Begitu melihat Reagan, Nadine sedikit terkejut.Restoran kecil ini dekat dengan kampus. Mereka hanya datang saat Reagan mengejarnya dulu. Setelah resmi berpacaran, dia tidak pernah mengajak Nadine makan di tempat seperti ini lagi.Namun, yang benar-benar membuat Nadine kaget dan sulit percaya adalah wanita yang sedang dirangkul oleh Reagan saat ini .... Itu Jinny?Melihat kedekatan mereka, jelas sekali kalau mereka berpacaran. Sejak kapan mereka bersama? Bukan berarti Nadine masih belum move on atau ingin tahu kehidupan asrama mantannya, tetapi sebagai manusia normal, siapa yang tidak penasaran saat ada gosip di depan mata?Kalaupun bukan Reagan dan siapa pun yang dikenalnya itu, Nadine pasti tetap akan bereaksi sama. Lagi pula, manusia memang senang bergosip!Jinny mengikuti arah pandang Reagan. Begitu melihat Nadine, dia langsung tersenyum dan menarik pria di sampingnya mendekat. "Wah, kebetulan sekali, Nad. Nggak nyangka ketemu di sini."Nadine termangu. Apa mereka akrab? Kenapa dia
Nadine tertegun selama dua detik sebelum akhirnya menyadari bahwa Reagan sedang berbicara padanya."Di sekitar Universitas Brata ini cuma ada dua atau tiga restoran yang rasanya lumayan. Sebenarnya wajar kalau ketemu di sini."Sejak tadi saat Jinny terus-menerus mengatakan "kebetulan sekali", Nadine sudah ingin membalas. Kebetulan apanya? Memangnya bertemu teman kampus di restoran dekat universitas sangat langka? Kenapa semua orang menjadikannya kalimat pembuka?Menurut Nadine, ini terlalu dibuat-buat dan sangat berlebihan.Reagan menatapnya. "Kamu marah?"Nadine mengerutkan kening dengan heran.Sorot mata Reagan agak redup. "Hari itu, semua yang kamu katakan sudah kupahami. Cermin yang pecah sulit untuk diperbaiki. Karena kamu sudah melangkah maju, aku pikir aku juga nggak seharusnya terus bertahan di tempat yang sama."Nadine menatapnya. Sejak mereka putus, ini pertama kalinya dia benar-benar memperhatikan pria ini.Reagan tersenyum tipis. "Kaget ya? Sudah lebih dari satu tahun. Bebe
Wajah Reagan menjadi suram. "Apa hubungannya denganmu?"Stendy merentangkan kedua tangan dan mengedikkan bahu. "Nggak ada hubungannya sama aku, cuma penasaran saja. Pacar barumu ini kok ... kebetulan banget? Kebetulan kuliah di Universitas Brata, kebetulan seangkatan sama Nadine, kebetulan juga satu fakultas dan jurusan. Kamu benar-benar pintar memilih ya."Reagan tertawa dingin. "Kenapa? Kamu terlalu memperhatikan pacar orang lain, apa karena hobi merebut milik orang lain?""Haha ...." Stendy tertawa terbahak-bahak. "Nggak usah begitu. Dulu kita sahabatan lho, aku cuma peduli sama kamu."Reagan menyeringai, ekspresinya penuh sindiran. "Peduli atau cuma ingin menguji sesuatu, kamu sendiri yang tahu.""Oh? Bisa baca situasi juga?" Stendy tidak menyangkal. Dia memandang Reagan dari atas ke bawah. "Menurutku, pacar barumu ini datang terlalu cepat. Cepat sampai terasa seperti sebuah pertunjukan yang disengaja.""Heh, mau sandiwara atau bukan, terserah kamu mau menganggapnya apa. Jangan hal
Setiap tahun, menjelang natal, Fakultas Bioinformatika selalu mengadakan acara pertemuan untuk mahasiswa baru. Pesertanya adalah semua mahasiswa pascasarjana yang masih lajang.Tujuannya adalah memperluas jaringan pertemanan dan membantu mereka lebih cepat beradaptasi dengan kehidupan kampus.Seiring berjalannya waktu, acara ini berubah menjadi ajang resmi cari jodoh. Ini menjadi kesempatan untuk mencari pacar. Tentu saja, mahasiswa yang sudah punya pasangan juga boleh datang bersama kekasihnya.Namun, semua ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Nadine. Setiap hari dia sibuk bolak-balik antara kelas di Universitas Brata dan laboratorium di Universitas Teknologi dan Bisnis. Bahkan saat makan pun, yang ada di pikirannya hanyalah langkah eksperimen dan pengumpulan data.Mana mungkin dia menyisihkan waktu untuk acara pertemuan semacam itu? Jadi, saat menerima undangan, dia langsung merasa bingung.Terlebih lagi di undangan itu, namanya tertulis dengan huruf tebal dan besar. Ini sema
"Maaf, aku nggak bisa menari." Nadine menolak dengan sopan.Mahasiswa itu tampak kecewa, lalu pergi.Awalnya, Nadine mengira semuanya akan berakhir di situ. Ternyata, setelah satu pergi, yang lain datang lagi.Setelah menolak lima orang berturut-turut, Nadine buru-buru menarik Mikha ke sudut yang agak terpencil dan duduk di sana.Tempatnya cukup tersembunyi, ditambah pencahayaan yang redup, jadi kecil kemungkinan mereka akan diperhatikan.Nadine menghela napas lega. Akhirnya bisa tenang."Kak, kamu benar-benar populer ya! Aku jadi kepikiran mau ngajak kamu dansa juga, hehe.""Oh? Kalau begitu, mungkin bisa kupertimbangkan." Nadine tersenyum tipis.Mikha langsung mengangkat dagu dan membusungkan dada. "Cowok-cowok itu pasti bakal iri setengah mati!""Bagus dong?""Memang bagus!"Di akhir percakapan, mereka tertawa bersama."Aku ambil makanan dulu ya!" kata Mikha."Oke."Setelah Mikha pergi, Nadine membuka botol air mineral yang ada di meja dan meneguknya beberapa kali. Dia benar-benar t
Arnold bahkan tidak mengangkat kepalanya.Calvin berkata, "Coba lihat baik-baik, di undangan ini tertulis 'Acara Temu Kenal'! Bukan 'Konferensi Laporan Akademik Gabungan'!""Aku tahu.""Kalau tahu, kenapa tetap pergi?""Memangnya nggak boleh?""Astaga! Ini benar-benar aneh ...."Tunggu! Calvin seperti menyadari sesuatu, lalu kembali melihat undangan itu. "Fakultas Ilmu Hayati? Bukankah itu fakultas tempat Nadine berada?"Gerakan Arnold yang sedang menyesuaikan alat sedikit terhenti.Calvin langsung mendekat dengan mata menyipit, "Arnold, ini masalah besar! Lebih serius daripada kena santet! Kamu naksir Nadine ya? Dia tahu nggak? Kamu jauh lebih tua darinya, dia bisa terima nggak?"Beberapa pertanyaan itu membuat Arnold terdiam tak bisa menjawab....."Pak? Pak!" Nadine memanggil beberapa kali.Arnold tiba-tiba tersadar. "Apa tadi kamu bilang?""Aku tanya, setelah acara ini selesai, kamu mau pulang atau ke laboratorium?""Pulang."Nadine mengangguk. "Kalau begitu kita bisa ...." Pulang
Di tengah tepuk tangan dan sorakan kegembiraan, sorotan lampu menyapu meja di tengah ruangan. Kemudian, cahaya itu beralih ke sepasang pria dan wanita yang duduk di samping meja.Pembawa acara berkata, "Wah ... sepertinya kita menangkap sepasang kekasih di sini! Boleh perkenalkan diri?"Jinny bangkit dan menerima mikrofon yang diberikan padanya. "Halo semuanya, aku Jinny dari jurusan bioinformatika."Pembawa acara bertanya, "Kalau pria tampan di sebelah? Nggak mau memperkenalkan diri juga?"Reagan tetap diam, ekspresinya tidak banyak berubah.Jinny tersenyum. "Biar aku saja. Ini pacarku, Reagan. Dia bukan mahasiswa kampus ini, hari ini dia datang khusus untuk menemaniku.""Wah!" Ucapan itu langsung memicu sorakan iri dari para peserta.Kebanyakan yang datang malam ini masih lajang, berharap bisa menemukan pasangan. Namun, pasangan ini justru memamerkan kemesraan di depan semua orang, benar-benar menyiksa para jomblo!"Pria tampan ini beruntung sekali!""Jinny adalah wanita idaman di ju
Mata pembawa acara berbinar. "Kalau begitu, Pak Investor yang terhormat, aku ingin mewakili semua wanita lajang di ruangan ini, termasuk diriku sendiri, untuk menanyakan satu pertanyaan, boleh?"Stendy membuat gerakan tangan mempersilakan."Baik! Pertanyaannya adalah ... apakah kamu masih lajang?"Stendy menyahut "Saat ini, iya.""Lalu, apakah kami masih punya kesempatan?" Pembawa acara ini memang cukup berani."Nggak.""Kenapa?""Karena aku sudah punya seseorang yang kusukai."Sambil berbicara, tatapannya yang penuh senyuman mengarah langsung kepada Nadine.Arnold tetap tanpa ekspresi, tetapi botol air mineral di tangannya sudah berubah bentuk.Mikha melirik Stendy yang sedang menggoda Nadine, lalu melirik Nadine yang tetap tanpa reaksi. Dia akhirnya memilih untuk menunduk dan fokus makan. 'Hmm, enak sekali.'Stendy mengabaikan suara kekecewaan dari sekitar, mengembalikan mikrofon, lalu duduk kembali.Dari sudut matanya, dia melihat Nadine sedang makan dan pipinya sedikit menggembung
Reagan memberi instruksi kepada sopirnya. "Putar balik ke Grand Sira.""Baik, Tuan."....Makan malam berlangsung cukup menyenangkan, berkat suasana santai yang sengaja diciptakan oleh Jinny.Hanya saja, selama makan, Reagan meminta sebotol anggur merah. Begitu anggur itu habis, dia sudah tak tahan lagi terhadap efek alkohol. Matanya berkabut, wajahnya tampak mabuk.Melihat keadaannya, Jinny tidak punya pilihan selain membantunya naik ke mobil.Sopir tampak sedikit terkejut. "Tuan Reagan ... eee ....""Dia mabuk. Tolong antar dia pulang ya?" jelas Jinny.Tiba-tiba, sopir bertanya, "Nona Jinny, kamu mau ikut nggak?"Jinny tertegun sejenak."Jangan salah paham. Jam segini, Bibi Julia mungkin sudah pulang, jadi di rumah nggak ada siapa-siapa. Dalam kondisi begini, sebaiknya ada yang menjaga Tuan Reagan. Kalau kamu nggak keberatan ....""Tentu saja nggak keberatan. Ya sudah, ayo pergi." Selesai berkata begitu, Jinny ikut naik ke mobil.Tak lama kemudian, mereka tiba di vila Reagan. Setelah
"Dia memang seperti itu, semakin besar tekanannya, semakin tenang sikapnya." Reagan tiba-tiba berbicara.Jinny tersenyum tipis. "Saat berkeliling tadi, aku melihat laboratorium bukan hanya memiliki area eksperimen, tapi juga ada ruang santai, bahkan dapur juga ada."Reagan mengernyit, lalu tanpa sadar menambahkan, "Itu karena Nadine suka masak dan dia juga sangat berbakat dalam masak. Setiap kali dia makan sesuatu yang dia suka atau menarik perhatiannya, dia akan menghabiskan beberapa hari untuk meneliti cara membuatnya.""Kalau dia menemukan resep dan video tutorial yang nggak cocok, dia akan mencoba sendiri dan membandingkan rasa mana yang lebih baik ...."Jinny tersenyum. "Kalau begitu, dia pasti orang yang sangat teliti."Reagan tersenyum, tatapannya dipenuhi kerinduan. "Ya, dia bukan hanya teliti, tapi juga sangat perhatian. Kalau ada yang sakit kepala atau demam, dia pasti orang pertama yang tahu. Di rumah, dia tahu persis di mana letak barang-barang, sekalipun cuma hiasan kecil
Di samping, Mikha yang sedang mengamati kejadian itu berkedip beberapa kali dan tidak berani bersuara. Situasi ini ... tsk!Nadine mengalihkan pandangannya di antara kedua orang itu. Stendy tersenyum santai, tetapi sebenarnya penuh tekanan dan tidak memberi ruang untuk penolakan.Sebaliknya, Arnold terlihat jauh lebih tenang dan lembut. Nadine bisa memahami itu adalah bentuk toleransi dan dorongan.Keduanya sedang menunggu jawabannya. Nadine sungguh kebingungan. Tiba-tiba, dari sudut matanya, dia melihat sesuatu. Dia bangkit, lalu berjalan ke dispenser air, dan mengambil sebuah cangkir dari lemari atas."Aku rasa lebih baik minum air saja," ucap Nadine.Arnold dan Stendy saling bertukar pandang, lalu masing-masing mengalihkan tatapan.Stendy tersenyum santai. "Kamu sudah bekerja keras sepanjang pagi. Istirahat yang baik. Aku ada urusan, jadi harus kembali ke kantor dulu."Dia juga bukan orang yang kurang kerjaan. Ada banyak urusan di perusahaannya yang menunggu keputusan darinya. Bisa
Nadine mengangguk. "Bisa dibilang begitu."Mikha tak kuasa mengernyit. "Kedengarannya memang lega banget, tapi apakah fakultas bakal setuju? Mereka bukan orang bodoh.""Bu Freya bilang, urusan dengan fakultas akan dia selesaikan. Kita cuma perlu fokus sama penelitian dan melakukan pekerjaan kita dengan baik.""Luar biasa! Itu artinya kita bekerja untuk diri kita sendiri!" Mikha begitu gembira hingga langsung memasukkan dua potong biskuit ke mulutnya.Enak sekali!"Kalau saja ada teh susu panas sekarang, semuanya akan terasa sempurna ...."Belum selesai dia bicara, ponsel Nadine tiba-tiba berdering."Halo?""Halo, ini dari pengantaran makanan. Bisa tolong keluar sebentar untuk ambil pesanan the susu kalian? Saya tidak bisa masuk."Nadine tertegun.Teh susu? Dia tidak merasa memesan apa pun.Namun, karena kurir sudah menunggu, dia memutuskan untuk mengambilnya dulu baru mencari tahu. Saat kembali, di tangannya ada tiga cangkir teh susu panas.Mikha langsung berbinar. "Kak Nadine, kamu be
Setelah melangkah lebih jauh, ada satu pintu yang memisahkan sebuah ruang istirahat yang dirancang khusus oleh Nadine. Di dalamnya ada delapan kamar suite, masing-masing dilengkapi tempat tidur, lemari pakaian, cermin besar, dan wastafel.Di luar, ada area umum yang kafe kecil, rak buku, ayunan, dan meja pingpong, semua tersedia untuk relaksasi. Selain itu, karena Nadine suka memasak, dia bahkan menyiapkan dapur kecil lengkap dengan peralatan masak.Seluruh area ini dikelola oleh sistem pintar dan sepenuhnya terpisah dari zona eksperimen untuk memastikan keduanya tidak saling mengganggu.Darius melanjutkan penjelasannya, "Di lantai atas ada gym khusus, halaman belakang ada kolam renang, dan pemandangan di sana juga cukup bagus. Kalau capek, bisa duduk sambil minum kopi dan menikmati pemandangan.""Oh ya, di sini juga akan ada rak camilan, soalnya ada satu orang di tim kami yang doyan makan."Saat pertama kali mendesain laboratorium ini, Nadine sempat berpikir apakah perlu menyediakan a
Setelah meninggalkan Reagan, Nadine akhirnya menemukan kembali tujuannya dan perlahan-lahan kembali bersinar seperti dulu. Ketika menyadari bahwa dia benar-benar telah kehilangan wanita ini selamanya, perasaan kagum dalam diri Reagan segera digantikan oleh penyesalan yang mendalam.Di sampingnya, Jinny diam-diam memperhatikan perubahan ekspresi pria itu. Ekspresinya tetap tenang, tapi dia sengaja meraih lengan Reagan dan menggenggamnya erat.Reagan menoleh dengan bingung.Jinny hanya tersenyum."Kita sudah datang untuk memberi selamat dan kita juga bawa hadiah. Lebih baik kalau kita serahkan langsung sama tuan rumah, 'kan?"Usai bicara, dia menarik Reagan mendekat ke arah Nadine. "Nadine, selamat! Aku nggak tahu kamu suka apa, jadi aku dan Reagan pilih hadiah ini sama-sama. Kami berharap laboratoriummu terus berkembang dan membuahkan banyak hasil.""Terima kasih."Seperti pepatah, "Tangan yang memberi tidak akan dipukul". Nadine menerima hadiah itu dengan sopan.Namun, sepanjang percak
Pemandangan spektakuler ini membuat semua orang terkejut. Mereka mendongak menatap langit dengan penuh kekaguman.Nadine berpikir sejenak, lalu melangkah mendekat ke arah Stendy. Stendy tampak sedikit terkejut melihat tindakannya."Terima kasih." Nadine berhenti di hadapannya dan menatapnya dengan penuh ketulusan. "Kamu juga yang undang semua wartawan itu, 'kan?""Konan cuma menghubungi dua media. Dia mungkin yakin kalian nggak akan bisa membangun laboratorium ini, jadi dia ingin memperkeruh situasi dan berharap bisa menjadikan ini senjata untuk menyerang balik di depan pihak universitas.""Aku cuma ikut bermain dalam rencananya, tapi dengan sedikit tambahan. Aku cuma memastikan ketika tamparan ini mendarat di wajah mereka, suaranya akan lebih keras."Ada satu alasan lain yang tidak dikatakannya. Sebelumnya, dia sudah beberapa kali memperingatkan Konan, tapi sepertinya peringatan itu tidak pernah dianggap serius. Kalau begitu, jangan salahkan dia menggunakan cara seperti ini. Ada bebe
Saluran Pendidikan, Jurnal Akademik Nasional, Majalah Sains Mingguan, Biologi Frontier .... Semua adalah media arus utama dan resmi. Bahkan wartawan dari Kanal Berita Kota Juanin juga ada di antara mereka.Konan langsung membeku di tempat. "A-Apa yang terjadi ...?"Nadine juga terkejut. Dia menoleh ke Darius dan Mikha, tatapannya bertanya, 'Kalian yang ngundang mereka?'Darius melambaikan tangannya.Mikha juga menggeleng.Kalau begitu ... siapa?Para wartawan yang sangat jeli dalam membaca situasi, langsung menghujani Diana dengan pertanyaan-pertanyaan tajam. "Bu Diana, tadi Nadine menyebutkan insiden CPRT. Bisakah Anda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?""Bisa ceritakan lebih lanjut soal inspeksi pemadam kebakaran?""Apakah ini termasuk dalam kategori intimidasi akademik?""Benarkah Anda sengaja mempersulit mahasiswa dan menyebarkan fitnah terhadap mereka?""Apakah ini terkait persaingan antar-dosen, sementara mahasiswa hanya menjadi korban?"Diana dipojokkan oleh mikrofon, kame
Begitu Diana berbicara, perhatian semua orang langsung tertuju padanya."Kamu ngapain?!" Konan tampaknya menyadari niat jahatnya dan mencoba menariknya kembali.Namun, Diana menepis tangannya tanpa sedikit pun melihat ke arah Konan. Kemudian, dia menatap Nadine dengan tajam. "Kenapa diam? Nggak bisa jawab, ya? Jadi, apakah aku bisa menyimpulkan bahwa laboratorium ini dibangun secara ilegal karena nggak punya izin resmi?"Nadine tersenyum.Mikha dan Darius juga ikut tersenyum."Ke ... kenapa kalian ketawa?" Diana mulai merasa tidak nyaman.Mikha membalas, "Untung saja Kak Nadine sudah memperkirakan bakal ada orang yang iri dan mencoba mencari masalah setelah laboratorium ini selesai. Jadi, dia memastikan semua dokumen sudah lengkap.""Jadi, Bu Diana, izin apa yang ingin Anda lihat? Saya bisa mengambilkannya sekarang.""Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Manajemen Keamanan Hayati Laboratorium Mikroorganisme Patogen, pembangunan atau renovasi laboratorium Level 3 dan 4 harus disertai laporan d