Devan membelalakkan matanya. “Jadi ada yang pernah menteror, Papa?”“Iya, tapi itu sudah lama. Saat itu Papa baru menggantikan posisi kakek kamu yang sudah memasuki masa pensiun. Saat teror itu menimpa kami, Papa baru satu bulan menjabat sebagai CEO di Batara Group. Dan saat itu Mama kamu sedang hamil. Papa mendapat teror berupa mobil yang digores dengan cukup panjang. Sedangkan Mama kamu mendapat teror dengan bunyi telepon yang terus menerus, tapi saat diangkat tidak ada jawaban. Sehingga Papa memutuskan untuk mengganti nomor telepon.” Rama menghela napas dan matanya menerawang, mencoba mengingat masa lalu.“Lalu Papa nggak lapor polisi?” tanya Devan.“Papa tentu saja melaporkan kejadian itu pada polisi, bahkan Papa menyewa seorang detektif untuk menyelidiki dalang dari teror tersebut. Dan anehnya setelah Papa menyewa seorang detektif, teror itu berhenti. Seolah-olah si peneror itu tahu kalau ada seorang detektif yang sedang menyelidiki kasus ini. Hal itu membuat Papa curiga, kalau d
“Don, sekarang kita sebaiknya ke alamat yang mana dulu?” tanya Devan ketika mereka sudah berada di dalam mobil.“Sebentar, Dev. Aku akan hubungi anak buahku dulu. Mereka sudah aku kirim ke alamat Ardi, dan aku juga sudah perintahkan untuk menyebar ke setiap alamat itu,” sahut Doni.“Lalu sambil menunggu kabar dari mereka, kita ke mana dulu sekarang?” tanya Devan memastikan.Doni terdiam sejenak. Dia lalu menatap Devan seraya berkata, “Kita sekarang sebaiknya ke alamat apartemen dulu, deh. Karena apartemen itu yang lokasinya terdekat dari sini.”“Ok, kalau gitu kita sekarang bergerak ke sana. Mudah-mudahan anak buah kamu segera mendapatkan hasil temuan yang memuaskan,” timpal Devan.“Iya, mudah-mudahan. Naluri aku mengatakan kalau Nadya diculik oleh seseorang atas perintah Ardi. Kamu bilang kan kalau pelakunya sama dengan yang di Yogya. Dan di Yogya, mereka menangkap kamu karena kamu dikira Kayden. Sedangkan Ardi benci sama keluarga kamu, karena dia merasa tidak diperlakukan adil oleh
Devan dan rombongan segera menuju lift untuk naik ke lantai tempat unit apartemen Ardi berada, sesuai informasi dari Rama.“Benar ini unit apartemennya, Dev?” tanya Doni memastikan.“Kata Papa sih, memang ini unit apartemennya,” sahut Devan.Devan lalu mengetuk pintu unit apartemen itu, namun tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Mereka lalu sepakat untuk menunggu sesaat lagi.“Berapa lama lagi kita menunggu?” tanya Heri pada Doni.“Tunggu sebentar lagi, Her. Lima menit lagi kalau belum dibuka, kita ketuk lagi. Dan kalau masih belum dibuka juga, kita langsung dobrak. Kita bawa security apartemen kemari, kok. Jadi ada saksinya sebab musabab kita mendobrak pintu ini,” jawab Doni yang diangguki oleh Heri.“Iya, saya setuju dengan Bapak ini,” ucap security apartemen menatap ke arah Doni.Sama halnya dengan Heri, Devan pun tak sabar untuk mendobrak pintu. Dia ingin segera mengetahui keadaan sang istri di dalam sana.Doni melihat penunjuk waktu di pergelangan tangan kirinya, dan waktu un
Devan terus memukuli Ardi, walaupun pria paruh baya itu sudah tidak sadarkan diri. Heri yang melihat itu lantas memegang lengan Devan yang akan kembali terayun ke wajah Ardi.“Pak Devan, Hentikan! dia sudah pingsan. Kalau nanti dia tewas, Bapak yang akan jadi tersangka. Kita datang kemari untuk membebaskan istri Bapak dan menjebloskan pria paruh baya itu ke penjara. Jangan malah nanti posisinya jadi terbalik. Tenang, Pak. Kita tadi melihat sendiri kalau pria itu belum berbuat yang lebih jauh lagi, karena kita datang tepat waktu. Dan sudah cukup Pak Devan memukuli dia. Lihat dia, Pak! wajahnya sudah babak belur. Jadi sepertinya sudah cukup Bapak pukul dia. Sekarang kita bawa dia ke bawah, dan kita jadikan satu dengan anak buahnya,” ucap Heri.“Aku memang ingin dia mati, Her. Setelah kematiannya, maka aku akan puas. Dia sudah berani melucuti pakaian istriku. Walaupun dia belum sempat berbuat yang lebih jauh lagi, tapi aku tetap tidak rela!” ucap Devan dengan sorot mata tajam ke arah Ard
Devan akhirnya membawa Nadya ke rumah sakit, setelah istrinya itu tetap histeris. Doni membantu Devan dengan mengambil alih kemudi, sehingga Devan bisa mendampingi Nadya di kursi belakang.Setelah dua puluh menit menempuh perjalanan, mereka akhirnya tiba di sebuah rumah sakit terdekat dari apartemen Ardi.Devan lantas membopong tubuh istrinya menuju IGD. Wajahnya terlihat panik kala Nadya kini tak sadarkan diri, setelah menangis sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.“Tolong istri saya. Dia baru saja diculik. Setelah itu dia menangis terus dan berteriak,” ucap Devan pada salah seorang petugas medis yang pertama kali dia temui di IGD.“Baik, tolong direbahkan saja di ranjang pemeriksaan, Pak. Dokter akan segera memeriksa,” timpal petugas medis itu.Tak lama kemudian, dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Nadya. Selang infus pun langsung dipasang di tangan Nadya, karena kondisi wanita itu sangat lemah.“Bagaimana kondisi istri saya, Dok?” tanya Devan ketika dokter telah selesai
Devan telah mendaftarkan Nadya untuk konsultasi dengan psikiater. Devan menceritakan kondisi istrinya pasca penculikan, pada saat psikiater tersebut mengunjungi ruang rawat Nadya. Pada saat itu, Nadya tengah tertidur.“Kapan penculikan itu terjadi, Pak?” tanya psikiater itu“Dua hari yang lalu, Bu,” sahut Devan.“Lalu apa yang dia lakukan? apa dia berusaha untuk menyakiti dirinya sendiri?” tanya Dian, psikiater itu.“Istri saya tidak berusaha untuk menyakiti dirinya sendiri. Dia hanya berteriak sambil berusaha menghindari orang lain, termasuk saya,” sahut Devan lirih.Dian menganggukkan kepalanya. Di saat yang sama, Nadya terbangun dari tidurnya.Melihat Nadya sudah terbangun dari tidurnya, Devan lalu melangkah mendekati ranjang perawatan. Namun, pada saat yang sama Nadya memalingkan wajahnya ke arah lain. Hal itu tertangkap jelas di penglihatan Dian, sehingga wanita itu pun kini berjalan mendekati ranjang perawatan.“Halo, Bu Nadya. Perkenalkan, nama saya Dian. Saya psikiater yang me
Nadya memandang Devan dari balik jendela kamarnya dengan tatapan sendu. Dia sebenarnya rindu dengan suaminya itu, tapi dia merasa malu dan takut kalau Devan memandang jijik padanya.“Aku juga ingin ketemu sama kamu, Mas. Tapi, mengingat kalau tangan pria lain sudah menyentuh tubuhku, aku jadi merasa malu dan kotor di hadapan kamu,” gumam Nadya bermonolog. Air mata Nadya kembali mengalir di pipinya yang mulus.Nadya terus menatap ke arah halaman rumah orangtuanya, hingga Devan masuk ke dalam mobil dan mengemudikan mobilnya keluar dari halaman rumah.Di saat yang sama, Laura masuk ke dalam kamar Nadya. Wanita paruh baya itu tersenyum menatap anaknya, yang tengah memandang ke arah luar jendela.“Kalau kamu kangen, seharusnya tadi temui dong suami kamu. Jangan ditahan rasa kangennya, Nadya. Begitu Devan udah pulang, baru deh ngintip di jendela,” goda Laura.“Jujur aja sih, Ma. Aku memang kangen sama Mas Devan. Tapi, aku masih belum berani ketemu sama dia,” ucap Nadya lirih.“Ya udah, seme
Nadya menatap wajah Devan dengan penuh kasih sayang. Seulas senyum terbit dari bibir Nadya yang ranum. Hal itu membuat secercah harapan timbul di hati Devan.“Bagaimana, Sayang?” bisik Devan di telinga Nadya.Nadya menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Iya, Mas. Aku mau ikut ke mana pun kamu berada. Terserah saja mau di rumah orangtua kamu atau di apartemen kamu. Seorang istri kan memang harus ikut suaminya.”Wajah Devan semakin bertambah sumringah mendengar jawaban Nadya. Dia langsung memeluk dan menciumi wajah Nadya, yang membuat Nadya terkekeh.“Terima kasih, Sayang. Aku bahagia sekali hari ini. Rasanya seperti di awal kita ketemu dan aku nyatakan cinta sama kamu.” Devan kembali menciumi wajah cantik istrinya dengan penuh cinta.“Ish...Mas Devan, geli tahu kena bulu-bulu kamu yang di rahang. Makanya dicukur biar brewokan,” sungut Nadya yang membuat Devan terkekeh.“Makanya nanti saat sudah di rumah Mama, kamu cukurin dong bulu-bulu di rahang aku ini. Selama ini aku nggak sempat
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t