Saat pandangan mereka bertemu, Reagan menatap dalam ke matanya. "Kamu tahu sendiri apa yang aku inginkan."Nadine mengernyit."Mudah saja, kembalilah padaku. Jangankan surat persetujuan, aku bisa ngasih apa pun yang kamu inginkan.""Nggak mungkin!" Jawabannya begitu tegas, tanpa keraguan sedikit pun."Nad ...." Reagan tertawa getir. "Aku tahu, di dalam hatimu, kamu pasti menganggapku rendah dan nggak tahu malu. Tapi aku benar-benar nggak bisa tanpamu ....""Bisa nggak kamu kembali padaku? Aku janji, mulai sekarang, hanya akan ada kamu. Semua yang nggak kamu suka, akan aku ubah. Kumohon kasih aku satu kesempatan lagi, ya?"Usai bicara, dia buru-buru ingin menggenggam tangan Nadine. Namun, Nadine menghindarinya dengan dingin."Aku nggak percaya ucapanmu sama sekali dan aku nggak akan pernah menyetujui permintaanmu." Dia merapikan dokumen dan pena yang tadi dia keluarkan. "Sepertinya aku salah datang hari ini. Kalau kamu nggak mau tanda tangan, ya sudah."Tanpa menunggu reaksi Reagan, dia
"Namanya juga tebak-tebakan lucu. Garing kadang-kadang juga berarti lucu."Pria ini benar-benar pintar mencari alasan untuk membenarkan dirinya sendiri. Namun, ekspresi santai Stendy tiba-tiba berubah serius. "Coba ceritakan. Ada masalah apa? Apa alasanmu sampai harus menemuinya?"Nadine merasa agak terkejut dengan pertanyaannya. "Kenapa kamu nanya begitu?""Kamu benci sekali sama dia. Nggak mungkin kamu duduk makan sama dia kecuali ada alasan mendesak. Bisa ceritakan dengan detail?"Nadine berpikir sejenak sebelum perlahan mulai menjelaskan.Stendy menyimpulkan, "Jadi, sekarang kamu butuh tanda tangannya untuk menyelesaikan semua prosedur?""Iya.""Kalau suruh seseorang asal tanda tangan, nggak bisa?"Nadine langsung menoleh dan menatapnya tajam."Uhuk!" Stendy berdeham, "Cuma bercanda."Nadine menghela napas. "Aku pikir kendala terbesarku adalah uang dan perizinan. Nggak kusangka ternyata kendala terbesar justru datang dari aku sendiri.""Dia menolak tanda tangan?""Iya."Ekspresi St
Tatapan Arnold menjadi agak muram.Stendy tetap tersenyum santai. "Kudengar Pak Arnold sibuk sekali sampai selalu menghabiskan sebagian besar waktu di laboratorium. Tapi, sepertinya hari ini kamu pulang cukup awal.""Kudengar?" Arnold menanggapi datar. "Dari siapa?"Hari ini, dia seharusnya mengajar kelas di Fakultas Ilmu Hayati. Namun, saat berada di kelas, dia hanya melihat Mikha dan Darius. Saat bertanya, dia baru tahu bahwa Nadine meminta izin kepada dosen pembimbing.Memang benar, pekerjaan di laboratorium sangat sibuk. Biasanya setelah mengajar, dia hanya sempat makan siang sebentar di kantin sebelum langsung kembali ke sana. Jarang sekali dia pulang sepagi ini.Namun, hari ini adalah pengecualian ...."Tentu saja dari Nad," jawab Stendy sambil tersenyum tipis.Ekspresi Arnold tetap dingin. "Kalau begitu, apa Nad ada bilang sama kamu, nggak boleh parkir di depan gang ini?""Oke, aku segera pergi." Stendy menyeringai kecil, lalu menekan pedal gas dan meninggalkan tempat itu. Namun
"Haha ... nggak kok, cuma punya sedikit pengalaman.""Aku ingin dengar."Kenta duduk santai di kursi di samping Reagan, lalu berkata, "Orang tua dulu bilang, di rumah harus ada nyonya, sementara di luar, kamu boleh bermain sesuka hati.""Di rumah, harus ada wanita yang mengatur kehidupan sehari-hari, berbakti pada orang tua, mendidik anak-anak. Tapi waktu menghadiri acara sosial, cukup bawa wanita muda dari luar saja.""Mereka bisa membantu minum anggur, menemani tamu, dan setelahnya, cuma butuh sedikit uang untuk menyelesaikan semuanya. Sangat efisien, bukan?"Reagan mengangkat alis. "Istrimu nggak keberatan?"Kenta terkekeh. "Dia mau keberatan gimana? Dia tinggal di rumah besar, pakai tas-tas bermerk dan produk kecantikan kelas atas. Apa pun yang dia inginkan, dia bisa beli dengan kartu kredit tanpa batas. Nggak usah bekerja, nggak usah pusing. Menurutmu, apa yang mau dikeluhkannya?"Reagan mengamati ekspresinya. "Gimana kalau suatu hari nanti dia minta cerai?""Nggak mungkin." Kenta
Nadine akhirnya setuju. Bukan karena hal lain, hanya karena satu kalimat, "Aku akan menandatangani dokumen itu."Reagan tersenyum tipis, lalu mengembalikan ponsel kepada Julia. Kemudian, dengan suasana hati yang jauh lebih baik, dia naik ke lantai atas.Julia menatap ponselnya dan bergumam dalam hati. 'Sudah lama sekali sejak terakhir kali Tuan tersenyum seperti itu.'....Keesokan paginya, Nadine terbangun bukan karena alarm, melainkan karena suara berisik. Belum sampai waktu biasanya bangun, ponselnya yang tergeletak di samping bantal sudah bergetar tanpa henti.Dengan mata setengah terpejam, dia meraihnya dan membuka layar. Puluhan pesan berturut-turut dari Reagan.Isinya? Sampah semua.[ Nad, kamu sudah bangun? ][ Aku mimpi tentangmu tadi malam. ][ Masih tidur? ][ Kamu ada kelas pagi ini? ][ Aku lihat jadwal Clarine, katanya kalian ada satu mata kuliah pagi ini. ]Dan banyak lagi pesan sejenisnya ....Nadine melirik sekilas tanpa ekspresi. Dia bahkan malas untuk membaca lebih l
Setelah berkata demikian, Nadine melangkah cepat melewati gerbang kampus dan meninggalkan Reagan yang hanya bisa tersenyum pahit di tempatnya."Aku juga nggak berniat macam-macam .... Apa aku benar-benar seburuk itu di matamu?"....Nadine mengikuti kelas seperti biasa. Setelah selesai, dia pergi ke laboratorium bersama Mikha dan Darius. Masih ada lima hari sebelum batas waktu penggunaan laboratorium berakhir.Mereka harus segera menyelesaikan tahap pertama eksperimen dan mengumpulkan data sebelum waktu mereka benar-benar habis.Namun, begitu tiba di laboratorium, mereka terkejut.Pintu laboratorium terbuka lebar. Di dalamnya, beberapa petugas kebersihan sibuk memindahkan barang-barang.Mikha langsung meledak. "Kalian ngapain?! Siapa yang suruh kalian masuk? Itu barang-barang kami! Kalian mau bawa ke mana?!"Mereka telah menghabiskan begitu banyak tenaga untuk mendirikan laboratorium ini. Membeli peralatan, membersihkan, mengatur tata letak, semuanya mereka lakukan sendiri. Bagi mereka
"Sialan!" Kaeso melompat-lompat di tempat, memegangi kakinya. Sambil melompat, dia terus mengerang kesakitan.Nadine memasang ekspresi terkejut. "Aduh, maaf. Tanganku terpeleset barusan. Tapi, dengan kulit mukamu yang setebal itu, harusnya nggak masalah kalau kena benturan sedikit, bukan?"Mikha yang melihat kejadian itu, langsung mengangkat sebuah meja.Ya, meja.Inilah keunggulan memiliki tenaga lebih besar. Dia langsung beraksi tanpa ragu!Kaeso terbelalak. "Ka ... kamu mau ngapain?!"Mikha menyeringai. "Aku lagi beresin barang-barang ...."Seketika, dia langsung melempar meja ke arah Kaeso. Kaeso yang masih kesakitan langsung melompat menghindar. Detik berikutnya, meja itu jatuh di tempat di mana Kaeso berdiri beberapa detik lalu.Kalau bukan karena cepat menghindar, dia mungkin sudah pingsan di tempat."Ka ... kalian ...."Kenapa mereka main fisik? Tidak ada etika sama sekali!"Permisi sebentar ...." Darius yang terdiam sedari tadi, langsung memelesat ke arah Kaeso, lalu ....Dia
"Siang hari aku nggak sempat olahraga, jadi aku lari lebih lama di malam hari."Nadine tetap berdiri di tempat untuk menunggu sampai Arnold mencapai anak tangga yang sama dengannya. Baru setelah itu, mereka berjalan naik bersama."Terima kasih atas bantuanmu hari ini. Kalau nggak, kami pasti sudah diusir."Arnold hanya melambaikan tangan dengan santai. "Nggak usah terlalu sungkan. Lima hari cukup? Kalau kurang, aku bisa coba bicara sama pihak kampus lagi ....""Cukup, cukup."Masalah inspeksi keamanan kebakaran ini melibatkan pihak pemadam kebakaran dan surat perintah renovasi sudah dikeluarkan. Semuanya harus dilakukan sesuai aturan. Bahkan jika kepala universitas turun tangan, masalah ini tidak akan bisa diselesaikan begitu saja.Cepat atau lambat, mereka tetap harus pindah. Jadi, tidak perlu menyulitkan Arnold lebih jauh. Arnold sudah banyak membantunya.Saat berjalan bersama, waktu terasa berlalu lebih cepat. Rasanya mereka baru mengobrol sebentar, tapi tanpa disadari, mereka sudah
Di tengah jalan, Darius ingin membantu, tetapi ditolak."Kamu meremehkanku?" Mikha mendelik.Melihat Mikha bersikeras, ditambah lagi tangannya sendiri sudah membawa dua kantong besar, Darius akhirnya menyerah.Hanya saja, dia tidak menyangka setelah sampai di lantai 7, Mikha berkeringat deras seperti orang yang berjemur di musim panas.Sebaliknya, Darius tetap tenang. Wajahnya tetap normal, napasnya stabil, hanya detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya.Nadine membuka pintu. Dia sudah menyiapkan sandal untuk mereka berdua.Dokter bilang, meskipun kaki yang cedera sudah tidak bengkak lagi dan secara teori sudah bisa digunakan untuk berjalan, demi keamanan, sebaiknya jangan bergerak terlalu banyak dulu.Jadi, begitu pintu terbuka, Darius dan Mikha melihatnya melompat dengan satu kaki. Setelah berdiri dengan stabil, dia baru menurunkan kaki yang cedera, tetapi tetap tidak berani menapakkan terlalu kuat."Aduh! Kak Nadine! Pelan-pelan dong!" Mikha segera maju untuk menopang
"Bagaimana keadaan kakimu?" Arnold baru saja kembali dari laboratorium dan melihat ada kotak paket yang sudah dibuka di depan pintu. Dia langsung tahu bahwa Nadine sudah keluar dari rumah sakit."Dokter bilang nggak ada masalah serius, cuma perlu oleskan obat secara rutin dan periksa kembali seminggu kemudian." Karena teringat sesuatu, Nadine menunduk. "Hari itu ... kalau bukan karena kamu dan Stendy, mungkin aku nggak bisa bertahan selama itu ...."Terutama karena dia sempat mengalami demam. Dia juga mendengar bahwa obat penurun panas yang diminumnya diberikan oleh Arnold.Meskipun pada tengah malam, kesadarannya sempat menurun karena demamnya yang tinggi, dia masih bisa merasakan kehadiran mereka.Dia tahu Arnold memindahkannya ke belakang pilar untuk menghindari angin, juga tahu bahwa dia dan Stendy melingkari tubuhnya untuk memberi kehangatan, bahkan terus-menerus menggunakan alkohol dan kain kasa untuk menurunkan suhu tubuhnya ....Semua itu, Nadine ingat.Termasuk setelah tiba di
Saat ini, Natasha dan Phoebe kembali dari kamar mandi.Kelly buru-buru menepis tangan Teddy, sementara Teddy segera kembali ke tempat duduknya.Phoebe merasakan ada sesuatu yang aneh, jadi bertanya dengan hati-hati, "Kalian ... baik-baik saja?"Teddy diam, menatap lurus ke arah Kelly. Dia menunggu jawaban dari Kelly.Kelly menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum, "Kami baik-baik saja kok."Dari sekadar rekan kerja yang kebetulan tidur bersama, kini mereka menjadi pasangan dalam hubungan terbuka.....Kelly tersadar dari lamunannya. Dia mendorong Teddy yang terus mendekatinya. "Masih belum puas? Cepat nyetir!""Cium lagi dong! Aku belum puas ...."Kelly memutar bola matanya dengan kesal. "Teddy, kamu lebih lengket dari Papu, tahu nggak?"Papu adalah kuda poni dari luar negeri yang Kelly pelihara di peternakan kudanya. Kuda itu sangat ramah, terutama kepada pemiliknya.Setiap kali Kelly datang menemuinya, Papu pasti akan manja dan terus menempel padanya.Teddy pernah ikut melihat sekal
"Sebenarnya, akhir-akhir ini ibuku sering tanya tentangmu," ucap Teddy tiba-tiba."Tanya soal apa?" Kelly tetap menghormati Phoebe.Bagaimanapun, wanita itu langsung memberinya gelang giok berkualitas tinggi saat pertama kali bertemu. Oh ya, gelang itu belum dikembalikan ...."Ibuku tanya kenapa kamu nggak pernah main ke rumah lagi. Dia juga tanya apa aku membuatmu marah.""Terus, kamu jawab apa?""Ehem! Aku bilang ... aku nggak sengaja membuatmu hamil.""Apa?" Kelly langsung syok.Teddy terkekeh-kekeh. "Santai, aku cuma bercanda."Dasar gila!"Aku bilang, kamu sibuk kerja dan mengabaikanku. Terus, aku marah dan buat keributan, sampai akhirnya kamu kesal."Ternyata Teddy ini tahu diri juga, tahu harus mengalihkan kesalahan ke dirinya sendiri. Sudut bibir Kelly sedikit naik.Melihat mood-nya membaik, Teddy buru-buru menawarkan, "Gimana kalau kita lanjut kerja sama? Dengar dulu analisisku .... Pertama, kalau ibu kita tahu kita sudah putus, bisa dipastikan kita bakal kena ceramah, 'kan?"
Tangan nakalnya langsung menyelinap ke bawah sweter Kelly, dengan cekatan membuka kancing di punggungnya."Kelly ... Kelly ...." Sambil mencium, Teddy juga memanggil namanya dengan penuh gairah. Suaranya lembut, tetapi gerakannya ganas, seolah-olah ingin melahap Kelly.Kelly mengerahkan sedikit tenaga untuk mendorongnya menjauh. Pipinya merona, napasnya sedikit tersengal. "Siang bolong begini, kamu mau melakukan hal mesum? Minggir."Teddy tampak tidak puas. "Biarin aku cium sebentar lagi ...." Sambil berbicara, dia kembali mendekat. "Dua hari ini kamu sibuk jagain Nadine di rumah sakit, aku kangen sekali tahu!""Kangen aku?" Kelly meliriknya dengan ekspresi pasrah. Dia tahu betul seperti apa Teddy ini. "Lebih baik tutup mulutmu.""Hehe, benar sekali. Aku kangen tidur denganmu, kenapa memangnya?" Teddy pun merentangkan lengannya, memeluknya erat, seperti koala yang malas.Kelly sudah terbiasa dengan tingkah tidak tahu malunya ini. Dengan tenang, dia berkata, "Kamu ini Teddy yang dikelil
"Ka ... kalian berdua ngapain?" Teddy berdiri terpaku di tempat dengan ember di tangannya. Matanya melebar seperti orang bodoh.Kelly dan Nadine serentak menoleh ke arahnya."Kenapa lama banget? Suruh beli ember doang, malah pergi satu jam." Sambil bicara, Kelly merebut ember dari tangannya. Saat menoleh ke Nadine lagi, senyuman kembali muncul di wajahnya. "Aku sudah siapin air hangat. Nanti aku bantu lap badanmu supaya kamu merasa lebih nyaman.""Terima kasih, Kelly. Kamu baik banget.""Kalau begitu, lain kali jangan menghindar. Kasih aku cium kamu ....""Nggak bisa. Aku tiduran seharian. Muka belum cuci, rambut belum sisir, mana bisa terima ciuman dari dewi?""Nggak masalah, aku nggak keberatan kok."Sementara itu, Teddy yang embernya direbut masih tertegun di tempat. Apa-apaan ini?"Hah? Logo ini ...." Kelly menatap ember itu beberapa saat seperti melihat hantu. "Jangan bilang kamu beli ini di toko Hermes?""Iya!" Teddy mengangkat dagu sedikit dan mendengus ringan. "Gimana? Seleraku
Kode sandi untuk membuka ponsel dan melakukan pembayaran ....Arnold menjawab tanpa menoleh sama sekali. Nada bicaranya juga sama menyebalkannya dengan sosok punggungnya. "Dia yang kasih tahu aku."Stendy dan Reagan pun tidak bisa berkata-kata.....Saat Nadine terbangun, langit di luar jendela sudah terang. Tidak ada sinar matahari, tapi juga tidak sedang hujan. Angin musim dingin bertiup kencang menerpa ranting pohon yang gersang. Tidak ada sehelai pun daun yang tersisa di dahannya.Nadine duduk perlahan. Aroma khas disinfektan rumah sakit langsung menusuk hidung dan membuatnya refleks mengusap pelipis dan hidung.Saat melirik ke arah pergelangan kakinya yang cedera, Nadine mendapati kakinya sudah dibalut rapi. Dia tak bisa melihat jelas kondisinya, tapi tetap mencoba menggerakkannya sedikit.Untung saja .... Meski masih terasa nyeri, kakinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.Saat itulah Kelly masuk ke kamar sambil membawa termos berisi air hangat. Begitu melihat Nadine sudah du
Clarine menatap kesal ke arah mobil kakaknya yang melaju mengejar ambulans yang membawa Nadine. Dia sampai mengentakkan kakinya karena kesal. Padahal, dia adik kandung Reagan! Padahal mereka searah, tapi Reagan malah tidak mau membawanya ....Lagi-lagi ... semua ini karena Nadine. Clarine merasa, dia dan Nadine sepertinya memang ditakdirkan saling bertentangan sejak awal!....Rumah Sakit Pusat – Instalasi Gawat Darurat.Setelah menanyakan kondisi pasien, dokter segera menginstruksikan pemeriksaan menyeluruh untuk Nadine.Saat Stendy menyampaikan informasinya, Arnold yang berdiri di samping langsung menambahkan dengan detail. Dari berapa suhu tubuh Nadine, kapan demamnya mulai mereda, pukul berapa dia mulai berkeringat, dan seterusnya ....Sampai-sampai sang dokter sempat melirik Arnold dengan takjub. Setelah pemeriksaan selesai, Nadine dipindahkan ke ruang rawat. Dalam perjalanan, dia sempat siuman sebentar.Arnold langsung mendekat. "Nadine, kamu bisa dengar aku?"Gadis itu menganggu
Mikha dan Darius juga segera ikut membantu. Tak lama kemudian, ambulans pun tiba.Begitu perawat dan dokter memastikan siapa pasiennya, mereka langsung melakukan pemeriksaan awal. Setelah kondisi Nadine dipastikan stabil untuk dipindahkan, mereka dibantu oleh Arnold dan Stendy untuk mengangkat tubuhnya ke atas tandu dan mendorongnya masuk ke dalam mobil.Perawat yang ikut serta bertanya, "Ada keluarga pasien? Cepat naik!""Aku!""Aku bisa!""Aku!"Ketiga suara terdengar bersamaan.Perawat mengernyit. "Dua orang saja cukup. Sisanya silakan ke rumah sakit pakai kendaraan sendiri." Dia menunjuk ke arah Arnold dan Stendy. Lagi pula, dari tadi mereka yang tampak paling sigap. Wajah mereka sama-sama lelah, penuh kekhawatiran, tapi tidak tampak dibuat-buat.Sedangkan pria satu lagi yang tertinggal ....Sebelum menutup pintu, perawat melirik sekilas ke arah Reagan. Pria itu masih bau alkohol, wajahnya kusut tak karuan, matanya seperti bisa membunuh orang kapan saja.Lupakan saja.Karena tidak