Saat Clarine kembali ke kamarnya, dia tidak sengaja mendengar dua staf yang berbicara. Katanya, pihak atasan sedang memberi tekanan pada mereka. Bahkan ada tokoh penting yang langsung turun tangan dan mengeluarkan ultimatum."Kalau orang itu nggak ditemukan, kalian semua siap-siap angkat kaki!"Siapa yang punya pengaruh sebesar itu? Latar belakang sehebat itu? Siapa yang bisa punya dukungan sekuat itu?Clarine hanya merasa darahnya mendidih. Rasanya ingin langsung keluar dan membentak kedua staf itu. "Dia punya pengaruh apaan? Latar belakang apaan? Cewek itu cuma barang bekas yang sudah dipermainkan habis-habisan sama kakakku!"Jadi, saat Reagan menelepon, insting pertamanya adalah "ini pasti karena Nadine"."Tadi kamu bilang Nadine hilang? Kenapa bisa? Sekarang kamu di mana?" Suara Reagan langsung meninggi. Dia langsung duduk tegak fan tangan yang menggenggam gelas hampir menghancurkan kaca itu.Clarine tertegun. "Eh ... jadi Kakak bukan nelepon karena kabar Nadine?"Mata Reagan memer
"Stendy, aku di sini!" teriak Nadine sekuat tenaga untuk merespons.Zona hutan tropis di kawasan tanaman itu sangat rimbun. Karena pepohonan menjulang lebat, jarak pandang pun terbatas. Siapa pun yang belum familier dengan area ini, sangat mudah untuk tersesat.Saat Stendy memasuki area itu, dia memang sempat bertanya pada Mikha. Namun, yang dia dapatkan hanya perkiraan arah secara umum. Semakin dalam dia melangkah, cahaya semakin redup. Hingga akhirnya, sama sekali tidak ada penerangan yang bisa menembus masuk.Gelap total.Meskipun membawa senter, dengan luas area sebesar ini, cahaya kecil itu hanya bisa menerangi sebagian kecil jalan. Demi keamanan dan mempercepat pencarian, dia terus berjalan sambil memanggil nama Nadine.Untungnya, malam itu peruntungannya cukup baik.Setelah berjalan selama kurang lebih setengah jam dan menyusuri jalan yang dipenuhi genangan air, saat dia hendak mengubah arah pencarian, tiba-tiba terdengar suara jawaban dari kejauhan. Itu Nadine!"Jangan bergerak
"Cepat sekali?" tanya Nadine dengan terkejut.Arnold mengangguk pelan, lalu kembali mengeluarkan sebuah termos dari ranselnya. "Kamu kehujanan, bajumu juga basah. Minum sedikit air hangat dulu, biar tubuhmu lebih hangat."Ternyata dia membawa termos berisi air hangat.Air dengan suhu sekitar 50 derajat itu langsung memberikan rasa hangat sejak menyentuh lidah. Begitu masuk ke perut, bagian atas tubuhnya pun mulai terasa lebih nyaman.Nadine tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Pak Arnold bahkan bawa air hangat juga?"Arnold tidak menjawab. Saat dia tak sengaja mengangkat kepala, matanya bertemu dengan tatapan menyelidik dari Stendy."Pak Arnold bawaannya lengkap banget, ya?" tanya Stendy.Arnold menjawab tenang, "Aku terbiasa mempersiapkan semuanya dulu baru berangkat. Kalau cedera Nadine tadi lebih serius dan aku nggak bawa perlengkapan, akibatnya bisa fatal."Stendy terdiam. Dia merasa agak tersindir.Nadine buru-buru mengalihkan topik. "Oh iya, Pak Arnold hafal jalan pulang n
"Kebun botani sebesar ini, masa nggak ada satu pun petugas jaga malam? Atau jangan-jangan lagi tidur atau malas-malasan ...," kata Stendy sambil mengulurkan tangan, siap menekan tombol sekali lagi.Namun, sebelum jarinya menyentuh alat itu, tiba-tiba alarm berbunyi nyaring."Apa-apaan ini?" Dia terpaku sejenak.Seketika, perasaan tidak enak muncul di hati Nadine. Begitu dia melihat ekspresi Arnold yang terlihat seperti berkata "sudah kuduga", firasatnya langsung terkonfirmasi.Arnold berkata, "Kamu terlalu terburu-buru."Belum memastikan fungsinya, langsung asal pencet.Stendy mengernyit. "Tapi kan jelas-jelas tandanya memang seperti itu. Bagian mana yang salah?"Arnold menjelaskan dengan tenang, "Simbol bel kuning itu punya dua arti. Pertama, seperti yang kamu bilang, untuk menghubungi pihak luar waktu darurat. Tapi yang kedua adalah ... peringatan dini.""Peringatan dini?""Ya. Bunyi alarm yang kita dengar sekarang adalah sinyal peringatan. Di kebun botani seperti ini, walaupun hampi
Setelah menutup telepon, Arnold menyampaikan informasi dari pihak pengelola kepada mereka berdua. Tepat saat itu, suara gemuruh kembali terdengar dari langit. Angin berembus membawa udara lembap, menyapu wajah mereka.Nadine mengerutkan kening. "Sepertinya ... bakal hujan lagi.""Di depan ada gazebo kecil, kita bisa berteduh di sana," kata Stendy sambil menoleh ke sekeliling dan melihat sebuah gazebo tak jauh dari sana.Nadine mengangguk.Tak ada pilihan lain. Sebelum pintu berhasil dibuka, mereka memang hanya bisa menunggu di sini. Stendy pun kembali menggendong Nadine menuju gazebo tersebut.Sesampainya di sana, Nadine menepuk pundaknya pelan. "Turunin saja."Stendy menurunkan tubuhnya dengan hati-hati, sementara Arnold juga bersiaga di samping dan siap menangkap jika Nadine terjatuh. Untungnya, hanya satu kakinya yang cedera. Kaki satunya masih bisa menopang.Dengan bantuan keduanya, Nadine melompat pelan dan duduk di bangku panjang yang ada di dalam gazebo. Arnold membuka ranselnya
Melihat Nadine menggigil hebat, Stendy langsung melepas jaketnya, bersiap untuk menyelimutkannya. Namun Arnold berkata, "Jaketmu juga basah. Lebih baik pakai punyaku saja."Sambil bicara, dia sudah membuka ritsleting jaket gunungnya, lalu memakaikannya langsung ke tubuh Nadine.Stendy terdiam.Nadine benar-benar merasa kedinginan. Padahal dia sudah meminum air hangat dan mengganti pakaian basahnya dengan yang kering. Namun, rasa dingin itu seolah meresap sampai ke tulang, makin lama makin menusuk.Menjelang dini hari, hujan benar-benar turun lagi. Bukan hujan deras disertai petir, melainkan gerimis yang tak kunjung berhenti. Situasi ini justru terasa semakin menyiksa.Angin dingin menyusul, menderu tanpa ampun.Gazebo itu hanya beratap dan ditopang oleh empat tiang. Tidak ada dinding untuk menghalangi angin. Saat angin bertiup, tubuh mereka langsung menjadi sasaran.Suara Nadine bergetar. "A-aku ... kedinginan ...."Meski sudah mengenakan jaket Arnold dan memeluk tubuhnya sendiri erat-
Keributan itu langsung menarik perhatian banyak mahasiswa dan staf kebun botani yang berkerumun."Siapa sih orang ini? Gaya banget!""Sepertinya aku pernah lihat dia. Waktu acara pertemuan kemarin dia datang barengan sama Jinny. Mungkin pacarnya?""Nggak deh, setahuku dia itu pengusaha. Pernah muncul beberapa kali di majalah bisnis.""Punya duit memang beda, ya. Bahkan bisa-bisanya ngomong mau nutup kebun botani milik negara .... ckck ...."Melihat kerumunan semakin ramai, staf penanggung jawab mulai merasa tidak tenang. Kelopak matanya berkedut dan dia menghela napas dalam-dalam.Awalnya, dia tidak berniat memperpanjang urusan dengan Reagan. Namun, karena ada banyak orang yang melihat kejadian itu, dia merasa harus meluruskan keadaan. Kebun botani ini bukan dikelola dengan mengandalkan investasi dari para pengusaha ....Namun, belum sempat dia buka mulut, suara gaduh dari kerumunan terdengar. Darius dan Mikha menerobos masuk dengan cemas."Pak! Kami teman sekelompok Nadine! Dia sudah
"Jadi, aku harap semua bisa saling memahami."Wajah Reagan masih terlihat kaku, tapi setidaknya dia tidak lagi membuat keributan. Jelas, kata-kata tadi cukup masuk ke pikirannya. Jinny mengembuskan napas lega. Namun ....Suara bisikan dan tatapan dari orang-orang di sekitar mulai membuatnya merasa tak nyaman.Bagaimanapun juga, pacarnya sampai kehilangan kendali hanya karena seorang wanita lain di depan umum. Selain itu, wanita itu adalah teman satu jurusan dan satu fakultasnya, hanya beda dosen pembimbing. Situasi ini terlalu gampang disalahartikan.Di dunia ini, ada banyak penonton yang senang "menonton drama". Seberapa besarnya kerumunan, tergantung pada seberapa "gurih" gosip yang disajikan.Melihat semua kehebohan ini hanya demi Nadine, Nella tidak tahan untuk mencibir, "Konyol banget."Dia kira entah ada masalah sebesar apa, tapi ternyata ... hanya ini?Nadine juga nggak mati, 'kan? Orangnya sudah ketemu juga. Apa perlu sampai membuat seisi kebun botani heboh?"Iya nih," Kaeso la
Nadine menoleh dan langsung bertemu dengan tatapan Stendy yang dalam dan penuh perasaan. Jantung Nadine seketika berdegup lebih kencang dan tanpa sadar, dia ingin menghindar.Malam ketika sesuatu terjadi pada Nadine, Stendy mengantarnya pulang dan melihat dirinya berjalan berdampingan dengan Arnold menaiki tangga. Saat itulah, Stendy merasa tidak bisa lagi menahan diri.Stendy tahu dirinya bukan orang yang sabar.Namun demi Nadine, dia sudah menunggu selama enam tahun. Enam tahun untuk melihatnya berpisah dari Reagan, lalu satu tahun tambahan hanya untuk membuat hubungan mereka bertahan di titik "teman biasa".Akan tetapi dia tahu, hubungan itu tidak bisa selamanya berhenti di situ.Malam itu, Stendy menyadari bahwa jika terus menunggu, semuanya hanya akan berakhir seperti dulu. Jadi, kenapa tidak ... pertaruhkan semuanya kali ini?Demi hari ini, demi pengakuan yang ingin dia sampaikan, Stendy telah mempersiapkan diri sejak lama. Dia tidak mau lagi menjadi sosok yang hanya menunggu dal
"Benar. Memang nggak ada mawar biru alami di alam liar, jadi bunga ini baru melambangkan harapan yang nggak bisa terwujud atau misi yang nggak terselesaikan. Tapi, coba kamu lihat bunga di tanganmu itu dengan teliti," kata Stendy sambil menatap Nadine."Hah? Ini alami? Bukan pakai pewarna?" tanya Nadine yang terkejut, lalu menatap Stendy untuk mencari jawaban dari ekspresi Stendy. Saat melihat Stendy tersenyum, dia langsung tahu dugaannya memang benar.Nadine kembali bertanya dengan kaget, "Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?""Belakangan ini ada artikel di jurnal biologi sintetis tentang kloning dan Ekspresi Nonribosomal Peptida Sintetis untuk memproduksi mawar biru. Penulis utamanya adalah seorang doktoral internasional dari Fakultas Farmasi Universitas Tobas, Ankanahari Nangawa. Langkah awalnya buat plasmid ganda yang berisi dua gen bakteri untuk sintetis indigo dan masukkan plasmidnya ke dalam agrobakterium, lalu ...."Stendy tertegun sejenak setelah mengatakan itu, seolah-olah sed
Baik judul ataupun variasi lagunya, Stendy sama sekali tidak bisa fokus. Cahaya redup di dalam aula konser bisa menjadi penyamaran yang terbaik, sehingga dia bisa menatap Nadine dengan tatapan yang lembut serta penuh perasaan dan tanpa perlu takut ketahuan.Stendy secara refleks menatap tangan Nadine yang putih. Dia berkali-kali ingin menggenggam tangan Nadine dengan erat, lalu tidak pernah melepaskannya lagi. Namun, setelah memberontak dengan pikirannya, pada akhirnya tetap logikanya yang menang. Dia mengingatkan dirinya untuk bertahan sampai melewati malam ini dan jangan gegabah agar tidak menakuti Nadine.Dua jam mungkin adalah siksaan dan ujian kesabaran bagi sebagian orang, tetapi itu adalah pesta untuk memanjakan indra yang langka bagi Nadine. Bahkan setelah konser sudah selesai, dia tetap masih tenggelam dalam suasananya."Apa kamu menyadari sesuatu dari lagu Croatian Rhapsody? Ternyata dia masukkan unsur musik rok juga, romantis dan energik. Terutama di bagian tengah lagunya, s
"Uhuk uhuk ...." Nadine langsung tersedak. Mereka sedang makan sambil mendengar cerita yang seru, tetapi topiknya malah tiba-tiba dialihkan ke dirinya. Pokoknya perasaannya tidak enak."Kami bukan sepasang kekasih, tapi makan malam ini bisa dibilang gratis untuk Tuan Stendy karena ...."Setelah mengatakan itu, Nadine tersenyum dan menatap pemilik restoran. "Aku yang traktir."Setelah tertegun sejenak, pemilik restoran itu menatap Stendy dengan tatapan seolah-olah berkata anak ini akhirnya kena batunya dan pantas menerimanya.Begitu selesai makan, Nadine langsung pergi membayar tagihan makanannya.Pemilik restoran itu menarik Stendy ke samping dan berbisik, "Kawan, kamu boleh terus begini. Ayo berusaha, segera dapatkan gadis itu. Kalau lain kali kamu masih nggak dapat gratisan lagi, jangan salahkan aku meremehkanmu."Stendy pun menghela napas. "Kamu pikir aku nggak mau?""Wah, akhirnya ada gadis di dunia ini yang bisa membuatmu kelabakan. Sungguh langka. Baiklah, biar teman lamamu ini y
Stendy menyahut, "Aku pikir-pikir dulu, nanti baru kita putuskan setelah ketemu.""Oke." Nadine mengakhiri panggilan, lalu langsung memakai jaket bulu tebal dan sepatu bot musim dingin, juga mengambil tas. Dia keluar dalam waktu kurang dari tiga menit!Cuaca tidak sedingin sebelumnya lagi, tetapi matahari masih tidak muncul.Begitu turun, Nadine langsung melihat Stendy berdiri di ujung gang, bersandar santai di samping mobil Maybach edisi terbatas. Pria yang memakai mantel hitam itu pun memutar-mutar kunci mobilnya.Begitu melihat Nadine, tubuh Stendy langsung tegak. Nadine tersenyum dan berjalan mendekat. Wajah Stendy yang tadi terlihat agak dingin langsung berubah cerah, bibirnya tersenyum.Begitu masuk mobil, Stendy menyerahkan sekantong sarapan, "Nih, susu kedelai dan roti, makan selagi masih hangat."Nadine menaikkan alisnya. "Pak Stendy bukan cuma jadi sopir, tapi juga beliin aku sarapan? Ini layanan bintang lima sih. Aku nggak berani menikmatinya."Stendy terkekeh-kekeh. "Kenapa
"Nad, sejak pertama kali kita ketemu di kafe, aku ....""Eh? Pak Arnold, Nadine, kok berdiri di sana? Nggak naik?" Tetangga mereka yang tinggal di lantai bawah, datang dengan membawa banyak kantong belanjaan. Begitu melihat mereka, dia langsung menyapa dengan ramah."Dingin banget ya hari ini, aku hampir beku .... Tapi karena diskon, aku tetap keluar malam-malam begini!"Supermarket besar di dekat sana memang sering mengadakan diskon besar setelah pukul 9 malam. Sebagai orang yang pintar mengatur uang, wanita ini sering keluar malam untuk belanja hemat.Situasi sekarang jelas tidak cocok untuk melanjutkan obrolan mereka. Arnold terpaksa menelan kembali semua yang ingin dia ucapkan tadi."Ayo, kita sama-sama naik!" ajak wanita itu.Nadine melangkah maju, langsung mengambil salah satu kantong belanjaan dari tangan wanita itu. "Biar kubantu ...."Namun, Arnold langsung mengambil alih kantong belanjaan itu dari tangan Nadine. Dengan cepat, dia berjalan di depan mereka. "Biar aku saja."Wan
Nadine tersenyum mencela dirinya sendiri.Arnold tiba-tiba terdiam, napasnya tercekat. Entah kenapa, senyuman kecil di ujung bibir gadis itu membuat hatinya terasa panik. Seolah-olah dia baru saja melewatkan sesuatu yang sangat penting.Mereka meninggalkan pabrik saat senja hari. Satpam yang berjaga sudah berganti. Paman ramah penuh canda tawa tadi sudah pulang, digantikan oleh seorang pemuda yang tampak pemalu.Setelah menerima kunci dari mereka, pemuda itu meletakkannya, lalu membukakan pintu gerbang untuk mereka.Langit belum sepenuhnya gelap. Cahaya senja menyelimuti cakrawala dalam warna kelabu suram. Di sepanjang jalan, cabang-cabang pohon yang gundul menambah kesan sepi.Nadine dan Arnold berjalan berdampingan tanpa berbicara. Keheningan mengisi jarak di antara mereka. Arnold sempat membuka mulut, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana.Dia bisa merasakan perubahan suasana hati Nadine, tetapi tidak tahu penyebabnya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah diam dan berhati-hati aga
Diskusi akademik antara keduanya akhirnya mencapai akhir. Kelly tidak bisa menahan diri untuk menghela napas panjang."Lain kali jangan ajak aku ke acara akademik kayak gini lagi ya. Buat capek saja ...." Kelly bergumam pelan, lalu mengangkat tangan memberi isyarat kepada pramusaji untuk menyajikan makanan.Seperti yang sudah diduga, semuanya adalah makanan favorit Nadine!Selesai makan, Kelly awalnya ingin jalan-jalan sebentar. Namun, baru saja keluar dari restoran, dia langsung menerima telepon kerja. "Iya, iya! Tunggu sehari lagi bisa mati ya?"Meskipun mengomel, dia tetap buru-buru pergi ke kantor setelah menutup telepon. Sebelum pergi, dia tidak lupa berpesan, "Kak Arnold, hari ini ulang tahun Nadine, kamu temani dia ya! Pokoknya turuti semua yang dia mau!""Oke." Setelah melihat Kelly pergi, Arnold tersenyum menatap Nadine. "Mau ke mana?""Benaran bisa ke mana saja?" Mata Nadine berbinar.Arnold berpikir sebentar. "Selama masih dalam batas kemampuanku.""Kalau begitu, boleh nggak
"Ayo, biar aku pakaikan untukmu." Kelly memasangkan gelang itu ke pergelangan tangan Nadine yang ramping. Gelang itu membuat kulit putih Nadine terlihat semakin bersinar. "Aku tahu model dan warna ini cocok banget sama kamu!"Nadine menunduk melihatnya, semakin dilihat semakin suka.Kelly tiba-tiba bertanya, "Kamu kira ini udah selesai?""Hm?" Nadine mengangkat kepala dengan bingung. Masih ada acara lain?Kelly tersenyum tanpa menjawab, lalu mengangguk kecil ke arah pramusaji. Detik berikutnya, lagu ulang tahun mulai mengalun di dalam ruang privat.Diiringi musik yang lembut, Arnold mendorong masuk sebuah kue dan berjalan ke arah mereka. Di atas krim putih dan merah muda, berdiri boneka fondan yang sangat cantik.Matanya besar, ekspresinya penuh percaya diri dan ceria. Jelas, itu versi kartun dari Nadine sendiri. Di sekelilingnya pun dihiasi mutiara merah muda. Sederhana, tetapi sangat indah."Pak Arnold?" Nadine tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Arnold menatapnya, bibirnya meny