Bab IV
Tak Seindah Malam Pertama(Bukan Menantu Impian)
Bu Marni semakin tidak suka ketika Ibnu menyegerakan pernikahan mereka. Tidak sampai satu bulan sejak dikenalkan dengan bu Marni, Ibnu telah resmi mempersunting Maya. Pupus harapan bu Marni untuk berbesanan dengan sahabatnya.
***********************
Semua hal yang dilakukan Maya selalu salah di mata bu Marni. Pernah dulu saat awal-awal menikah, ketika mereka tinggal di kediaman Ibnu. Saat itu, Maya membantu bu Marni mencuci baju, tetapi sesaat setelah Maya selesai menjemur baju, bu Marni mengambil semua baju yang sedang dijemur oleh Maya dan mencucinya ulang. Alasannya karena baju itu dirasa kurang bersih, padahal Maya mencuci dengan tangannya sendiri dan telah dibilas berulang kali. Bahkan ia sengaja menggunakan sabun cuci dengan takaran lebih banyak dari biasanya agar hasil lebih bersih dan wangi. Tapi apa mau dikata, segala usahanya tampak sia-sia. Maya hanya bisa berusaha bersabar. Ia yakin bahwa dengan kesabaran, ia bisa meluluhkan hati bu Marni.
Pernah juga, bu Marni membuang masakan bikinan Maya. Alasannya karena masakan itu terlalu asin. "Apa kamu tidak tau, May… makanan asin ini bisa membuat tekanan darahku naik? memang sih, seseorang yang tensinya tinggi bisa berisiko mengalami stroke dan mati." Kalimat pelan tapi menusuk yang diucapkan oleh Bu Marni cukup membuat Maya tau diri. Keberadaannya di rumah itu tidak diinginkan.
“Dek, gimana, mau nggak?” Suara Ibnu membuyarkan lamunan Maya.
“Mau, Mas … mau donk, aku juga dah kangen sama Ibu, dah lama ‘kan kita nggak kesana.” Jawab Maya menutupi kegundahan hatinya.
Sebelumnya Ibnu telah bercerita bahwa akhir minggu ini, Bagas, adik semata wayangnya akan mengadakan acara ‘mitoni´ untuk merayakan tujuh bulan kehamilan istrinya. Acara berupa pengajian dengan mengundang ustadz, keluarga dan tetangga di sekitar rumah. Bagas memang masih tinggal bersama bu Marni.
Sore harinya, Maya dan Ibnu telah bersiap menggunakan baju batik dengan motif yang sama. Ibnu menggunakan kemeja lengan pendek berwarna biru muda, dipadukan dengan celana jeans hitam dan sandal casual. Sengaja memilih sandal, karena acara akan dilaksanakan di rumah dengan konsep lesehan sehingga memudahkan Ibnu jika hendak melepas alas kaki.
Sedangkan Maya, ia menggunakan tunik yang terbuat dari bahan satin dengan rompi minimalis yang bercorak batik, bermotif sama dengan kemeja Ibnu. Ia mengenakan celana legging berwarna hitam dipadukan dengan sandal high heels, memperlihatkan kakinya yang jenjang. Paduan jilbab pashmina berwarna biru muda semakin mempercantik tampilannya.
Di sepanjang jalan, Maya dan Ibnu tidak banyak mengobrol. Maya sibuk dengan pikirannya, menata hatinya, mempersiapkan diri menghadapi sikap ibu mertuanya yang mungkin saja tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Sedang Ibnu diam, fokus menyetir mobil. Ia sengaja memilih jalan ‘ringroad’ untuk menuju rumah ibu. Di samping untuk menghindari macet, ringroad ini juga satu-satunya jalan di Jogja yang paling lebar, sehingga bisa mempercepat waktu perjalanan.
“Assalamualaikum ….” Ibnu mengucapkan salam sambil menggandeng Maya masuk ke rumah bu Marni.
“Waalaikumsalam …. “ Jawab bu Marni sambil berjalan menyambut Ibnu dan Maya.
Ibnu menyalami dan mencium tangan bu Marni penuh takzim. Dilanjutkan Maya yang juga melakukan hal serupa. “Ibnu, kok kamu agak kurusan? Dulu waktu kamu tinggal sama Ibu lebih berisi.” bu Marni berkata sambil menggandeng tangan Ibnu, mengarahkan Ibnu untuk duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Maya mulai merasakan aura tidak nyaman. Kalimat bu Marni seolah hendak mengatakan bahwa sebagai istri ia tidak bisa merawat Ibnu.
“Bukan kurus, Bu, tapi memang Ibnu sekarang rajin olahraga dua kali tiap minggunya. Jadi, mungkin badan Ibnu lebih berisi, lebih padat. Kemarin waktu Ibnu nimbang berat badan, masih sama kok, Bu.” Jawab Ibnu, berusaha menenangkan bu Marni.
Bu Marni tersenyum kecut menanggapi kalimat Ibnu. “Kapan kalian ngasih ibu cucu? Sudah dua tahun lo, kalian menikah?” Tanya bu Marni lagi, sambil melirik Maya.
“Kamu tidak KB ‘kan, May? Banyak istri-istri jaman sekarang yang nggak mau hamil karena nggak mau badannya berubah.”
“Nggak, Bu… Maya nggak KB. Mohon doanya saja, Bu, semoga saya dan Mas Ibnu segera diberi momongan.” Jawab Maya lembut.
Andai bu Marni tau, bahwa Maya pernah hamil dan bukan anak Ibnu, entah akan sebenci apa bu Marni pada Maya. Tidak ada yang tau tentang kehamilan Maya, kecuali Ibnu dan bu Ratih, ibunya Maya. Mereka berhasil menutup rapat aib itu. Kehamilan Maya pun tidak bertahan lama, seminggu setelah kematian bu Ratih, Maya mengalami pendarahan. Rasa sedih juga penyesalan mempengaruhi kehamilan Maya hingga akhirnya ia keguguran, saat itu kehamilan Maya baru berusia 3 bulan.
Saat menikah, Maya telah kembali sehat. Tidak ada yang menyangka bahwa Maya baru saja keguguran. Bentuk tubuh Maya juga ramping, sehingga tidak terlihat bahwa ia pernah hamil.
“Itulah akibatnya kalau kamu nggak nurut sama ibu. Coba kalau kamu dulu nikahnya sama ….”
Belum selesai bicara, Ibnu sudah memotong perkataan ibunya. “Tolonglah, Bu, jangan bahas itu lagi. Ibu nggak kasihan sama Bagas, masak di hari istimewanya, kita malah berdebat masalah yang nggak penting seperti ini, Bu.” Bagas mengelus tangan Bu Marni, berharap ibunya berhenti menyudutkan Maya.
“Tapi memang benar ‘kan, lihat adikmu Bagas, dia nurut sama ibu, makanya belum juga 3 bulan menikah, istrinya sudah hamil.” Bu Marni masih belum mau berhenti bicara.
“Bu ….” Bagas menatap ibunya dengan tatapan memohon. Akhirnya, bu Marni diam, hanya helaan nafasnya yang menunjukkan bahwa sebenarnya masih banyak hal yang ingin ia ungkapkan.
Maya menunduk. Jika saja bisa, ia ingin pulang, tak mau berada di rumah itu. Rumah yang besar, tetapi tidak mampu membesarkan hatinya. Ia merasa kerdil. Merasa terasing berada di keluarga itu.
Tepat pukul tujuh malam, acara dimulai. Semua tamu undangan sudah duduk lesehan di pendopo depan rumah. Rumah bu Marni memang besar, terdiri dari 2 bangunan. Bangunan belakang berupa rumah besar yang memiliki 5 kamar tidur, model bangunan berupa limasan yang dindingnya dilapisi batu marmer, sedang pintu-pintunya terbuat dari kayu jati yang penuh ukiran. Perpaduan antara rumah gaya jawa dan modern.
Bangunan depan berupa pendopo yang luas, biasa digunakan untuk acara-acara yang menghadirkan banyak orang. Seperti malam ini, semua tamu undangan telah hadir, mereka duduk lesehan, berputar membentuk lingkaran. Semua tampak bahagia. Tak terkecuali Maya dan Ibnu, mereka bahagia sebentar lagi akan memiliki keponakan.
Tepat jam tujuh malam, acara dimulai. Diawali dengan pembukaan yang dipimpin oleh Pak RT sampai acara kajian dan pembacaan doa. Semua rangkaian acara berjalan dengan lancar.
Malamnya setelah acara selesai, Maya dan Ibnu berpamitan pada Bagas, Reni istrinya Bagas, juga Ibu untuk pulang, karena malam semakin larut. Jam di dinding menunjukkan pukul 23.30 WIB.
“Nggak nginep aja, Mas,” tawar Bagas.
“Iya, Mas, Mbak, nginep aja, mumpung sampai sini, kapan lagi kita bisa ngumpul seperti ini.” Reni menambahkan.
Ibnu tampak ragu, ia tahu bahwa Maya merasa tidak nyaman. Tapi, sejujurnya, ia pun rindu dengan Bagas dan bu Marni. Walau bagaimanapun, mereka adalah keluarga. Apalagi bu Marni, bagi Ibnu, bu Marni adalah cinta pertamanya.
Sebenarnya Maya ingin segera pulang, tapi melihat gelagat Ibnu yang enggan untuk pulang, akhirnya Maya berkata. “Terserah, Mas, aja. Kalau mau nginep nggak pa-pa, Mas. Mumpung besok Mas juga libur ‘kan.”
Akhirnya malam itu Ibnu dan Maya menginap di rumah bu Marni. Pagi harinya, selepas sholat subuh, Maya menuju dapur, berniat membantu bu Marni untuk memasak atau pekerjaan apa pun yang bisa ia bantu. Sesampainya di dapur, Maya melihat bu Marni sedang memotong wortel. “Mau masak apa, Bu?” Maya memulai obrolan.
“Masak sop iga. Ibnu paling suka makan sop iga. Ibu sengaja memasak makanan kesukaan Ibnu ini biar dia makan banyak, biar badannya berisi.” Lagi bu Marni masih membahas tentang berat badan Ibnu.
Tak mau membuat bu Marni kecewa, Maya hanya menjawab, “Iya, Bu ….” Selanjutnya ia menyibukkan diri dengan membuat sambal cabai hijau, yang juga merupakan kesukaan Ibnu.
Maya membantu bu Marni menyiapkan semua masakan untuk makan pagi dengan tidak banyak berkata. Ia takut salah ucap, yang justru akan menjadi bumerang untuk dirinya. Biarlah dia mengalah, tak banyak berkata. Bukankah bu Marni adalah surga untuk suaminya. Maya menyadari bahwa Ibnu sangat berjasa dalam hidupnya. Entah apa jadinya, jika tidak ada Ibnu yang menikahinya. Seperti apapun sikap bu Marni terhadapnya. Nyatanya bu Marnilah yang telah bertaruh nyawa melahirkan Ibnu, hingga Ibnu kini hadir di kehidupannya.
Bab VTak Seindah Malam Pertama(Cinta Masa Lalu)Maya membantu bu Marni menyiapkan semua masakan untuk makan pagi dengan tidak banyak berkata. Ia takut salah ucap, yang justru akan menjadi bumerang untuk dirinya. Biarlah dia mengalah, tak banyak berkata. Bukankah bu Marni adalah surga untuk suaminya. Maya menyadari bahwa Ibnu sangat berjasa dalam hidupnya. Entah apa jadinya, jika tidak ada Ibnu yang menikahinya. Seperti apapun sikap bu Marni terhadapnya. Nyatanya bu Marni lah yang telah bertaruh nyawa melahirkan Ibnu, hingga Ibnu kini hadir di kehidupannya.*********************************"Aku sudah menikah, Mas. Pergilah!" Ucapan Maya beberapa hari yang lalu terus membayangi
Bab VITak Seindah Malam PertamaMama Sukma terpana melihat Danu. Mata Danu memancarkan begitu banyak cinta, juga rasa kagum. Putra bungsunya begitu mendamba perempuan bernama Maya. Sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada putranya. Ia hanya bisa berdoa. ”Semoga Danu dapat melewati semuanya. Semoga Danu menemukan cinta yang sebenarnya.”***********************Sore ini, Danu memilih untuk berkeliling kota Jogja. Dua tahun membuatnya kangen dengan suasana Jogja. Ia mengendarai mobil melewati jalan ‘ring road’ lingkar utara. Ternyata dua tahun saja sudah banyak yang berubah. Di jalur utara, tepatnya di perempatan Jombor, telah dibangun ‘Underpass’, jembatan besar yang membuat jalan menjadi dua lajur, yaitu lajur atas dan laj
Bab VIITak Seindah Malam Pertama(Pertemuan Danu dan Ibnu)Setelah suasana hatinya sedikit membaik, Danu kembali menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Pulang. Dia hanya ingin pulang untuk menenangkan diri. Hari ini ia melewati hari yang terasa begitu berat.*******************Kicauan burung dan hembusan angin pagi membangunkan Danu dari tidurnya yang lelap. Perlahan ia membuka mata, ia gerakkan tangan juga kaki secara perlahan. Ketika menoleh ke kanan, ia mendapati Mama Sukma sedang membuka jendela kamarnya."Bangun, Nak, sudah pagi, sholat subuh dulu." Mama Sukma berbicara sambil mendekati Danu. "Bagaiman
Bab VIIITak Seindah Malam Pertama(Kehamilan Maya)Danu dan Maya berhadapan. Diam. Sesungguhnya ada banyak tanya yang ingin Maya lontarkan ke Danu, tapi begitu melihat Danu melukai Ibnu, ia urungkan. Ia merasa bahwa Danu telah berubah. Danu yang ia kenal adalah laki-laki penyayang yang tak pernah bersikap kasar. Bukan Danu yang saat ini berada di depannya. Semakin besar rasa kecewa Maya pada Danu.*********************Dalam perjalanan pulang, Maya dan Ibnu tidak saling berbicara. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Maya memikirkan Danu yg telah berubah, sementara Ibnu merasakan luar biasa dilema. Ada nyeri di hati saat ia bertemu Danu. Belum pernah Ibnu m
Bab IXTak Seindah Malam Pertama(Kesedihan Maya)"Saya yang akan bertanggung jawab, Bu. Saya akan menikahi Maya secepatnya." Ibnu masuk ke dalam kamar menemui bu Ratih dan Maya.Tak peduli apa pun kondisi Maya, yang Ibnu tahu, ia mencintai Maya dan akan selalu mencintai Maya.*************************Maya menatap Ibnu tak percaya, air matanya semakin deras mengalir. Kesediaan Ibnu menikahinya justru membuat Maya merasa semakin rendah, bagaimana tidak, ia tau Ibnu melakukan itu atas dasar rasa kasian. Tak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang perempuan ketika mengetahui bahwa ia dinikahi bukan atas dasar cinta melainkan hanya karena rasa iba.
Bab XTak Seindah Malam Pertama(Kecelakaan)Maya berteriak melihat seekor kucing menyeberang di depan mobilnya, membuat Ibnu tersadar dari lamunannya. Spontan Ibnu menginjak rem dan membanting setir ke arah kanan agar tidak menabrak kucing. Tapi ternyata dari arah berlawanan justru ada sepeda motor yang melintas, tabrakan pun terjadi. Ibnu menabrak sepeda motor tersebut, dua pengendara terpental, jatuh ke aspal. Sementara mobil Ibnu terus melaju ke arah kanan hingga akhirnya menabrak sebuah pohon.***********************Ibnu merasakan kepalanya luar biasa sakit, perlahan tangannya memegang kepala tepat di bagian dimana ia merasa sakit. Tangannya basah. Ia berusaha membuka mata ingi
Bab XI Tak Seindah Malam Pertama (Rasa Bersalah) "Dokter, bagaimana kondisi Dini?" Ibnu bertanya pada dokter. Dokter memandang Ibnu dengan pandangan entah, Ibnu tak dapat mengartikannya. Jantungnya serasa mau copot menunggu jawaban dokter. "Maaf, Pak, kami sudah berusaha mengupayakan yang terbaik, tapi kondisi bu Dini …." ********************* Ibnu tak sabar menunggu keterangan dokter, saat tiba-tiba Dini menjerit histeris. "Tidaaaaaaaak!" Tampak Dini begitu frustasi, ia melempar bantal juga selimut yang baru saja dirapikan oleh perawat. Setelahnya
Bab XII Tak Seindah Malam Pertama (Pemberian Maaf Bersyarat) Beberapa lama Dini kembali menangis. Ibnu dan Maya membiarkan Dini meluapkan kesedihannya, mereka pun bingung harus bersikap bagaimana. Tak berbeda dengan Ibnu dan Maya, sesungguhnya Dini pun juga bingung, di dalam dadanya saat ini, berkecamuk rasa marah, tapi dia juga sadar bahwa semua ini bukan kemauan Ibnu. Mereka bertiga sama-sama hanya menjalankan takdir yang telah Allah gariskan. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Dini kembali berucap, "Saya bersedia memaafkan Pak Ibnu, tapi dengan satu syarat …." ********************** Dini tampak ragu, ia menghentikan kalimatnya, "hmm… Saya akan memaafkan Pak Ibnu
Bab 68Tak Seindah Malam Pertama(Ikhlas yang Membahagiakan)“Saya terima nikah dan kawinnya Maya binti Almarhum Hamdan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”“Sah?”“Sah.”Serempak semua tamu yang berada di masjid Al Falah mengucap Hamdalah. Diantara sekian manusia yang hadir, tampak seorang wanita paruh baya yang sedari tadi terus menitikkan air mata.Bukan air mata kesedihan, tetapi justru air mata bahagia. Ia adalah saksi bagaimana sang putra tersiksa batin selama bertahun lamanya karena menyesali kesalahannya di masa lalu.Ia tak menyangka, bahwa niatnya mencari istri dari kalangan pondok pesantren agar sang putra memiliki istri yang tau agama, sabar mendampingi, juga telaten membantu sang putra melupakan kesalahannya di masa lalu, justru membawa sang putra bertemu dengan cinta di masa lalunya.Wanita paruh baya itu adalah Sukma. Diantara sekian yang hadir, dialah yang paling bahagia menyaksikan sang putra-Danu, akhirnya dapat bersatu dengan Maya-cinta sejatinya
Bab 67Tak Seindah Malam Pertama(Lamaran)“Maaf, tapi aku ini hanya seorang janda, hanya seorang wanita yang gagal menjadi seorang istri. Aku takut membuat kecewa, Bah.” Maya masih menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. “Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, Nduk. Semua pasti pernah merasakan yang namanya kegagalan, hanya bentuknya saja yang berbeda, ada yang besar, ada juga yang tidak tampak dari luar. Kebetulan kamu pernah mengalami kegagalan yang besar. Abah yakin, hal itu justru menjadikan kamu lebih unggul dari sebelumnya bukan?” Abah berujar.“Tapi saya hanya janda,” ujar Maya lirih.“Terus kenapa jika janda?” Kini gantian Umi yang menimpali.“Saya nggak pantas,” jawab Maya tetap merasa rendah diri.“Dia adalah putra dari tamu yang tadi datang kemari, Nduk. Memang masih bujang, belum pernah menikah, tapi usianya seumuran sama kamu.” Abah berbicara, meski Maya tak bertanya.“Tamu tadi itu adik kandung Abah, jadi putranya itu keponakan Abah. Meski selama ini kami sudah
Bab 66Tak Seindah Malam Pertama(Maya di Masa Kini)“Nduk, tolong bawakan nampan ini ke depan. Ada tamu Abah yang datang,” pinta Umi pada Maya.“Baik, Umi,” jawab Maya, manut.Bagi Maya, Umi dan Abah merupakan malaikat penolong. Ia tak tahu akan jadi seperti apa jika tidak ada Umi dan Abah yang menolongnya. Itu sebabnya, Maya selalu manut juga patuh pada keduanya. Terlebih di rumah itu, ia diperlakukan dengan sangat baik, layaknya seorang anak. Ia mendapat kasih sayang begitu besar dari keduanya.“Nuwun ya, Nduk,” ujar Umi.Tanpa menunggu permintaan tolong kedua kalinya dari Umi. Maya segera mengambil nampan dan berjalan menuju ke ruang tamu.Di ruang tamu, terlihat Abah tengah berbicara dengan seorang tamu wanita berusia paruh baya. Di sebelah Abah, duduk Umi yang tadi mendahului menuju ke ruang tamu.“Mangga, Dek, diminum ala kadarnya,” Umi mempersilahkan tamu Abah.“Iya, Mbak Yu,” jawab sang tamu.Setelah menganggukkan kepala sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada, Maya be
Bab 65Tak Seindah Malam Pertama(Move On)“Bu Dini mengalami anemia berat. Kondisi ini sudah terjadi sejak kehamilan trimester kedua. Seharusnya, saat itu Bu Dini mendapat transfusi darah, tapi beliau menolak. Saat saya tanya apa alasannya, beliau mengatakan jika ….” Dokter menghentikan bicaranya.“Jika apa, Dok?” Ibnu tak sabar mendengar penjelasan dokter lebih lanjut.“Kata Bu Dini, beliau tidak mau membuat Pak Ibnu repot,” ujar Dokter dengan suara pelan, takut menyinggung perasaan Ibnu.“Apa?! Mana mungkin saya merasa repot jika itu berkaitan dengan istri dan janin di dalam kandungannya!” Ibnu tak percaya jika Dini berpikiran seperti itu.Dokter hanya menatap Ibnu dengan tatapan yang sulit diartikan. Jika apa yang ditakutkan Dini merupakan sesuatu yang mustahil bagi Ibnu, maka sudah jelas bahwa komunikasi antara Ibnu dan Dini tidaklah baik. Hal itu yang muncul di benak sang dokter, bahwa pasiennya kali ini memiliki persoalan komunikasi dengan sang suami.“Sebagai Dokter seharusnya
Bab 64Tak Seindah Malam Pertama(Akibat Zina)"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tega meninggalkan Maya di saat kamu telah menanamkan benih di dalam rahimnya? Kenapa kamu se pengecut itu, DANU?!" Ibnu menyebut nama Danu dengan penuh penekanan.Peristiwa yang menjadi sumber masalah dalam kehidupannya, juga kehidupan orang-orang di sekitarnya. Karena perbuatan zina yang telah dilakukan dua sahabatnya, ada banyak hati yang harus tersakiti."Apa maksudmu?" Danu menggelengkan kepalanya.Ia tak paham, dan tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika Maya mengandung benihnya. Ibnu diam, tak mau menjawab pertanyaan Danu. Berkali ia menghela nafas untuk menetralisir perasaannya yang carut marut. Sementara Danu, pikirannya mulai terbuka, ia menggabungkan peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi. Dari mulai Maya yang marah saat bertemu dengannya, Ibnu yang menikahi Maya tetapi justru menikah lagi dengan Dini, hingga akhirnya perpisahan antara Ibnu dan Maya."Ya Allah, apa yan
Bab 63Tak Seindah Malam Pertama(Terbuka satu Rahasia)"Mau kemana, Mas?" Dini mendekati Ibnu yang sedang mengenakan jaket."Aku mau ketemu dengan Bagas, Dek. Baru saja dia telepon, ngajakin ketemu, mau cerita sesuatu katanya," jawab Ibnu."Oh, ketemuan dimana, Mas?" tanya Dini.Sebenarnya, ia sangat ingin Ibnu tetap di rumah bersamanya, entah kenapa sedari tadi siang kepalanya terasa nyeri. Ingin mengeluh, tapi takut dikira cari perhatian."Di rumah Ibu. Nggak apa-apa 'kan ditinggal sebentar? Insha Allah sebelum maghrib aku sudah pulang, Dek," ujar Ibnu sambil menyodorkan tangannya pada Dini agar disalami oleh istrinya."Nggak apa-apa, Mas," jawab Dini.Ia mencium tangan Ibnu dengan penuh takzim. Entah kenapa, perasaannya kali ini begitu melow, seakan setelah ini ia tak bisa lagi bertemu dengan Ibnu."Mau dibawain apa pulangnya?" tanya Ibnu sambil menyambar kunci motor di atas nakas."Lagi nggak pengen apa-apa, Mas. Hmm … Mas hati-hati aja," ujar Dini sambil berjalan mengikuti Ibnu.
Bab 62Tak Seindah Malam Pertama(Hanya Raganya Saja)Dini mengusap pipinya yang basah dengan telapak tangannya, sedang mata menatap sendu ke arah luar. Menatap seorang pria yang sedari dua jam lalu, duduk termenung di teras rumahnya."Maafkan aku, Mas. Jika tahu semua ini hanya membuatmu tersiksa batin, aku tak akan membiarkan Mbak Maya pergi. Andai waktu bisa diulang, aku akan memilih tak pernah jatuh cinta dengan kamu, Mas." Dini berbicara sendiri.Sejak kepergian Maya, Ibnu berubah, Ibnu yang awalnya begitu hangat memperlakukannya, kini berubah menjadi dingin. Suaminya itu memang tak pernah berlaku kasar, baik ucapan maupun perbuatan. Semua kewajibannya sebagai suami pun tetap dipenuhi, bahkan kebutuhan biologis bagi Dini tak pernah alpa dilakukannya. Hanya saja, semua tanpa rasa, hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja. Tak ada rasa, semua diterima hambar oleh Dini."Aku rindu kamu yang dulu, Mas. Tidakkah bakal bayi dalam rahimku ini membuat engkau melupakan Mbak Maya, Mas?" D
Bab 61Tak Seindah Malam Pertama(Maya Hamil?)Ibnu melipat surat dari Maya yang ditemukannya di atas meja. Disekanya bulir air mata yang sudah dengan lancang menetes di pipi.Cengeng. Belum pernah ia merasa se cengeng ini. Sedari kecil, ayahnya selalu menanamkan jika laki-laki tak boleh menangis, jika laki-laki tak boleh cengeng. Nyatanya, hari ini ia menangis untuk wanita yang ternyata begitu ia cintai."Maafkan, Mas, Dek," bisik Ibnu, seakan Maya ada disana dan bisa mendengar permintaan maafnya.Pagi tadi, Riska datang ke rumah mengantar akta cerai untuknya. Rumah tangganya bersama Maya sudah usai.Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya Ibnu bersedia melepaskan Maya. Meski berat, akhirnya ia memutuskan hal itu."Ibu kecewa, Le. Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari Ibu selama bertahun-tahun?" ungkapan kekecewaan Ibu beberapa bulan yang lalu kembali terngiang di telinga Ibnu.Saat itu, ia menceritakan alasan kenapa dulu ia menikahi Maya secara terburu-bu
Bab 60Tak Seindah Malam Pertama(Pengacara, Utusan Maya)"Selamat pagi, Pak Ibnu." Seorang wanita tersenyum menyapa Ibnu, begitu pintu terbuka.Sesaat Ibnu terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang kini berada di hadapannya, tapi ia tak mengingatkan apa pun, sepertinya ini memang kali pertama ia bertemu dengan wanita berpenampilan rapi di hadapannya.Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna maroon, dengan atasan berupa kemeja dengan motif garis berwarna merah muda. Jilbab yang ia kenakan juga berwarna maroon, senada dengan warna rok plisket yang ia kenakan."Perkenalkan, Saya Riska Sundari, pengacara yang ditunjuk oleh Bu Maya untuk mengurus perceraian beliau dengan Pak Ibnu," ucap wanita yang ternyata bernama Riska itu.Hati Ibnu berdenyut nyeri kala mendengar kata perceraian. Ia tak menyangka Maya akan secepat ini mengurus semua, tidak sampai hitungan hari. Bukan akhir seperti ini yang ia mau.Setelah mengatur nafas dan berdehem satu kali, Ibnu pun mempersilahkan Risk