Saat itu, Jeremy sedang pergi ke kampus untuk mengajar dan di rumah hanya ada Irene seorang diri.Sejak kembali dari Kota Juanin, dia sudah menyusun kerangka novel barunya. Dia berencana menulis sebuah kisah horor bertema cerita mistis di sekolah.Di tengah kesibukannya, Nadine sempat menelepon untuk mengundang mereka menghadiri peresmian laboratorium barunya. Namun, Jeremy dan Irene terpaksa menolaknya dengan berat hati.Jeremy harus mengajar dan tidak bisa meninggalkan kampus; sementara Irene sedang dalam masa perenungan dan tidak ingin terganggu.Kini, cerita yang sedang dikerjakannya sudah hampir rampung. Bab terakhir sebentar lagi akan selesai, jadi belakangan ini dia benar-benar mengurung diri untuk fokus menulis.Ketika terdengar suara ketukan di pintu, Irene tidak terlalu memikirkan siapa yang datang. Dalam perjalanan menuju pintu, pikirannya masih hanyut dalam plot novelnya. "Kenapa hari ini cepat sekali datangnya? Bukankah ...."Namun, saat pintu terbuka, Irene langsung memat
"Nggak usah pura-pura lagi. Bicara terus terang saja.""Aku sudah tanda tangan kontrak samm apenerbit lain. 'Seven Days'yang kamu lihat diterbitkan sama mereka. Jadi, nggak mungkin aku perpanjang kontrak denganmu. Demi hubungan kita selama 10 tahun terakhir, lebih baik kita berpisah baik-baik.""Pisah baik-baik?" Lauren tertawa dingin. Kali ini, dia tidak lagi berpura-pura ramah. "Kamu mau pergi begitu saja? Lalu siapa yang akan mengganti kerugianku?"Irene menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Kerugian? Kerugian apa?""Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk mengontrakmu! Sepuluh tahun, Irene! Selama sepuluh tahun penuh, nggak satu pun buku bestseller yang kamu hasilkan. Tapi begitu kontrak kita habis, kamu langsung menerbitkan buku sama penerbit lain dan sukses besar? Kamu sengaja mau mempermainkanku, ya?""Apa kamu pikir aku nggak mau nulis? Kamu yang selama ini selalu menolak setiap konsep yang kuberikan dan nggak ngasih kesempatan untuk menerbitkannya buatku. Selama sepuluh
Kota Juanin, Laboratorium Absolut.Untuk ketiga kalinya, Nadine berdiri di depan meja eksperimen untuk mengubah data. Darius dan Mikha saling bertukar pandang. Ada yang tidak beres!"Nad, kamu tadi malam kurang tidur ya? Aku lihat kamu hari ini kayak nggak fokus.""Nggak tahu kenapa, dari tadi mataku terus berkedut, rasanya gelisah sekali.""Mata kiri atau mata kanan?""Dua-duanya."Saat siang, Nadine sempat tidur sebentar dan berharap kondisinya membaik. Namun, matanya tetap terus berkedut, seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Sore hari, setelah akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan memastikan semua data sudah benar, Nadine meregangkan tubuhnya sambil menghela napas."Huh ... akhirnya selesai juga."Mikha berseru, "Aku juga hampir selesai. Darius gimana?""Aku juga sudah beres.""Bagus! Malam ini kita akhirnya bisa tidur nyenyak. Yuk, makan di luar! Aku traktir!"Nadine menggeleng sambil melambaikan tangan. "Kalian saja, aku nggak ikut."Belakangan ini dia benar-benar le
Pengacara menekan tombol putar ...."Kamu pikir kenapa Lauren setiap tahun mengontrak begitu banyak penulis terkenal? Kalau nggak ada keuntungan .... Dengan hak cipta buku-buku berkualitas ini .... Nggak usah kasih tahu penulis .... Uang langsung masuk kantong sendiri ...."Semakin lama Lauren mendengarkan, wajahnya semakin pucat. Dia langsung mengenali suara dalam rekaman itu. Itu adalah pegawainya sendiri!"Dasar nggak tahu balas budi!" Lauren menggertakkan giginya dengan marah. "Dari mana mereka dapat rekaman ini?"Pengacara menjawab dengan tenang, "Putri korban yang memberikannya. Selain itu, dua pegawai dalam rekaman ini juga setuju untuk bersaksi di pengadilan dan menyerahkan bukti yang cukup kuat untuk memberatkan posisi Anda.""Jadi ... situasi saat ini benar-benar nggak menguntungkan bagi Anda."Lauren sebelumnya mengira bahwa Irene paling hanya akan menuntutnya atas tindak penganiayaan. Lagi pula, dia tidak pernah benar-benar mendorongnya. Lauren mengira, kemungkinan terburu
"Semua yang kamu lakukan sudah tersebar di internet. Sekarang, puluhan penulis yang pernah kamu kontrak, bergabung untuk menggugatmu! Mereka sudah punya cukup bukti untuk menuntutmu ke jalur hukum. Kalau ini berlanjut ke pengadilan, aku bisa pastikan, kita pasti kalah!"Mata Lauren membelalak seketika. "Ke ... kenapa begini? Siapa yang sebarin ke internet? Bukannya cuma Irene yang menuntutku? Kenapa yang lain juga ....""Waktu kamu menolak untuk berdamai, apa kamu nggak pernah berpikir bahwa begitu kabar ini bocor, semua penulis yang pernah kamu rugikan juga akan mengetahuinya dan menuntut ganti rugi?"Puluhan orang ... menuntut kompensasi ....Sebodoh apa pun Lauren, dia tahu betul bahwa jumlah ganti rugi ini bukanlah angka kecil!"Pak Winarko, segera hubungi Irene! Aku setuju untuk berdamai! Berapa pun kompensasi yang dia minta, aku akan bayar!""Terlambat. Sebelum datang ke sini, aku sudah menghubungi putri Irene. Mereka menolak untuk berdamai.""Ke ... kenapa? Bukankah sebelumnya m
Setelah menyelesaikan urusan Irene, Nadine segera terbang kembali ke Kota Juanin.Ujian akhir sudah semakin dekat. Perkuliahan telah dihentikan dan mahasiswa resmi memasuki minggu revisi. Meskipun hanya pergi selama dua hari, keberangkatannya tidak terlalu berdampak pada jadwal kelas. Namun, progres eksperimen sempat tertunda cukup banyak.Mikha dan Darius masih menunggu Nadine untuk memverifikasi data mereka. Jadi, begitu tiba di Kota Juanin, dia langsung menuju laboratorium tanpa menunda-nunda.Dua hari penuh dia berkutat di sana, bahkan nyaris tidak keluar. Untungnya, koper dan barang-barangnya masih rapi seperti sebelum berangkat, jadi dia tidak perlu repot mengurusnya. Setelah menyelesaikan semua data yang tertunda, barulah dia teringat bahwa masih ada pembayaran akhir yang belum dia selesaikan untuk Aditya dan Stendy.Malam itu, dia menghubungi keduanya dan mengatur pertemuan.Tempatnya masih sama, restoran di luar kampus Universitas Brata.Saat bertemu, Aditya yang sudah mendeng
Nadine bercanda, "Kak, kamu mau berinvestasi di semua proyek laboratorium kami hanya dengan 200 juta? Murah sekali!"Aditya tertawa. "Mana berani aku punya mimpi sebesar itu? Satu proyek saja sudah cukup!"Karena dia sudah berbicara sejauh ini, Nadine akhirnya menerima uang itu.Aditya sendiri tidak pernah menyangka bahwa 200 juta yang dia berikan begitu saja dengan alasan sederhana ini, suatu hari nanti akan membawa keuntungan yang luar biasa besar baginya.....Setelah laboratorium baru mulai beroperasi, laboratorium sementara di Universitas Teknologi dan Bisnis tidak lagi digunakan. Dulu, Moesda berbaik hati meminjamkan tempat itu kepada mereka. Meskipun itu lebih karena koneksi dengan Arnold, Nadine tetap sangat berterima kasih.Oleh karena itu, dia membeli bunga dan buah-buahan pada hari Sabtu, lalu datang langsung untuk mengembalikan kunci laboratorium serta mengungkapkan rasa terima kasihnya.Kantor Moesda berada di lantai tiga gedung administrasi Universitas Teknologi dan Bisni
"Sudah makan siang?" tanya Arnold."Belum. Kamu?""Kebetulan, aku juga belum."Tatapan mereka bertemu. Sesuatu yang disebut "kekompakan" perlahan menyelimuti mereka.Dua puluh menit kemudian ....Nadine dan Arnold duduk di sebuah restoran barbeku. Di atas panggangan, lemak dari potongan daging sapi mulai meleleh dan mengeluarkan suara desisan menggoda.Daging yang sedang dipanggang itu berwarna keemasan dengan sedikit bagian yang renyah, menciptakan perpaduan sempurna antara lemak dan daging. Dengan gerakan terampil, Arnold membalikkan daging beberapa kali, memastikan bagian luarnya matang sempurna.Kemudian, dia mengambil selembar selada segar, meletakkan daging di atasnya, membungkusnya dengan rapi, lalu menyodorkannya ke arah Nadine.Nadine yang sedang sibuk membalas pesan di ponselnya, tidak langsung menyadari. Ketika mendongak, dia terkejut sesaat. "Pak Arnold, aku bisa ambil sendiri ...."Namun, Arnold tidak menarik kembali tangannya. "Buka mulut."Nadine terdiam.Arnold terkekeh
Henry langsung bersemangat. Bukan hanya memasukkan patung tanah liat ke dalam kotak, tetapi juga memberikan tas kertas sebagai tambahan."Hati-hati di jalan! Kapan-kapan mampir lagi ...."Henry melambaikan tangan ke arah punggung Arnold, lalu mendekat ke layar ponsel dengan bangga dan berkata, "Lihat, 'kan? Aku sudah bilang kalau aku jago membuat patung. Kakak tadi jelas sangat menyukainya!"[ Ehem! Sadar sedikit! Yang dia suka itu wanita tadi, bukan patung tanah liatmu! ][ Jadi, cowok tadi diam-diam kembali sendiri untuk membeli patungnya? ][ Aku tebak mereka berdua pasti masih belum mengungkapkan perasaan untuk satu sama lain. ][ Detektif di atas, aku salut padamu! ]....Nadine melihat Arnold kembali dengan sebotol air, tetapi di tangannya ada satu tas tambahan. Dia tidak bisa menahan rasa penasaran. "Itu apa?"Arnold menjawab dengan santai, "Cuma beli sedikit barang sekalian."Nadine tidak berpikir terlalu jauh. Mereka menyeberang dan berjalan menyusuri pusat perbelanjaan di dep
"Maaf!""Maaf ya ...."Keduanya berbicara dan mundur pada saat yang sama. Tatapan mereka bertemu. Selain rasa canggung, ada juga sedikit kehangatan yang mulai muncul."Kamu ....""Aku ....""Pak, gimana kalau kamu bicara dulu?"Arnold menunduk sedikit, seperti sedang berpikir atau mungkin ragu. Saat dia mendongak, sepertinya dia sudah mengambil keputusan besar. "Nad, sebenarnya aku ....""Lihat, sudah jadi ...." Suara santai dari pemilik lapak terdengar.Nadine yang wajahnya sudah merah karena malu, merasa seperti diselamatkan. Dia buru-buru menoleh ke arah pemilik lapak. "Secepat ini?""Gimana lagi? Aku memang seberbakat itu." Sambil menanggapi, dia menyodorkan patung tanah liat ke arah Nadine.Nadine hanya melirik sekilas, lalu sudut bibirnya langsung berkedut. Benar saja, tidak boleh berharap terlalu banyak.Patung-patung sebelumnya memang tidak begitu jelas, tetapi setidaknya masih memiliki fitur wajah. Namun, yang ini ....Tidak ada wajah, hanya dua bentuk manusia yang samar, deng
Arnold mengamati figur tanah liat itu dengan saksama. Sekilas memang terlihat seperti sosok manusia, tapi bentuknya hanya berupa garis besar yang samar. Bahkan, jika dibilang berbentuk manusia pun rasanya agak dipaksakan.Apalagi tentang detail ekspresi dan gerakannya, tidak ada satu pun yang terlihat! Akhirnya, Arnold mengutarakan pendapatnya dengan jujur. "Hmm ... sepertinya dibuat agak asal-asalan. Aku nggak bisa tebak."Dia melirik ke arah kerajinan lain yang dipajang di lapak itu. Ternyata, semua figur tanah liat di sini memiliki gaya yang sama. Singkatnya, mereka semua jelek. Namun, yang lebih aneh lagi, tidak ada penjual di lapak ini.Di sana hanya ada sebuah tripod dengan sebuah ponsel terpasang di atasnya. Yang lebih mencurigakan lagi, kamera ponsel itu menghadap ke arah mereka.Nadine berpikir sejenak, lalu berkata, "Memang terlihat asal-asalan, tapi kalau dilihat dari sudut ini ... sepertinya agak mirip Cupid, bukan?"Begitu dia selesai berbicara, seseorang tiba-tiba muncul
"Sudah makan siang?" tanya Arnold."Belum. Kamu?""Kebetulan, aku juga belum."Tatapan mereka bertemu. Sesuatu yang disebut "kekompakan" perlahan menyelimuti mereka.Dua puluh menit kemudian ....Nadine dan Arnold duduk di sebuah restoran barbeku. Di atas panggangan, lemak dari potongan daging sapi mulai meleleh dan mengeluarkan suara desisan menggoda.Daging yang sedang dipanggang itu berwarna keemasan dengan sedikit bagian yang renyah, menciptakan perpaduan sempurna antara lemak dan daging. Dengan gerakan terampil, Arnold membalikkan daging beberapa kali, memastikan bagian luarnya matang sempurna.Kemudian, dia mengambil selembar selada segar, meletakkan daging di atasnya, membungkusnya dengan rapi, lalu menyodorkannya ke arah Nadine.Nadine yang sedang sibuk membalas pesan di ponselnya, tidak langsung menyadari. Ketika mendongak, dia terkejut sesaat. "Pak Arnold, aku bisa ambil sendiri ...."Namun, Arnold tidak menarik kembali tangannya. "Buka mulut."Nadine terdiam.Arnold terkekeh
Nadine bercanda, "Kak, kamu mau berinvestasi di semua proyek laboratorium kami hanya dengan 200 juta? Murah sekali!"Aditya tertawa. "Mana berani aku punya mimpi sebesar itu? Satu proyek saja sudah cukup!"Karena dia sudah berbicara sejauh ini, Nadine akhirnya menerima uang itu.Aditya sendiri tidak pernah menyangka bahwa 200 juta yang dia berikan begitu saja dengan alasan sederhana ini, suatu hari nanti akan membawa keuntungan yang luar biasa besar baginya.....Setelah laboratorium baru mulai beroperasi, laboratorium sementara di Universitas Teknologi dan Bisnis tidak lagi digunakan. Dulu, Moesda berbaik hati meminjamkan tempat itu kepada mereka. Meskipun itu lebih karena koneksi dengan Arnold, Nadine tetap sangat berterima kasih.Oleh karena itu, dia membeli bunga dan buah-buahan pada hari Sabtu, lalu datang langsung untuk mengembalikan kunci laboratorium serta mengungkapkan rasa terima kasihnya.Kantor Moesda berada di lantai tiga gedung administrasi Universitas Teknologi dan Bisni
Setelah menyelesaikan urusan Irene, Nadine segera terbang kembali ke Kota Juanin.Ujian akhir sudah semakin dekat. Perkuliahan telah dihentikan dan mahasiswa resmi memasuki minggu revisi. Meskipun hanya pergi selama dua hari, keberangkatannya tidak terlalu berdampak pada jadwal kelas. Namun, progres eksperimen sempat tertunda cukup banyak.Mikha dan Darius masih menunggu Nadine untuk memverifikasi data mereka. Jadi, begitu tiba di Kota Juanin, dia langsung menuju laboratorium tanpa menunda-nunda.Dua hari penuh dia berkutat di sana, bahkan nyaris tidak keluar. Untungnya, koper dan barang-barangnya masih rapi seperti sebelum berangkat, jadi dia tidak perlu repot mengurusnya. Setelah menyelesaikan semua data yang tertunda, barulah dia teringat bahwa masih ada pembayaran akhir yang belum dia selesaikan untuk Aditya dan Stendy.Malam itu, dia menghubungi keduanya dan mengatur pertemuan.Tempatnya masih sama, restoran di luar kampus Universitas Brata.Saat bertemu, Aditya yang sudah mendeng
"Semua yang kamu lakukan sudah tersebar di internet. Sekarang, puluhan penulis yang pernah kamu kontrak, bergabung untuk menggugatmu! Mereka sudah punya cukup bukti untuk menuntutmu ke jalur hukum. Kalau ini berlanjut ke pengadilan, aku bisa pastikan, kita pasti kalah!"Mata Lauren membelalak seketika. "Ke ... kenapa begini? Siapa yang sebarin ke internet? Bukannya cuma Irene yang menuntutku? Kenapa yang lain juga ....""Waktu kamu menolak untuk berdamai, apa kamu nggak pernah berpikir bahwa begitu kabar ini bocor, semua penulis yang pernah kamu rugikan juga akan mengetahuinya dan menuntut ganti rugi?"Puluhan orang ... menuntut kompensasi ....Sebodoh apa pun Lauren, dia tahu betul bahwa jumlah ganti rugi ini bukanlah angka kecil!"Pak Winarko, segera hubungi Irene! Aku setuju untuk berdamai! Berapa pun kompensasi yang dia minta, aku akan bayar!""Terlambat. Sebelum datang ke sini, aku sudah menghubungi putri Irene. Mereka menolak untuk berdamai.""Ke ... kenapa? Bukankah sebelumnya m
Pengacara menekan tombol putar ...."Kamu pikir kenapa Lauren setiap tahun mengontrak begitu banyak penulis terkenal? Kalau nggak ada keuntungan .... Dengan hak cipta buku-buku berkualitas ini .... Nggak usah kasih tahu penulis .... Uang langsung masuk kantong sendiri ...."Semakin lama Lauren mendengarkan, wajahnya semakin pucat. Dia langsung mengenali suara dalam rekaman itu. Itu adalah pegawainya sendiri!"Dasar nggak tahu balas budi!" Lauren menggertakkan giginya dengan marah. "Dari mana mereka dapat rekaman ini?"Pengacara menjawab dengan tenang, "Putri korban yang memberikannya. Selain itu, dua pegawai dalam rekaman ini juga setuju untuk bersaksi di pengadilan dan menyerahkan bukti yang cukup kuat untuk memberatkan posisi Anda.""Jadi ... situasi saat ini benar-benar nggak menguntungkan bagi Anda."Lauren sebelumnya mengira bahwa Irene paling hanya akan menuntutnya atas tindak penganiayaan. Lagi pula, dia tidak pernah benar-benar mendorongnya. Lauren mengira, kemungkinan terburu
Kota Juanin, Laboratorium Absolut.Untuk ketiga kalinya, Nadine berdiri di depan meja eksperimen untuk mengubah data. Darius dan Mikha saling bertukar pandang. Ada yang tidak beres!"Nad, kamu tadi malam kurang tidur ya? Aku lihat kamu hari ini kayak nggak fokus.""Nggak tahu kenapa, dari tadi mataku terus berkedut, rasanya gelisah sekali.""Mata kiri atau mata kanan?""Dua-duanya."Saat siang, Nadine sempat tidur sebentar dan berharap kondisinya membaik. Namun, matanya tetap terus berkedut, seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Sore hari, setelah akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan memastikan semua data sudah benar, Nadine meregangkan tubuhnya sambil menghela napas."Huh ... akhirnya selesai juga."Mikha berseru, "Aku juga hampir selesai. Darius gimana?""Aku juga sudah beres.""Bagus! Malam ini kita akhirnya bisa tidur nyenyak. Yuk, makan di luar! Aku traktir!"Nadine menggeleng sambil melambaikan tangan. "Kalian saja, aku nggak ikut."Belakangan ini dia benar-benar le