Share

Ibu

Penulis: Bunda Ainuha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Makan dulu ya ... biar Ibu ambilkan," tawarnya bangkit tanpa menunggu persetujuan.

"Bu .... " panggilku gamang, terdengar llirih selaras dengan dengan asa yang melemah.

Ibu berhenti.

Namun tidak menoleh.

Dari balik punggungnya, kulihat lengan itu mengusap sudut netra. Lantas berbalik bersama senyum sumbangnya.

"Iya .... " sahut Ibu.

Aku menunduk.

menghembuskan nafas berat dan kembali medongak dengan bibir gemetar.

"Maafkan aku, Bu ... maafkan aku harus pulang seperti ini," lirihku, sangat pelan. Bahkan, terdengar samar di rungu sendiri.

Andai bisa terus berpura baik-baik saja ... maka aku akan memilih untuk melakukannya. Tapi keadaan memaksa lain ... aku harus kembali, dalam kondisi paling memprihatinkan.

"Kamu tak salah, Nak. Ini rumahmu ... kamu bisa pulang kapanpun itu,"

Berhambur, tak lagi mampu kutekan pilu, memeluk erat wanita yang dulu telah manjadi perantara kehadiranku.

"Kamu baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu, lekat menatap bersama embun di sudut netra.

"Tidak, Bu ... aku tidak baik-baik saja. Aku sudah berusaha ... sangat keras untuk mempertahankan pernikahan ini. Tapi tak bisa, Bu. Mas Brian memutuskan untuk berhenti, mengantarkan aku kembali pada kalian," ungkapku tak tertahan.

"Tidak apa-apa ... tidak apa-apa. Biarlah, bila Brian sudah berkata seperti itu. Artinya dia memang sudah tak lagi menginginkan dirimu ... meski tak mudah tapi kembali pada kami adalah pilihan terbaik, Nak,"

"Aku sudah berusaha sangat keras, Bu. Menjalankan peran sebagai seorang Istri juga Ibu dari anakku ... tapi Mas Brian tak mau mengerti, sampai hati berlaku seperti ini. Apakah aku memang terlihat seburuk itu, Bu? Hingga harus tertolak sebagai seorang Istri?"

"Jangan kau salahkan dirimu sendiri, Nak. Status itu memang tak mudah. Bukan hanya lelah ... seringkali sebagai perempuan kita pun dituntut selalu mengalah, Ikhlas dan sabar itu adalah kuncinya, tetap bersyukur itu adalah penguat dalam rumahtangga. Namun, bila semua sudah dilakukan tapi seorang suami tetap ingin perpisahan ... tak ada yang bisa kita lakukan. Karena ucapannya adalah mutlak meski hanya sebatas candaan," ujar Ibu, lembut mengelus punggungku.

Aku menggelng. Dan terus menggelengkan kepala.

"Hanya pertengkaran kecil, Bu ... masalah sepele. Tapi entah mengapa Mas Brian tega mengucap kalimat itu ... aku sudah bersujud, memohon di kakinya ... tapi tetap saja tak mampu meruntuhkan keputusannya," ucapku tersenggal.

"Aku harus bagaimana lagi, Bu? Delapan tahun, tak lelah aku mengabdi, santun melayani dengan penuh keikhlasan. Namun, kini apa yang kudapatkan ... jangankan kasih, sekedar ucapan terimakasih pun tak sudi Ia berikan,"

"Apakah aku seburuk itu, Bu? Apakah Putrimu ini sehina itu?! Hingga harus dibuang seperti ini?" imbuhku mencerca.

"Istighfar, Nak ... sebut asma Allah," tandas Ibu terisak.

"Kamu tidak sendirian ... ada kami. Bila memang suamimu sudah tak lagi menginginkanmu, maka ingatlah ada kami yang akan selalu menerima kehadiranmu, penuh kasih tanpa tepi,"

"Ibu ....," lirihku tergugu.

"Saat ini mungkin akan memjadi masa tersulitmu, Nak. Tapi kami akan selalu ada bersamamu dan mendukungmu. Percayalah ... waktu akan menyembuhkan luka dan sakitmu. Insyaallah ...."

"Tapi bagaimana dengan Agam, Bu? Dia masih kecil dan sangat dekat dengan Mas Brian. Bagaimana jika esok dia bertanya tentang kami yang tak lagi duduk bersama, tentang kami yang tinggal terpisah, tentang kami yang tak lagi bercanda ria? Anak ini masih sangat lugu, belum mengerti arti sebuah perpisahan ... dengan cara seperti apa harus kujelaskan semuanya?"

"Suatu saat Agam pasti akan mengerti, Nak. Langitkan namanya ... kamu ingat kan, doa seorang Ibu mustajab bagi sang putra. Pasrahkan semua pada Allah ... biarkan segalanya berlalu sesuai dengan ketentuan-Nya," ucap Ibu yakin, beralih menatap cucunya.

***

Bab terkait

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Bapak

    Pagi ini tak lagi sama, kulalui masa dengan suasana dan kebiasaan berbeda. Tak terbanyang memang, menikah di usia belia membuatku menjadi janda di umur yang relatif masih muda. Dua puluh sembilan tahun. Iya, bahkan belum genap kulewati sisanya. Tapi, kini aku harus rela, lebih tegar bila ada yang berkata kurang baik tentang kisahku, tentang statusku, tentang perilakuku. Bahkan, aku pun harus ikhlas bila nanti senyum sapaku menjadi tak benar bagi sebagian orang.Merenung, jauh netra ini memandang jauh, banyak hal yang sangat kurindukan, banyak pula waktu yang kukenang. Tapi, kini semua tak akan kembali, masa itu telah benar-benar pergi, meninggalkanku seorang diri."Nduk ...." panggil Bapak, lembut memegang bahu, mengejutkanku.Tergagap, aku menoleh cepat, tak sempat menghapus bulir yang entah sejak kapan membanjiri pipi."Pagi-pagi seperti ini paling enak menyesap kopi ya .... " tutur Bapak, meletakkan bobot tubuh tepat di sebelahku."Eh,

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Datang

    "Amalia ...." panggil Bapak pagi ini. Sudah hampir satu minggu disini tapi aku masih berusaha keras untuk membiasakan diri.Bukan hanya tentang suasana, tapi juga berbagai macam pertanyaan para tetangga sekaligus isu miringnya."Iya, Pak," jawabku santun, mengayun langkah menghampiri."Kamu bisa ikut Bapak ke toko?" Beliau adalah si pemilik sebuah toko bengunan, yang berdiri tepat di ujung jalan. Tak besar memang tapi cukup ramai pelanggan. Oleh sebab, waktu yang sudah sangat lama ia jalankan. Tiga puluh lima tahun, bahkan tempat Bapak mencari nafkah itu lebih lama didirikan sebelum aku dilahirkan."Bapak sangat kewalahan, Nak. Mbak Nuril resign karena mau ikut suaminya pindah ke luar kota ... kurasa Bapak sudah sangat tua untuk berurusan dengan rentetan angka ... Pusing ... apa kau bisa membantu Bapak?"Tersenyum, kutarik kedua sudut bibir simpul. Aku tahu, ini adalah cara Beliau untuk menghapus pilu ini, menyingkirka

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Rujuk yang Kau Tawarkan

    "Amalia ... aku mohon. Ikutlah pulang bersamaku. Kita bisa memperbaiki semuanya ... menjadi lebih baik lagi," pinta Mas Brian, menekan kata, menegaskan kesungguhan.Tergelak, aku tertawa sinis."Apa yang ingin kau perbaiki, Mas?! Tak ada ... semuanya sudah hancur, tak tersisa," tangkisku tajam, lebar membuka netra."Pernikahan, Amalia ... rumahtangga kita," ucap Mas Brian tergagap, bingung."Rumahtangga kita telah berarang, Mas?! Dan kau adalah sosok yang membakarnya! Apa kau lupa ... atau pura-pura tak mengingatnya?!" Seruku gusar, menggeleng kuat.Sungguh, aku tak lagi mengerti apa yang ada dibalik kepalanya. Setelah dipatahkan, kini ia menutut serpihan ini kembali tegak?!"Aku tahu ... aku tahu, Amalia. Tapi kita bisa rujuk dan membangunnya kembali, bukan? Dengan niat lurus dan cara yang lebih baik lagi,"Tergelak, kembali aku menepis pinta dengan tawa sengit. "Saat hati ini benar-benar telah habis terkoyak

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Fakta yang Kusuguhkan

    Sungguh, aku pun tak mengira mahligai yang tersusun oleh kepingan cinta itu harus berakhir tanpa makna. Dulu kukira cinta bisa membeli segalanya. Kenyamanan, pengertian, perhatian, pengorbanan, kesetiaan, kebahagiaan ... semuanya ... semuanya.Tapi faktanya prasangka itu tak benar, janji cinta itu tak nyata. Aku tak mendapatkannya ... satu pun tak kuperoleh dalam mahligai berlandas cinta."Amalia ... aku mohon percayalah padaku ... sekali ini saja kembali lah ... demi Agam ... demi masa depannya ....""Demi Agam?! Hah! Bahkan kau mengusir putra kecil kita dengan halus tutur katamu itu, Mas! Apa kembali kau tak mengingat semuanya?! Baru seminggu, Mas. Bahkan belum genap tujuh hari kau melewatinya ... tapi mengapa kau bisa melupakan banyak hal?!""Amalia .... " lirihnya lesu, melipat rahang tak berdaya."Mungkin akan kupikirkan bila kemarin kau bersikap lebih bijak. Menahan Istrimu, mempertahankan pernikahan, meredakan segala prahara. Tapi

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Mertua

    Di kamar ini kulalui malam seorang diri. Tentang sepi usah ditanya lagi seerat apa kami berkarib. Sungguh, kini hanya dia yang setia menemani, kuat memeluk kesendirian ini.Di sudut itu, biasanya tertumpu netra ini pada keelokan paras Amalia, tengah masyuk membersihkan wajah ayunya. Katanya sih, itu sebuah kewajiban bagi seorang wanita agar elok itu tetap terjaga. Entahlah, yang pasti aku tak tertarik melakukannya.Rengekan Agam pun terdengar riuh, memenuhi seluruh ruangan. Memanggil sang Bunda tak sabar, meminta ditemani dalam pelukan. Meski, aku ada bersamanya.Hubungan mereka memang lah sangat erat, sedekat darah dalam nadi. Indah, melebihi goresan warna di langit biru.'Argh! Amalia ... apa yang harus kulakukan untuk membawamu kembali?' Jeritku meraung, rapat tersimpan dalam hati.Rindu ini terasa sangat kuat mendentum jiwa. Andai ia memiliki warna, mungkin telah pekat tak berpori.Dalam keputusasaan, layar pipih itu memanggil. Sebelum akhirnya hening tak lagi berbunyi.[Nak, beso

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Sakit Hati Seorang Ibu

    Cintanya pada Amalia. Memang sangat lah besar dan nyata. Bahkan, tak henti Beliau selalu membanggakan pribadi menantunya itu.Dan kini, kenyataan berlaku begitu pahit ... sangat getir untuk diterima nalarnya."Tanpa memberitahu Ibu ... kau ambil keputusan seberat itu, Nak? Kenapa?! Apa kau tak lagi membutuhkan pendapat Ibu?!" Serunya, mendongak, deras mengalir air dari ke dua sudut netra senjanya.Usianya tak lagi muda, tapi luka itu harus Beliau rasa. Sungguh, bukan hanya tak pantas dibangga. Aku pun menjadi sosok anak tak berguna."Maaf, Bu ... maafkan aku," lirihku bersimpuh, eret memeluk lututnya."Mengembalikan seorang Istri pada orangtuanya bukanlah hal yang patut kau sebut sebagai ketidaksengajaan, Nak ... Tak pantas kau sebut seperti itu," lirih Ibu nyaris tak terdengar. Tersedu. Iya, wanita yang selalu kukagumi itu mulai terisak pilu, menyayat perih, mengiris kalbu."Aku tahu ... aku memang telah bersalah menge

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Datang

    Tak henti kucoba menekan gundah, melirihkan gejolak yang terasa keras mendentum dada. Namun, upayaku jauh dari kata sempurna. Bahkan layak dikata tak berguna sebab getir itu tetap ada, semakin tinggi merangkak memposisikan diri. Lurus menatap, kucoba untuk tetap fokus. Perjalanan masih sangat panjang. Dan pastinya aku berharap selamat senantiasa mengiringi sampai tujuan. "Bila nanti Amalia mau kembali ... tolong jaga dia, Nak. Perlakukan dirinya dengan cara terbaik," tutur Ibu tanpa benar-benar menatapku. Netranya berembun. Iya! Sejak tak mendapati keberadaan sang menantu, pelupuk itu tak pernah benar-benar kering. "Pasti, Bu ... Pasti," ucapku, mencoba meyakinkan, menanam kembali benih kepercayaan. Sungguh, telah sangat jauh aku membuang sikap itu. Kikir. Iya! Meski sampai saat ini aku pun belum bisa menerima bila diriku disebut sehina itu. Namun, demi utuhnya bahtera pernikahan. Aku rela ... sungguh tak apa bila harus kus

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Bijak

    "Sebelumnya, saya minta maaf bila kedatangan kami kemari menganggu waktu Bu zainab," ucap Ibu terjeda. "Baru kemarin saya mengetahui tentang apa yang telah menimpa pernikahan anak-anak kita, Bu. Saya tidak menyangka Brian akan bertindak sejauh itu ... mengembalikan Istri pada orangtuanya. Sungguh, itu adalah kesalan besar ... dan saya sangat murka pada keputusan Brian," "Iya, memang sudah seharusnya seperti itu," timpal Bu zainab menatapku tajam. "Saya berharap ... semua ini masih bisa diperbaiki dan Nak Amalia mau lagi kembali ke rumah bersama Brian," "Kembali?! Sebagai seorang Ibu kurasa hati ini tak akan mampu melepas Putriku pada lelaki yang ... maaf ... seperti Nak Brian ini," "Saya faham, Bu. Tentang rasa khawatir yang saat ini Ibu zainab rasa ... saya sangat mengerti. Tapi ... InsyaAllah Brian telah menyadari letak kesalahannya dan tak akan mengulangi di masa mendatang. Bukan begitu, Nak?" tandas Ibu sejenak mengalihkan netra

Bab terbaru

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Siapa Lelaki Itu?

    "Buk, apa aku harus pergi ke rumah orang pintar untuk meminta bantuan mengembalikan Amalia," ujarku meminta pendapat sang Ibunda.Kalut, sungguh aku tak tahu lagi harus berusaha dengan cara seperti apa. Berbagai macam hal telah kulakukan namun semua terpatahkan sia-sia.Kesekian kali Amalia kembali meruntuhkan apa yang disebut sebagai asa. Lalu salahkan bila kini aku mulai putus asa?! Tidak! Ini bukan putus asa tapi wujud dari betapa besar kegigihan ini untuk kembali mengikatnya."Astagfirullah ... apa yang kau pikirkan, Nak. Istighfar ... minta perlindungan Allah," ucap Ibu terhenyak dengan nada sedikit lebih tinggi."Tapi ini seorang ustadz, Buk. Pasti baik karena beliau rekomendasi dari teman kantorku," sanggahku meyakinkan."Ustadz?! Ustadz seperti apa yang kau maksud itu?!""Beliau tidak menggunakan jampi-jampi atau bacaan-bacaan yang keluar dari kaidah islam. Tapi, ayat Al-Quran. Iya, Beliau menggunakan itu untuk membantu o

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Setahun Setelah Berpisah

    Lunglai, kutapaki langkah tak berdaya. Harapan untuk bisa bersatu kini semakin nyata tak akan pernah bisa. Meski telah kubawa malaikat tanpa sayap untuk memberikan pengertian. Nyatanya, Amalia tak lagi mau mengerti. "Datanglah bila memang kau merindukan Agam, Mas. Aku tak akan memberikan batasan apapun untuk kalian bersua atau memberi sekat dalam kasih kalian. Tak akan ... tapi cukup untuk itu. Jangan lebih ... apalagi memintaku kembali," tandas Amalia saat aku pamit, hendak pergi. Iya, itulah kalimat terakhir yang keluar dari wicaranya. Meski terucap lembut namun sangat tajam menggores, mencipta luka. Untuk Agam dia menginginkan yang terbaik ... tapi untuk hubungan kami dia memutuskan hal yang paling buruk. Tak apa ... mungkin ini adalah hukuman untukku. Sosok suami yang tak bisa menghargai perjuangan seorang Istri. Namun bukan berarti aku akan benar-benar berhenti ... tidak! Aku tak selemah itu. Walau tidak untuk sekarang. Tapi aku percaya s

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Keputusan

    "Amalia .... " lirihku perih. Sungguh, kenyataan ini begitu pahit untuk sekedar kudengar. Apalagi bila harus kujalani. Sefatal itu kah kesalahan ini hingga ampunan pun tak pantas kumiliki? "Cukup, Mas! Cukup! Berhentilah ... jangan lagi datang kemari untuk mengemis seperti ini!" Tandas Amalia, lantang membelah luka. "Berhenti? Dengan cara apa aku bisa berhenti memperjuangkan Istri dan juga anakku ... dengan cara apa, Amalia ... dengan cara seperti apa?!" Tanyaku frustasi. Nampak jelas Amalia menggelengkan kepala pelan, melebarkan kelopak tak percaya. "Dengan cara apa?! Mengapa kau tanyakan itu padaku, Mas?! Mengapa?! Oh ya, bukankah kemarin kau bilang tentang langkah kita yang tak lagi selaras? Dan kau pun juga berucap untukku berlaku ikhlas? Lakukan saja seperti itu, Mas?! Sebagaimana yang kau perintahkan padaku ... lakukan saja seperti itu," tandas Amalia, tertawa sengit. "Nak .... " panggil Ibu menghentikan per

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Bijak

    "Sebelumnya, saya minta maaf bila kedatangan kami kemari menganggu waktu Bu zainab," ucap Ibu terjeda. "Baru kemarin saya mengetahui tentang apa yang telah menimpa pernikahan anak-anak kita, Bu. Saya tidak menyangka Brian akan bertindak sejauh itu ... mengembalikan Istri pada orangtuanya. Sungguh, itu adalah kesalan besar ... dan saya sangat murka pada keputusan Brian," "Iya, memang sudah seharusnya seperti itu," timpal Bu zainab menatapku tajam. "Saya berharap ... semua ini masih bisa diperbaiki dan Nak Amalia mau lagi kembali ke rumah bersama Brian," "Kembali?! Sebagai seorang Ibu kurasa hati ini tak akan mampu melepas Putriku pada lelaki yang ... maaf ... seperti Nak Brian ini," "Saya faham, Bu. Tentang rasa khawatir yang saat ini Ibu zainab rasa ... saya sangat mengerti. Tapi ... InsyaAllah Brian telah menyadari letak kesalahannya dan tak akan mengulangi di masa mendatang. Bukan begitu, Nak?" tandas Ibu sejenak mengalihkan netra

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Datang

    Tak henti kucoba menekan gundah, melirihkan gejolak yang terasa keras mendentum dada. Namun, upayaku jauh dari kata sempurna. Bahkan layak dikata tak berguna sebab getir itu tetap ada, semakin tinggi merangkak memposisikan diri. Lurus menatap, kucoba untuk tetap fokus. Perjalanan masih sangat panjang. Dan pastinya aku berharap selamat senantiasa mengiringi sampai tujuan. "Bila nanti Amalia mau kembali ... tolong jaga dia, Nak. Perlakukan dirinya dengan cara terbaik," tutur Ibu tanpa benar-benar menatapku. Netranya berembun. Iya! Sejak tak mendapati keberadaan sang menantu, pelupuk itu tak pernah benar-benar kering. "Pasti, Bu ... Pasti," ucapku, mencoba meyakinkan, menanam kembali benih kepercayaan. Sungguh, telah sangat jauh aku membuang sikap itu. Kikir. Iya! Meski sampai saat ini aku pun belum bisa menerima bila diriku disebut sehina itu. Namun, demi utuhnya bahtera pernikahan. Aku rela ... sungguh tak apa bila harus kus

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Sakit Hati Seorang Ibu

    Cintanya pada Amalia. Memang sangat lah besar dan nyata. Bahkan, tak henti Beliau selalu membanggakan pribadi menantunya itu.Dan kini, kenyataan berlaku begitu pahit ... sangat getir untuk diterima nalarnya."Tanpa memberitahu Ibu ... kau ambil keputusan seberat itu, Nak? Kenapa?! Apa kau tak lagi membutuhkan pendapat Ibu?!" Serunya, mendongak, deras mengalir air dari ke dua sudut netra senjanya.Usianya tak lagi muda, tapi luka itu harus Beliau rasa. Sungguh, bukan hanya tak pantas dibangga. Aku pun menjadi sosok anak tak berguna."Maaf, Bu ... maafkan aku," lirihku bersimpuh, eret memeluk lututnya."Mengembalikan seorang Istri pada orangtuanya bukanlah hal yang patut kau sebut sebagai ketidaksengajaan, Nak ... Tak pantas kau sebut seperti itu," lirih Ibu nyaris tak terdengar. Tersedu. Iya, wanita yang selalu kukagumi itu mulai terisak pilu, menyayat perih, mengiris kalbu."Aku tahu ... aku memang telah bersalah menge

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Mertua

    Di kamar ini kulalui malam seorang diri. Tentang sepi usah ditanya lagi seerat apa kami berkarib. Sungguh, kini hanya dia yang setia menemani, kuat memeluk kesendirian ini.Di sudut itu, biasanya tertumpu netra ini pada keelokan paras Amalia, tengah masyuk membersihkan wajah ayunya. Katanya sih, itu sebuah kewajiban bagi seorang wanita agar elok itu tetap terjaga. Entahlah, yang pasti aku tak tertarik melakukannya.Rengekan Agam pun terdengar riuh, memenuhi seluruh ruangan. Memanggil sang Bunda tak sabar, meminta ditemani dalam pelukan. Meski, aku ada bersamanya.Hubungan mereka memang lah sangat erat, sedekat darah dalam nadi. Indah, melebihi goresan warna di langit biru.'Argh! Amalia ... apa yang harus kulakukan untuk membawamu kembali?' Jeritku meraung, rapat tersimpan dalam hati.Rindu ini terasa sangat kuat mendentum jiwa. Andai ia memiliki warna, mungkin telah pekat tak berpori.Dalam keputusasaan, layar pipih itu memanggil. Sebelum akhirnya hening tak lagi berbunyi.[Nak, beso

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Fakta yang Kusuguhkan

    Sungguh, aku pun tak mengira mahligai yang tersusun oleh kepingan cinta itu harus berakhir tanpa makna. Dulu kukira cinta bisa membeli segalanya. Kenyamanan, pengertian, perhatian, pengorbanan, kesetiaan, kebahagiaan ... semuanya ... semuanya.Tapi faktanya prasangka itu tak benar, janji cinta itu tak nyata. Aku tak mendapatkannya ... satu pun tak kuperoleh dalam mahligai berlandas cinta."Amalia ... aku mohon percayalah padaku ... sekali ini saja kembali lah ... demi Agam ... demi masa depannya ....""Demi Agam?! Hah! Bahkan kau mengusir putra kecil kita dengan halus tutur katamu itu, Mas! Apa kembali kau tak mengingat semuanya?! Baru seminggu, Mas. Bahkan belum genap tujuh hari kau melewatinya ... tapi mengapa kau bisa melupakan banyak hal?!""Amalia .... " lirihnya lesu, melipat rahang tak berdaya."Mungkin akan kupikirkan bila kemarin kau bersikap lebih bijak. Menahan Istrimu, mempertahankan pernikahan, meredakan segala prahara. Tapi

  • Tak Sengaja Kutalak Istriku   Rujuk yang Kau Tawarkan

    "Amalia ... aku mohon. Ikutlah pulang bersamaku. Kita bisa memperbaiki semuanya ... menjadi lebih baik lagi," pinta Mas Brian, menekan kata, menegaskan kesungguhan.Tergelak, aku tertawa sinis."Apa yang ingin kau perbaiki, Mas?! Tak ada ... semuanya sudah hancur, tak tersisa," tangkisku tajam, lebar membuka netra."Pernikahan, Amalia ... rumahtangga kita," ucap Mas Brian tergagap, bingung."Rumahtangga kita telah berarang, Mas?! Dan kau adalah sosok yang membakarnya! Apa kau lupa ... atau pura-pura tak mengingatnya?!" Seruku gusar, menggeleng kuat.Sungguh, aku tak lagi mengerti apa yang ada dibalik kepalanya. Setelah dipatahkan, kini ia menutut serpihan ini kembali tegak?!"Aku tahu ... aku tahu, Amalia. Tapi kita bisa rujuk dan membangunnya kembali, bukan? Dengan niat lurus dan cara yang lebih baik lagi,"Tergelak, kembali aku menepis pinta dengan tawa sengit. "Saat hati ini benar-benar telah habis terkoyak

DMCA.com Protection Status