Bab V
Tak Seindah Malam Pertama
(Cinta Masa Lalu)
Maya membantu bu Marni menyiapkan semua masakan untuk makan pagi dengan tidak banyak berkata. Ia takut salah ucap, yang justru akan menjadi bumerang untuk dirinya. Biarlah dia mengalah, tak banyak berkata. Bukankah bu Marni adalah surga untuk suaminya. Maya menyadari bahwa Ibnu sangat berjasa dalam hidupnya. Entah apa jadinya, jika tidak ada Ibnu yang menikahinya. Seperti apapun sikap bu Marni terhadapnya. Nyatanya bu Marni lah yang telah bertaruh nyawa melahirkan Ibnu, hingga Ibnu kini hadir di kehidupannya.
*********************************
"Aku sudah menikah, Mas. Pergilah!" Ucapan Maya beberapa hari yang lalu terus membayangi Danu. Suara lembut Maya terus berdengung di telinganya. Jangan tanya bagaimana hatinya. Hancur lebur. Sakit tak berdarah. Danu tak menyangka bahwa kepulangannya akan disambut dengan kenyataan yang begitu menyakitkan.
Selama ini, Maya adalah semangatnya. Ia nekat pergi, bekerja menjadi tim pelayaran hanya demi Maya. Ia ingin meminang Maya dengan pantas, memberikan mas kawin yang tak biasa. Ia telah menyiapkan sebuah rumah, yang sengaja ia bangun untuk menjadi istana bagi keluarga kecilnya bersama Maya.
Selama 2 tahun Danu hidup di atas lautan. Siang malam ia bekerja menjadi pelayan di restoran mewah sebuah kapal pesiar. Danu yang sebenarnya memiliki fobia dengan laut, berhasil melawan rasa takutnya demi seorang Maya. Iming-iming gaji 25 juta/bulan membuat Danu mantap memutuskan ikut kakaknya bekerja di kapal pesiar. hingga ia tak sempat berkirim kabar pada Maya.
Dua tahun yang lalu, sebenarnya Danu hanya berniat untuk mengantar sang kakak ke dermaga, sang kakak memang sudah lama bekerja di kapal pesiar. Sesampainya di dermaga, ternyata salah satu teman kakaknya meninggal dunia akibat kecelakaan. Sang kakak menawarkan Danu untuk ikut dengannya menggantikan temannya yang telah meninggal. Seluruh syarat dan keperluan Danu yang mendadak diatur oleh sang kakak. Bukanlah hal sulit bagi kakaknya untuk membawa Danu karena ia telah mengenal dan sangat dipercaya oleh pemilik restoran di kapal pesiar itu.
Danu yang saat itu memang sedang mencari pekerjaan, akhirnya bersedia. Maya menjadi alasan terkuatnya untuk menerima tawaran sang kakak. “Dua tahun, hanya dua tahun, Maya pasti setia menungguku.” Batin Danu penuh keyakinan.
Setelah lebih dari delapan tahun mereka membina hubungan, bahkan telah banyak hal yang mereka lakukan. Danu yakin Maya akan setia menunggunya. Ternyata harapan Danu tidak sejalan dengan kenyataan. Perjuangannya sia-sia. Ia kecewa, juga patah hati.
“Kenapa, May … Kenapa kamu melakukan semua ini?!” Danu terus saja menyesali pernikahan Maya.
“Begitu mudahnya kamu melupakan cinta kita, May?”
Danu memandang foto Maya. Foto yang ia ambil di malam sebelum ia pergi.
Danu marah. Tangannya meremas kuat Handphone yang ada di tangannya. Handphone yang telah 2 tahun tidak ia buka karena tertinggal di rumah saat mengantar kakaknya ke dermaga. Itulah sebabnya kenapa Danu sama sekali tidak mengabari Maya akan kepergiannya. No telepon Maya tersimpan di Handphone itu, sementara Danu tidak hafal, sehingga ia kesulitan menghubungi Maya.
“Maya!” Danu berteriak, melempar Handphone yang penuh dengan kenangan itu ke dinding kamarnya. Tidak hanya itu, Danu juga bekali-kali memukul dinding kamar dengan tangannya. Emosinya memuncak. Dia tak peduli tangannya berdarah. Sakit di tangannya tak seberapa, hatinya jauh lebih sakit.
Tak berselang lama, terdengar suara pintu kamar dibuka. “Ya Allah, Danu. Istighfar, Nak.” Mama Sukma, ibunda Danu datang. Ia yang baru saja tiba di rumah itu kaget mendengar Danu berteriak. Mama Sukma semakin kaget melihat Danu yang tampak begitu berantakan. Badannya lusuh, matanya merah dengan rambut yang acak-acakkan. Entah sudah berapa hari Danu tidak tidur, tidak makan, juga tidak mandi. Mama Sukma belum pernah melihat putranya seberantakan ini. Pantas hatinya tidak tenang sejak beberapa hari terakhir. Keputusannya untuk menemui Danu tepat. Danu sedang membutuhkan tempat untuk bersandar.
Sejak pulang dari kapal pesiar, Danu memang memilih tinggal di rumah barunya. “Ingin menata dan mendekorasi rumah, Ma. Biar istriku nanti senang saat aku bawa ke rumah.” Alasan Danu waktu itu saat Mama Sukma menanyakan kenapa Danu memutuskan untuk tinggal terpisah dengannya.
Mama Sukma sesungguhnya merasa keberatan, dua tahun ia tak bertemu dengan Danu, ia masih ingin melepas rindu dengan putra bungsunya. Tapi demi melihat pancaran mata Danu yang begitu bersemangat, Mama Sukma tidak tega melarang.
Mama Sukma panik saat melihat tetesan darah di lantai. “Danu, tanganmu berdarah, Nak.” Cepat Mama Sukma berlari menuju ke mobilnya. Seingatnya, ia memiliki kotak P3K yang selalu ada di dalam mobil. Benar saja, di bagasi mobilnya, terdapat kotak warna putih yang berisi aneka obat dan bahan medis rumahan. Segera ia tutup kembali mobilnya, berjalan cepat menuju kamar Danu sambil membawa kotak P3K itu.
Sesampainya di kamar, Mama Sukma mendekati Danu, meraih tangan Danu yang berdarah. “Tidak semua hal yang terjadi disekitar kita sesuai dengan harapan kita, Nak. Ada kalanya kita perlu merasakan sakit juga kecewa. Rasa itu hadir bukan untuk membuat kita lemah, tetapi justru membuat kita semakin kuat dan kokoh.” Telaten Mama Sukma mengolesi luka Danu dengan betadine.
“Mama yakin, kamu bisa melewati semua. Kamu kuat, Nak, dan pasti kuat.” Lanjut Mama Sukma lagi sambil membalut luka Danu dengan perban.
“Pasrahkan pada Sang Sutradara kehidupan, Nak. Yakinlah bahwa skenario-Nya adalah yang terbaik. Berbaik sangkalah pada-Nya agar hatimu tenang. Bukankah setelah hujan badai pun, masih ada pelangi yang akan hadir.” Lembut Mama Sukma menyisir rambut Danu yang berantakan. Setelahnya, ia bangkit keluar kamar, berniat menyiapkan makan siang untuk Danu. Perut lapar akan membuat seseorang kesulitan mengendalikan diri.
Mama Sukma sengaja meninggalkan Danu sendiri, membiarkan putra bungsunya itu berfikir, juga menenangkan hati. Dia hafal betul dengan sifat Danu. Meski emosinya meledak-ledak, tetapi Danu akan mudah memaafkan orang lain. Dia hanya membutuhkan waktu untuk mengolah emosinya. Pada hakikatnya, Danu memiliki hati yang lembut.
“Jadi kekasihmu itu yang membuat kamu jadi seperti ini, Nak?” Mama Sukma tersenyum.
“Ceritanya patah hati?” Ledeknya kemudian.
Mama Sukma tidak tahu bahwa yang Danu rasakan bukan hanya sekedar patah hati. Setengah jiwanya pergi. Hilang. Danu menjadi pesakitan.
“Maya segalanya buat aku, Ma. Dia semangatku. Aku bahkan rela berlayar selama 2 tahun, meninggalkan Mama sendiri demi dia.” Danu berkata dengan suara bergetar.
“Rumah ini pun aku bangun untuk menyenangkan hatinya. Rencananya aku ingin menikahinya dengan mahar rumah ini, Ma,” lanjut Danu kemudian.
Mama Sukma tersenyum, ia baru tau bahwa alasan Danu berlayar adalah demi menikahi seorang perempuan. “Oooh … jadi namanya Maya?” Tenang Mama Sukma menanggapi.
“Mama jadi penasaran, seperti apa kekasihmu yang bernama Maya itu. Sampai-sampai kamu seperti tadi, Nak.” Masih tersenyum Mama Sukma berucap.
“Maya itu ….” Tertahan Danu bercerita. Matanya berseri membayangkan sosok seorang Maya.
“Istimewa,” lanjutnya kemudian.
Mama Sukma terpana melihat Danu. Mata Danu memancarkan begitu banyak cinta, juga rasa kagum. Putra bungsunya begitu mendamba perempuan bernama Maya. Sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada putranya. Ia hanya bisa berdoa. ”Semoga Danu dapat melewati semuanya. Semoga Danu menemukan cinta yang sebenarnya.”
Bab VITak Seindah Malam PertamaMama Sukma terpana melihat Danu. Mata Danu memancarkan begitu banyak cinta, juga rasa kagum. Putra bungsunya begitu mendamba perempuan bernama Maya. Sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada putranya. Ia hanya bisa berdoa. ”Semoga Danu dapat melewati semuanya. Semoga Danu menemukan cinta yang sebenarnya.”***********************Sore ini, Danu memilih untuk berkeliling kota Jogja. Dua tahun membuatnya kangen dengan suasana Jogja. Ia mengendarai mobil melewati jalan ‘ring road’ lingkar utara. Ternyata dua tahun saja sudah banyak yang berubah. Di jalur utara, tepatnya di perempatan Jombor, telah dibangun ‘Underpass’, jembatan besar yang membuat jalan menjadi dua lajur, yaitu lajur atas dan laj
Bab VIITak Seindah Malam Pertama(Pertemuan Danu dan Ibnu)Setelah suasana hatinya sedikit membaik, Danu kembali menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Pulang. Dia hanya ingin pulang untuk menenangkan diri. Hari ini ia melewati hari yang terasa begitu berat.*******************Kicauan burung dan hembusan angin pagi membangunkan Danu dari tidurnya yang lelap. Perlahan ia membuka mata, ia gerakkan tangan juga kaki secara perlahan. Ketika menoleh ke kanan, ia mendapati Mama Sukma sedang membuka jendela kamarnya."Bangun, Nak, sudah pagi, sholat subuh dulu." Mama Sukma berbicara sambil mendekati Danu. "Bagaiman
Bab VIIITak Seindah Malam Pertama(Kehamilan Maya)Danu dan Maya berhadapan. Diam. Sesungguhnya ada banyak tanya yang ingin Maya lontarkan ke Danu, tapi begitu melihat Danu melukai Ibnu, ia urungkan. Ia merasa bahwa Danu telah berubah. Danu yang ia kenal adalah laki-laki penyayang yang tak pernah bersikap kasar. Bukan Danu yang saat ini berada di depannya. Semakin besar rasa kecewa Maya pada Danu.*********************Dalam perjalanan pulang, Maya dan Ibnu tidak saling berbicara. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Maya memikirkan Danu yg telah berubah, sementara Ibnu merasakan luar biasa dilema. Ada nyeri di hati saat ia bertemu Danu. Belum pernah Ibnu m
Bab IXTak Seindah Malam Pertama(Kesedihan Maya)"Saya yang akan bertanggung jawab, Bu. Saya akan menikahi Maya secepatnya." Ibnu masuk ke dalam kamar menemui bu Ratih dan Maya.Tak peduli apa pun kondisi Maya, yang Ibnu tahu, ia mencintai Maya dan akan selalu mencintai Maya.*************************Maya menatap Ibnu tak percaya, air matanya semakin deras mengalir. Kesediaan Ibnu menikahinya justru membuat Maya merasa semakin rendah, bagaimana tidak, ia tau Ibnu melakukan itu atas dasar rasa kasian. Tak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang perempuan ketika mengetahui bahwa ia dinikahi bukan atas dasar cinta melainkan hanya karena rasa iba.
Bab XTak Seindah Malam Pertama(Kecelakaan)Maya berteriak melihat seekor kucing menyeberang di depan mobilnya, membuat Ibnu tersadar dari lamunannya. Spontan Ibnu menginjak rem dan membanting setir ke arah kanan agar tidak menabrak kucing. Tapi ternyata dari arah berlawanan justru ada sepeda motor yang melintas, tabrakan pun terjadi. Ibnu menabrak sepeda motor tersebut, dua pengendara terpental, jatuh ke aspal. Sementara mobil Ibnu terus melaju ke arah kanan hingga akhirnya menabrak sebuah pohon.***********************Ibnu merasakan kepalanya luar biasa sakit, perlahan tangannya memegang kepala tepat di bagian dimana ia merasa sakit. Tangannya basah. Ia berusaha membuka mata ingi
Bab XI Tak Seindah Malam Pertama (Rasa Bersalah) "Dokter, bagaimana kondisi Dini?" Ibnu bertanya pada dokter. Dokter memandang Ibnu dengan pandangan entah, Ibnu tak dapat mengartikannya. Jantungnya serasa mau copot menunggu jawaban dokter. "Maaf, Pak, kami sudah berusaha mengupayakan yang terbaik, tapi kondisi bu Dini …." ********************* Ibnu tak sabar menunggu keterangan dokter, saat tiba-tiba Dini menjerit histeris. "Tidaaaaaaaak!" Tampak Dini begitu frustasi, ia melempar bantal juga selimut yang baru saja dirapikan oleh perawat. Setelahnya
Bab XII Tak Seindah Malam Pertama (Pemberian Maaf Bersyarat) Beberapa lama Dini kembali menangis. Ibnu dan Maya membiarkan Dini meluapkan kesedihannya, mereka pun bingung harus bersikap bagaimana. Tak berbeda dengan Ibnu dan Maya, sesungguhnya Dini pun juga bingung, di dalam dadanya saat ini, berkecamuk rasa marah, tapi dia juga sadar bahwa semua ini bukan kemauan Ibnu. Mereka bertiga sama-sama hanya menjalankan takdir yang telah Allah gariskan. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Dini kembali berucap, "Saya bersedia memaafkan Pak Ibnu, tapi dengan satu syarat …." ********************** Dini tampak ragu, ia menghentikan kalimatnya, "hmm… Saya akan memaafkan Pak Ibnu
Bab XIII Tak Seindah Malam Pertama (Cemburu) Dari dalam mobil, Dini memperhatikan semua tingkah Ibnu. Ada gelenyar aneh di dalam hati nya. Tak dapat dipungkiri, Dini begitu berkesan dengan semua perhatian Ibnu. Di matanya, Ibnu adalah laki-laki yang tampan, mapan, bertanggung jawab, romantis juga setia. Semua tipe suami yang ia idamkan ada di dalam diri Ibnu. "Andai jodohku adalah Pak Ibnu, meski harus menjadi yang kedua, aku pasti akan sangat bahagia," bisik Dini dalam hati. *********************** Dini berbaring di atas tempat tidur, ia memandang langit-langit kamar. Tidak sampai satu bulan, banyak hal yang berubah dalam hidupnya. Ia kehilangan ayahnya, kakinya lumpuh dan saat ini i
Bab 68Tak Seindah Malam Pertama(Ikhlas yang Membahagiakan)“Saya terima nikah dan kawinnya Maya binti Almarhum Hamdan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”“Sah?”“Sah.”Serempak semua tamu yang berada di masjid Al Falah mengucap Hamdalah. Diantara sekian manusia yang hadir, tampak seorang wanita paruh baya yang sedari tadi terus menitikkan air mata.Bukan air mata kesedihan, tetapi justru air mata bahagia. Ia adalah saksi bagaimana sang putra tersiksa batin selama bertahun lamanya karena menyesali kesalahannya di masa lalu.Ia tak menyangka, bahwa niatnya mencari istri dari kalangan pondok pesantren agar sang putra memiliki istri yang tau agama, sabar mendampingi, juga telaten membantu sang putra melupakan kesalahannya di masa lalu, justru membawa sang putra bertemu dengan cinta di masa lalunya.Wanita paruh baya itu adalah Sukma. Diantara sekian yang hadir, dialah yang paling bahagia menyaksikan sang putra-Danu, akhirnya dapat bersatu dengan Maya-cinta sejatinya
Bab 67Tak Seindah Malam Pertama(Lamaran)“Maaf, tapi aku ini hanya seorang janda, hanya seorang wanita yang gagal menjadi seorang istri. Aku takut membuat kecewa, Bah.” Maya masih menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. “Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, Nduk. Semua pasti pernah merasakan yang namanya kegagalan, hanya bentuknya saja yang berbeda, ada yang besar, ada juga yang tidak tampak dari luar. Kebetulan kamu pernah mengalami kegagalan yang besar. Abah yakin, hal itu justru menjadikan kamu lebih unggul dari sebelumnya bukan?” Abah berujar.“Tapi saya hanya janda,” ujar Maya lirih.“Terus kenapa jika janda?” Kini gantian Umi yang menimpali.“Saya nggak pantas,” jawab Maya tetap merasa rendah diri.“Dia adalah putra dari tamu yang tadi datang kemari, Nduk. Memang masih bujang, belum pernah menikah, tapi usianya seumuran sama kamu.” Abah berbicara, meski Maya tak bertanya.“Tamu tadi itu adik kandung Abah, jadi putranya itu keponakan Abah. Meski selama ini kami sudah
Bab 66Tak Seindah Malam Pertama(Maya di Masa Kini)“Nduk, tolong bawakan nampan ini ke depan. Ada tamu Abah yang datang,” pinta Umi pada Maya.“Baik, Umi,” jawab Maya, manut.Bagi Maya, Umi dan Abah merupakan malaikat penolong. Ia tak tahu akan jadi seperti apa jika tidak ada Umi dan Abah yang menolongnya. Itu sebabnya, Maya selalu manut juga patuh pada keduanya. Terlebih di rumah itu, ia diperlakukan dengan sangat baik, layaknya seorang anak. Ia mendapat kasih sayang begitu besar dari keduanya.“Nuwun ya, Nduk,” ujar Umi.Tanpa menunggu permintaan tolong kedua kalinya dari Umi. Maya segera mengambil nampan dan berjalan menuju ke ruang tamu.Di ruang tamu, terlihat Abah tengah berbicara dengan seorang tamu wanita berusia paruh baya. Di sebelah Abah, duduk Umi yang tadi mendahului menuju ke ruang tamu.“Mangga, Dek, diminum ala kadarnya,” Umi mempersilahkan tamu Abah.“Iya, Mbak Yu,” jawab sang tamu.Setelah menganggukkan kepala sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada, Maya be
Bab 65Tak Seindah Malam Pertama(Move On)“Bu Dini mengalami anemia berat. Kondisi ini sudah terjadi sejak kehamilan trimester kedua. Seharusnya, saat itu Bu Dini mendapat transfusi darah, tapi beliau menolak. Saat saya tanya apa alasannya, beliau mengatakan jika ….” Dokter menghentikan bicaranya.“Jika apa, Dok?” Ibnu tak sabar mendengar penjelasan dokter lebih lanjut.“Kata Bu Dini, beliau tidak mau membuat Pak Ibnu repot,” ujar Dokter dengan suara pelan, takut menyinggung perasaan Ibnu.“Apa?! Mana mungkin saya merasa repot jika itu berkaitan dengan istri dan janin di dalam kandungannya!” Ibnu tak percaya jika Dini berpikiran seperti itu.Dokter hanya menatap Ibnu dengan tatapan yang sulit diartikan. Jika apa yang ditakutkan Dini merupakan sesuatu yang mustahil bagi Ibnu, maka sudah jelas bahwa komunikasi antara Ibnu dan Dini tidaklah baik. Hal itu yang muncul di benak sang dokter, bahwa pasiennya kali ini memiliki persoalan komunikasi dengan sang suami.“Sebagai Dokter seharusnya
Bab 64Tak Seindah Malam Pertama(Akibat Zina)"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tega meninggalkan Maya di saat kamu telah menanamkan benih di dalam rahimnya? Kenapa kamu se pengecut itu, DANU?!" Ibnu menyebut nama Danu dengan penuh penekanan.Peristiwa yang menjadi sumber masalah dalam kehidupannya, juga kehidupan orang-orang di sekitarnya. Karena perbuatan zina yang telah dilakukan dua sahabatnya, ada banyak hati yang harus tersakiti."Apa maksudmu?" Danu menggelengkan kepalanya.Ia tak paham, dan tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika Maya mengandung benihnya. Ibnu diam, tak mau menjawab pertanyaan Danu. Berkali ia menghela nafas untuk menetralisir perasaannya yang carut marut. Sementara Danu, pikirannya mulai terbuka, ia menggabungkan peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi. Dari mulai Maya yang marah saat bertemu dengannya, Ibnu yang menikahi Maya tetapi justru menikah lagi dengan Dini, hingga akhirnya perpisahan antara Ibnu dan Maya."Ya Allah, apa yan
Bab 63Tak Seindah Malam Pertama(Terbuka satu Rahasia)"Mau kemana, Mas?" Dini mendekati Ibnu yang sedang mengenakan jaket."Aku mau ketemu dengan Bagas, Dek. Baru saja dia telepon, ngajakin ketemu, mau cerita sesuatu katanya," jawab Ibnu."Oh, ketemuan dimana, Mas?" tanya Dini.Sebenarnya, ia sangat ingin Ibnu tetap di rumah bersamanya, entah kenapa sedari tadi siang kepalanya terasa nyeri. Ingin mengeluh, tapi takut dikira cari perhatian."Di rumah Ibu. Nggak apa-apa 'kan ditinggal sebentar? Insha Allah sebelum maghrib aku sudah pulang, Dek," ujar Ibnu sambil menyodorkan tangannya pada Dini agar disalami oleh istrinya."Nggak apa-apa, Mas," jawab Dini.Ia mencium tangan Ibnu dengan penuh takzim. Entah kenapa, perasaannya kali ini begitu melow, seakan setelah ini ia tak bisa lagi bertemu dengan Ibnu."Mau dibawain apa pulangnya?" tanya Ibnu sambil menyambar kunci motor di atas nakas."Lagi nggak pengen apa-apa, Mas. Hmm … Mas hati-hati aja," ujar Dini sambil berjalan mengikuti Ibnu.
Bab 62Tak Seindah Malam Pertama(Hanya Raganya Saja)Dini mengusap pipinya yang basah dengan telapak tangannya, sedang mata menatap sendu ke arah luar. Menatap seorang pria yang sedari dua jam lalu, duduk termenung di teras rumahnya."Maafkan aku, Mas. Jika tahu semua ini hanya membuatmu tersiksa batin, aku tak akan membiarkan Mbak Maya pergi. Andai waktu bisa diulang, aku akan memilih tak pernah jatuh cinta dengan kamu, Mas." Dini berbicara sendiri.Sejak kepergian Maya, Ibnu berubah, Ibnu yang awalnya begitu hangat memperlakukannya, kini berubah menjadi dingin. Suaminya itu memang tak pernah berlaku kasar, baik ucapan maupun perbuatan. Semua kewajibannya sebagai suami pun tetap dipenuhi, bahkan kebutuhan biologis bagi Dini tak pernah alpa dilakukannya. Hanya saja, semua tanpa rasa, hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja. Tak ada rasa, semua diterima hambar oleh Dini."Aku rindu kamu yang dulu, Mas. Tidakkah bakal bayi dalam rahimku ini membuat engkau melupakan Mbak Maya, Mas?" D
Bab 61Tak Seindah Malam Pertama(Maya Hamil?)Ibnu melipat surat dari Maya yang ditemukannya di atas meja. Disekanya bulir air mata yang sudah dengan lancang menetes di pipi.Cengeng. Belum pernah ia merasa se cengeng ini. Sedari kecil, ayahnya selalu menanamkan jika laki-laki tak boleh menangis, jika laki-laki tak boleh cengeng. Nyatanya, hari ini ia menangis untuk wanita yang ternyata begitu ia cintai."Maafkan, Mas, Dek," bisik Ibnu, seakan Maya ada disana dan bisa mendengar permintaan maafnya.Pagi tadi, Riska datang ke rumah mengantar akta cerai untuknya. Rumah tangganya bersama Maya sudah usai.Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya Ibnu bersedia melepaskan Maya. Meski berat, akhirnya ia memutuskan hal itu."Ibu kecewa, Le. Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari Ibu selama bertahun-tahun?" ungkapan kekecewaan Ibu beberapa bulan yang lalu kembali terngiang di telinga Ibnu.Saat itu, ia menceritakan alasan kenapa dulu ia menikahi Maya secara terburu-bu
Bab 60Tak Seindah Malam Pertama(Pengacara, Utusan Maya)"Selamat pagi, Pak Ibnu." Seorang wanita tersenyum menyapa Ibnu, begitu pintu terbuka.Sesaat Ibnu terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang kini berada di hadapannya, tapi ia tak mengingatkan apa pun, sepertinya ini memang kali pertama ia bertemu dengan wanita berpenampilan rapi di hadapannya.Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna maroon, dengan atasan berupa kemeja dengan motif garis berwarna merah muda. Jilbab yang ia kenakan juga berwarna maroon, senada dengan warna rok plisket yang ia kenakan."Perkenalkan, Saya Riska Sundari, pengacara yang ditunjuk oleh Bu Maya untuk mengurus perceraian beliau dengan Pak Ibnu," ucap wanita yang ternyata bernama Riska itu.Hati Ibnu berdenyut nyeri kala mendengar kata perceraian. Ia tak menyangka Maya akan secepat ini mengurus semua, tidak sampai hitungan hari. Bukan akhir seperti ini yang ia mau.Setelah mengatur nafas dan berdehem satu kali, Ibnu pun mempersilahkan Risk