Home / Horor / TUMBAL PENGANTIN / Bab 2. Rumah Yang Aneh

Share

Bab 2. Rumah Yang Aneh

Author: Kirana Senja
last update Last Updated: 2023-04-19 20:12:47

"Intan, kenalkan, ini ibu saya, nama beliau Rani Kusumadinata," ungkap Edwin.

Intan menyunggingkan bibirnya lebar-lebar, menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat, lalu berkata," Senang bertemu dengan Anda."

Rani, sang nyonya rumah itu melengos begitu saja sambil berkata," Papa kamu masih sakit, kedua adik kamu sore nanti mau pulang, mereka gak jadi ke Aussie, terus kamu malah bawa perempuan asing."

Edwin menghela nafas dalam-dalam. 

"Kayaknya dia gak suka aku," ucap Intan.

"Ssssttt! Saya cuma mau kenalin kamu ke Papa Erik, sini ikut saya," ajak Edwin. 

Pria itu membawanya ke lantai dua, menelusuri koridor ruangan yang megah hingga akhirnya tiba di sebuah balkon. 

Ada dua orang pelayan wanita muda yang sedang menjaga seorang pria lumpuh, duduk di kursi roda dengan leher sedikit menengadah ke atas. 

"Papa," sapa Edwin. "Saya mau mengenalkan seseorang buat Papa, ini dia."

Edwin meraih tangan Intan. Kemudian, mereka berdua bertekuk lutut di hadapan orang tua itu.

"Selamat siang," ucap Intan.

"Papa lumpuh, stroke dan alzheimer," ungkap Edwin. "Tapi, kami masih sangat menyayangi beliau."

Edwin menundukkan kepala di depan orang tuanya. Tiba-tiba saja berurai air mata, terisak-isak lalu menggenggam tangan sang ayah dan berkata," Papa, ini calon istriku, saya cuma mau minta restu. Mohon, restui kami berdua."

"Ternyata ayahmu lumpuh dan bisu, ya? Aku kira beliau orang yang dingin," gumam Intan. 

Intan mengusap bahu Edwin ketika masih terisak-isak. Seraya berkata," Sudah, gak usah nangis, semua aku serahkan sama yang kuasa. Kita berjodoh atau enggak ya tergantung keputusan orang tua."

Tiba-tiba saja ayah kandung Edwin berkata," Pa-pa, res-tu-i--"

Perlahan-lahan tangan yang sudah keriput itu bergerak lalu menggenggam tangan Edwin. 

Seketika tangis Edwin membuncah di hadapan pria yang telah menghadirkannya ke dunia ini. 

Selama enam bulan Edwin dan Intan mengenal satu sama lain. Akhirnya, mereka melangsungkan pernikahan di sebuah hotel mewah. Wajah Edwin tampak sumringah dan tak henti-hentinya tertawa ketika para tamu memberikan ucapan selamat. 

Tapi, tidak dengan Intan. Dia hanya menyunggingkan senyuman tipis-tipis di depan para tamu.

"Jujur saja, hatiku masih berat. Kalau bukan karena hutang dan cengkraman tante, mungkin aku tolak pernikahan ini," gumam Intan.

Setelah pernikahan itu terjadi, Edwin lantas memboyong Intan ke rumah mewahnya. Yang menyambut hanya para pelayan dan seorang lelaki muda. 

"Yeaaaayyy, selamat datang, kakak ipar, kenalin aku Erwin, adiknya Mas Edwin," ucap dia. 

Kemudian, muncul seorang gadis cantik berambut gelombang dan hitam. Dia berkata," Aku Elsa, si bungsu di rumah ini. Mudah-mudahan kamu betah ya hidup sama kakakku yang usil ini."

"Makasih buat sambutannya, ya. Mudah-mudahan kalian gak keberatan sama kehadiran aku di sini," ucap Intan. Seraya menggenggam tangan Edwin. 

Kemudian, Edwin menepuk-nepuk tangan sebanyak tiga kali. Tak lama kemudian, dua orang pelayan wanita menyambangi sambil menundukkan kepala.

"Antar istri saya ke kamar, ganti semua sprei, perlengkapan mandi, rapikan semua baju di lemari dan jangan lupa semprotkan parfum aroma teh hijau," pinta Edwin. 

"Tapi, masa aku sendirian ke kamar? Harusnya sama kamu, Mas," protes Intan.

"Iya, Sayang. Saya nyusul ya, biasa ada diskusi penting sama orang tua dan adik-adik yang usil ini," ucap Edwin, seraya mencium kening istrinya terlebih dahulu.

Lalu, dua pelayan itu menggandeng tangan Intan untuk bertandang ke kamar pengantin. Baru saja pintu kamar dibuka, tercium aroma segar teh hijau. Intan sampai terbelalak melihat kamar baru yang mewah. 

"Ranjangnya gede banget," gumamnya. Dia menekan-nekan kasur hingga merebahkan badannya dan berkata. "Empuk banget."

"Permisi, saya mau gantikan sprei dulu," pinta pelayan itu.

"Pasti mahal ya? Spreinya mengkilat, kayaknya enak dipake tidur," ucap Intan. "Oh iya, aku mau buka lemari dulu."

Tanpa pikir panjang, Intan membuka lemari yang berukuran besar. Spontan, beberapa lembar pakaian menggeser dan menimpa badannya. 

Bruk!

"Nyonya, hati-hati, biar kami saja yang rapikan bajunya, tugas nyonya tinggal menunggu atau bisa menjelajahi rumah ini," ucap salah satu pelayan. "Tapi, lingerie mana yang mau dipakai malam ini? Buat malam pertama sama Pak Edwin."

Terlihat, sebuah lingerie merah berbentuk gaun dan baju dalamnya hanya pakaian dalamnya saja.

"Yang merah saja," pinta Intan. "Tapi, ini kamar Pak Edwin, kan? Kenapa ada pakaian wanita di lemari dia?"

"Se--sebelum beliau menikahi nyonya, dia sudah menyiapkan semuanya," ungkap pelayan itu.

Hari sudah berubah menjadi gelap dan sepi, Intan berhias sedemikian rupa. Rambutnya tergerai, badannya sudah dibalut lingerie merah, menyemprotkan parfum dan duduk selonjoran di atas ranjang. Dia menunggu kedatangan suaminya dan siap menyambut.

Duk! Duk!

Suara ketukan pintu terdengar nyaring. 

"Mas, itu kamu? Ini baru jam sembilan malam, masuk saja pintunya gak dikunci," ucap Intan. 

Duk! Duk! Duk!

Intan naik pitam. Seraya membuka pintunya. Tapi, di luar kamar tidak ada siapapun. 

"Siapa yang barusan ngetuk pintu? Masa ada hantu, gak mungkin," gumamnya. 

Intan kembali menutup pintu. Dia lantas duduk di ranjangnya.

Duk! Duk!

"Siapa sih!"

Intan bergegas membuka pintunya lagi. Tapi, tapi tidak ada siapapun.

"Siapa sih yang ngetuk pintu!" Teriak Intan.

"Sayang," sahut Edwin di sebelah kanan. 

"Aarrghhhh! Mas, kirain siapa. Dari tadi aku nunggu kamu. Aku kesepian di sini," keluh Intan. "Dari mana saja?"

Edwin memeluknya dengan erat. Ia masuk kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Kamu sudah makan?"

"Enggak, aku kekenyangan tadi siang, gak ada kamu aku gak nafsu makan, Mas."

Kemudian, Intan menggelar selimut, dia juga membuka area tubuhnya yang memancing hasrat agar suaminya semakin tergoda. 

Ketika itu, Intan berinsiatif menggoda Edwin yang sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan smartphone miliknya. 

"Mas, aku sudah siap jadi milik kamu seutuhnya," ucap Intan.

Edwin terbelalak melihat badan indah dan mulus istrinya. Seketika deru nafasnya meningkat, tapi dia membuang tatapannya dari Intan.

"Mas." Intan menyentuh tangan Edwin.

"Tunggu, Sayang. Begini, sebenarnya saya belum diskusi soal hal sensitif. Maaf, saya harus katakan ini," ucap Edwin.

Intan terdiam sejenak. 

"Ini malam pertama kita," ucapnya.

Edwin membelakangi Intan. Sambil menundukkan kepala, ia berkata," Maaf, saya belum bisa melakukannya malam ini. Tapi, saya berharap bisa melakukannya nanti kalau--"

"Ya sudah kalau gak siap," potong Intan. "Aku mau tidur saja. Makasih sudah mau menikahi aku. Tapi, barusan di luar kamar ada yang ngetuk pintu, itu siapa ya?"

"Hah! Dia ada?" Edwin terkejut.

"Itu kamu ya, Mas? Atau adik kamu?"

"Sebenarnya, kalau ada yang ngetuk pintu jangan dulu dibuka ya, apalagi kalau tengah malam. Ya sudah, kamu tidur duluan ya, saya mau ke toilet dulu."

Intan menyelimuti badannya lebih dulu. Ada udara dingin menerpa tubuhnya hingga bulu remangnya merinding.

"Malam pertama kenapa bisa jadi begini? Aku ragu sama ketulusan dan cinta kamu, Mas Edwin. Apa tujuannya kamu nikahi aku?" 

Related chapters

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 3. Hasrat Terpendam

    Intan beranjak lagi dari tidurnya, ia meraba-raba tenggorokan dan berkata," Mau tidur malah haus."Pintu toilet terbuka, tampaklah Edwin yang keluar dalam kondisi tanpa busana. Hanya pakaian dalam saja yang dia kenakan di badan kekarnya."Mas, mau ganti baju?""Iya, kamu belum tidur juga?""Aku haus, mau ke dapur dulu."Intan lanjut menyambangi dapur ke lantai utama. Baru saja kakinya menuruni tangga, ia melihat sang mertua sedang duduk di sofa yang ruang tamu."Mama, belum tidur?" Tanya Intan menghampirinya."Saya gak butuh tidur. Oh iya, kamu betah jadi istri Edwin? Kalau gak betah ya tinggal bilang," ucap Rani. "Tapi, hati-hati lo, kalau bisa jangan buka pintu tengah malam ya? Suka ada apa-apanya di sini.""Baru beberapa jam jadi istri Mas Edwin, belum kerasa indahnya," ucap Intan. Rani, sang mertua itu melengos dan duduk kembali di sofa.Sementara itu, Intan lanjut ke dapur. Dia lantas meneguk segelas air hangat dan membawa sisanya ke dalam gelas khusus.Bruk!Sebuah wadah terjat

    Last Updated : 2023-04-19
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 4. ART Yang Misterius

    Intan melarikan diri keluar rumah dan Edwin menyusulnya. "Intan, tunggu!" Teriak Edwin. Sekuat tenaga dia meraih tangan istrinya. "Jelaskan semuanya, Mas! Kalian punya tujuan apa? Aku mau terlibat apa!" Gerutu Intan. Edwin memeluk Intan dan berusaha membuatnya tenang. "Saya bisa jelaskan semuanya sama kamu. Tapi, saya benar-benar minta maaf, saya sayang sama kamu dan saya gak mau kamu jadi korban berikutnya. Ini soal tradisi keluarga, tapi saya sudah muak, benar-benar muak!""Tradisi apa? Jujur saja, kita sudah syah jadi suami istri, gak perlu ada yang ditutupi lagi," protes Intan. Karena Edwin tak mau banyak menjelaskan, Intan pun melengos tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Begitu masuk rumah, dia berpapasan dengan Rani, mertuanya."Nitip Papa Erik, ya? Mama mau pesta dulu sama teman arisan," pinta Rani. Intan tak sudi menyahut. Dia lantas ke kamarnya dan langsung membuka lemari. Mengobrak-abrik semua pakaian hingga berjatuhan."Pelayan udah kerja keras buat beresin lemari kamu,

    Last Updated : 2023-04-23
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 5. Kedatangan Dua Nenek

    Nala dan Amel terkejut sampai menghentikan perkejaannya. "Ada apa? Butuh bantuan?" Tanya Nala. "Nyonya pasti lelah ya, wajar sih kan pengantin baru.""Barusan ada dia, pelayan yang rambutnya dikuncir kayak ekor kuda itu, dia di sini," ucap Intan. "Kok, kaki aku lemes gemetar begini, ya? Apa saking paniknya ketemu dia?""Itu hantu," tukas Amel."Di sini gak ada hantu!" Tegas Nala. "Sssstttt! Jangan nakutin! Dan ART yang dikuncir itu sebenarnya gak ada. Itu cuma halusinasi Nyonya Intan saja."Kemudian, Edwin muncul. Matanya terbelalak mendapati masakan yang tengah diproses di atas wajan. Meskipun masih proses dimasak namun aroma dan tampilannya sungguh menggoda. "Istriku pandai masak juga," ucap Edwin.Tak berselang lama, muncul Erwin dan Elsa. Mereka menyambangi dapur dalam kondisi masih mengenakan pakaian tidur. "Pagi, tumben pengantin baru udah eksis di dapur?" Tanya Erwin. Lalu, matanya melirik Intan. "Eh, kok rambutnya gak basah? Harusnya basah tuh!""Apaan sih! Jail banget lo j

    Last Updated : 2023-04-23
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 6. Pesan Dari Nenek Diah

    "Makhluk apa? Jadi penasaran," sahut Elsa. Nenek Diah duduk terlebih dahulu di kursi dekat pintu. Tatapan matanya memandang fokus ke arah Edwin. "Sebenarnya makhluk itu harus diusir, jangan sampai ada di rumah ini. Kalian mesti nyari orang pintar buat bantuin, nenek gak mau kalian jadi korban. Sudah lama nenek menyimpan rahasia ini dari kalian," terangnya."Rahasia?" Edwin mengerutkan keningnya lalu mendekati Nenek Diah. Tiba-tiba saja wanita tua itu membuang wajah dari tatapan Edwin. "Rahasia apa? Soal tumbal pengantin itu, ya?" Tanya Edwin."Bukan! Bukan! Enggak ada tumbal pengantin di keluarga ini! Kusumadinata itu nama kakek kalian, kami terhormat dan sama sekali gak pernah main licik!" Gerutunya. Edwin, Elsa, dan Erwin saling bertatapan. Kemudian, mereka memeluk neneknya sambil menyeka air mata di pipi yang sudah bergelambir itu. "Saya mau Intan selamat. Tapi, bilang sama saya, apa dulu Papa sempat menikah dengan wanita pertama? Maksud saya apa Papa punya istri pertama yang

    Last Updated : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 7. Beberapa Kejanggalan

    "Aarrrghhhh!"Suara teriakan itu terdengar menggema sampai seisi rumah terbangun. Edwin beranjak lebih dulu. Tanpa pikir panjang dia berlari menuju kamar Nenek Diah. "Nenek, buka pintunya!" Teriak Edwin sambil menggedor pintu."Mas, barusan ada suara menjerit ya?" Tanya Elsa yang baru saja muncul."Mas, ada apa malam-malam begini, berisik tau!" Protes Erwin."Bantuin buka pintu ini, yang teriak barusan nenek kita," sahutnya. "Ayo, buka, bantuin!""Ada apa ini? Malam begini bikin keributan," protes Rani. "Mama, barusan nenek teriak, kita takut kenapa-kenapa," sahut Elsa. "Kita mau bongkar pintu kamarnya."Rani mengambil kunci serep dari kamarnya, dia berikan pada Edwin. Setelah berhasil membuka pintu, pemandangan mengerikan pun tampak. Sesepuh yang mereka hormati sudah terkapar mengenaskan, mulutnya mengeluarkan darah bercampur belatung dan matanya melotot, bagian hitamnya melirik ke atas."Nenek, kenapa begini?" Gumam Edwin. Perlahan-lahan dia mendekati neneknya yang sudah tak berg

    Last Updated : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 8. Pelakunya Adalah Seorang Wanita

    Kemudian Elsa terisak-isak, menutup wajahnya sambil meringis hingga air matanya mengalir melakui celah-celah jarinya."Aku belum sanggup kehilangan nenek," ucapnya lirih. "Kenapa dia pergi secepat itu! Padahal waktu tiba di rumah dia baik-baik saja, kan? Dia sehat, Mas! Nenek kita itu sehat!"Intan memeluk adik iparnya untuk sekedar menenangkan hatinya. "Mas, punya firasat buruk mengenai keluarga ini? Kata dokter setelah nenek meninggal katanya mengeluarkan belatung kecil dari mulutnya? Kalau menurut mitos di Indonesia kan itu santet kiriman orang. Belum lagi kematian Rumi dulu, sekarang kamu udah nikah lagi, bisa juga Intan jadi korban berikutnya, atau gue dan Elsa," terang Erwin. "Sudah cukup! Kita lagi berkabung!" Gertak Edwin. "Gak usah bahas santet segala.""Apa gara-gara setan itu! Mestinya kita usir, kita nyari orang pintar buat usir dia," ucap Elsa. Erwin menatap adiknya dengan pandangan sayu, sambil mengerutkan keningnya ia berkata," Kamu udah pernah lihat dia, ya?""Kan k

    Last Updated : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 9. Foto Kenangan Tahun 1990 Yang Penuh Pertanyaan

    Duk! Duk!Suara hentakan terdengar nyaring, bunyi dentumnya membuat mereka tercekat."Itu dari kamar nenek," ucap Edwin. Mereka bergegas menyambangi kamar bekas neneknya yang kini sudah kosong. Sengaja, Edwin membuka pintu lebar-lebar. Dan ternyata kondisi di dalam sudah berantakan. Benda hiasan berupa asbak kayu dan lantai sudah berlumur debu."Siapa pelakunya?" Tanya Intan. "Kamar ini kosong. Kayak udah diterjang badai.""Lihat itu!" Seru Elsa sambil menunjuk ke atap.Atap kamar sudah basah, membentuk lingkaran dan berwarna coklat tua. Tampak retak-retak dan hampir roboh."Bau apa ini, bau banget," keluh Intan sambil menutup hidungnya.Lambat laun noda di atap yang berbentuk lingkaran itu berubah semakin basah dan berwarna hitam. Lalu, Edwin bergegas mengambil sebuah sapu. Dia mendobrak atap itu melalui gagangnya sampai atap itu hancur.Tiba-tiba saja sesuatu yang menjijikkan terjatuh setelah atap itu bolong dan rusak."Ya ampun! Kenapa ada yang beginian!" Elsa terkejut.Sesuatu y

    Last Updated : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 10. Kumbang Yang Aneh

    Bruk!Dentuman kembali terdengar nyaring sampai mengejutkan mereka. Dan bunyi tersebut terus menerus hingga hentakkan bunyinya semakin cepat."Dari kamar nenek," gumam Intan.Mereka berlari menyambangi kamar Nenek Diah. Begitu pintu terbuka, muncul puluhan ekor kumbang hitam bertebaran ke seluruh ruangan. "Mas, ada bau lagi," ucap Elsa.Edwin bergegas masuk kamar lagi, ternyata atap langit-langit kamar itu sudah roboh sampai kabel listrik menjuntai dan memercikkan api. Mereka terbelalak karena menyaksikan gumpalan seperti darah beku yang dikerumuni belatung."Apa lagi itu?" Tanya Erwin. "Sialan, siapa yang nyimpen bangke di rumah gue!""Iya, siapa dalangnya dan siapa wayangnya? Siapa yang nyimpen benda itu di sini? Pastinya salah satu orang di rumah ini," gumam Edwin. "Hati-hati buat kalian."Kemudian, Erwin mengambil pemantik api. Dia membakar benda berupa tanah yang dikerumuni belatung, dan berkata," Sekalian atapnya kita bakar aja!""Serius dong, Er! Rumah kita bisa kebakaran!" S

    Last Updated : 2023-05-18

Latest chapter

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 36. Gangguan Baru Mulai Muncul

    Saking kagetnya, Edwin sampai menampar wajah Nala karena yang dia lihat adalah sosok hitam berwajah datar."Pak, hentikan! Jangan pukul saya!" Teriak Nala."Kamu setan di rumah ini, pergi kamu!" Teriak Edwin.Suara teriakan Edwin dan Nala sampai menggema di seluruh ruangan, terdengar hingga ke lantai utama. Tak lama kemudian, datang Erwin dan Amel sampai berlari menyambangi lantai dua dan mereka menemukan Edwin sedang menjambak Nala. Erwin bergegas memisahkan mereka berdua. Sampai Erwin terkena hantaman tangan Edwin."Mas, jangan, Mas! Kasihan dia, Mas!" Pinta Erwin."Diam, dia setan. Ngapain juga ada di kamar Mama!" Teriak Edwin."Mas, dia Nala. Hentikan!" Teriak Erwin. Saking emosinya, dia sampai menghantam tangan Edwin yang menjambak rambut Nala.Sejenak, suasana kembali tenang. Namun, rambut Nala sudah gimbal dan wajahnya agak lebam. Amel memeluknya dengan erat dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.Edwin pun baru sadar bahwa yang baru saja dia jambak adalah Nala. Dia langsung

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 35. Ada Dengan Rudi?

    Kemudian, beberapa warga berkerumun di depan rumah. Mereka hendak menghentikan Rudi yang akan melesatkan peluru. Nahas, Rudi memberontak dan memaki-maki orang sekitarnya."Pergi kalian semua! Jangan diem di depan rumah gue, sialan!"Salah satu warga menghampiri Edwin. Seorang pria berambut putih berkata," Pak, dia memang agak stress, sebaiknya bapak pulang saja."Semua warga yang berkerumun menyuruh Edwin untuk pulang demi keamanan. Namun, langkahnya terhenti oleh wanita gemuk yang bernama Mpok Mia yang baru saja datang."Rud, lo kenapa marah-marah gitu?""Mpok, itu anak-anak Kusumadinata yang dulu jadi majikan anak lo yang mati, itu dia!"Mpok Mia menoleh, tapi seperti ragu mendekat."Bu, boleh kita bicara sebentar saja," pinta Edwin. "Iya, iya, boleh. Tapi jangan di sini, ini rumah adik saya," jawab Mpok Mia. Tiba-tiba Rudi mengerang kesakitan di bagian dada kirinya. Dia melunglai lemas dan memuntahkan darah.Mpok Mia bergegas menolong adiknya yang berteriak-teriak kesakitan. Semu

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 34. Mengincar Rudi

    Intan bersikeras mendekati Nala. ART itu belum juga menyahut meski majikan sudah meninggikan suara untuk memanggil. Intan pun hendak mencolek punggung Nala. Namun dia ragu. Lantas, Nala tertawa cekikikan dan mulai menengadahkan kepalanya ke atas. "Nala, kamu baik-baik saja, kan?" "Babu kayak saya ini nggak ada artinya buat kalian," sahut Nala lantang. "Apalagi di depan nenek tua yang haus kekayaan." "Maksud kamu apa, Nala?" Tanya Intan. "Dasar majikan bodoh!" Hardik Nala. Amel baru saja masuk kamar, dia tersentak kaget menyaksikan Nala yang bergelagat aneh sampai membuatnya bernafas tersengal-sengal. "Bu, kayaknya Nala kerasukan deh," ucapnya. Kemudian, Nala menoleh, menunjukkan wajah yang pucat dan mata yang putih. Dia menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba saja, Nala muntah, lehernya seperti tercekik, dia berteriak kesakitan sampai terjatuh dan menggulingkan badannya di lantai. "Astaghfirullah, Nala!" Teriak Intan. Akhirnya, Nala batuk-batuk, memuntahkan cairan hi

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 33. Halusinasi Terasa Nyata

    Elsa meringis ketika mendapati kedua tangan kakak kandungnya yang berlumuran darah sambil melambaikan tangannya seperti meminta tolong. "Elsa!" Teriak Edwin.Elsa bergegas menolong. Kemudian, menghampiri jendela. Sayangnya, Edwin semakin menjauh sampai Elsa kesulitan meraih tangan kakaknya itu."Elsa! Sadar, Els!" Teriak Dhea.Dalam pandangannya, Elsa menyaksikan Edwin hendak melompat, seperti mau bunuh diri. Di saat itulah, Elsa nekad meraih tangan kakaknya. "Mas, jangan lompat!" "Elsa, jangan lompat!" Teriak mahasiswa yang menolongnya.Elsa terus memberontak ketika semua mahasiswa menahan badannya. "Itu kakak gue jatuh ke bawah! Mas Edwin, jangan lompat, Mas!"Bruk!Akhirnya, Elsa berhasil melompat lalu terjatuh ke atap lantai satu dan tergeletak pingsan.Satu jam kemudian, Elsa baru bisa membuka kedua matanya. Yang dia lihat hanya ruangan serba putih dan lampu neon yang menerangi ruangan."Elsa, syukurlah, kamu udah sadar," ucap Intan. "Kak, mana Mas Edwin? Dia baik-baik saja,

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 32. Boneka Voodoo Baru

    Kamar mendiang Nenek Diah tampak berantakan, kumuh dan bau pesing. Ada air menggenang di lantai dan dikerumuni kumbang. "Mas, ada apa?" Sahut Elsa. Baru saja membuka pintu, dia langsung muntah-muntah. "Bau banget!""Mas, pagi-pagi udah teriak," keluh Intan. "Ada apa--"Intan terbelalak dan langsung menutup hidungnya. Dia bergegas mengambil masker untuk menutupi mulut dan penciumannya."Mas, gue mau ngopi, ngapain manggil gue?""Lihat, perbuatan siapa di sini?" Spontan, Erwin menyemburkan kopi dari mulutnya. "Bau banget!"Tak lama kemudian, Intan menghampiri sambil menyodorkan masker penutup mulut dan hidung. Kendati, agar mereka leluasa memeriksa kondisi di dalam kamar yang sudah kosong itu."Ini bukan air biasa, ini air seni," gumam Edwin. "Masa di sini ada yang pipis," gerutu Elsa. "Jijik banget!"Lalu, mereka mendongak ke atas, mendapati CCTV yang sudah pecah dan serpihannya berhamburan di lantai. "Oh, dia merusak cctv dulu sebelum beraksi, itu pelaku cerdik juga ya," gumam Er

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 31. Siluet Bayangan Wanita Di Tengah Malam

    Tiba-tiba saja Elsa memuntahkan cairan berwarna cokelat. Dia batuk-batuk sampai tidak kuat menahan rasa sakitnya. "Kita ke RS sekarang, sambil nengok Papa," ajak Intan. Malam yang gelap, terpaksa mereka bertandang ke RS. Semula, Elsa tampak parah dan pucat pasi, namun ketika di perjalanan dia seperti bukan orang sakit.Setelah diobservasi dan cek laboratorium, hasilnya tidak ditemukan penyakit apapun. "Kalau begini ya enggak usah ke RS," protes Elsa. "Aku mau nengok Papa dulu."Mereka bertiga lantas mengunjungi ruang ICU. Orang tua yang mereka rindukan masih terkapar lemah di atas ranjang, berselimut kain putih dan hidung yang dipasang selang oksigen."Mau sampai kapan Papa kayak gini! Sadar dong, Pa!" Gerutu Elsa. "Papa harus pulang, harus sehat lagi, jangan pergi dulu, Pa! Elsa kangen."Elsa meringis, terisak-isak sampai suara tangisnya menggema di seluruh ruangan."Elsa, udah kita pulang sekarang. Jangan nangis di sini, Papa kan udah ada yang ngurus, kita percayakan urusan sama

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 30. Noda Baru Dan Hasil Visum Tante

    Suara ratusan kumbang tiba-tiba saja terdengar bising, serangga itu beterbangan di langit-langit rumah sampai menggulung. "Astaghfirullah," ucap Pak haji. "Ada yang menyerang saya. Tapi gak apa-apa."Kemudian kumbang itu kembali masuk ke sarangnya lewat lubang di dapur.Sementara itu, Intan sudah agak membaik, namun kakinya lemas sampai berdiri pun harus dibantu suaminya. "Pak haji, sebenarnya saya mau bahas tentang keluarga. Ibu kami sering berbohong, dia beralibi sibuk bekerja, nyatanya sudah satu bulan teledor, perusahaan terbengkalai. Kadang saya bertanya-tanya, ke mana dia perginya," terang Edwin."Kalau nak Edwin penasaran, kenapa gak pernah intip beliau? Kan ibu sendiri, harusnya ada yang berani ikutin dia pergi," jawab Pak haji. Sejenak, dia menghela nafas dalam-dalam. "Jujur saja, kasus seperti ini, apalagi kalau berhubungan sama orang yang memuja kepada selain Tuhan, ya agak berat juga.""Pak haji percaya kakek Kusumadinata itu pemuja setan demi kekayaan? Firasat saya seba

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 29. Kunci Yang Ditanam

    Edwin menoleh ke belakang. Tak melihat siapapun selain pintu kamar ibunya. Sementara Intan sudah bernafas tersengal-sengal, panik dan berkeringat. "Mas, makhluk itu ada di sana, dia kayak bayangan hitam, tinggi besar, aku lihat jarinya runcing, dia kayaknya mau menerkam," ungkap Intan. Dia lantas menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Aku takut, Mas. Astagfirullah." Edwin memeluk istrinya agar lebih tenang. Namun, matanya melirik kanan kiri. Ada hembusan angin yang melintas sampai menyibak rambut Intan. Tampaklah, makhluk hitam berdiri di depannya. Edwin menyaksikan pergerakan makhluk itu, mulai dari berdiri lalu menyerupai seorang wanita, berambut panjang dan berwajah pucat. "Mas!" "Ssssttt! Gak ada apa-apa, tenang ya, ternyata pelukan di sini nyaman juga. Mereka bergegas ke balkon lantai dua. Kebetulan, Elsa dan Erwin ternyata sedang melakukan peregangan badan. "Er, Els," sapa Edwin. "Mas, ngapain jalan-jalan sambil pelukan gitu? Kenapa? Norak tahu!" Sindir Elsa. "Gak

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 28. Ibu Yang Labil Dan Misteri Penagih Uang

    Siang hari yang cerah, Edwin dan Intan sengaja pulang ke rumah meskipun perasaan mereka masih tak karuan karena mendapati sang ibu yang selalu berulah. Malahan, Edwin melempar tas kerjanya ke atas kursi tamu. Sampai tas bermerek dan mahal itu menimpa Elsa. "Mas! Apa-apaan sih! Untung aja gak kena muka aku!" "Kamu sama Erwin gak kuliah, ya? Bagus! Kalian sudah belajar bolos, buang-buang uang buat biaya kuliah mahal tapi hasilnya nihil! Kakak kamu ini capek nyari duit buat makan, buat sekolah, buat operasional rumah, tapi kalian enak-enakan nganggur. Keluar kalian semua dari rumah saya!" Elsa tercekat mendapati kakaknya yang naik pitam. Sambil berurai air mata, ia berkata," Mas, kenapa sih! Aku sama Erwin lagi UTS. Kamu, baru aja pulang udah marah begini!" Edwin lantas menghindar, dia menyambangi ruang kerjanya dengan terburu-buru, bahkan membukanya pintu dengan kencang. "Hei, ada apa ini? Siapa yang teriak?" Tanya Erwin yang baru saja menuruni tangga. "Mas Edwin barusan marahin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status