moza. Pada saat itu, Moza seperti menyesalkan takdirnya. Dia sangat menyukai Arif, tapi sayang dia sudah dijodohkan dengan Leo. Dia berandai-andai jika tidak ada perjodohan di antara dirinya dan Leo, pasti dia akan dengan senang hati menerima lamaran Ar
Leo memejamkan matanya sembari mengatur emosi yang merangkak naik. Baru saja dia ketus kepada Astrid. "Maaf, aku hanya merasa tidak senang melihat kebersamaan mereka berdua.""Kalau mas tidak senang, kenapa mas suruh Bayu menemani Moza? Suruh dia di rumah saja seperti biasa dan jangan kemana-mana.""Aku kasihan dengan Moza, Astrid. Dia juga butuh hiburan."Astrid menghela nafas berat. "Ya sudah. Terserah mas saja."Astrid kembali menikmati makan siangnya. Dia sudah tidak lagi perduli dengan Leo yang terus memperhatikan Moza dan Bayu.Sementara itu, pesanan makanan Moza dan Bayu baru saja datang. Dengan antusiasnya, Bayu mengambilkan Moza makanan dan menaruhnya di piring wanita itu."Apa daging kepitingnya mau aku bantu dikeluarkan dari cangkangnya, nona? Ini keras sekali lho," tanya Bayu. Suaranya agak dikeraskannya dengan harapan Leo dapat mendengarnya. Dari sudut matanya, Bayu tahu Leo tengah memperhatikannya dan Moza."Hm, gimana ya... tapi boleh, deh," jawab Moza. Dia hanya berfik
Melihat Moza yang tertawa-tawa bersama Bayu, Leo bergerak mendekati. Sungguh dia tidak terima melihat Moza tampak bahagia dengan pria lain. Melihat Bayu yang berbalik arah, Astrid menggeram kesal. Lagi-lagi Leo memberikan perhatian pada Moza. Dengan malasnya, dia pun mengikuti langkah kaki Leo di belakang.Begitu sampai di depan Moza, tanpa kata Leo menggenggam tangan wanita dengan tinggi 163 itu. "Moza, sebaiknya kamu berjalan bersamaku saja, soalnya kamu sangat lama jika aku biarkan jalan sendiri tanpa dipegang." Bayu menarik tangannya.Tapi Moza mencoba untuk bertahan di tempatnya. Otomatis itu membuat Leo menatap Moza tajam. "Kenapa Moz?"Dengan bibirnya, dia menunjuk ke depan. "Tuh!"Leo menoleh ke belakangnya. Dia melihat Astrid tengah berjalan mendekat pada mereka. Leo langsung menipiskan bibirnya, kesal."Mas, kenapa malah balik lagi ke sini?" tanya Astrid begitu sampai di dekat mereka. Wanita itu langsung merangkul tangan Leo. "Kita jadi 'kan mau naik wahana roller coaster it
"Ya karena aku kesal, mas!""Kalau kamu kesal denganku, ya siram aku! Bukan dia! Lihat! Dia jadi basah!""Mas belain dia?!"Moza berdiri. "Mas, begini saja deh. Mas tidak usah pulang ke rumah dulu. Aku tidak mau bertengkar. Aku sudah capek mas buat sakit hati dengan pernikahan mas dengan Astrid! Aku tidak mau lagi capek karena harus bertengkar!"Mata Leo melebar. Leo tak menyangka Moza berani mengungkapkan sakit hatinya akan pernikahan dirinya bersama Astrid di tempat umum seperti ini. "Moza kamu..."Moza menoleh pada Bayu. "Mas! Ayo antar aku pulang sekarang!"Bayu mengangguk. "Baik, Non." Dia kemudian berdiri dan membungkuk sedikit pada Leo. "Tuan, saya mau mengantar Non Moza pulang dulu."Leo tak menjawab. Dia terdiam karena bingung. Akhirnya, dalam diam dia hanya bisa memandangi kepergian Moza bersama Bayu. ***Moza mengeringkan wajahnya yang basah dengan tisu yang memang selalu tersedia di dalam mobil. Hatinya bergemuruh dengan rasa marah yang ditahan dan pedihnya luka yang sela
Beberapa saat sebelumnya.Hyundai Ioniq Electrik silver memasuki halaman sebuah rumah mungil tapi mewah. Dua orang keluar dari dalamnya. Mereka adalah Moza dan Bayu."Mas, jangan langsung pulang ya!" ucap Moza langsung sembari menutup pintu mobil bagian belakang.Bayu tersenyum. "Memangnya kenapa, non?""Aku buatkan minum dulu. Baru setelah itu mas pulang."Bayu pura-pura tersipu. "Wah, kok dibuatkan minum segala, non?""Ya tidak apa-apa. Mas sudah menemani aku seharian ini, jadi apa salahnya aku berterima kasih dengan membuatkan mas minum.""Tapi itu 'kan memang kewajiban saya sebagai supir, non.""Kewajiban aku juga berterima kasih pada orang yang sudah baik kepadaku.""Ya ... kalau non memaksa mau bagaimana lagi."Moza tersenyum geli dengan wajah Bayu yang sok teraniaya. "Bisa aja mas ini. Ya sudah, mas duduk di teras sekarang. Aku buatkan mas minum dulu.""Oke."Keduanya lalu melangkah menjauhi mobil. Moza masuk ke dalam rumah, sedangkan Bayu duduk di teras seperti perintah Moza.
"Tuan, saya sudah menunggu di bawah.""Ya, tunggulah di situ. Sebentar lagi saya turun."Leo memasukkan ponselnya ke dalam saku jas kerjanya. Dia lalu bergerak tergesa ke arah pintu. Tepat pada saat itu, Astrid juga keluar kamar dan memanggilnya. "Mas!"Leo menoleh. Dia mendapati seorang wanita cantik yang mengenakan baju kantor merah tua dan rok di atas lutut berwarna hitam. Astrid memang sangat cantik dan memikat. Itu sebabnya Leo sangat mencintai Astrid meski sikap wanita itu kerap membuatnya kesal. Wanita itu malas untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri meski hanya untuk membuatkan segelas air kopi. Ada sih pembantu yang membersihkan apartemen, tapi datang jam delapan dan pulang setelah semua pekerjaannya selesai.Sudah sebulan Leo tidak kembali ke rumahnya. Astrid selalu melarangnya untuk pulang. Pernah beberapa kali hampir nekad, tapi selalu ketahuan dan Astrid mengancam akan menggugat cerai. Leo takut itu terjadi mengingat dia masih sangat mencintai Astrid dan mengh
"Hm...bukan keberatan. Hanya saja aku memberikan uang itu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga selama satu bulan. Bukan untuk perawatan," jawab Leo. Dia melihat aura di mata Moza berubah. Ada ketidakterimaan yang terpancar dari sana. Tunggu! Benarkah ini Moza yang Leo kenal sebagai istrinya? "Aku butuh jawaban, mas. Bukan ocehan. Mas tidak terima jika aku memakai uang ini untuk perawatan bukan?"Leo menipiskan bibir. "Moza, kamu itu sudah cantik jadi....""Aku akan mengganti uangnya," sahut Moza cepat.Leo menyeringai. Pria itu tampak merendahkan apa yang telah diucapkan oleh Moza. "Apa? Mengganti?"Miza mengangguk cepat. "Ya, aku akan menggantinya.""Pakai apa? Uang kamu saja aku yang beri.""Aku akan bekerja," balas Moza cepat. Penuh percaya diri lagi. Mata Leo jadi melebar tak percaya. "Kamu jangan bercanda, Moza? Kenapa kamu mau bekerja?""Ya untuk memenuhi kebutuhanku. Mas tidak sanggup untuk memenuhinya bukan? Jadi ya aku cari sendiri saja!"Leo menghela nafas kesal. "Kamu i
Astrid melempar ponselnya ke sofa. Wajah cantiknya tampak sangat marah. Astrid benar-benar tidak terima Leo tidur di rumah bersama Moza."Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus bergerak cepat. Secepatnya menyingkirkan Moza dari kehidupan Leo. Aku tidak mau rumah tanggaku bersama Leo diganggu oleh perempuan itu. Aku harus menjadi satu-satunya buat Leo. Harus!"Dengan rahang yang mengencang, Astrid berdiri dari duduknya. Perempuan dengan tinggi 167 cm itu lalu mengambil ponsel dan tas jinjingnya sebelum akhirnya keluar dari apartemen. Tujuannya adalah rumah Leo. Tak memerlukan waktu satu jam, Astrid sudah sampai di sana.Ting! Tong! Ting! Tong!Moza yang sedang makan malam bersama Leo langsung melihat ke arah pintu. "Siapa ya yang datang malam-malam begini?"Leo melirik Moza. "Coba saja kamu lihat. Mungkin tetangga sebelah."Moza mengangguk. "Ya, mas."Moza beranjak dari duduknya dan melangkah ke pintu. Tapi dia langsung terhenyak begitu membuka pintu tersebut, karena yang terlihat olehnya