“kita berangkat ke Swiss kapan, Mas?” tanya Nadya saat mereka menikmati sarapan di restoran hotel."Nanti siang. Aku sudah suruh sopir untuk ambil pakaian kita di rumah," sahut Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan sarapannya.***Nadya dan Devan berangkat ke Swiss menggunakan pesawat pribadi milik keluarga Herlambang. Mereka menghabiskan waktu 16 jam untuk sampai di bandara internasional Zurich, Swiss. Saat mereka tiba di sana hari masih pagi. Penunjuk waktu di tangan menunjukkan pukul enam pagi.Sebelum turun dari pesawat tak lupa Devan memakaikan Coat berwarna light grey ke tubuh istrinya. Tidak lupa dia juga memakaikan sarung tangan dan syal di leher Nadya."Biar aku saja Mas yang pakai sendiri,” ujar Nadya."Sudah nggak apa-apa biar aku yang pakaikan," ucap Devan."Kalau begitu sekarang aku yang pakaikan jaket dan syal untuk kamu, Mas," balas Nadya.Devan menyerahkan jaket dan syal miliknya, sedangkan sarung tangan dia pakai sendiri.Setelah mengurus ini dan itu da
Sementara itu jantung Nadya berdegup kencang karena ini adalah pertama kalinya dia berendam bersama dengan seorang pria. Dan pria yang ada di depannya saat ini yang tak lain adalah suaminya, sedang menatap dirinya dengan tatapan yang membuat setiap wanita meleleh, termasuk dirinya. Perlahan Devan mendekati istrinya kemudian membalikkan tubuh Nadya ke posisi berada di depannya, lalu dipeluknya dengan erat tubuh sang istri."I love you," ucap Devan lembut, lalu mencium leher sang istri."Me too," ucap Nadya.Cukup lama mereka saling bertautan bibir hingga akhirnya, Devan melepaskan tautan bibirnya di bibir Nadya. Lalu menatap intens wajah cantik sang istri."Besok pagi setelah sarapan, kita langsung pergi ke daerah pegunungan Alpen. Tepatnya di pedesaan Grindelwald. Kita bawa beberapa pakaian ganti untuk menginap di sana karena kita tidak bisa pulang pergi, jaraknya lumayan jauh,” ucap Devan."Grindelwald? itu daerahnya keren banget, Mas," ucap Nadya lalu membalikkan tubuhnya karena sak
Devan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Dia melihat Nadya meringkuk di lantai kamar mandi. Istrinya itu terlihat menggigil, bibirnya pun pucat. Dia langsung mengangkat tubuh Nadya, dan menggendongnya masuk ke dalam kamar.Devan merebahkan tubuh Nadya di atas kasur dan menyelimutinya sebatas dada. Devan memeluk tubuh istrinya erat dan merasakan tubuh Nadya sedingin es.“Nad, apa yang terjadi?” bisik Devan. Nadya masih menggigil dan bibirnya terus mendesis, menunjukkan kalau Nadya kali ini tengah kedinginan yang teramat parah. Devan yang takut istrinya terkena hipotermia, segera membuka pakaiannya, menyisakan dalamannya saja. Dia akan melakukan skin to skin pada Nadya, agar panas tubuhnya mengalir pada tubuh sang istri.Devan lalu masuk ke dalam selimut dan memeluk erat tubuh Nadya. Setelah beberapa saat dia memeluk tubuh istrinya, peluh mulai membanjiri tubuh keduanya. Hingga setelah beberapa menit, Devan tak mendengar desisan keluar dari bibir Nadya. Dia melihat is
Mereka akhirnya tiba di stasiun Zurich pukul sembilan malam. Sopir hotel yang disewa oleh Devan telah menunggu mereka di pintu keluar stasiun tersebut, setelah Devan menghubunginya satu jam yang lalu.“Selamat malam, Tuan. Selamat datang kembali di Zurich,” sapa sopir itu ramah.“Selamat malam.” Devan balas menyapaDevan dan Nadya segera masuk ke dalam mobil, dan duduk di kursi penumpang belakang. Nadya yang sudah lelah dan mengantuk, hanya bisa menyandarkan kepalanya di dada bidang Devan.Tangan mereka pun saling menggenggam satu sama lain.“Pinggangku pegal, Mas,” rengek Nadya.“Ya sudah, nanti aku pijat saat kita sudah di hotel,” sahut Devan kalem.“No...no...no, aku lebih baik langsung tidur. Kalau kamu pijat, itu artinya aku harus begadang. Saat ini aku sudah sangat mengantuk. Aku perlu tidur,” ucap Nadya yang membuat Devan terkekeh.Tak lama kemudian mobil yang mereka tumpangi tiba di hotel. Pasangan suami istri itu pun keluar dari dalam mobil, dan berjalan menuju kamar hotel sa
Satu minggu kemudian.Nadya sudah aktif kembali bekerja di perusahaan keluarganya. Dia mulai sibuk meeting dengan para klien. Hingga pada suatu siang, notifikasi pesan masuk terdengar di telepon genggamnya.Seulas senyum terbit dari bibir Nadya ketika nama sang sahabat terpampang di layar telepon genggamnya. Nadya pun segera membuka aplikasi pesan miliknya, dan membaca pesan tersebut.[Halo, Nad. Apa kabar]Nadya segera membalas pesan dari Keisha, sahabatnya.[Kabarku baik, Kei. Kamu sendiri kabarnya baik juga, kan?]Tak lama, pesan Nadya pun dibalas oleh Keisha.[Kabarku juga baik, Nad. Aku kangen sama kamu. Kita Meet up, yuk!]Nadya tersenyum kala tak menunggu lama, pesannya telah dibalas oleh Keisha. Dia lalu segera mengetikkan pesan balasan untuk sang sahabat.[Ayo, kita makan siang bareng! aku belum makan siang, nih.]Tidak sampai satu menit, pesan Keisha muncul di aplikasi pesan Nadya.[Yuk, kita makan siang di tempat kongkow kita, Nad. Kalau kamu setuju, aku langsung jalan seka
“Iya, Kak. Tadi setelah makan siang, Nadya ke toilet. Tapi, hampir satu jam dia belum kembali. Lalu aku susul ke sana, tapi Nadya tidak ada di toilet. Aku lapor ke security restoran dan kita lihat di CCTV, ternyata ada seorang pria yang telah menculik Nadya,” jelas Keisha.“Ok, kamu ada di restoran mana? Aku mau ke sana, mau melihat rekaman CCTV itu,” ucap Devan di seberang sana.“Aku ada di restoran Italia, Kak. Kalau Kak Devan mau kemari, aku tunggu sekalian mau kasih tas dan telepon genggam Nadya,” sahut Keisha.“Ok, tunggu aku di sana. Aku langsung menuju ke sana. Sekarang aku tutup teleponnya.” Setelah itu, panggilan telepon tersebut pun berakhir.***Keisha masih berada di meja tempat dia tadi makan dengan Nadya ketika Devan datang. Pria itu melangkah ke arah meja Keisha dengan langkah lebar.Devan datang ke restoran ditemani oleh Doni. Pria itu lantas duduk di hadapan Keisha.“Ini tas Nadya, Kak. Telepon genggamnya aku taruh di dalam tas,” ucap Keisha.“Terima kasih, Kei. Sekar
Devan membelalakkan matanya. “Jadi ada yang pernah menteror, Papa?”“Iya, tapi itu sudah lama. Saat itu Papa baru menggantikan posisi kakek kamu yang sudah memasuki masa pensiun. Saat teror itu menimpa kami, Papa baru satu bulan menjabat sebagai CEO di Batara Group. Dan saat itu Mama kamu sedang hamil. Papa mendapat teror berupa mobil yang digores dengan cukup panjang. Sedangkan Mama kamu mendapat teror dengan bunyi telepon yang terus menerus, tapi saat diangkat tidak ada jawaban. Sehingga Papa memutuskan untuk mengganti nomor telepon.” Rama menghela napas dan matanya menerawang, mencoba mengingat masa lalu.“Lalu Papa nggak lapor polisi?” tanya Devan.“Papa tentu saja melaporkan kejadian itu pada polisi, bahkan Papa menyewa seorang detektif untuk menyelidiki dalang dari teror tersebut. Dan anehnya setelah Papa menyewa seorang detektif, teror itu berhenti. Seolah-olah si peneror itu tahu kalau ada seorang detektif yang sedang menyelidiki kasus ini. Hal itu membuat Papa curiga, kalau d
“Don, sekarang kita sebaiknya ke alamat yang mana dulu?” tanya Devan ketika mereka sudah berada di dalam mobil.“Sebentar, Dev. Aku akan hubungi anak buahku dulu. Mereka sudah aku kirim ke alamat Ardi, dan aku juga sudah perintahkan untuk menyebar ke setiap alamat itu,” sahut Doni.“Lalu sambil menunggu kabar dari mereka, kita ke mana dulu sekarang?” tanya Devan memastikan.Doni terdiam sejenak. Dia lalu menatap Devan seraya berkata, “Kita sekarang sebaiknya ke alamat apartemen dulu, deh. Karena apartemen itu yang lokasinya terdekat dari sini.”“Ok, kalau gitu kita sekarang bergerak ke sana. Mudah-mudahan anak buah kamu segera mendapatkan hasil temuan yang memuaskan,” timpal Devan.“Iya, mudah-mudahan. Naluri aku mengatakan kalau Nadya diculik oleh seseorang atas perintah Ardi. Kamu bilang kan kalau pelakunya sama dengan yang di Yogya. Dan di Yogya, mereka menangkap kamu karena kamu dikira Kayden. Sedangkan Ardi benci sama keluarga kamu, karena dia merasa tidak diperlakukan adil oleh
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t