"Jangan samakan saya dan kamu, kita berbeda," sahut Romeo penuh penekanan di setiap katanya.
Mendengar kalimat yang dilontarkan Romeo, Almera sontak menyemburkan tawanya. Menurutnya, itu adalah kalimat lucu yang baru pertama kali dia dengar. Sedangkan Romeo, dia menaikkan sebelah alisnya dengan raut yang tampak kebingungan. Kenapa Almera tertawa sampai seperti itu?
"Kamu gila?" tanya Romeo seraya melangkahkan kakinya ke samping kiri, menjaga jarak dengan Almera yang tawanya semakin keras. Bahkan sekarang sudah merebahkan tubuhnya, dengan tangan yang memukul lantai.
Merasa perutnya sakit, Almera berusaha menghentikan tawanya. Namun, belum lima detik dia terdiam, tawanya kembali pecah.
"Ha ha ha Bapak tanya saya gila?" tanya Almera dengan sedikit tawa di depan kalimatnya.
"Iya, saya gila." Perlahan Almera bangkit dari posisi tidurnya dan berdiri berhadapan dengan Romeo yang masih terdiam. "Gila karena mempunyai suami seperti, Bapak!" desis Almera men
Sedangkan di depan pintu rumah Almera, terdapat Widya dan Amel yang terus menekan bel. Bahkan mereka sesekali mengetuk pintu diiringi dengan teriakan.Merasa lelah berteriak, Widya berjalan mendekati jendela dan berusaha mengintip. Namun sayang, kordennya begitu tebal hingga membuat dia tidak bisa melihat keadaan di dalam."Mungkin Al enggak ada di rumah, Wid," celetuk Amel seraya mendudukkan dirinya di kursi. Sudah hampir 20 menit mereka seperti ini, tetapi tetap saja tidak ada yang menyahut apalagi keluar."Huft, padahal gue kangen tau. Pengen kita bertiga kumpul seperti dulu, girls time gitu," sahut Widya lesu, lalu ikut mendudukkan diri di kursi sebelah Amel. Dia kembali melihat ke arah pintu yang tertutup rapat, berharap Almera membukakan pintu. Dia tahu kalau hidup Almera sudah tidak sebebas dulu, tetapi dia benar-benar merindukan sahabatnya itu. Bahkan, sekarang mereka sudah jarang berkomunikasi."Gue juga kangen, tetapi mau gimana lagi. Almera sud
Widya sedikit melirik ke arah Amel yang sudah duduk dengan tangan menutupi separuh wajahnya. Dia menaikkan sebelah alisnya, merasa heran dengan tingkah sahabatnya itu. Tidak mau memikirkan lebih dalam, dia kembali memfokuskan pandangannya ke dua sejoli yang baru saja keluar dari toko kosmetik."Wid, duduk!" titah Amel dengan suara pelan. Rasa malu itu masih dia rasakan, seolah seluruh pasang mata masih memperhatikannya dengan intens. Tubuhnya terasa kaku apalagi di bagian leher, hingga membuat kepalanya sulit untuk menoleh."Apa?" tanya Widya tanpa menoleh ke arah Amel."Duduk!" titah Amel menarik tangan Widya pelan.Widya berdecak sebal, tetapi tidak urung dia juga mengikuti perintah Amel. "Dasar pengganggu!""Ish, lo memangnya enggak tau, kalau kita jadi pusat perhatian?" tanya Amel yang tidak terima dibilang pengganggu. Niat dia 'kan baik, yaitu menyelamatkan sahabatnya dari rasa malu karena menjadi pusat perhatian. Bukannya berterima kasih, jus
"Siapa?" tanya Almera mencoba biasa saja ditengah suaranya yang gemetar menahan tangis."Siapa, Pak?" Almera mengulang pertanyaannya, karena Romeo tidak kunjung menjawab. Hanya terdiam dengan pandangan datar, seraya merangkul mesra perempuan di sampingnya. Hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, Romeo datang bersama perempuan lain. Dia sudah mencoba berfikir positif, siapa tahu perempuan itu hanya rekan kerjanya. Namun, semuanya terhempas setelah melihat posisi mereka yang terbilang cukup mesra."Pacar," jawab Romeo enteng. Lalu, dengan santainya dia melangkah melewati Almera yang terdiam kaku. Tangannya memeluk pinggang sang pacar dengan posesif, membawanya menuju ruang tamu.Sakit, itu lah yang saat ini Almera rasakan. Kenapa Romeo setega ini, sampai membawa kekasihnya datang ke rumah? Mengetahui Romeo memiliki kekasih saja dia sudah tidak terima, hatinya sakit dan sesak. Apalagi sekarang yang dengan santainya, membawanya ke rumah mereka berdua. Rumah
Setiap orang memiliki cara sendiri untuk mengembalikan suasana hati yang sedang memburuk. Entah dengan cara yang normal atau pun tidak. Sama seperti yang Almera lakukan sekarang, dia mencoba mengalihkan rasa sakit hatinya dengan menonton sebuah drama Korea. Meskipun sebenarnya dia sulit untuk fokus karena pikiran yang bercabang kemana-mana, tetapi setidaknya bisa sedikit mengembalikan suasana hatinya.Terkadang, Almera berharap bisa memiliki pasangan dan cerita cinta seperti di film yang pernah dia tonton. Terlihat begitu menyenangkan tanpa merasakan sakit hati. Namun dia sadar, tidak ada hidup tanpa adanya masalah. Semua sudah diatur oleh takdir dan dia hanya bisa mengikuti kemana takdir itu membawanya.Saat Almera sudah mulai terhanyut pada apa yang dia tonton, suara klakson mobil berhasil mengalihkan perhatiannya. Dengan dahi mengernyit bingung, dia bangkit dan berjalan mendekati jendela. Kebetulan dia masih berada di ruang tamu, karena rasanya sangat malas untuk me
Dengan napas yang masih memburu lantaran emosi, Romeo membalikkan badannya membelakangi Almera. Tangannya yang mengepal dia masukkan ke saku celana. "Cukup diam dan jika di depan keluarga, seolah kita hidup bahagia," ucap Romeo tanpa beban. Dengan cepat Almera menoleh, menatap punggung Romeo dengan tatapan tidak percaya. Dia menghapus air matanya kasar dan berdiri, tepat di belakang Romeo. "Kalau begitu, biarkan saya mencari pacar," kata Almera tersenyum tipis hingga nyaris tidak terlihat. Romeo membalikkan badannya dengan wajah yang memerah. Hingga sekarang, posisi keduanya saling tatap dengan emosi yang sama-sama membara. "Tidak, sampai kapan pun saya tidak akan mengizinkan kamu mencari seorang pacar. Apa kamu lupa, kalau sekarang sudah menjadi seorang istri? Apa kamu mau menjadi istri durhaka?" tanya Romeo menatap Almera tajam. Rahangnya mengeras, hingga urat-urat di lehernya begitu terlihat. Almera memalingkan wajahnya dengan senyu
Almera gelagapan, dengan cepat dia memalingkan wajahnya ke arah mangkok bubur yang ternyata sudah kosong. Dia merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya terlarut dalam ketampanan Romeo. Hingga tidak sadar dengan keadaan dan lihatlah sekarang, dia merasa sangat malu. "Oh sudah habis ya? Tadi ... saya terlalu menikmati buburnya, jadi enggak sadar kalau sudah habis," kilah Almera beranjak turun dari pangkuan Romeo dan duduk di kursi sebelahnya. "Oh." Romeo menarik bubur miliknya yang sudah dingin dan mulai melahapnya. "Bapak, hari ini mau ke mana?" tanya Almera menyilangkan kedua tangannya di atas meja. Dia mencoba melupakan kejadian kemarin dan mulai mengakrabkan diri kepada Romeo. Menerima perlakuan baik Romeo barusan, membuat dia bertekad di dalam hati. Bahwa mulai saat ini, dia akan berusaha meluluhkan hati sekeras batu itu. Romeo hanya melirik sekilas tanpa menjawab. "Saya mau mandi dul
Dengan mata yang perlahan terpejam, Almera berusaha menstabilkan detak jantungnya. Apalagi napas Romeo yang beraroma mint begitu terasa di wajahnya, membuat dia semakin tidak karuan. "Kenapa merem? Berharap saya cium hm?" Romeo berbisik tepat di telinga kiri Almera. Mata Almera langsung terbuka lebar dengan napas yang memburu. Tanpa berpikir panjang, dia menendang bagian bawah Romeo. "Enggak lucu, Pak," ketus Almera bersedekap dada. Dengan spontan Romeo menjauh dari Almera. Wajahnya berubah menjadi merah dengan meringis kesakitan. Dia mencengkeram lengan sofa kuat, melampiaskan rasa sakit yang disebabkan oleh tendangan Almera. Matanya terpejam erat dengan bibir yang digigit, bahkan rasanya ingin berteriak sekencang mungkin. Rasanya seperti akan mati, argh! batin Romeo berteriak tidak tahan. Almera sedikit melirik ke arah Romeo, karena tidak mendengar suara apa pun. Seketika w
Jantung Almera seakan berhenti berdetak, tidak menyangka kalau Romeo akan memberi pertanyaan seperti itu. Dengan bibir bawah yang digigit kuat, dia memikirkan jawaban yang sekiranya bisa membawanya keluar dari situasi ini. "Hm," deham Romeo membuat Almera terperanjat kaget. Setelah menarik napas pelan, Almera bangkit dan memutar badannya secara perlahan. Senyum lebar yang memperlihatkan giginya terlihat sekali bahwa dia sedang kikuk. "Bapak, ke sini pasti mau istirahat 'kan? Jadi silakan, saya mau ke taman biar enggak ganggu," ujar Almera berjalan cepat menuju pintu. Namun saat melewati Romeo, kerah baju belakangnya ditarik seperti seekor kucing. "Eh eh, lepas, Pak!" titah Almera memukul lengan Romeo pelan. "Kamu belum menjawab pertanyaan saya," ucap Romeo seraya melepas pegangannya di kerah baju Almera. Almera memalingkan wajahnya ke samping dengan meringis kecil, m