PLAK!Moza sudah hilang kesabarannya karena barusan Arthur kembali mengecup bibirnya hanya karena salah paham. Dia menampar wajah Arthur kuat. Arthur terhenyak dengan apa yang sudah dilakukan Moza. Tapi belum sempat dia berbuat apa-apa, Moza sudah lebih dulu menguarkan kemarahannya."Sudah cukup, mas! Cukup! Cukup mas memperlakukan aku seperti ini! Mas memaksaku dan bertindak sesuka hati! Apa karena aku sudah memakai sebagian uang mas sehingga mas memperlakukan aku seperti ini?! Hah?! Oke! Jika aku sudah mempunyai uang aku akan membayarnya! Tapi buang mimpi mas untuk menikahiku!"Mata Arthur melebar. Dia tidak menyangka Moza akan berbicara seperti itu. Bersamaan dengan itu, pintu lift terbuka dan Moza langsung berlari keluar lift menuju pantry. Arthur tidak bisa berbuat banyak. Pria itu pun terpaksa melangkah keluar lift. Dia ingin menyusul Moza, tetapi diurungkannya. Dia sendiri syok mendapat tamparan dari Moza. Tapi siapa sangka, begitu Arthur sampai di depan pintu ruangannya, dia
Mbok Wati menatap Arthur dengan tatapan sedih. Sudah berjam-jam lalu pria itu ada di balkon, menatap malam di sana sembari sesekali menoleh ke balkon kamar Moza. Mbok Wati sangat tahu baru kali ini seorang Arthur jatuh cinta pada seorang wanita. Arthur memang banyak digosipkan dengan wanita, tapi mereka tidak ada yang bisa membuat Arthur jatuh cinta seperti Moza. Mbok Wati mendekati Arthur. Dia menyentuh bahu tuannya itu lembut. "Tuan, makanannya sudah dingin. Lebih baik tuan makan dulu sekarang. Nanti sakit lho." Arthur menoleh. Dia mendapati wajah teduh Mbok Wati yang membuatnya damai. Meskipun kulit Mbok Wati sudah keriput dan seorang pembantu, Arthur senang berada di sampingnya. Bagi Arthur, Mbok Wati itu adalah neneknya. "Moza hilang, mbok," ucap Arthur dengan nada lirih. "Iya, mbok tau. Tapi tuan harus tetap sehat biar bisa mencari Moza. Jadi harus makan, ya?" "Aku tidak berselera makan, mbok. Aku takut dia kenapa-kenapa di luar sana." "InsyaAllah Moza bisa menjaga di
"Bagaimana kak? Apa masalahnya sudah selesai?" tanya Moza dengan nafas turun naik karena untuk mencapai ruangan yang saat ini ada di hadapannya, dia berlari. Di sana, dia melihat rekan-rekannya satu team katering Rosa, sedang duduk dengan wajah cemas."Belum Moza. Malah tambah runyam. Kamu tau kenapa? Para tamu undangan menuntut. Karena mereka takut ada belatung yang masuk ke dalam perut mereka yang tidak mereka sadari karena warna belatung dan bumbu rendang rendang hampir sama. Kamu tau, tadi para tamu undangan pada muntah semua. Kalau tidak mendapat pertolongan, Tante Rosa dalam bahaya. Tidak mungkin dia membayar ganti rugi seribu orang. Selain itu, kateringnya bakal terancam bangkrut. Mungkin bisa jadi Tante Rosa akan dipenjara karena dituduh melakukan kejahatan memasukan belatung ke makanan dengan sengaja."Moza menelan salivanya. Rasa panik dan cemas yang sudah dia rasakan sejak berangkat langsung meningkat berlipat-lipat ganda. Dia sangat takut apa yang dikatakan oleh Susi terja
Begitu sampai di lobby hotel, Moza dipersilahkan masuk oleh Roby dari pintu kiri. Sedangkan Arthur masuk dari pintu kanan. Ketika Arthur masuk, Moza langsung memepetkan duduk ke dinding kiri mobil. Masa lalu telah mengajarkannya untuk menjaga jarak dengan Arthur. Arthur itu berbahaya. Suka menyerobot seenaknya.Melihat Moza begitu memepet ke dinding mobil, Arthur tersenyum penuh arti. Untuk saat ini dia biarkan Moza bersikap seolah anti Pati dengan dirinya. Tapi tunggu beberapa jam lagi. Tak akan ada jarak yang dia biarkan. Arthur akan mengambil hak-nya langsung secara tunai tanpa kredit.Tak lama kemudian, lebih tepatnya tidak sampai satu jam, mobil Arthur tiba di sebuah kantor KUA. Tentu itu membuat Moza tercengang. Moza pun langsung menoleh pada Arthur."Ke-kenapa kita kesini?" tanya Moza pada Arthur dengan wajah panik dan takut."Lho, tentu saja untuk menikah. Bukankah kamu sudah menyetujuinya?""Se-secepat ini?"Arthur mendengus. "Pernikahan kita itu sudah tertunda lama sekali Mo
Mobil mewah itu memasuki halaman rumah yang luas. Dua orang security membukakan pintu mobil kanan dan kiri mobil. Athur langsung bergerak keluar sementara Moza terdiam di dalam mobil. Berat sekali kedua kakinya diajak melangkah keluar."Moza, apa yang kamu tunggu? Ayo keluar!" Arthur menyodorkan tangan kanannya pada Moza. Moza melihat tangan itu lalu bergerak."Aku bisa keluar sendiri." Moza pun bergerak keluar.Arthur menarik tangannya yang tidak diterima oleh Moza. Kecewa tapi tak mengapa. Dia tahu Moza belum bisa menerima takdirnya yang sudah sah menjadi istri seorang Arthur. Arthur pun menegapkan tubuhnya memberi jalan untuk Moza keluar mobil.Dengan hati yang masih tidak karuan, Moza bergerak keluar. Matanya langsung tertuju pada bangunan mewah dan megah di depannya. Dulu dia pernah tinggal di rumah ini. Tidak lama. Tapi cukup berkesan. Ya, kesan horor karena setiap hari dihantui rasa takut kalau Arthur nekat masuk ke dalam kamarnya.Begitu melihat Moza keluar dari dalam mobil, M
"Eee...sudah sih Tante. Tapi..." Moza bingung menjelaskannya pada Rosa. Haruskah dia bilang kalau dirinya sudah dinikahi oleh Arthur dan mungkin tidak bisa kembali ke rumah itu? Tapi bagaimana cara menjelaskannya?"Tapi apa, Moza? Kamu jangan membuat tante khawatir."Srek!Tiba-tiba Arthur mengambil ponsel Moza dari genggaman tangan istrinya itu. Kini ponsel itu dia dekatkan ke telinganya."Halo! Ini Arthur!""Heh? Tuan Arthur?" suara Rosa terdengar terkejut. "Maaf tuan. Maaf jika saya mengganggu waktu anda bersama Moza.""Tidak juga. Tapi aku ingin menjelaskan sesuatu pada anda.""Apa itu tuan?""Moza tidak akan kembali ke kos-annya.""Lho, kenapa tuan?""Mulai hari ini Moza akan tinggal di rumah saya.""A-apa? Tinggal di rumah anda? Apa ini bagian dari perjanjian karena menyelamatkan usaha katering saya.""Mungkin iya. Tapi dia tinggal di rumah saya sebagai istri bukan yang lain.""I-istri? Bagaimana bisa?""Kenapa tidak bisa? Sebenarnya kami sudah berencana menikah satu tahun yang
Klak!Jantung Moza terasa mencelot ketika dia mendengar suara pintu yang terbuka. Namun dia berusaha tetap tenang dan tidak melakukan pergerakan. Ya sebagaimana layaknya orang tidur saja. Maka dia berusaha terlihat seperti itu.Tap. Tap. Tap.Itu adalah suara sepatu Arthur. Memacu detak jantungnya sehingga semakin cepat. Lalu suara itu berganti dengan suara pelan-pelan orang yang sedang melepas apa yang dikenakan di tubuhnya.Deg. Deg. Deg.Semakin kesini, jantung Moza tambah tidak karuan ritmenya. Tapi mau bagaimana lagi. Dia harus bertahan untuk pura-pura tidur.Terdengar langkah mendekat. Moza sudah sangat tegang. Dia mengira Arthur akan mendekati tempat tidurnya. Ternyata tidak. Arthur hanya lewat dan membuka lemari pakaian. Moza membuka matanya sedikit dan melihat Arthur mengambil sebuah handuk. Rupanya pria itu akan mandi dulu sebelum tidur.Arthur hendak berbalik, Moza cepat-cepat menutup matanya kembali. Lalu terdengar pintu kamar mandi dibuka dan ditutup. Selanjutnya adalah s
Kurang lebih 30 menit kemudian."Istirahatlah dulu sebentar. Jika tenaga sudah pulih kita lanjutkan," ucap Arthur sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang polos. Pertarungan memang sudah berakhir dan dia sangat menikmatinya. Tapi entah kenapa dia masih belum juga merasa puas.Moza tersentak kaget. "Apa? Kita akan melakukannya lagi?"Arthur tersenyum tanpa dosa. "Tentu saja, sayang. Satu kali tidak cukup buat aku.""Jadi harus berapa kali?""Minimal empat kali lah.""Anda mau membuatku pingsan karena kelelahan?"Arthur memeluk Moza kian erat. "Aku bukan mau membuatmu pingsan karena kelelahan, tapi aku mau membuatmu pingsan karena nikmat. Aku menyukai semua yang ada pada dirimu, Moza. Aku mencintaimu. Jangan pernah tinggalkan aku ya."Moza tak menjawab. Kata-kata cinta dari seorang pria seperti Arthur apakah bisa dipercaya? Moza menghela nafas perlahan. Dia mencoba untuk berfikir positif, mencoba untuk percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arthur. Cinta ya cinta. Dia s