Lalu, foto saat usia sepuluh tahun ...."Segendut ini?!" Nadine refleks berseru.Dalam foto itu, Darius sudah kehilangan kelucuannya saat masih kecil. Sekarang dia tampak seperti anak beruang hitam yang gemuk. Ya, bukan hanya gemuk, tapi juga berkulit gelap.Matanya hampir hilang, terhimpit oleh pipi tembamnya. Foto itu diambil saat musim panas, dia hanya mengenakan kaus dalam tipis dan celana pendek, memperlihatkan lengan dan kakinya yang montok.Nadine berdeham, berusaha menahan ekspresinya sebelum menegur Stendy dengan wajah serius, "Jangan lihat! Mengintip privasi orang itu ngga baik.""Bukannya kamu juga ikut lihat?" Stendy membalas santai."Aku nggak sengaja, dan sekarang aku sudah nggak lihat lagi."Namun, Stendy hanya menatap foto itu lebih lama. "Dipasang di sini berarti memang untuk dilihat orang, 'kan? Wah! Bocah gempal ini Darius? Ya ampun, kok bisa mirip balon yang mengembang begini?"Nadine menegur, "Kamu keterlaluan."Stendy menyeringai. "Kalau kamu nggak keterlaluan, co
"Baik." Nadine tersenyum dan mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu. Paman, Bibi, sampai jumpa ....""Jangan! Bawa aku juga! Aku juga searah!" seru Mikha buru-buru.Namun, Darius langsung menariknya ke samping. "Ngapain ikut campur? Nanti aku antar kamu pulang.""Uh ... nggak baik, deh?" Sebenarnya, Mikha takut Darius masih dendam karena tadi dia tertawa terlalu keras. Darius tersenyum tipis. "Menurutku nggak masalah."Mikha terdiam.Sementara itu, Stendy menatap punggung Nadine dan Arnold yang berjalan menjauh. Matanya yang tajam memicing seketika.Saat hendak masuk ke mobil, Nadine melepas syalnya. Arnold refleks mengulurkan tangan untuk menerimanya. Tanpa berpikir panjang, Nadine benar-benar menyerahkannya padanya.Denny berjalan mendekat dan menepuk pundak Stendy sambil berkata, "Kamu masih mau ngantarin orang? Tadi di meja makan kamu minum lumayan banyak. Kita nggak bisa melakukan hal yang melanggar hukum ...."Stendy mengerutkan kening. "Arnold? Dia nggak minum?""Nggak." Denny
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
Di meja makan.Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?""Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?""Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi."Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya.""Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi.""Oke, Tuan.""Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda.""Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia."Nanti belikan dua kaleng di supermarket.""Nggak dijual.""Hah?" Reagan kebingungan.Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."Prang!"Hm? Tuan n
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini."Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda
"Kenapa Kak Reagan?" Philip melirik sekilas pria yang sedang minum sendirian. Dia diam-diam menggeser duduknya mendekat ke Teddy. Sejak Reagan masuk, wajahnya sudah tampak muram, membuat suasana yang tadinya ramai mendadak menjadi hening."Diblokir seseorang," ucap Teddy yang mengetahui situasinya, menikmati drama yang sedang terjadi ini. Mendengar komentarnya, wajah Reagan semakin muram.Prang!Gelas di tangannya membentur meja kaca dengan keras. Dengan gusar, dia membuka kancing kemejanya dengan satu tangan."Sudah kubilang jangan sebut namanya lagi. Nggak ngerti bahasa manusia ya?"Teddy mengangkat bahunya dan tidak berkomentar lagi. Suasana langsung berubah. Orang-orang yang tadinya bernyanyi memilih untuk diam. Orang lainnya juga ikut bungkam karena takut memancing kemarahan Reagan.Philip tersedak oleh alkohol yang baru diminumnya. Ternyata Nadine serius kali ini?Stendy yang sudah agak mabuk, berpaling dan menanyakan Philip, "Nadine sudah balik belum?"Philip menggelengkan kepal
"Sudah seharusnya aku minta maaf atas tindakanku yang nggak rasional dan impulsif dulu. Ini adalah utangku padanya."Kelly hampir tersedak anggur yang diminumnya. Dia terbatuk dua kali dan berkata dengan wajah yang penuh penolakan, "Tolong, jangan libatkan aku dalam hal ini, Kak.""Kamu tahu sendiri, satu-satunya mata kuliahku yang gagal dan harus mengulang adalah mata kuliah pilihan dari Bu Freya. Setiap kali ketemu Bu Freya, aku langsung gemetaran. Lagian, aku ini orang yang nggak dikenal. Mungkin dia bahkan sudah lupa siapa aku. Aku benar-benar nggak bisa bantu kamu."Melihat Kelly menghindar seperti itu, Nadine tidak memaksanya lagi."Tapi ...." Mata Kelly berkilat licik dan nada bicaranya berubah, "Aku punya seseorang yang cocok untuk masalah ini.""Hmm?""Kamu masih ingat kakak sepupuku, Arnold, 'kan?"Nadine menyesap sedikit air hangat dan mengangguk. "Tentu saja ingat."Arnold adalah pionir termuda dalam bidang fisika di dalam negeri. Tahun lalu, dia dinobatkan sebagai salah sa
"Baik." Nadine tersenyum dan mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu. Paman, Bibi, sampai jumpa ....""Jangan! Bawa aku juga! Aku juga searah!" seru Mikha buru-buru.Namun, Darius langsung menariknya ke samping. "Ngapain ikut campur? Nanti aku antar kamu pulang.""Uh ... nggak baik, deh?" Sebenarnya, Mikha takut Darius masih dendam karena tadi dia tertawa terlalu keras. Darius tersenyum tipis. "Menurutku nggak masalah."Mikha terdiam.Sementara itu, Stendy menatap punggung Nadine dan Arnold yang berjalan menjauh. Matanya yang tajam memicing seketika.Saat hendak masuk ke mobil, Nadine melepas syalnya. Arnold refleks mengulurkan tangan untuk menerimanya. Tanpa berpikir panjang, Nadine benar-benar menyerahkannya padanya.Denny berjalan mendekat dan menepuk pundak Stendy sambil berkata, "Kamu masih mau ngantarin orang? Tadi di meja makan kamu minum lumayan banyak. Kita nggak bisa melakukan hal yang melanggar hukum ...."Stendy mengerutkan kening. "Arnold? Dia nggak minum?""Nggak." Denny
Lalu, foto saat usia sepuluh tahun ...."Segendut ini?!" Nadine refleks berseru.Dalam foto itu, Darius sudah kehilangan kelucuannya saat masih kecil. Sekarang dia tampak seperti anak beruang hitam yang gemuk. Ya, bukan hanya gemuk, tapi juga berkulit gelap.Matanya hampir hilang, terhimpit oleh pipi tembamnya. Foto itu diambil saat musim panas, dia hanya mengenakan kaus dalam tipis dan celana pendek, memperlihatkan lengan dan kakinya yang montok.Nadine berdeham, berusaha menahan ekspresinya sebelum menegur Stendy dengan wajah serius, "Jangan lihat! Mengintip privasi orang itu ngga baik.""Bukannya kamu juga ikut lihat?" Stendy membalas santai."Aku nggak sengaja, dan sekarang aku sudah nggak lihat lagi."Namun, Stendy hanya menatap foto itu lebih lama. "Dipasang di sini berarti memang untuk dilihat orang, 'kan? Wah! Bocah gempal ini Darius? Ya ampun, kok bisa mirip balon yang mengembang begini?"Nadine menegur, "Kamu keterlaluan."Stendy menyeringai. "Kalau kamu nggak keterlaluan, co
Namun, sebelum Stendy sempat menyelesaikan kalimatnya, Arnold tiba-tiba membuka mulut."Pak Denny, Anda sudah terlalu banyak minum. Mereka semua masih mahasiswa, pendidikan harus menjadi prioritas utama. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kalau sampai tersebar, itu nggak baik bagi siapa pun."Denny terdiam sejenak, lalu tersadar. "Aduh aku ini ... jadi cerewet setelah minum beberapa gelas .... Benar, mahasiswa memang harus fokus sama pendidikan. Masalah lainnya ... biarkan berjalan secara alami saja!"Setelah berkata demikian, dia pun pergi untuk menyapa tamu lainnya.Arnold tetap berdiri di tempatnya dengan tatapan lurus ke depan. "Kamu nggak seharusnya ngomong begitu tadi."Stendy menyeringai. "Kenapa? Pak Arnold keberatan?""Nggak ada orang tua yang ingin mendengar anak mereka dibicarakan dengan buruk. Pak Stendy memang bisa ngomong sesuka hati, tapi sebelum bicara lain kali, tolong pikirkan apakah itu akan berdampak sama orang lain."Stendy mengerutkan kening. "Maksudmu, aku nggak mem
Dari cinta monyet hingga sekarang anak mereka sudah sebesar ini, hubungan pasangan ini tetap mesra dan harmonis.Denny meringis kesakitan karena dicubit. Dia lalu berdeham, menyesuaikan ekspresinya. "Maksudku, anak kita sudah besar, mulai merasakan cinta juga hal yang wajar. Mana ada gadis dan pemuda yang nggak jatuh cinta?"Novi menatap Nadine dari atas ke bawah. "Gadis ini punya wajah yang menarik, postur yang bagus, dan yang terpenting auranya luar biasa! Kudengar proyek laboratorium yang mereka bangun sendiri juga diprakarsai olehnya? Hebat sekali!"Semakin dilihat, dia semakin puas. Senyumannya bahkan hampir tidak bisa disembunyikan. "Para petinggi di Universitas Brata bersikap nggak adil, tapi anak ini tetap tenang dalam menghadapi situasi sulit. Dia bahkan menemukan solusi dan berhasil melakukannya! Kalau anak kita menyukai gadis sehebat dan secerdas ini, aku pasti nggak akan menentangnya."Denny tampak berpikir. Sebenarnya, Keluarga Lugiman sudah mencapai puncaknya di generasi
"Sepertinya ada yang salah. Kalau aku nggak salah ingat, Keluarga Sanjaya dan Keluarga Lugiman sebenarnya masih ada hubungan darah. Kalau mengikuti garis keturunan, seharusnya Darius memanggilmu paman?"Inilah alasan mengapa Stendy, seorang pengusaha, tetap bisa menjadi tamu kehormatan di Keluarga Lugiman. Karena mereka masih kerabat!Arnold tersenyum tipis. "Teman kuliah Darius seharusnya juga memanggil begitu. Nggak berlebihan kok kalau memanggil paman."Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah Shane langsung menjadi suram. Memang benar Keluarga Sanjaya dan Keluarga Darius masih ada hubungan keluarga. Hanya saja, hubungan mereka sudah begitu jauh hingga nyaris tidak relevan. Bisa dibilang, mereka tidak ada kaitannya sama sekali.Namun, Arnold malah menghubungkan kembali garis keturunan itu, bahkan mengajari mereka sapaan yang benar.Mendengar itu, Nadine mengedipkan mata dan hanya bisa menurut. "Paman."Begitu sapaan itu dilontarkan, dia hampir tidak bisa menahan tawanya.Stendy hanya bi
Kenapa tiba-tiba terasa dingin?Kehadiran Arnold di sini hari ini benar-benar di luar dugaan.Dulu, kakek Arnold dan kakek Darius adalah saudara seperjuangan yang membangun segalanya bersama saat masih muda. Namun, seiring waktu, mereka memilih jalan yang berbeda. Satu terjun ke dunia bisnis, sementara satu lagi terjun ke dunia politik.Keduanya mencapai puncak di bidang masing-masing. Selama bertahun-tahun, Keluarga Arbana dan Keluarga Lugiman tetap berhubungan. Namun, karena Keluarga Lugiman sangat merendah, mereka jarang mengadakan pertemuan bersama.Ketika menerima undangan dari Keluarga Lugiman, Adelio menanggapinya dengan sangat serius. Awalnya dia berniat menghadiri sendiri acara ini, tetapi dua hari lalu asmanya kambuh akibat alergi dan dia harus dirawat di rumah sakit.Terpaksa, dia meminta putra sulungnya, Hendro, untuk menggantikan. Namun, Hendro adalah seorang pebisnis sejati. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungannya dengan Keluarga Lugiman tidak terlalu erat.Selain itu,
Nadine menarik kembali pandangannya dengan tenang dan kembali fokus menikmati hidangan.Makanan yang disajikan oleh Keluarga Lugiman untuk para tamu tentu luar biasa. Kabarnya, mereka secara khusus mengundang koki jamuan kenegaraan untuk memasak hari ini.Setiap hidangan begitu indah dan lezat. Bahkan, hidangan penutup pun merupakan makanan khas jamuan kenegaraan, yaitu puding almond.Bagi Mikha, makan malam ini benar-benar seperti hadiah yang turun dari langit! "Kak Nadine, ini enak banget. Terus yang ini ... yang ini juga ... cepat makan!"Sambil menikmati makanannya dengan lahap, Mikha tetap menyempatkan diri untuk menyuruh Nadine ikut mencicipi.Nadine pun tertawa. "Iya, iya, aku lagi makan kok."Saat keduanya sedang asyik menikmati hidangan, tiba-tiba Darius berdiri. "Nadine, Mikha, ikut aku sebentar."Keduanya langsung bingung. Mikha bertanya, "Mau ke mana?" Ekspresinya seakan-akan berkata, jangan ganggu aku makan!Darius hanya bisa menghela napas. "Ke meja utama, bertemu dengan
Demi sopan santun, Nadine membalas jabatan tangan itu dengan ringan. Kemudian, dia segera menarik tangannya kembali.Kareem berpikir sejenak, lalu mengulurkan tangan ke arah Mikha. Mikha baru saja selesai makan tar telur dan tangannya masih penuh remah-remah.Melihat hal itu, dia pun merasa sedikit canggung dan buru-buru berkata, "Aku nggak usah salaman deh. Maaf banget.""Nggak masalah, nggak masalah." Kareem melambaikan tangannya, menunjukkan bahwa dia bisa memahaminya.Pada saat ini, pria yang duduk di sebelah Kareem, yang sejak tadi nyaris tidak berbicara, tiba-tiba buka suara. "Nadine ini ... sepertinya wajahnya cukup familier ya?"Nadine mengangkat pandangannya. Sejak tadi, saat Darius memperkenalkan temannya, dia sudah lebih dulu mengenali pria itu.Tidak ada pilihan lain. Terkadang, memiliki ingatan yang terlalu baik justru bisa menjadi hal yang merepotkan.Pria itu jelas bukan seangkatan dengan Darius dan Kareem. Dia terlihat jauh lebih dewasa, dengan tatapan yang tajam dan pe
Rumah Keluarga Lugiman bukanlah vila bergaya barat seperti yang populer saat ini, melainkan sebuah rumah bergaya tradisional dengan halaman luas.Halaman depan dan belakang saling terhubung, dengan tembok abu yang di beberapa bagian mulai mengelupas. Lantainya terbuat dari batu ubin, memberikan kesan kuno pada pandangan pertama.Namun, semakin masuk ke dalam, kehangatan mulai terasa. Tiang-tiang lorong berwarna merah tua memancarkan kesan klasik, sementara atap melengkungnya tampak megah.Di kedua sisi jalan batu itu, terdapat lahan kecil yang digunakan untuk menanam sayuran. Memiliki lahan untuk bercocok tanam di tengah Kota Juanin, tepat di samping Crystal Palace. Ini benar-benar suatu bentuk kebebasan yang luar biasa.Begitu melihat Nadine dan Mikha tiba, Darius langsung keluar untuk menyambut mereka. "Ayo masuk, di dalam lebih hangat. Kenalin, ini orang tuaku."Denny mengenakan setelan abu dengan aura yang tenang dan elegan. Wajahnya tampak dermawan dan berwibawa.Sementara itu, ib