“Anda mengusir saya? Lihat saja, Anda akan menyesal karena telah berani menantang saya,” kata Adi dengan mengacungkan jari telunjuknya pada dokter Reyhan, lalu keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu.Setelah Adi keluar dari ruangannya, Reyhan kembali teringat dengan ucapan Adi yang mengatakan bahwa Risa pergi dari rumah. Reyhan membuka laci meja lalu mengambil bingkai foto yang selalu dibawa ke manapun ia pergi.“Cha, kamu di mana? Apa yang terjadi sama kamu sebenarnya? Apa laki-laki itu selalu menyakitimu? Kenapa kamu bisa menikah dengannya?” Reyhan menatap foto Risa dengan tatapan sendu.Ada rasa sesal di hati Reyhan, kenapa dulu ia tidak mengungkapkan perasaannya pada Risa yang ternyata juga memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya. Di saat dia merasa pantas bersanding dengan gadis itu, takdir malah tidak berpihak padanya. Perempuan yang sangat ia cintai itu sekarang sudah menjadi istri orang.Reyhan akan ikhlas jika Risa benar-benar mencintai suaminya, begitu pula seb
Ibu Airin jadi panik melihat darah yang terus mengalir di kaki Sonya. Buru-buru ia meraih ponsel yang ada di meja, lalu menghubungi seseorang.“Ayolah, Adi ... kenapa tidak diangkat, sih?” Ibu Airin semakin panik melihat wajah Sonya yang sudah pucat.“Tante ... sakit banget, Tan. Tolong aku,” ucap Sonya dengan suara yang semakin melemah.“Bi Ratih, tolong panggilkan pengawal!” perintah Ibu Airin.“Baik, Nyonya.” Bi Ratih segera keluar dari rumah untuk memanggil pengawal.Tak lama kemudian tampak tiga orang pria bertubuh tegap masuk ke dalam rumah bersama Bi Ratih. Mereka juga kaget melihat Sonya yang meringis kesakitan.“Kenapa kalian hanya diam saja? Ayo, bawa dia ke mobil! Bi Ratih ikut saya ke rumah sakit,” ujar Ibu Airin.“Baik, Nyonya,” sahut Bi Ratih dan tiga orang pengawal secara bersamaan.“Ambilkan tas saya di kamar, Bik!” titah Ibu Airin.“Iya, Nyonya.” Bi Ratih berlari menaiki tangga menuju kamar majikannya.Pengawal langsung membawa Sonya ke mobil dan diikuti oleh Ibu Airi
“Iya, Tante. Kandungannya memang sudah lemah, sepertinya dia mengkonsumsi alkohol terlalu banyak. Ditambah lagi karena benturan keras yang dialaminya hari ini,” jelas dokter Leni.“Tante tidak tahu, Len. Apakah Tante harus sedih atau bahagia dengan berita ini. Tante memang membenci wanita itu, tetapi jika memang benar itu adalah anaknya Adi, berarti itu adalah cucu Tante juga,” ujar Ibu Airin dengan sendu.“Tante, kita tidak boleh percaya begitu saja. Aku tidak yakin kalau janin itu adalah anaknya Adi, tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa karena Adi terlalu mencintai Sonya. Dia akan selalu mempercayai apapun yang dikatakan oleh wanita itu,” tutur dokter Leni.“Tante juga tidak mau mempercayai itu, Len. Tetapi entah kenapa, naluri Tante mengatakan iya. Tante memang membenci ibunya, namun, tidak dengan bayinya. Meskipun itu bukan anaknya Adi, Tante tetap sedih karena sekarang janin tak berdosa itu telah tiada,” ujar Ibu Airin.“Sabar ya, Tan. Semua sudah kehendak Tuhan,” kata dokter Leni
“Sekarang Tante puas? Ini yang Tante mau selama ini, ‘kan?” tanya Sonya sambil menatap Ibu Airin dengan tajam.“Sonya … jangan melewati batasanmu!” bentak Adi tak terima jika kekasihnya itu berkata kasar pada ibunya.“Jaga bicara kamu, Sonya! Apa seperti ini cara kamu berbicara pada orang yang lebih tua? Adi, sekarang kamu lihat sendiri bagaimana sikap dan perilaku wanita yang selalu kamu banggakan selama ini.” Dokter Leni menatap Sonya sambil tersenyum mengejek.“Pergi kalian semua dari sini! Aku muak lihat kalian berdua!” pekik Sonya seraya melempar bantal ke arah dokter Leni.“Tenanglah, Sonya. Kamu baru saja keguguran, jadi jangan terlalu banyak bergerak. Itupun kalau kamu ingin cepat sembuh,” ujar dokter Leni mengingatkan.“Aku tidak butuh simpati dari kamu! Aku mau keluar dari sini, aku tidak sudi dirawat sama orang sepertimu,” kata Sonya dengan ketus.“Aku juga tidak sudi merawatmu kalau bukan karena tanggung jawabku sebagai dokter,” ujar dokter Leni dengan sinis.“Len, tolong
“Sama-sama. Ayo, aku antar kamu ke mobil,” ujar Anita seraya merangkul Risa, lalu berjalan menuju mobil.“Ayo!” seru Risa bersemangat.Sampai di mobil, Risa tersenyum di balik masker seraya melambaikan tangannya. Perlahan mobilnya pun semakin menjauh dari area pemakaman. Anita juga melajukan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu, ia berharap secepatnya bisa bertemu lagi dengan Risa.“Semoga kamu segera menemukan kebahagiaan, Risa. Kamu orang baik, aku yakin ada seseorang yang akan membahagiakanmu suatu saat nanti,” gumam Anita sambil menyeka air matanya.Mobil Risa melaju dengan kecepatan sedang menuju panti asuhan. Sementara di belakangnya, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya sejak dari area pemakaman. Risa melihat dari kaca spion dan ia merasa ada yang mengikutinya, tetapi ia tidak mau ambil pusing. Bisa saja mobil itu hanya kebetulan searah dengannya.“Aku tidak boleh berprasangka buruk dulu, bisa saja ini hanya kebetulan. Lagi pula, aku sudah menukar plat nomor kendaraan
“Cinta adalah tindakan memaafkan tanpa batas. Aku telah berjanji akan mencintaimu dalam setiap langkahku. Aku bisa mengetahui apa itu cinta, itu semua karenamu. Hanya ada satu kebahagiaan dalam hidupku, yaitu mencintaimu dan berharap balasan cinta darimu. Cintaku padamu layaknya jumlah pasir di bumi.” Reyhan Pratama Sanjaya.*** Bu Sukma bisa melihat raut wajah Reyhan yang berubah seketika setelah mengetahui satu kebenaran lagi tentang Risa. Ia tahu Reyhan pasti terluka, tetapi mau bagaimana lagi. Sepertinya takdir tidak menginginkan mereka untuk bersama.Risa juga telah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia keluar dari kamarnya untuk bergabung bersama Reyhan dan Bu Sukma. Sudah tidak ada jalan lain selain menemui Reyhan. Risa yakin jika Reyhan tidak akan mengatakan kepada siapa pun kalau dirinya ada di panti asuhan itu saat ini.“Bu, anak-anak pada istirahat, ya?” tanya Risa seraya mendudukkan dirinya di depan Reyhan.“Iya, Neng. Mereka semua lagi istirahat,” sahut Bu Sukma.“K
Sesampainya di kamar, Adi merebahkan tubuhnya di atas kasur seraya menatap langit-langit kamar. Entah kenapa ia merasa hatinya kosong saat ini, pikirannya terbayang dengan sosok Risa istrinya. Sudah hampir satu minggu Risa pergi dan tidak ada kabar sama sekali. Adi sudah berusaha mencarinya, tetapi belum juga membuahkan hasil.“Kenapa aku merasa kehilangan dia? Ada apa dengan perasaanku? Apa karena aku takut sama ancaman Papa? Hingga membuatku terus memikirkannya,” ucap Adi, mencoba mengelak jika ia merasa kehilangan Risa.Ponsel Adi kembali bergetar, membuat ia tersadar dari lamunannya. Tangannya terulur meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Lagi-lagi, Adi menatap nanar ponselnya yang masih berdering setelah melihat siapa yang meneleponnya. Ia meletakkan kembali ponsel di atas nakas, lalu bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya.Tiga puluh menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih fresh. Melangkah menuju walk in closet untuk memili
Tubuh Sonya terhuyung hingga mundur beberapa langkah, dan lebih sial lagi sudut bibirnya mengenai ujung meja. Melihat kekasihnya diperlakukan seperti itu, Adam pun melayangkan pukulan keras ke wajah Adi.“Dasar banci lo, Di! Beraninya main tangan sama perempuan,” ucap Adam dengan geram setelah mendaratkan pukulan di wajah Adi.“Lo itu laki-laki yang tidak punya harga diri! Wanita itu adalah bekas gue,” ucap Adi sambil menatap tajam ke arah Adam.“Hahahaha… bekas lo? Nggak salah, nih? Coba deh, lo pikir-pikir lagi,” ujar Adam dengan santainya sambil melipat kedua tangannya di dada.“Dasar wanita murahan! Aku sudah melakukan banyak hal untukmu, tapi apa yang kamu lakukan padaku?” teriak Adi seraya mengusap kasar sudut bibirnya yang mengeluarkan darah akibat pukulan yang dilayangkan Adam.“Kamu itu pecundang, Adi. Aku muak dengan sikap kamu yang terus mengabaikanku! Apa sekarang kamu sudah mulai mencintai istri kamu yang kampungan itu?” pekik Sonya sambil memegang perutnya yang terasa sa
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d