Suara Alina terdengar cukup melengking di telinga Azriel yang saat itu berdiri tidak jauh dari kamarnya.Segera kedua kakinya berlari dengan cepat menuju ke arah pintu kamar Alina.Jemarinya kini tertuju ke arah daun pintu dan segera dia ketukkan punggung tangannya ke arah pintu tersebut.TokTokTok"Alina, apa kau baik-baik saja?" tanya Azriel yang terlihat cemas di sana.Tak ada sahutan dan hanya terdengar suara barang-barang terdengar berjatuhan di sana.Krumpyang ....Ketika suara barang-barang tersebut terjatuh di bawah lantai, Azriel yang tak mendapatkan sahutan dari kakak iparnya, mulai merasa panik dan mencoba lebih keras legai mengetuk pintu kamar tersebut.Sementara itu,di dalam kamar itu, terlihat Alina yang saat ini terlihat sedang menangis sesenggukan saat suasana kamarnya berubah menjadi menakutkan.Lampu-lampu mulai redup sendiri, ditambah lagi dengan hembusan angin kencang dari luar yang saat ini memasuki kamarnya.Suara-suara ghaib, mulai terdengar begitu jelasnya di
Azriel sangat terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alina saat ini, dia tau jika saat ini bukan dirinya yang sedang mengatakan itu. Karena penasaran dengan apa yang diceritakan oleh Alina. Azriel pun bertanya kepada dirinya."Siapa yang kau maksud, Alina?" tanya Azriel dengan wajah penasarannya.Saat itulah tiba-tiba ia rasakan suasana sudah berubah menjadi aneh, ia mencium bau anyir di dalam kamar Alina, sedetik kemudian, ia rasakan ada hembusan angin yang saat ini sedang menerpa tengkuk lehernya.Azriel lalu mengusap tengkuknya lehernya yang terasa bulu kuduknya sudah mulai berdiri saat ia merasakan ada makhluk ghaib yang saat ini ada di ruangan tersebut.Seketika lampu di dalam itu langsung meredup lalu berkedip-kedip, menambah suasana tampak sedikit mencengangkan.Saat itulah, Alina membuka kedua tangannya yang sejak tadi menutupi wajahnya.Azriel sangat terkejut saat dia melihat sosok Ayana pada wajah Alina. Ia terlihat sangat pucat dan terlihat jelas jika itu adalah wa
Alina mulai menceritakan semua keganjilan dalam rumah ini yang dia rasakan saat dirinya dan mama mertuanya saat ini.Azriel tampak terpaku dan seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dirinya saat ini."Jika Mas Azriel tidak percaya dengan apa yang aku katakan kepadamu, aku ingin Mas Azriel percaya dengan apa yang dikatakan oleh mama Elly kepada, Mas. Sakitnya beliau karena saat ini mama Elly mendapatkan serangan dari ghaib. Mas bisa membawanya ruqyah untuk mengeluarkan jin-jin yang ada di dalam tubuh mama Elly," balas Alina dengan menatap wajah Azriel yang saat ini terkena bingung."Baiklah, kau lebih baik tenang, aku akan bicarakan semua ini kepada keluarga inti nanti. Sebaiknya kau istirahat di sini, oke." Azriel membantu membaringkan tubuh Alina dan mulai menyelimuti dirinya dengan selimut yang ada di ranjang tidurnya.Setelah itu, ia menunggu Alina sampai dia benar-benar terlelap dan setelah ia terlelap dirinya langsung keluar dari kamar Alina.Saat Azariel keluar dari
Arkan tampak sangat ketakutan saat ia benar-benar melihat Ayana hadir dalam mimpinya dan itu seolah terasa sangat nyata.Sekujur tubuh Arkan kini dipenuhi dengan peluh yang sudah mulai membanjiri wajahnya.Arkan lalu turun daei ranjangnya dan kini menoleh ke arah Alana yang masih terlelap dalam tidurnya.Arkan lalu keluar dari kamarnya dan menuju ke arah kamar Alina.Saat dia membuka kamar Alina, ia terkejut melihat Alina yang saat ini sedang melaksanakan sholat malam.Arkan yang tidak mau mengganggu Alina yang sedang melaksanakan sholat tahajjud, ia pun duduk di kursi sofa yang ada di dalam kamarnya.Beberapa menit kemudian, Alina telah selesai melaksanakan sholat tahajjud nya, terlihat terkejut saat melihat sosok Arkan sudah berada di dalam kamarnya dan sedang duduk menatap dirinya."Pak Arkan, Bapak ada di sini?" tanya Alina dengan menatap wajah Arkan yang saat ini terlihat cemas dan gelisah.Perlahan-lahan Arkan berjalan menuju ke arahnya, lalu tak lama kemudian dirinya pun langsu
Alina terkejut saat mendengar pertanyaan dari Arkan, raut wajahnya kini sudah terlihat mulai gugup, entah apa yang saat ini dia rasakan.Cemburu? Benarkah saat ini dia merasakan cemburu kepada Arkan? Alina tentu tak tau pasti kapan dirinya mulai merasakan cemburu kepada dirinya."Kau cemburu, Alina?" tanya Arkan menatap wajah Alina dengan tatapan penuh menelisik.Alina terdiam, dia sangat bingung ketika dirinya harus menjawab apa saat ditanya oleh Arkan tentang perasannya saat ini."Kenapa kau hanya terdiam saja? Apa kau tidak pernah merasakan cemburu kepadaku?" tanya Arkan dengan tatapan penuh menelisik.Alina gelisah dan tak bisa menyembunyikan perasaan gugupnya saat ini.Sejurus kemudian, Arkan mendekati Alina hingga mengikis jarak diantara keduanya.Jantung Alina langsung berdegub dengan kencangnya saat Arkan terus menatap dirinya dan mengunci tatapannya."Alina,aku tau kita menikah awalnya tak memiliki perasaan apa-apa. Namun, saat ini ada sesuatu yang terjadi di hatiku. Aku mer
Tak pernah disangka oleh Alina saat Arkan telah menuduh dirinya selerti itu. Tentu saja dia tidak terima dengan apa yang dituduhkan olehnya."Apa? Mas Arkan menuduhku seperti itu? Aku tidak selicik itu, Mas," Alina menggelengkan kepalanya tak percaya ketika Arkan menuduh dirinya seperti itu.Arkan yang saat itu terlihat masih kesal dengan sikap Alina, tampak sedang menyudutkan dirinya.Ia terus memojokkan Alina bahwa dia mau menikah dengan dirinya hanya karena uang saja."Kau ternyata sama seperti wanita pada umumnya, kau matre dan hanya mengincar hartaku saja, bukan? Tak cukupkah uang bulanan yang aku transfer untuk dirimu, hingga kau berbohong kepadaku dan menjebakku seperti ini?" Arkan tampak sangat marah saat mengingat apa yang dilakukan Alina kepada dirinya saat ini.Alina yang saat itu tampak kesal dituduh olehnya seperti itu hanya bisa menggelengkan kepalanya."Aku tidak pernah menjebakmu, aku akui Mas, saat ini aku memang salah kepadamu, aku berpura-pura menjadi orang lain dem
Arkan terdiam sesaat setelah dia mendengar pertanyaan dari mamanya. Sejak kesalahpahaman diantara mereka saat ini.Mama Elly yang merasa cemas ketika tak melihat menantunya berada di ruang makan, membuatnya langsung menitahkan Arkan untuk memanggil istrinya."Kamu panggil istrimu sekarang! Dia sedang hamil dan butuh makan untuk dirinya dan juga janinnya. Kau jangan cuek seperti ini, jika kalian bertengkar, selesaikan secepatnya permasalahan kalian," nasehat mama Elly dengan menatap nyalang wajah putranya.Sementara itu, Alana tampak tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh mama Elly saat ini. Ia pun berupaya untuk menawarkan dirinya memanggil Alina ke ruang makan. Namun, dengan tegas, mama Elly memintanya untuk tetap tinggal di ruang makan dan meminta putranya sendiri yang memanggil istrinya."Biar Alana yang memanggil Alina, Ma." Alana beranjak dari tempat duduknya.Mendengar itu, seketika mama Elly langsung menghentikan langkah kakinya untuk keluar dari ruang makan."Berhenti! Se
Alina menolak tawaran Arkan untuk sarapan pagi bersama dengan keluarganya. Ini dikarenakan saat ini kedua matanya tampak sembab dan itu akan menjadi pertanyaan nbai mertuanya.Alina lebih memilih untuk di dalam kamarnya saja."Jangan, nanti mama menanyakan kamu, Lin. Mas harus jawab apa nanti?" Arkan mulai cemas."Mas Arkan bilang saja, kalau saat ini Alina sedang tidak enak badan. Mas bawa makanan ke sini, jika mama tidak percaya, minta mama melihat Alina ke dalam kamar, Alina," balas Alina dengan menatap senyum wajah Arkan."Ya sudah, aku bawakan makanan ke sini, tapi kamu jangan kemana-mana ya. Mas minta maaf atas apa yang aku lakukan kepadamu," tutur Arkan dengan mengecup pucuk kepala Alina.Alina menganggukkan kepalanya, terlihat saat ini dia mulai merasakan ketenangan dalam hatinya ketika Arkan sudah meminta maaf kepada dirinya."Iya Mas. Aku tidak akan kemana-mana," balas Alina dengan nada meyakinkan Arkan.Saat itu memang Arkan sedikit cemas ketika hendak meninggalkan kamar Al
Setelah pemakaman Mbak Alana, kami pun mulai menjalani kehidupan normal seperti biasanya.Aku dan keluarga Mas Arkan memutuskan untuk menghibahkan rumah itu untuk dijadikan panti asuhan.Setelah itu, kami memutuskan untuk tinggal bersama menempati rumah baru kami yang cukup besar dan luas di pusat kota.Kehidupan kami pun sangat bahagia dan aku pun menunggu kelahiran anak kami yang pertama, tiga bulan lagi.Saat ini kami sedang melakukan tingkepan atau tujuh bulanan di rumah baru kami sekalian syukuran menempati rumah kami yang baru Aku sangat senang saat semua keluarga berkumpul di sini bersama penuh kebahagiaan.Kasus pembunuhan kak Ayana dan Rizka sudah ditutup, saat yang menjadi tersangka Mbak Alana sudah mendapatkan ganjaran terlebih dahulu atas perbuatannya.Hal-hal ghaib yang sengaja disembunyikan oleh Mbak Alana akhirnya dikeluarkan dari rumah lama kami dengan bantuan pak Ustaz.****Tiga Bulan Kemudian Akhirnya aku merasakan sesuatu pada jalan lahirku."Mas, perutku sangat
Arkan dan Alina tak bisa menyembunyikan rasa terkejut saat mereka menyaksikan kematian Alana yang begitu tragis di hadapan mereka. Batu ghaib yang selama ini dibawa oleh Alana, ternyata mempunyai kekuatan supranatural yang kerap kali membuat keanehan terjadi di rumah Arkan. Setelah berhasil menyelamatkan Alina, segera Arkan menghubungi Pak Miko untuk segera datang ke tempat kejadian. Di sana, Arkan menjelaskan dengan detail bagaimana kejadian tragis tersebut terjadi, merasa bersalah dan ingin menegaskan bahwa ini bukan salah siapa-siapa. Begitu banyak perasaan yang ingin ia ungkapkan. namun rasa haru sudah menghalangi kata-kata itu keluar. Arkan lantas mengajak Alina ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya dan juga calon bayi yang ada di dalam kandungannya. Hatinya sedikit lega melihat Alina masih bisa tersenyum walaupun sedih. "Semuanya sudah berakhir, kita sudah melewati ini bersama-sama, Alina," ucap Arkan dengan wajah penuh bahagia. Arkan merasa bersyukur bahwa m
Alana merasa mendapatkan kekuatan baru dalam dirinya setelah batu ghaib yang selama ini ia bawa mulai memberikan pengaruh tak terduga. Seolah-olah ada dorongan besar dari dalam diri untuk mencari sasaran baru. Alana berjalan menuju sebuah parkiran yang agak sepi. Di sana, tak sengaja ia bertemu dengan seorang lelaki yang tampak hendak masuk ke dalam mobilnya. Melihat kecantikan Alana yang luar biasa, seketika lelaki itu pun melupakan rencananya untuk masuk ke dalam mobilnya, dan bergegas mendekati Alana, mencoba untuk berkenalan dengan dirinya. "Apakah dia sudah mulai tertarik kepada diriku, sehingga dia datang mendekati diriku?" batin Alana, merasa senang karena akan ada yang menjadi mangsanya.Entah mengapa, pada saat itu Alana merasa ada sesuatu yang berbeda. Sesosok makhluk ghaib seakan berkumpul di dalam tubuhnya, memberikan semacam keberanian dan kekuatan yang misterius. Lelaki itu tampak tersenyum mesum ke arahnya sambil bertanya, "Mbak, mau kemana? Apa boleh aku antarkan
Rencana jahat Mbak Alana ternyata gagal, semua berkat Mas Arkan yang secara kebetulan mengangkat teleponku dan berhasil melacak keberadaanku melalui jaringan seluler. Entah mengapa, saat itu ada perasaan lega sekaligus rasa khawatir yang menghantui pikiranku, beruntunglah Mas Arkan akhirnya datang tepat waktu dan segera menolongku.Sementara itu, Mas Arkan mengejar Mbak Alana dan berteriak memanggil Mbak Alana yang mencoba melarikan diri dari sini."Alana! Jangan lari!" teriak Mas Arkan, menghentikan mbak Alana yang semakin melangkahkan kakinya jauh.Tak lama kemudian, terdengar langkah kakinya yang semakin mendekat, dan ternyata itulah Mas Arkan, yang kembali ke pondok setelah gagal mengejar Mbak Alana."Kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Arkan dengan wajah cemas sekaligus lega, sambil segera membuka ikatan tanganku. "Aku baik-baik saja, Mas. Tapi, tolong bantu Pak Dwi," pintaku sembari merasakan napas yang terengah-engah, dan mulai turun dari ranjang bambu tempatku terikat. Dengan sig
Sepanjang jalan aku mulai banyak berpikir tentang keadaan Alina. Entah apa yang terjadi dengan dirinya saat ini, ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? gumamku dalam hati.Aku sangat mencemaskan Alina, ingin rasanya aku segera sampai di sana.Beberapa saat kemudian handphone milikku berdering kembali.KringSegera aku memasang bluetooth di telingaku dan mendengar teriakan Alina yang saat itu terdengar memilukan.***Aku terseret dengan kasar oleh Mbak Alana, ke arah suatu tempat yang tak aku kenal. Hatiku berdebar kencang saat kami semakin dalam memasuki hutan dan akhirnya sampai di sebuah pondok tua yang tampak terlantar.Saat itulah, pikiranku berlari cepat mencari cara untuk menyelamatkan diri.Aku mengumpulkan keberanian saat Mbak Alana lengah membuka pintu pondok itu.Tangan ku bergetar, saat aku terburu-buru mengambil ponsel dalam tas milikku, tapi akhirnya aku berhasil menggenggam ponsel dan menekan nomor Mas Arkan, yang sudah aku simpan dalam mode speed dial."Ya Allah, semoga
Aku terkejut saat mendengar apa yang diungkapkan oleh Mbak Alana. Sebuah perasaan takut dan panik mulai merayapi hatiku kala mendengar apa yang dikatakan oleh Mbak Alana."Apa maksudmu, Mbak? Apakah ini sengaja kau rencanakan?" tanyaku dengan suara gemetar dan tubuh yang bergetar.Mbak Alana terdiam, wajahnya tertunduk, tapi ada senyuman tipis di sudut bibirnya yang terlihat.Saat itulah aku merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarku, seperti adanya suatu kehadiran yang tidak biasa. Angin bertiup kencang, menggetarkan jendela mobilku, seolah menegaskan kekhawatiranku. Bulu kudukku berdiri, ketakutan mulai menguasai pikiranku."Apakah ini sebuah pertanda ada makhluk lain di sini? Apakah ada sesuatu yang ingin memberitahuku lewat angin ini?" batinku, sementara aku merasa semakin kalut dengan situasi yang terjadi. Aku mencoba merenung sejenak, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana aku harus menghadapinya. Tak ada yang lebih penting bagi ku saat ini selain menenangkan dir
Mendengar rintihan Mbak Alana, seketika hatiku merasa iba padanya. Aku pun langsung menolong Mbak Alana yang saat itu sedang duduk kesakitan. Tanpa menaruh curiga, aku membantunya berdiri dan menanyakan keadaannya. "Mbak Alana, apa kamu baik-baik saja, Mbak?" tanyaku dengan menatap wajah Mbak Alana yang saat itu berpura-pura kesakitan. "Bawa aku ke rumah sakit saja, aku sudah tidak tahan, ini sakit sekali, aku bisa mati di sini jika kau tidak membantuku membawa ke rumah sakit" rintihnya dengan berpura-pura menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku saat itu sempat berpikir, apakah aku seharusnya mengikuti ucapan Alana atau tidak? Mengingat saat itu di rumah dalam keadaan sepi dan semua orang sedang pergi sebentar. "Ya Allah, aku bingung. Haruskah aku membantunya pergi ke rumah sakit?" gumamku dalam hati, sambil mencoba menilai apakah ini sebuah situasi yang cukup genting untuk aku turut campur. Aku merasa perlu untuk menolong mbak Alana, tapi di sisi lain, aku juga tidak ingin meng
Alina terdiam, menahan perasaan yang bergolak dalam dadanya. Ia tahu bahwa Arkan, suaminya, hanya mencoba untuk memancing jawaban darinya. Namun, seolah-olah Arkan telah memahami isi hatinya tanpa harus Alina ungkapkan."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu, Mas?" ujar Alina dengan mencebikkan bibirnya, berusaha menutupi rasa cemburunya."Bukankah kamu sendiri sudah tahu bagaimana perasaanku, Mas?" Arkan tersenyum sedikit, seolah mengerti apa yang tengah Alina rasakan."Aku tahu kamu cemburu, Alina. Maafkan aku jika aku sudah menyinggung perasaanmu," ucapnya lembut, matanya menatapku hangat wajah Alina. "Ada apa, kok kamu mencariku?" Merasa tersentuh dengan perhatian suaminya, Alina terpaksa mengungkapkan kegelisahan yang menghantui hatinya."Aku hanya... mengkhawatirkan dirimu, Mas," ungkapnya dengan tatapan gelisah.Arkan menatap tenang, sambil mendengarkan legelisahan yang dirasakan oleh istrinya."Entah mengapa, akhir-akhir ini aku sering merasa tak tenang, seperti ada bayangan bur
Aku terkesiap saat mendengar ucapan Mas Arkan. Entah mengapa, saat itulah aku merasakan ada suatu keanehan, seperti Mas Arkan sedang berusaha mengurungku di sini."Apakah dia benar-benar sengaja melarangku pergi?" gumamku dalam hati, takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu melarangku pergi, Mas?" tanyaku, menatap wajah suamiku yang terlihat marah. "Apa yang membuatmu sampai seperti ini? Apa salahku, hingga Mas Arkan melarangku untuk pergi?" tanyaku dengan wajah mulai menuntut jawabannya."Iya, aku melarangmu pergi! Sebaiknya kau tetap tinggal di sini dan jangan pernah coba-coba untuk pergi tanpa seijinku. Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mengawasi dirimu, Alana," tegas Mas Arkan.Aku merasa keberatan dengan ucapan Mas Arkan. Di benakku, muncul pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawabannya."Mengapa dia ingin mengurungku? Apakah ini karena rasa cemburu atau mungkin ada alasan lain? Atau mungkin ini berkaitan dengan kasus yang kini membelitku? Tapi buk