Fajar mulai menyingsing di ufuk timur, menandai awal perjalanan panjang bagi Xiao Feng. Pagi itu Ia berdiri di depan Bai Lian yang sudah menunggunya lebih awal. Beruntung ia tidak membuat Bai Lian menunggu lebih lama untuk memberikan salam perpisahan terakhir. “Terima kasih atas bimbinganmu, Bai Lian. Aku tidak akan melupakan pelajaran ini,” katanya sambil menundukkan kepala dengan hormat.Melihat sikap Xiao Feng dengan tulus, Bai Lian tersenyum tipis. “Kau telah menunjukkan potensi besar, Xiao Feng. Namun ingat, perjalananmu masih panjang. Jangan terlalu cepat merasa puas dengan kekuatan yang telah kau peroleh.”Xiao Feng mengangguk, mendengar perkataan Bai Lian barusan. Ia kemudian menoleh kearah gurunya, Xiao Chen, yang berdiri tidak jauh darinya, melihat wajah gurunya itu ingin rasanya ia mengeluarkan air mata, namun ia tahan dengan kuat perasaan itu. "Guru, apakah kau tidak akan ikut bersamaku ke Liyue?" tanya pemuda itu penuh harap.Xiao Chen menghela napas panjang, setelah meli
Langit senja kota Liyue dihiasi oleh awan kelabu yang seakan mencerminkan suasana hati penduduknya. Saat ini Xiao Feng berjalan di antara deretan rumah kayu yang berjajar rapi saat ia pertama kali tiba di kota tersebut, namun tatapan mata orang-orang di sekitarnya terasa seperti penuh ketakutan. Banyak yang menundukkan kepala, bahkan menghindari pandangannya."Kenapa kota ini terasa begitu suram?" pikir Xiao Feng sambil terus berjalan.Saat ia melewati pasar, ia melihat beberapa penjaga berseragam gelap dengan lambang ular emas berdiri di sudut jalan. Mereka memegang tombak dan pedang, wajah mereka keras tanpa senyuman. Penduduk yang berjualan tampak gelisah setiap kali penjaga itu mendekat.Tiba-tiba, seorang penjaga menghampiri seorang pedagang buah yang sedang membereskan dagangannya. “Hei, kau!” suara kasar penjaga itu membuat pedagang gemetar.“A-ada apa, Tuan?” jawab pedagang itu gugup.“Upeti hari ini. Jangan lupa! Kalau tidak, kau tahu akibatnya.”Pedagang itu segera menyerahk
Malam menjelang di kota Liyue, dengan cahaya lentera yang berkelip-kelip di sepanjang jalan utama. Xiao Feng mengenakan jubah hitam panjang untuk menyembunyikan dirinya, memadukan gerakannya dengan bayang-bayang malam. Tujuannya malam ini adalah menyusup ke markas Klan Ular Emas, tempat Lei Kun memerintah dengan tangan besi.Ia telah mengamati gerak-gerik para penjaga selama beberapa jam, mencatat pola patroli mereka dan menemukan celah dalam pengawasan. Dengan lincah, ia melompati pagar tinggi yang mengelilingi markas besar. Sepasang mata elangnya mengawasi setiap sudut, memastikan ia tidak terdeteksi.Setelah masuk, Xiao Feng bergerak dengan tenang di lorong panjang yang diterangi oleh obor di dinding. Udara di dalam gedung terasa berat, seperti memancarkan aura kegelapan yang menyelimuti setiap sudut.Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia bersembunyi di balik pilar besar, menahan napas, sambil mendengarkan percakapan dua penjaga yang lewat.“Aku dengar Lei Kun sed
Ruangan besar itu dipenuhi percikan petir yang saling beradu. Xiao Feng dan Lei Kun berdiri saling berhadapan, aura petir di sekitar mereka membentuk medan energi yang menghentikan aliran udara di ruangan. Tombak Lei Kun berkilauan, sementara Xiao Feng memegang pedangnya dengan tangan yang mantap, zirah besinya berkilau samar di bawah cahaya lentera.Lei Kun tersenyum licik. "Jadi, kau juga seorang pengguna petir. Menarik. Tapi kau masih terlalu muda untuk menghadapi seseorang sepertiku."Xiao Feng membalas senyum itu. "Mungkin kau harus merasakan kekuatan sejati dari Kitab Dewa Naga."Hal itu membuat pria besar itu menaikkan alisnya, ia sedikit berkeringat ketika mendengar Kitab Dewa Naga, tentu saja ia mengetahui legenda tentang kitab tersebut. Kitab yang diperebutkan banyak pendekar hebat di dunia persilataan.Lei Kun melompat maju, tombaknya menghantam dengan kecepatan kilat. “Wsuhh!” Suara angin memecah keheningan saat ujung tombak hampir menyentuh tubuh Xiao Feng. Namun, zirah b
Xiao Feng menerima undangan pria tua yang ia temui di kedai teh beberapa hari yang lalu, seorang yang kelihatannya tak hanya ramah tapi juga memiliki kebijaksanaan tersirat. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Li Zhong, mantan pendekar yang kini memilih hidup sederhana sebagai pemilik penginapan kecil di pinggiran kota Liyue.“Terima kasih atas keberanianmu melawan Lei Kun dan menyelamatkan kota ini,” ujar Li Zhong sambil tersenyum lemah. “Mungkin malam ini kau bisa beristirahat sejenak di tempatku. Penginapanku sederhana, tapi cukup nyaman.”Xiao Feng yang masih merasa lelah dari pertarungan sebelumnya mengangguk pelan. “Aku akan menerima tawaranmu. Namun, kota ini masih dalam bahaya. Aku bisa merasakannya.”Li Zhong tertawa kecil. “Kau benar, Pendekar Muda. Tapi malam ini, nikmatilah makanan dan minuman sebagai tanda terima kasih kami.”Penginapan Li Zhong ternyata lebih luas dari perkiraan. Xiao Feng dijamu dengan makanan lezat, mulai dari ikan panggang hingga sup herbal yang m
Pagi di kota Liyue terasa berbeda. Udara yang semula terasa berat kini mulai ringan, seolah bebannya telah terangkat. Penduduk kota tampak lebih bersemangat, meski bekas-bekas kekacauan masih terlihat di beberapa sudut kota.Xiao Feng duduk di beranda penginapan Li Zhong, menyesap teh hangat sambil menikmati ketenangan yang jarang ia rasakan. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.“Hup! Hup!”Suara derap langkah kuda terdengar dari kejauhan. Sekelompok orang dengan baju zirah putih keemasan, membawa panji besar dengan simbol matahari yang bersinar, memasuki kota Liyue.Penduduk yang melihat mereka berbisik-bisik. “Itu mereka, Fajar Keemasan! Kelompok besar yang terkenal karena perjuangan mereka untuk kedamaian.” Ujar salah satu orang.Xiao Feng memperhatikan dengan seksama, kedatangan sekelompok orang tersebut. Dari cara mereka membawa diri dan barisan yang teratur, jelas bahwa mereka adalah kelompok yang terlatih dan terorganisir.Kelompok itu berhenti di tengah alun-alun. Pem
Langkah Xiao Feng perlahan melewati hutan lebat yang seolah tak pernah berakhir. Pepohonan tua dengan dahan-dahan menjulang tinggi menciptakan bayang-bayang gelap di bawah cahaya rembulan. Meski malam terasa tenang, ada sesuatu yang ganjil di udara, seperti bisikan hutan yang memanggilnya untuk tetap waspada.Tiba-tiba, jeritan minta tolong memecah keheningan. "Tolong! Siapa pun, tolong saya!" Suara itu terdengar putus asa, datang dari arah utara.Tanpa ragu, Xiao Feng melangkah cepat menuju sumber suara. Di tengah area terbuka yang kecil, dia melihat sekelompok pria kasar mengepung seorang lelaki tua yang memeluk erat kantong barangnya.“Hei, serahkan itu! Jangan bikin susah!” bentak salah satu perampok dengan nada mengancam.Lelaki tua itu menggeleng panik. “Tolong... ini semua yang saya punya... jangan ambil ini!”Perampok itu tertawa kasar. “Kalau begitu, nyawamu yang akan kami ambil!”“Berhenti di sana,” suara tegas Xiao Feng terdengar, membuat semua orang di tempat itu menoleh.
Langkah Xiao Feng terhenti di belakang sebuah batu besar yang memberinya perlindungan dari pandangan penjaga di luar gua. Ia mengamati dengan saksama. Ada empat penjaga berdiri dengan formasi longgar, namun cukup strategis untuk memantau seluruh area di sekitar pintu masuk.Xiao Feng menyentuh zirah besinya, merasakan kekuatannya yang tenang namun kokoh. Dengan napas yang teratur, dia mulai merencanakan langkah berikutnya.Pertama-tama, dia mengambil batu kecil di tanah dan melemparkannya ke semak-semak di sisi kanan gua. Hal itu bertujuan untuk mengalihkan perhatian para penjaga. “Kruss... kruss...” Bunyi gerakan itu membuat dua penjaga menoleh.“Ada yang bergerak di sana!” ujar salah satu dari mereka sambil mendekat untuk memeriksa.Dugaan Xiao Feng benar, para penjaga itu mulai mencari sumber suara yang dianggapnya sebagai ancaman. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh Xiao Feng. Dengan langkah cepat dan tanpa suara, dia meluncur ke arah penjaga yang tersisa di dekat pintu masu
Langit sore mulai memerah saat Xiao Feng dan Bai Ling melintasi jalan setapak menuju pegunungan utara. Hembusan angin dingin dari puncak gunung terasa menusuk kulit, tetapi mereka terus melangkah, tekad mereka terlalu kuat untuk dihentikan oleh cuaca."Feng'Ge," Bai Ling memecah keheningan. "Kita hampir sampai. Kau siap untuk apa pun yang akan terjadi di sana?"Xiao Feng tersenyum tipis, menoleh ke arah Bai Ling. "Aku selalu siap, Bai'er. Tapi ingat, kita tidak tahu apa yang menunggu di sana. Bersiaplah untuk segalanya."Namun, sebelum Bai Ling sempat menjawab, suara langkah kaki berat terdengar dari arah depan. Xiao Feng menghentikan langkahnya, instingnya membuat tangan kirinya langsung bergerak ke gagang pedang yang tergantung di pinggang. Bai Ling juga berjaga-jaga, es tipis mulai terbentuk di sekeliling tangannya.Dari balik pepohonan, lima sosok muncul. Tubuh mereka tegap, masing-masing memancarkan aura yang kuat dan mengintimidasi. Pakaian mereka m
Setelah membebaskan para tahanan, mereka berdua hendak kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan lebat mereka semua merasakan udara dingin mulai terasa menusuk kulit, seolah baru menemukan ketenangan yang berarti, namun ketenangan itu mendadak terpecah oleh suara gemuruh langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.Xiao Feng lalu memberikan perintah pada tahanan yang mereka lepaskan untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang aman, "Pergilah dari sini... Kalian harus selamat."Mendengar perintah dari Xiao Feng, orang-orang itu segera pergi menjauh, seolah tidak ingin terlibat dari pertarungan yang akan segera terjadi."Feng'Ge," ucap Bai Ling, matanya memandang lurus ke depan. "Kau dengar itu?"Xiao Feng mengangguk pelan. Ia memicingkan matanya, memeriksa lingkungan sekitarnya. "Langkah kaki... banyak sekali. Mereka datang ke arah kita."Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul puluhan pria bersenjata. Mereka mengenakan pakaian khas dengan lambang bendera warna di dada mereka.
Xiao Feng bergerak perlahan menuju perkemahan, langkahnya begitu tenang tanpa suara sedikitpun. Bai Ling mengikuti di belakangnya, sembari mengeluarkan es dari tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari yang mulai redup. Aroma asap yang bercampur dengan daging panggang semakin jelas, dan suara-suara tawa kasar dari sekelompok pria mulai terdengar."Bai'er," bisik Xiao Feng sambil berhenti di balik semak belukar. "Kita akan mendekat dari dua sisi. Kau ambil sisi kiri untuk memastikan mereka tidak melarikan diri."Bai Ling mengangguk, menatap Xiao Feng dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Kau hati-hati."Xiao Feng menoleh ke arah wanita yang mereka bawa. "Tetap di sini. Jangan keluar sampai kami kembali."Wanita itu menggigit bibirnya, jelas khawatir, namun akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Pendekar. Tolong... selamatkan mereka."**Dari balik semak-semak, Xiao Feng dan Bai Ling akhirnya bisa melihat perkemahan itu dengan jelas. Sekelompok pria kasar duduk di sekitar api unggun,
Saat Xiao Feng dan Bai Ling hendak melangkah pergi, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri mereka dari belakang. Wanita muda yang sebelumnya mereka selamatkan berlari dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah, basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.“Tuan pendekar!” panggilnya seraya berlutut di hadapan Xiao Feng. “Terima kasih telah menyelamatkan kami. Namun, aku memohon... tolong bantu aku sekali lagi. Ibu dan adik perempuanku dibawa oleh anggota mereka yang lain. Aku tak tahu harus bagaimana...”Xiao Feng menatap wanita itu dengan tatapan serius, sementara Bai Ling mengernyit, menatapnya penuh rasa iba. “Di mana mereka terakhir kali terlihat?” tanya Xiao Feng.Wanita itu menggeleng lemah. “Aku hanya mendengar salah satu dari mereka menyebut sebuah tempat di dekat lembah barat. Di sana mereka berencana mengumpulkan para tawanan lainnya.”Xiao Feng menarik napas panjang. “Baiklah, kami akan membantu. Tapi kau harus beristirahat dan kembali ke tempat yang ama
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, menyelimuti dunia dalam semburat oranye yang perlahan memudar. Di tengah perjalanan mereka, Xiao Feng dan Bai Ling berjalan menyusuri jalan berbatu yang sunyi. Pepohonan di kiri dan kanan menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang mengintimidasi. Namun, di tengah ketenangan itu, sepasang mata dari balik rimbunan dedaunan terus mengintai mereka."Sialan... Dia jauh lebih kuat dari yang dikabarkan," gumam pria itu pelan, matanya tetap tertuju pada Xiao Feng. Setelah memastikan tidak tertangkap basah, dia segera bergerak pergi dengan langkah ringan, menghilang di antara pohon-pohon lebat. Beberapa saat kemudian, pria itu tiba di sebuah lokasi tersembunyi dan langsung melapor pada Yu Zhi, pemimpin kelompok bendera merah yang baru menggantikan Tianbao.“Ketua, aku sudah memastikan. Mereka bergerak ke arah utara, sepertinya mencari jejak kelompok kecil kita,” lapornya sambil berlutut.Yu Zhi yang sedang duduk di kursinya dengan angkuh setelah
Langit sore mulai berubah menjadi jingga keemasan ketika Xiao Feng dan Bai Ling berdiri di depan rumah utama desa. Keheningan mencekam menyelimuti mereka. Bau busuk dari mayat yang terkumpul di dalam ruangan mulai menyengat, membuat Bai Ling menutup hidungnya dengan lengan baju.“Feng'Ge,” ujar Bai Ling dengan nada serak. “Orang-orang desa ini... mereka semua korban. Kita harus melakukan sesuatu untuk memberi mereka penghormatan terakhir.”Xiao Feng mengangguk pelan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka seperti ini. Mereka sudah cukup menderita.”Bai Ling berjalan ke arah pintu, memperhatikan tumpukan mayat yang kulit wajahnya telah dilucuti. Mata mereka yang kosong seakan berbicara, memohon keadilan atas apa yang telah terjadi. “Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan hal sekeji ini?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.Xiao Feng menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat Pedang Pembalik Surga. “Ini adalah pekerjaan kelompok bendera lima warna itu. Mereka tak hanya meng
Xiao Feng berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi. Bau amis darah masih menyeruak di udara, menyatu dengan aroma dedaunan yang hancur akibat pertempuran. Puluhan, bahkan ratusan mayat musuh yang baru saja ia dan Bai Ling habisi tergeletak tak bernyawa. Bai Ling berdiri di sampingnya, tangan masih menggenggam pedang yang kini berlumuran darah beku."Apa yang akan kau lakukan dengan mayat-mayat ini?" tanya Bai Ling dengan suara tenang, namun sorot matanya menyiratkan kelelahan.Xiao Feng mengangkat wajahnya, memandang langit yang mulai diselimuti awan kelabu. Ia menghela napas panjang. "Aku akan membakar mereka. Dunia ini sudah cukup tercemar oleh dosa-dosa mereka. Biarkan api membersihkan semuanya."Ia kemudian mengangkat tangannya, energi petir mulai berkumpul di sekeliling tubuhnya. Udara di sekitar mereka terasa bergetar, membuat dedaunan bergemerisik. Namun, sebelum ia sempat melancarkan kekuatannya, suara gemuruh yang aneh mulai terdengar dari kejauhan."Xiao Feng," Ba
Udara malam terasa berat dengan ketegangan yang mencekam. Pria tua berambut putih berdiri tegak di tengah lapangan desa, sorot matanya seperti memaku Xiao Feng di tempatnya. Sementara itu, Bai Ling berdiri di sisi Xiao Feng bersiap dengan kipas esnya yang berpendar dari pantulan cahaya bulan.Pria itu menatap Xiao Feng dan Bai Ling secara bergantian, menatap mereka dengan dingin sebelum akhirnya berkata.“Kau terlalu muda untuk menantang kami,” ucap pria tua itu, senyumnya mencemooh. Ia mengangkat tangannya, dan tanah di sekitarnya bergetar, memperlihatkan bahwa dirinya bukan lawan biasa.Mendengar perkataan pria tua itu barusan, Xiao Feng maju selangkah, tatapannya tajam seoalah ia akan melahap pria tua itu hidup. Namun sebelum itu terjadi Xiao Feng menjawab perkataan itu “Kau mengorbankan manusia tak bersalah demi ambisi kotor kalian. Hari ini, aku akan menghentikanmu.”Pria tua itu tertawa kecil. “Coba saja, bocah. L
Wanita paruh baya itu mendekati Xiao Feng dengan langkah ragu. Matanya yang tampak basah dan wajahnya yang lelah menambah kesan rapuh. Dengan suara serak, ia berkata, “Tuan, terima kasih sudah melindungi desa kami. Tapi... bisakah kalian bermalam di sini hingga pagi? Aku takut mereka akan kembali menyerang.”Sebelumnya. Xiao Feng menatap wanita itu, matanya menyipit seolah mencoba membaca niat tersembunyi di balik permohonannya. Bai Ling, yang berdiri di sampingnya, merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi memilih untuk tidak langsung bicara.“Kami harus pergi sebelum fajar,” kata Xiao Feng singkat, tapi tetap menjaga nada tenangnya.Wanita itu tersenyum tipis. Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang dingin, yang membuat Bai Ling merasa tidak nyaman.Tanpa aba-aba, wanita itu mengeluarkan belati dari balik kain lusuh yang dikenakannya dan mengarahkannya langsung ke dada Xiao Feng dengan kecepatan yang mengejutkan.&ld