Beranda / Horor / TUMBAL PENGANTIN / Bab 3. Hasrat Terpendam

Share

Bab 3. Hasrat Terpendam

Penulis: Kirana Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-19 20:19:28

Intan beranjak lagi dari tidurnya, ia meraba-raba tenggorokan dan berkata," Mau tidur malah haus."

Pintu toilet terbuka, tampaklah Edwin yang keluar dalam kondisi tanpa busana. Hanya pakaian dalam saja yang dia kenakan di badan kekarnya.

"Mas, mau ganti baju?"

"Iya, kamu belum tidur juga?"

"Aku haus, mau ke dapur dulu."

Intan lanjut menyambangi dapur ke lantai utama. Baru saja kakinya menuruni tangga, ia melihat sang mertua sedang duduk di sofa yang ruang tamu.

"Mama, belum tidur?" Tanya Intan menghampirinya.

"Saya gak butuh tidur. Oh iya, kamu betah jadi istri Edwin? Kalau gak betah ya tinggal bilang," ucap Rani. "Tapi, hati-hati lo, kalau bisa jangan buka pintu tengah malam ya? Suka ada apa-apanya di sini."

"Baru beberapa jam jadi istri Mas Edwin, belum kerasa indahnya," ucap Intan. 

Rani, sang mertua itu melengos dan duduk kembali di sofa.

Sementara itu, Intan lanjut ke dapur. Dia lantas meneguk segelas air hangat dan membawa sisanya ke dalam gelas khusus.

Bruk!

Sebuah wadah terjatuh dan menggelinding ke arah meja makan. 

"Itu kan gelas, kok bisa ke sana," gumam Intan. 

Tiba-tiba saja ada seorang pelayan yang masih berseragam hitam, rambutnya dikuncir mirip ekor kuda dan dia berjalan dengan kencang ke lantai dua.

"Bi, bibi, tunggu, aku mau minta tolong," pinta Intan, ia hendak menyusul pelayan itu.

"Intan, ada apa?" Rani terkejut mendengar suara Intan yang agak keras. 

"Mama? Barusan ada pelayan, rambutnya dikuncir, dia ke lantai ini tapi udah gak ada," ucap Intan. "Jam berapa mereka tidur?"

Rani, sang mertua mendekat pada Intan. Ia berkata," Ini malam pertama kamu, layanin tuh! Edwin udah nunggu. Udahlah, saya mau tidur dulu."

Lampu kristal dipadamkan, seketika seluruh ruangan menjadi redup. Intan kembali masuk ke kamarnya dan sudah mendapati Edwin terkapar di atas ranjang.

"Mas, kamu udah tidur duluan," ucap Intan. Ia menyimpan gelas berisi air hangat dulu di meja rias. 

Pintu kamar belum ditutup, dan tampaklah sosok pelayan yang masih berseragam itu melintas di depan kamar. 

Intan mencoba mengintip pelayan itu. Tiba-tiba saja ada angin dingin berhembus hingga membuatnya bergidik.

"Siapa ya barusan? Ini malam pertamaku dengan Mas Edwin, tapi udah banyak disuguhi pemandangan misterius di rumah ini," gumamnya. 

Intan kembali menutup pintu kamar pelan-pelan, lanjut memadamkan lampu dan mulai merebahkan badannya di samping kanan Edwin. Seraya memeluk dengan erat dan mengecup wajah tampan suaminya yang sudah tertidur pulas.

"Enggak ada yang spesial di malam pertama, aku merasa hampa, kenapa juga aku menerima pernikahan ini? Apa aku ini kena pelet seperti yang selalu dibicarakan mayoritas orang Indonesia?"

***

Satu minggu setelah pernikahan, momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh Intan tak kunjung dia dapatkan. Dia sudah berusaha merayu Edwin sedemikian rupa. Mulai dari memeluk dengan erat, membuatkan makanan kesukaan dan bertutur kata lemah lembut. 

Namun, Edwin hanya menjawab perlakuan lembut istrinya dengan kalimat singkat. "Maaf, Sayang. Terimakasih atas kebaikannya, ya? Urusan itu kita lakukan buat nanti saja. Bukannya saya kurang jantan, tapi saya belum siap."

Intan hanya mengangguk pelan sambil menghela nafas dan berkata," Iya, enggak apa-apa, setidaknya aku selalu mendapatkan pelukan hangat dari kamu setiap hari. Bagiku sudah cukup."

Di waktu makan siang bersama, Intan duduk di samping kanan Edwin. Setelah itu, datanglah dua orang pelayan yang mendorong kursi roda Pak Erik. 

"Selamat siang, Papa," ucap Edwin.

" Kakak ipar apa kabar? Pengantin baru kok dingin begitu," canda Erwin yang baru saja muncul dengan Elsa.

"Aku udah gak sabar pengen keponakan, biar di rumah ini rame," sambung Elsa.

"Jangan bercanda terus, kita mulai makan siang!" Tegas Rani yang juga baru menyambangi meja makan. "Duduk semuanya!"

Suara denting dari bunyi peralatan makan mulai bersahutan. Semua makanan yang tersaji mulai mereka santap. 

Intan melirik kepada ayah mertuanya yang terdiam membisu, namun tatapan matanya fokus ke hidangan makanan. Sesekali, bola matanya melirik ke arah Rani, istrinya sendiri.

"Papa gak makan?" Tanya Intan.

Kemudian salah satu pelayan menghampiri. Ia berkata," Pak Erik punya makanan khusus, bukan berupa makanan, tapi berupa vitamin, protein yang sudah berbentuk kapsul."

"Oh begitu ya. Oh iya, teman kamu yang suka keluyuran malam siapa ya? Dia pakai baju pelayan warna hitam, rambutnya dikuncir kayak ekor kuda, jalannya cepat banget. Di mana dia sekarang?" Tanya Intan.

Pelayan itu mengerutkan keningnya. "Di sini enggak ada pelayan yang dikuncir kayak ekor kuda."

"Intan, ini waktunya makan siang, fokus makan bukan bahas yang lain," protes Rani.

"Mama, bisa sopan sedikit? Dia kan menantu Mama," protes Elsa. 

Rani yang selalu ketus dan gampang tersinggung itu malah menggebrak meja. 

Plak!

"Kenapa? Keberatan dengan kehadiran istri saya ini?" Tanya Edwin. "Mau makan malah marah-marah!"

"Intan, kamu belum tahu semua rahasia keluarga ini, Kusumadinata punya cara khusus untuk mendapat kekayaan dan kehormatan, dan kamu salah satu orang yang akan terlibat, karena kamu pengantin baru, dalam waktu tiga bulan harus sudah tuntas," terang Rani.

Rani tertawa terbahak-bahak seorang diri.

"Apa maksudnya?" Tanya Intan.

"Enggak, Sayang. Enggak perlu dengerin dia, ibu saya ini memang agak gila," ucap Edwin.

Plak!

Rani menggebrak meja lagi. 

"Kalau bapakmu sehat pasti udah usir kamu dari rumah ini!" Bentak Rani.

"Mama, cukup!" Erwin melerai perdebatan itu. "Bukan mama yang menguasai rumah ini, tapi kita semua."

"Mama, maunya apa sih! Pengen perhiasan karena sebentar lagi mau undang teman arisan jadi biar pamer, ya? Atau pengen uang banyak," sindir Elsa. 

Tiba-tiba saja Rani memecahkan sebuah gelas di hadapan mereka hingga serpihannya menyebar.

"Kalian makan, bayar pajak rumah, bayar karyawan dari siapa? Lihat ayah kalian, dia sekarat!" Teriak Rani.

"Saya yang bayar semuanya," sahut Edwin. "Bisnis punya papa sudah bangkrut, saya bangun bisnis sendiri dari awal."

"Baik, gimana kalau mama jual rumah ini? Nunggu tiga bulan lagi keburu bangkrut! Gimana kalau ayah kalian yang jadi korbannya!" Gerutu Rani.

Semua saling bertatapan. 

"Sebenarnya ada apa ini?" Tanya Intan. "Jujur saja aku belum mengerti."

Semuanya terdiam, tidak mau menjawab pertanyaan Intan. 

"Sudahlah, aku mau ketemu teman dulu sekalian bahas bisnis. Mas, jagain istrinya, jangan sampai yang sekarang jadi korban berikutnya. Aku pergi dulu ya," pamit Erwin.

Tiba-tiba semuanya hening. Elsa kembali duduk di kursi sambil termenung. Edwin malah meneguk segelas jus. 

"Kalian bisa merasakan kehadiran dia, gak?" Tanya Rani. 

Wush.....

Angin dingin berhembus. 

"Ada angin di dalam rumah, enggak logis, di sini kan pake AC semua," gumam Intan. 

"Coba, lain kali Mama komunikasi sama makhluk itu, bilang sama dia kalau ini bukan waktunya," pinta Edwin.

Sementara itu, Intan mulai terisak-isak. Menghindar dari Edwin, lalu berkata," Mas, apa tujuan kamu nikahi aku? Jujur saja! Kamu manusia macam apa, Mas!"

Bab terkait

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 4. ART Yang Misterius

    Intan melarikan diri keluar rumah dan Edwin menyusulnya. "Intan, tunggu!" Teriak Edwin. Sekuat tenaga dia meraih tangan istrinya. "Jelaskan semuanya, Mas! Kalian punya tujuan apa? Aku mau terlibat apa!" Gerutu Intan. Edwin memeluk Intan dan berusaha membuatnya tenang. "Saya bisa jelaskan semuanya sama kamu. Tapi, saya benar-benar minta maaf, saya sayang sama kamu dan saya gak mau kamu jadi korban berikutnya. Ini soal tradisi keluarga, tapi saya sudah muak, benar-benar muak!""Tradisi apa? Jujur saja, kita sudah syah jadi suami istri, gak perlu ada yang ditutupi lagi," protes Intan. Karena Edwin tak mau banyak menjelaskan, Intan pun melengos tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Begitu masuk rumah, dia berpapasan dengan Rani, mertuanya."Nitip Papa Erik, ya? Mama mau pesta dulu sama teman arisan," pinta Rani. Intan tak sudi menyahut. Dia lantas ke kamarnya dan langsung membuka lemari. Mengobrak-abrik semua pakaian hingga berjatuhan."Pelayan udah kerja keras buat beresin lemari kamu,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-23
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 5. Kedatangan Dua Nenek

    Nala dan Amel terkejut sampai menghentikan perkejaannya. "Ada apa? Butuh bantuan?" Tanya Nala. "Nyonya pasti lelah ya, wajar sih kan pengantin baru.""Barusan ada dia, pelayan yang rambutnya dikuncir kayak ekor kuda itu, dia di sini," ucap Intan. "Kok, kaki aku lemes gemetar begini, ya? Apa saking paniknya ketemu dia?""Itu hantu," tukas Amel."Di sini gak ada hantu!" Tegas Nala. "Sssstttt! Jangan nakutin! Dan ART yang dikuncir itu sebenarnya gak ada. Itu cuma halusinasi Nyonya Intan saja."Kemudian, Edwin muncul. Matanya terbelalak mendapati masakan yang tengah diproses di atas wajan. Meskipun masih proses dimasak namun aroma dan tampilannya sungguh menggoda. "Istriku pandai masak juga," ucap Edwin.Tak berselang lama, muncul Erwin dan Elsa. Mereka menyambangi dapur dalam kondisi masih mengenakan pakaian tidur. "Pagi, tumben pengantin baru udah eksis di dapur?" Tanya Erwin. Lalu, matanya melirik Intan. "Eh, kok rambutnya gak basah? Harusnya basah tuh!""Apaan sih! Jail banget lo j

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-23
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 6. Pesan Dari Nenek Diah

    "Makhluk apa? Jadi penasaran," sahut Elsa. Nenek Diah duduk terlebih dahulu di kursi dekat pintu. Tatapan matanya memandang fokus ke arah Edwin. "Sebenarnya makhluk itu harus diusir, jangan sampai ada di rumah ini. Kalian mesti nyari orang pintar buat bantuin, nenek gak mau kalian jadi korban. Sudah lama nenek menyimpan rahasia ini dari kalian," terangnya."Rahasia?" Edwin mengerutkan keningnya lalu mendekati Nenek Diah. Tiba-tiba saja wanita tua itu membuang wajah dari tatapan Edwin. "Rahasia apa? Soal tumbal pengantin itu, ya?" Tanya Edwin."Bukan! Bukan! Enggak ada tumbal pengantin di keluarga ini! Kusumadinata itu nama kakek kalian, kami terhormat dan sama sekali gak pernah main licik!" Gerutunya. Edwin, Elsa, dan Erwin saling bertatapan. Kemudian, mereka memeluk neneknya sambil menyeka air mata di pipi yang sudah bergelambir itu. "Saya mau Intan selamat. Tapi, bilang sama saya, apa dulu Papa sempat menikah dengan wanita pertama? Maksud saya apa Papa punya istri pertama yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 7. Beberapa Kejanggalan

    "Aarrrghhhh!"Suara teriakan itu terdengar menggema sampai seisi rumah terbangun. Edwin beranjak lebih dulu. Tanpa pikir panjang dia berlari menuju kamar Nenek Diah. "Nenek, buka pintunya!" Teriak Edwin sambil menggedor pintu."Mas, barusan ada suara menjerit ya?" Tanya Elsa yang baru saja muncul."Mas, ada apa malam-malam begini, berisik tau!" Protes Erwin."Bantuin buka pintu ini, yang teriak barusan nenek kita," sahutnya. "Ayo, buka, bantuin!""Ada apa ini? Malam begini bikin keributan," protes Rani. "Mama, barusan nenek teriak, kita takut kenapa-kenapa," sahut Elsa. "Kita mau bongkar pintu kamarnya."Rani mengambil kunci serep dari kamarnya, dia berikan pada Edwin. Setelah berhasil membuka pintu, pemandangan mengerikan pun tampak. Sesepuh yang mereka hormati sudah terkapar mengenaskan, mulutnya mengeluarkan darah bercampur belatung dan matanya melotot, bagian hitamnya melirik ke atas."Nenek, kenapa begini?" Gumam Edwin. Perlahan-lahan dia mendekati neneknya yang sudah tak berg

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 8. Pelakunya Adalah Seorang Wanita

    Kemudian Elsa terisak-isak, menutup wajahnya sambil meringis hingga air matanya mengalir melakui celah-celah jarinya."Aku belum sanggup kehilangan nenek," ucapnya lirih. "Kenapa dia pergi secepat itu! Padahal waktu tiba di rumah dia baik-baik saja, kan? Dia sehat, Mas! Nenek kita itu sehat!"Intan memeluk adik iparnya untuk sekedar menenangkan hatinya. "Mas, punya firasat buruk mengenai keluarga ini? Kata dokter setelah nenek meninggal katanya mengeluarkan belatung kecil dari mulutnya? Kalau menurut mitos di Indonesia kan itu santet kiriman orang. Belum lagi kematian Rumi dulu, sekarang kamu udah nikah lagi, bisa juga Intan jadi korban berikutnya, atau gue dan Elsa," terang Erwin. "Sudah cukup! Kita lagi berkabung!" Gertak Edwin. "Gak usah bahas santet segala.""Apa gara-gara setan itu! Mestinya kita usir, kita nyari orang pintar buat usir dia," ucap Elsa. Erwin menatap adiknya dengan pandangan sayu, sambil mengerutkan keningnya ia berkata," Kamu udah pernah lihat dia, ya?""Kan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 9. Foto Kenangan Tahun 1990 Yang Penuh Pertanyaan

    Duk! Duk!Suara hentakan terdengar nyaring, bunyi dentumnya membuat mereka tercekat."Itu dari kamar nenek," ucap Edwin. Mereka bergegas menyambangi kamar bekas neneknya yang kini sudah kosong. Sengaja, Edwin membuka pintu lebar-lebar. Dan ternyata kondisi di dalam sudah berantakan. Benda hiasan berupa asbak kayu dan lantai sudah berlumur debu."Siapa pelakunya?" Tanya Intan. "Kamar ini kosong. Kayak udah diterjang badai.""Lihat itu!" Seru Elsa sambil menunjuk ke atap.Atap kamar sudah basah, membentuk lingkaran dan berwarna coklat tua. Tampak retak-retak dan hampir roboh."Bau apa ini, bau banget," keluh Intan sambil menutup hidungnya.Lambat laun noda di atap yang berbentuk lingkaran itu berubah semakin basah dan berwarna hitam. Lalu, Edwin bergegas mengambil sebuah sapu. Dia mendobrak atap itu melalui gagangnya sampai atap itu hancur.Tiba-tiba saja sesuatu yang menjijikkan terjatuh setelah atap itu bolong dan rusak."Ya ampun! Kenapa ada yang beginian!" Elsa terkejut.Sesuatu y

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 10. Kumbang Yang Aneh

    Bruk!Dentuman kembali terdengar nyaring sampai mengejutkan mereka. Dan bunyi tersebut terus menerus hingga hentakkan bunyinya semakin cepat."Dari kamar nenek," gumam Intan.Mereka berlari menyambangi kamar Nenek Diah. Begitu pintu terbuka, muncul puluhan ekor kumbang hitam bertebaran ke seluruh ruangan. "Mas, ada bau lagi," ucap Elsa.Edwin bergegas masuk kamar lagi, ternyata atap langit-langit kamar itu sudah roboh sampai kabel listrik menjuntai dan memercikkan api. Mereka terbelalak karena menyaksikan gumpalan seperti darah beku yang dikerumuni belatung."Apa lagi itu?" Tanya Erwin. "Sialan, siapa yang nyimpen bangke di rumah gue!""Iya, siapa dalangnya dan siapa wayangnya? Siapa yang nyimpen benda itu di sini? Pastinya salah satu orang di rumah ini," gumam Edwin. "Hati-hati buat kalian."Kemudian, Erwin mengambil pemantik api. Dia membakar benda berupa tanah yang dikerumuni belatung, dan berkata," Sekalian atapnya kita bakar aja!""Serius dong, Er! Rumah kita bisa kebakaran!" S

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-18
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 11. Bikin Kaget

    Mang Jajang tercekat. "Serem gimana, Pak? Saya mah merasa baik-baik saja di sini. Dan pastinya saya siap jadi pengurus Pak Erik, dia orang yang dulu ngangkat derajat saya yang bodoh ini."Ketika Intan menghampiri, seraya melirik supir yang selalu menyunggingkan bibirnya itu. Mang Jajang mengangguk pelan sambil memandangnya dengan sayu."Siapa wanita ini?""Istri saya."Mang Jajang terbelalak, menelan ludah dan tangannya gemetaran."Pak Edwin sudah menikah lagi ternyata. Selamat ya, mudah-mudahan segera dikasih anak. Saya mau ke kamar dulu, biasa banyak barang pribadi yang mesti diberesin." Mang Jajang tersenyum lebar sambil melengos."Mas, udah dulu dramanya. Aku mau tidur dulu ya, besok kan ada jadwal ngajar, gak enak sama rektor kalau bolos terus," ucap Intan.Dan ketika hendak tidur, sengaja Intan mengenakan baju tidur warna merah bekas Rumi, pakaian mendiang istri pertama Edwin. Wanita yang satu ini terus bercermin, menjuntaikan rambut hitamnya, memamerkan keindahan lekuk badannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19

Bab terbaru

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 36. Gangguan Baru Mulai Muncul

    Saking kagetnya, Edwin sampai menampar wajah Nala karena yang dia lihat adalah sosok hitam berwajah datar."Pak, hentikan! Jangan pukul saya!" Teriak Nala."Kamu setan di rumah ini, pergi kamu!" Teriak Edwin.Suara teriakan Edwin dan Nala sampai menggema di seluruh ruangan, terdengar hingga ke lantai utama. Tak lama kemudian, datang Erwin dan Amel sampai berlari menyambangi lantai dua dan mereka menemukan Edwin sedang menjambak Nala. Erwin bergegas memisahkan mereka berdua. Sampai Erwin terkena hantaman tangan Edwin."Mas, jangan, Mas! Kasihan dia, Mas!" Pinta Erwin."Diam, dia setan. Ngapain juga ada di kamar Mama!" Teriak Edwin."Mas, dia Nala. Hentikan!" Teriak Erwin. Saking emosinya, dia sampai menghantam tangan Edwin yang menjambak rambut Nala.Sejenak, suasana kembali tenang. Namun, rambut Nala sudah gimbal dan wajahnya agak lebam. Amel memeluknya dengan erat dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.Edwin pun baru sadar bahwa yang baru saja dia jambak adalah Nala. Dia langsung

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 35. Ada Dengan Rudi?

    Kemudian, beberapa warga berkerumun di depan rumah. Mereka hendak menghentikan Rudi yang akan melesatkan peluru. Nahas, Rudi memberontak dan memaki-maki orang sekitarnya."Pergi kalian semua! Jangan diem di depan rumah gue, sialan!"Salah satu warga menghampiri Edwin. Seorang pria berambut putih berkata," Pak, dia memang agak stress, sebaiknya bapak pulang saja."Semua warga yang berkerumun menyuruh Edwin untuk pulang demi keamanan. Namun, langkahnya terhenti oleh wanita gemuk yang bernama Mpok Mia yang baru saja datang."Rud, lo kenapa marah-marah gitu?""Mpok, itu anak-anak Kusumadinata yang dulu jadi majikan anak lo yang mati, itu dia!"Mpok Mia menoleh, tapi seperti ragu mendekat."Bu, boleh kita bicara sebentar saja," pinta Edwin. "Iya, iya, boleh. Tapi jangan di sini, ini rumah adik saya," jawab Mpok Mia. Tiba-tiba Rudi mengerang kesakitan di bagian dada kirinya. Dia melunglai lemas dan memuntahkan darah.Mpok Mia bergegas menolong adiknya yang berteriak-teriak kesakitan. Semu

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 34. Mengincar Rudi

    Intan bersikeras mendekati Nala. ART itu belum juga menyahut meski majikan sudah meninggikan suara untuk memanggil. Intan pun hendak mencolek punggung Nala. Namun dia ragu. Lantas, Nala tertawa cekikikan dan mulai menengadahkan kepalanya ke atas. "Nala, kamu baik-baik saja, kan?" "Babu kayak saya ini nggak ada artinya buat kalian," sahut Nala lantang. "Apalagi di depan nenek tua yang haus kekayaan." "Maksud kamu apa, Nala?" Tanya Intan. "Dasar majikan bodoh!" Hardik Nala. Amel baru saja masuk kamar, dia tersentak kaget menyaksikan Nala yang bergelagat aneh sampai membuatnya bernafas tersengal-sengal. "Bu, kayaknya Nala kerasukan deh," ucapnya. Kemudian, Nala menoleh, menunjukkan wajah yang pucat dan mata yang putih. Dia menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba saja, Nala muntah, lehernya seperti tercekik, dia berteriak kesakitan sampai terjatuh dan menggulingkan badannya di lantai. "Astaghfirullah, Nala!" Teriak Intan. Akhirnya, Nala batuk-batuk, memuntahkan cairan hi

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 33. Halusinasi Terasa Nyata

    Elsa meringis ketika mendapati kedua tangan kakak kandungnya yang berlumuran darah sambil melambaikan tangannya seperti meminta tolong. "Elsa!" Teriak Edwin.Elsa bergegas menolong. Kemudian, menghampiri jendela. Sayangnya, Edwin semakin menjauh sampai Elsa kesulitan meraih tangan kakaknya itu."Elsa! Sadar, Els!" Teriak Dhea.Dalam pandangannya, Elsa menyaksikan Edwin hendak melompat, seperti mau bunuh diri. Di saat itulah, Elsa nekad meraih tangan kakaknya. "Mas, jangan lompat!" "Elsa, jangan lompat!" Teriak mahasiswa yang menolongnya.Elsa terus memberontak ketika semua mahasiswa menahan badannya. "Itu kakak gue jatuh ke bawah! Mas Edwin, jangan lompat, Mas!"Bruk!Akhirnya, Elsa berhasil melompat lalu terjatuh ke atap lantai satu dan tergeletak pingsan.Satu jam kemudian, Elsa baru bisa membuka kedua matanya. Yang dia lihat hanya ruangan serba putih dan lampu neon yang menerangi ruangan."Elsa, syukurlah, kamu udah sadar," ucap Intan. "Kak, mana Mas Edwin? Dia baik-baik saja,

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 32. Boneka Voodoo Baru

    Kamar mendiang Nenek Diah tampak berantakan, kumuh dan bau pesing. Ada air menggenang di lantai dan dikerumuni kumbang. "Mas, ada apa?" Sahut Elsa. Baru saja membuka pintu, dia langsung muntah-muntah. "Bau banget!""Mas, pagi-pagi udah teriak," keluh Intan. "Ada apa--"Intan terbelalak dan langsung menutup hidungnya. Dia bergegas mengambil masker untuk menutupi mulut dan penciumannya."Mas, gue mau ngopi, ngapain manggil gue?""Lihat, perbuatan siapa di sini?" Spontan, Erwin menyemburkan kopi dari mulutnya. "Bau banget!"Tak lama kemudian, Intan menghampiri sambil menyodorkan masker penutup mulut dan hidung. Kendati, agar mereka leluasa memeriksa kondisi di dalam kamar yang sudah kosong itu."Ini bukan air biasa, ini air seni," gumam Edwin. "Masa di sini ada yang pipis," gerutu Elsa. "Jijik banget!"Lalu, mereka mendongak ke atas, mendapati CCTV yang sudah pecah dan serpihannya berhamburan di lantai. "Oh, dia merusak cctv dulu sebelum beraksi, itu pelaku cerdik juga ya," gumam Er

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 31. Siluet Bayangan Wanita Di Tengah Malam

    Tiba-tiba saja Elsa memuntahkan cairan berwarna cokelat. Dia batuk-batuk sampai tidak kuat menahan rasa sakitnya. "Kita ke RS sekarang, sambil nengok Papa," ajak Intan. Malam yang gelap, terpaksa mereka bertandang ke RS. Semula, Elsa tampak parah dan pucat pasi, namun ketika di perjalanan dia seperti bukan orang sakit.Setelah diobservasi dan cek laboratorium, hasilnya tidak ditemukan penyakit apapun. "Kalau begini ya enggak usah ke RS," protes Elsa. "Aku mau nengok Papa dulu."Mereka bertiga lantas mengunjungi ruang ICU. Orang tua yang mereka rindukan masih terkapar lemah di atas ranjang, berselimut kain putih dan hidung yang dipasang selang oksigen."Mau sampai kapan Papa kayak gini! Sadar dong, Pa!" Gerutu Elsa. "Papa harus pulang, harus sehat lagi, jangan pergi dulu, Pa! Elsa kangen."Elsa meringis, terisak-isak sampai suara tangisnya menggema di seluruh ruangan."Elsa, udah kita pulang sekarang. Jangan nangis di sini, Papa kan udah ada yang ngurus, kita percayakan urusan sama

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 30. Noda Baru Dan Hasil Visum Tante

    Suara ratusan kumbang tiba-tiba saja terdengar bising, serangga itu beterbangan di langit-langit rumah sampai menggulung. "Astaghfirullah," ucap Pak haji. "Ada yang menyerang saya. Tapi gak apa-apa."Kemudian kumbang itu kembali masuk ke sarangnya lewat lubang di dapur.Sementara itu, Intan sudah agak membaik, namun kakinya lemas sampai berdiri pun harus dibantu suaminya. "Pak haji, sebenarnya saya mau bahas tentang keluarga. Ibu kami sering berbohong, dia beralibi sibuk bekerja, nyatanya sudah satu bulan teledor, perusahaan terbengkalai. Kadang saya bertanya-tanya, ke mana dia perginya," terang Edwin."Kalau nak Edwin penasaran, kenapa gak pernah intip beliau? Kan ibu sendiri, harusnya ada yang berani ikutin dia pergi," jawab Pak haji. Sejenak, dia menghela nafas dalam-dalam. "Jujur saja, kasus seperti ini, apalagi kalau berhubungan sama orang yang memuja kepada selain Tuhan, ya agak berat juga.""Pak haji percaya kakek Kusumadinata itu pemuja setan demi kekayaan? Firasat saya seba

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 29. Kunci Yang Ditanam

    Edwin menoleh ke belakang. Tak melihat siapapun selain pintu kamar ibunya. Sementara Intan sudah bernafas tersengal-sengal, panik dan berkeringat. "Mas, makhluk itu ada di sana, dia kayak bayangan hitam, tinggi besar, aku lihat jarinya runcing, dia kayaknya mau menerkam," ungkap Intan. Dia lantas menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Aku takut, Mas. Astagfirullah." Edwin memeluk istrinya agar lebih tenang. Namun, matanya melirik kanan kiri. Ada hembusan angin yang melintas sampai menyibak rambut Intan. Tampaklah, makhluk hitam berdiri di depannya. Edwin menyaksikan pergerakan makhluk itu, mulai dari berdiri lalu menyerupai seorang wanita, berambut panjang dan berwajah pucat. "Mas!" "Ssssttt! Gak ada apa-apa, tenang ya, ternyata pelukan di sini nyaman juga. Mereka bergegas ke balkon lantai dua. Kebetulan, Elsa dan Erwin ternyata sedang melakukan peregangan badan. "Er, Els," sapa Edwin. "Mas, ngapain jalan-jalan sambil pelukan gitu? Kenapa? Norak tahu!" Sindir Elsa. "Gak

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 28. Ibu Yang Labil Dan Misteri Penagih Uang

    Siang hari yang cerah, Edwin dan Intan sengaja pulang ke rumah meskipun perasaan mereka masih tak karuan karena mendapati sang ibu yang selalu berulah. Malahan, Edwin melempar tas kerjanya ke atas kursi tamu. Sampai tas bermerek dan mahal itu menimpa Elsa. "Mas! Apa-apaan sih! Untung aja gak kena muka aku!" "Kamu sama Erwin gak kuliah, ya? Bagus! Kalian sudah belajar bolos, buang-buang uang buat biaya kuliah mahal tapi hasilnya nihil! Kakak kamu ini capek nyari duit buat makan, buat sekolah, buat operasional rumah, tapi kalian enak-enakan nganggur. Keluar kalian semua dari rumah saya!" Elsa tercekat mendapati kakaknya yang naik pitam. Sambil berurai air mata, ia berkata," Mas, kenapa sih! Aku sama Erwin lagi UTS. Kamu, baru aja pulang udah marah begini!" Edwin lantas menghindar, dia menyambangi ruang kerjanya dengan terburu-buru, bahkan membukanya pintu dengan kencang. "Hei, ada apa ini? Siapa yang teriak?" Tanya Erwin yang baru saja menuruni tangga. "Mas Edwin barusan marahin

DMCA.com Protection Status