Dengan napas yang masih memburu lantaran emosi, Romeo membalikkan badannya membelakangi Almera. Tangannya yang mengepal dia masukkan ke saku celana.
"Cukup diam dan jika di depan keluarga, seolah kita hidup bahagia," ucap Romeo tanpa beban.
Dengan cepat Almera menoleh, menatap punggung Romeo dengan tatapan tidak percaya. Dia menghapus air matanya kasar dan berdiri, tepat di belakang Romeo.
"Kalau begitu, biarkan saya mencari pacar," kata Almera tersenyum tipis hingga nyaris tidak terlihat.
Romeo membalikkan badannya dengan wajah yang memerah. Hingga sekarang, posisi keduanya saling tatap dengan emosi yang sama-sama membara.
"Tidak, sampai kapan pun saya tidak akan mengizinkan kamu mencari seorang pacar. Apa kamu lupa, kalau sekarang sudah menjadi seorang istri? Apa kamu mau menjadi istri durhaka?" tanya Romeo menatap Almera tajam. Rahangnya mengeras, hingga urat-urat di lehernya begitu terlihat.
Almera memalingkan wajahnya dengan senyu
Halo, Kakak-kakak. Selamat membaca❤️ Jangan lupa tinggalkan jejak dengan Vote dan komen yaa.... Sayang kalian banyak-banyak 🤗
Almera gelagapan, dengan cepat dia memalingkan wajahnya ke arah mangkok bubur yang ternyata sudah kosong. Dia merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya terlarut dalam ketampanan Romeo. Hingga tidak sadar dengan keadaan dan lihatlah sekarang, dia merasa sangat malu. "Oh sudah habis ya? Tadi ... saya terlalu menikmati buburnya, jadi enggak sadar kalau sudah habis," kilah Almera beranjak turun dari pangkuan Romeo dan duduk di kursi sebelahnya. "Oh." Romeo menarik bubur miliknya yang sudah dingin dan mulai melahapnya. "Bapak, hari ini mau ke mana?" tanya Almera menyilangkan kedua tangannya di atas meja. Dia mencoba melupakan kejadian kemarin dan mulai mengakrabkan diri kepada Romeo. Menerima perlakuan baik Romeo barusan, membuat dia bertekad di dalam hati. Bahwa mulai saat ini, dia akan berusaha meluluhkan hati sekeras batu itu. Romeo hanya melirik sekilas tanpa menjawab. "Saya mau mandi dul
Dengan mata yang perlahan terpejam, Almera berusaha menstabilkan detak jantungnya. Apalagi napas Romeo yang beraroma mint begitu terasa di wajahnya, membuat dia semakin tidak karuan. "Kenapa merem? Berharap saya cium hm?" Romeo berbisik tepat di telinga kiri Almera. Mata Almera langsung terbuka lebar dengan napas yang memburu. Tanpa berpikir panjang, dia menendang bagian bawah Romeo. "Enggak lucu, Pak," ketus Almera bersedekap dada. Dengan spontan Romeo menjauh dari Almera. Wajahnya berubah menjadi merah dengan meringis kesakitan. Dia mencengkeram lengan sofa kuat, melampiaskan rasa sakit yang disebabkan oleh tendangan Almera. Matanya terpejam erat dengan bibir yang digigit, bahkan rasanya ingin berteriak sekencang mungkin. Rasanya seperti akan mati, argh! batin Romeo berteriak tidak tahan. Almera sedikit melirik ke arah Romeo, karena tidak mendengar suara apa pun. Seketika w
Jantung Almera seakan berhenti berdetak, tidak menyangka kalau Romeo akan memberi pertanyaan seperti itu. Dengan bibir bawah yang digigit kuat, dia memikirkan jawaban yang sekiranya bisa membawanya keluar dari situasi ini. "Hm," deham Romeo membuat Almera terperanjat kaget. Setelah menarik napas pelan, Almera bangkit dan memutar badannya secara perlahan. Senyum lebar yang memperlihatkan giginya terlihat sekali bahwa dia sedang kikuk. "Bapak, ke sini pasti mau istirahat 'kan? Jadi silakan, saya mau ke taman biar enggak ganggu," ujar Almera berjalan cepat menuju pintu. Namun saat melewati Romeo, kerah baju belakangnya ditarik seperti seekor kucing. "Eh eh, lepas, Pak!" titah Almera memukul lengan Romeo pelan. "Kamu belum menjawab pertanyaan saya," ucap Romeo seraya melepas pegangannya di kerah baju Almera. Almera memalingkan wajahnya ke samping dengan meringis kecil, m
Rumah mewah yang didesain dengan tampilan tradisional, terlihat begitu asri. Saat membuka gerbang, sudah disuguhi dengan jalan setapak yang mengarah ke pintu utama. Sekumpulan mawar merah dan pohon mangga di halaman depan menambah kesan nyaman serta sejuk bagi si empunya. Apalagi buah mangganya yang begitu lebat, membuat siapa saja yang melihatnya merasa tergoda. Meskipun pekerja kantoran, tetapi Rizky kurang suka terhadap hal-hal yang berbau glamor. Maka dari itu, setelah mempunyai banyak uang, dia memutuskan untuk membangun rumah sendiri dengan aksen tradisional. Hanya dengan melihat hamparan bunga dan menghirup udara segar di pagi hari yang bisa membuat semangat bekerjanya semakin membara. "Sayang," panggil Rizky berusaha memegang tangan Widya. "Apa? Lo mau maksa gue melakukan itu lagi? Dengar ya, meskipun gue cinta sama lo, tetapi gue enggak mau nurutin permintaan lo! Gue akui, gue memang enggak sesuci dan sepolos A
Widya menatap ke depan, perlahan sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring. Kemudian dia beralih menatap wajah sang kekasih yang menampilkan raut kebingungan dan keraguan."Enggak, mau seberapa bahayanya ancaman itu, aku enggak akan pernah mau mengorbankan masa depan aku. Kita foto di ranjang, seolah sudah melakukan itu, tanpa melepas seluruh baju. Karena, nanti kita gunain selimut buat nutupin," jelas Widya serius.Dia geram dan kesal, ingin sekali rasanya bertemu dengan perempuan yang bernama Citra Citra itu. Akan dia pastikan suatu saat Citra menyesal telah berencana menghancurkan rumah tangga sahabatnya. Apalagi Romeo, saat ini dia akan diam saja, seolah tidak tahu apa-apa. Namun, jika sampai suatu hari Romeo membuat Almera hancur hingga meneteskan air mata di depannya, maka saat itu juga dia akan menjadi Tuhan yang memisahkan keduanya."Bagian atasnya dibuka?" tanya Rizky menelan salivanya susah payah. Bagaimana pun juga dia ini pria normal, akan ter
Setelah mendengar sedikit cerita masa lalu dan nasihat dari bundanya, Almera semakin memantapkan langkahnya ke depan. Tidak ada lagi rasa ragu atau pun takut atas hubungannya dengan Romeo. Sekarang, bukan waktunya untuk meratapi nasib apalagi menyerah. Karena, ada seorang wanita atau bahkan lebih yang sedang menunggu kehancurannya demi bersatu dengan Romeo. Berusaha lebih keras untuk mendapat tempat di hati Romeo adalah tujuan utamanya. "Eum ... Bap- e ... Mas hari ini mau ke mana?" tanya Almera dengan tangan yang saling memilin gugup. Matanya mencuri pandang ke arah Romeo yang sedang asik dengan laptopnya. Ya, dia sudah memutuskan untuk mengubah panggilannya kepada sang suami. Memulai dari awal dengan panggilan yang sudah seharusnya. Tubuh Romeo menegang, tanpa sadar dadanya berdebar kencang. Suara lembut Almera mengalun indah di telinganya. Apalagi ini baru pertama kali dia mendenga
"Gila sih, lo pulang tetapi enggak ngabarin gue. Udah berapa lama lo di sini?" tanya Amel kepada perempuan yang memakai dress ketat di depannya. Dia adalah Citra. "Ha ha sorry, gue lupa buat ngabarin lo. Lagian gue di sini baru sekitar seminggu kok," jawab Citra tertawa ringan. "Wah, parah lo, giliran ke gue aja lupa buat ngabarin dan apa tadi, baru seminggu? Lo emang benar-benar ya, Cit. Seminggu dibilang baru, selama itu juga lo enggak ngabarin gue sama sekali. Untung aja mami gue ngasih tau, coba kalau enggak, mungkin gue tahunya bulan depan." Amel menatap Citra sinis. Dia kesal karena baru tahu tentang kedatangan orang terdekatnya. Tidak ada kabar atau apa pun, padahal seminggu sebelumnya dia sempat video call dengan Citra. Citra tertawa terbahak-bahak. Merasa lucu melihat Amel mengomel dengan tatapan sinisnya. "Bukannya gitu, Mel. Gue emang lagi sibuk, jadi enggak sempat ngabarin lo. Gue pulang ke sini juga karena udah janji sama pacar gue. Ya lo
Almera memilin jarinya gugup. Dia melirik ke arah Romeo yang terlihat begitu santai, seolah tidak terganggu dengan pertanyaan Papa. "Enggak, Pa. Al enggak ada ngidam apa-apa," jawabnya tersenyum tipis. "Apa kalian mau honeymoon sekarang aja? Sekalian refreshing. Mama enggak sabar pengen gendong cucu dari kalian," celetuk Mama Lala dengan senyum lebarnya. Membayangkan menggendong bayi yang memakai pakaian lucu semakin membuatnya tidak sabar. Apalagi berjenis kelamin perempuan. Rambut yang dikuncir dan diberi jepit-jepit lucu, pipi chubby, memakai rok serta sepatu lalu berjalan sambil tertawa. Ah rasanya sangat membahagiakan. Almera kembali melirik Romeo yang tetap santai dengan wajah datarnya. Huh, rasanya dia ingin menghilang sekarang juga. Pertanyaan semacam ini adalah hal yang paling dia hindari dan bisa-bisanya suaminya itu masih bisa bersantai, tidak membantu menjawab sama sekali. "Kapan-kapan aja,